SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah Sebagai Salah Satu Syarat Guna Meraih
Sarjana Hukum (SH) Pada Prodi Hukum Ekonomi Syariah(HES)
Oleh:
FEBY RAHMADANI
NIM: 1613030027
FAKULTAS SYARIAH
1441 H/2020 M
OUTLINE
BAB I PENDAHULUAN
1. Fatwa
1.1 Pengertian Fatwa
1.2 Dasar Hukum Fatwa
1.3 Fatwa Sebagai Sumber Hukum
1.4 Dasar-Dasar Penetapan Fatwa
1.5 Metode Fatwa
2. Profil DSN-MUI
2.1 Pengertian DSN-MUI
2.2 Sejarah DSN-MUI
2.3 Latar Belakang DSN-MUI
2.4 Visi, Misi, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DSN-MUI
3. Profil DSN-MUI.No.107/DSN-MUI/X/2016 dan Otoritas Fatwa
3.1 Latar Belakang Terbitnya Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-
MUI/X/2016
3.2 Isi Fatwa Mengenai Definisi dan Dasar-Dasarnya
3.3 Implikasi Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016
4. Rumah Sakit Syariah
4.1 Pengertian Rumah Sakit Syariah
4.2 Pelayanan Dengan Prinsip Syariah
4.3 Rumah Sakit Syariah dalam Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-
MUI/X/2016
1. Kekuatan yang Dimiliki Oleh RSI. Ibnu Sina Padang Untuk Menjadi
Rumah Sakit Syariah
2. Kelemahan RSI. Ibnu Sina Padang Untuk Menjadi Rumah Sakit
Syariah
3. Peluang yang Dimiliki Oleh RSI. Ibnu Sina Padang Untuk Menjadi
Rumah Sakit Syariah
4. Ancaman yang Dihadapi Oleh RSI. Ibnu Sina Padang Untuk Menjadi
Rumah Sakit Syariah
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
(LANDASAN TEORI)
1. Fatwa
1.1Pengertian Fatwa
Fatwa ialah suatu perkara dari bahasa Arab yang memberi
arti pernyataan hukum mengenai suatu masalah yang timbul
kepada siapa yang ingin mengetahuinya. Barang siapa yang ingin
mengetahui sesuatu hukum syara’ tentang masalah agama, maka
perlu bertanya kepada orang yang dipercaya dan terkenal
dengan keilmuannya dalam bidang ilmu agama (untuk mendapat
keterangan mengenai hukum tentang masalah itu). Menurut
kamus Lisan al-‘Arabiy, memberi fatwa tentang sesuatu perkara
berarti menjelaskan kepadanya.
3. QS. Yusuf: 43
4. Sunnah (Hadis)
َم ْن َافْىَت ِب َفتَ َيا غَرْي َ ثَبَ ٍت فَ ِا ن َّ َما ِاثْ ُم ُه عَىل َم ِن افْتَا ُه
“barang siapa yang mengeluarkan fatwa tanpa kepastian
(sumbernya), maka sesungguhnya dosanya ke atas orang
yang memberi fatwa.” (HR.Musnad Ahmad Ibnu Hanbal).
1.3Fatwa Sebagai Sumber Hukum
Seringkali dihubungkan dengan hukum Islam. Dalam
kaitannya sumber hukum, telah diuraikan bahwa dalam Islam
terdapat dua sumber hukum utama yaitu: Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah. Fatwa yang merupakan hasil pemikiran manusia
tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai sumber hukum
Islam yang utama. Sebagai hasil pemikiran manusia, fatwa dapat
dikategorikan ke dalam ijtihad, karena dalam proses penerapan
fatwa dilakukan suatu metode-metode penelitian hukum dengan
ushul fiqih. Syarat-syarat mufti juga harus terpenuhi. Fatwa
termasuk sumber hukum ketiga yaitu ijtihad.
Kumpulan fatwa yang telah dibukukan menjadi sumber yang
banyak digunakan oleh ulama untuk memberikan pendapatnya
dan oleh hakim untuk memutuskan perkaranya (Barlinta, 2010:
66).
1.4Dasar-Dasar Penetapan Fatwa
Dasar-dasar umum penetapan fatwa tertuang dalam bab 2
pasal 2, terdiri atas tiga ayat, sebagai berikut:
1) Setiap fatwa harus mempunyai dasar atas kitabullah dan
sunnah Rasul yang mu’tabarah, serta tidak bertentangan
dengan kemaslahatan umat.
2) Jika tidak terdapat dalam kitabullah dan sunnah Rasul,
sebagaimana ditentukan pada pasal 2 ayat 1 , fatwa
hendaklah tidak bertentangan dengan ijma’, qiyas yang
mu’tabar, dan dalil-dalil hukum yang lain, seperti istihsan,
maslahah mursalah, dan saddu az-zari’ah.
3) Sebelum pengambilan fatwa hendaklah ditinjau pendapat-
pendapat imam mazhab terdahulu, baik yang berhubungan
dengan dalil-dalil hukum maupun yang berhubungan dengan
dalil-dalil yang dipergunakan oleh pihak yang berbeda
pendapat, serta pandangan penasehat ahli yang dihadirkan.
Ayat 1 menyatakan bahwa fatwa harus mempunyai dasar
hukum, yaitu Al-Quran dan hadis Nabi, serta harus membawa
kemaslahatan umat. Ketentuan ayat ini merupakan kesepakatan
dan keyakinan umat Islam bahwa setiap fatwa harus berdasarkan
pada kedua sumber hukum yang telah disepakati tersebut. Fatwa
yang bertentangan atau tidak didasarkan dengan keduanya
dipandang tidak sah , bahkan dipandang sebagai tahakkum
dengan perbuatan dusta atas nama Allah yang sangat dilarang
agama. Perhatikan firman Allah SWT berikut:
Dasar Hukum
3. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah dia
berkata bahwa Nabi bersabda:
ْاأل ْص ُل ِيف الرُّش ُ ْو ِط يِف الْ ُم َعا َم َال ِت الْ ِح ُّل َواإْلاَب َح ُة إ الَّبِدَ ل ْي ِل
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya” (Djauzuli, 2014:
129).
: َأ َالن َ َتدَ َاوى؟ قَا َل, ِ اَي َر ُسو َل اهّلل: قَال َ ِت ْاَألع َْر ُاب:َويِف ل َ ْفظٍ آخ ََر
) اَّل د ًَاء َوا ِحد ًا,ع د ًَاء الَّ َوضَ َع هَل ُ ِش َف ًاء َأ ْو د ََو ًاءkْ َ ِع َبا َداهّلل َ ل َ ْم يَض,(ن َ َع ْم
ِإ ِإ
: ٍ َويِف ل َ ْفظ.) (الْه ََر ُم: َو َماه َُو؟ قَا َل, ِ اَي َر ُسول اهَّلل:قَالُوا
)اموه َُو الْ َم ْو ُت َ الس َّ (ِإ اَّل
"Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?" Beliau
saw, menjawab: "Iya benar. Wahai hamba-hamba Allah,
berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidaklah
meletakkan suatu penyakit kecuali Dia letakkan pula
penawarnya atau obatnya, kecuali satu penyakit". Para
sahabat pun bertanya: "Wahai Rasulallah, apakah yang
satu penyakit itu?" Beliau menjawab: "Tua renta". dalam
redaksi yang lain: kecuali "Syam", yaitu kematian.
c. Hadis riwayat Imam Ahmad, lbn Majah, dan al-Tirmidzi:
Dari Abu Khuzamah yang bertanya:
َ أّ َرأَّيْ َت ُريْق, ِ اَي َر ُسو َل اهّلل: ُقلْ ُت:َع ْن َأيِب خ َُزا َم َة قَال
ِ ه َْل تَ ُر ُّد ِم ْن قَدَ ِراهّلل, َوتُ َقا ًة نَتَّ ِقهيَا,و َد َو ًاء ن َ َتدَ َاوى ِب ِه,ا
َ َ ن َ ْسرَت ْ ِقهْي
) ِ (يِه َ ِم ْن قَدَ ِراهّلل:َشئًا؟ قَا َل
"Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang
ruqyah yang kami lakukan, dan obat-obatan yang kami
gunakan, serta pelindung yang kami pakai, Apakah hal itu
dapat menolak ketentuan (qadar) Allah?" Beliau saw, pun
menjawab:"Semua (yang engkau sebutkan itu) bagian dari
qadar Allah.”
3. Kaidah Fikih
1. Niat yang benar dan iklas dalam merawat dan mengobati orang
sakit, dan berkeyakinan bahwa hidup dan mati seseorang ada
ditangan Allah, karena ia hanya perantara yang berupaya untuk
menyembuhkan penyakit seseorang.
2. Senantiasa memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang
sakit, baik disiang hari maupun di malam hari dengan sekuat
tenaga.
3. Bersikap lemah lembut dan santun (dalam mendengarkan
pertanyaan pasien) serta memberikan pemahaman kepadanya
mengenai penyakit yang dideritanya, dengan memperhatikan
kondisi kejiwaan dan tingkat pengetahuannya (Ruqaith, 2004:
37-38).
4. Cakap dalam memberikan keterangan kepada pasien mengenai
penyakit yang dideritanya dan berusaha memberikan
ketenangan dan semangat kepadanya. Apabila mendapatkan
perkembangan yang kurang baik pada kesehatan pasienya, maka
sebaiknya langsung memberitahukan hal tersebut kepada
keluarga dan sanak saudara pasien.
5. Menjauhkan diri dari perbuatan ghibah (menggunjing atau
membicarakan aib orang lain), kareta itu merupakan perbuatan
yang diharamkan.
Allah SWT berfirman dalam (Qs. Al-Hujuraat (49): 12)
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.
Amin, Ma’ruf, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Elsas, 2008.
Dsnmui.or.id
Djauzuli, Kaidah-Kaidah Fiqih, Jakarta: : Kencana Prenada Media Group,
2014.
Mukisi.com
Risya, Yola Putri, Skripsi: Pengembangan Daya Tarik Kawasan Wisata Bunga
Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2014.