Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KMB I KOLELITIASIS (Batu Kantung Empedu)

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kolelitiasis


Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu
(duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa terdapat pada
kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatik. Bila terletak
di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran
empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di
dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut
hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu empedu dibagi
menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu kolesterol (batu kolesterol murni, batu
kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu kasium bilirubinat, batu hitam atau pigmen
murni), dan batu empedu yang jarang (batu kalsium karbonat, dan batu kalsium asam lemak).
Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:

Batu Kolesterol
a. Soliter(single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto rontgen terlihat intinya.
Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak
mengandung kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu mengandung
batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada permukaannya terdapat endapan pigmen
kalsium.
c. Batu kolesterol ganda
Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen
Batu pigmen
Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks dari
bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras, amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau
tua. Alasannya ± 10 % radioopaque.
Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70%
kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan kalsium bilirubinat.
Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Dapat berupa batu soliter atau
multiple. Permukaanya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, da nada yang seperti buah
murbei
Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan kecil-kecil,
dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.

2.3 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat terjadi dengan
atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain:

a.Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.

b.Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.

c.Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes militus
tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol
hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol

d.Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang bisa
meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla spinalis), puasa
berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat badan
yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi
bypass lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta
meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestina.

e.Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik
meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai faktor
predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.

.
f.Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam desoksikolat)
dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni
meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol
empedu.
g.Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah turun temurun,
seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik fraternal.

h.Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada pembentukan
batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mucus. Mukus meningkatkan
viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.

i.Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau kehilangan
garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan
garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu
empedu.

j.Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

k. Nutrisi intravena jangka lama


Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.4 Manifestasi Klinik


Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya,
adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik,
akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun. Batu Empedu bisa
terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala
gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan
pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala,
yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau
kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan
atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri
ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam
setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan
ini cenderung meningkat frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya
dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak
dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan
yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dam
menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga membutuhkan
preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan
spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan presentase
yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang
tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-
gatal yang mencolok pada kulit.
Prubahan Warna Ur in dan F eses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut dengan ― clay-colored‖.
Defisiensi Vi tamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut
lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika defisiensi
bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung
empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang
relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat
mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

2.5 Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu

Patofisiologi pembentukan batu empedu atau disebut kolelitiasis pada umumnya


merupakan satu proses yang bersifat multifaktorial. Kolelitiasis merupakan istilah dasar yang
merangkum tiga proses litogenesis empedu utama berdasarkan lokasi batu terkait:
1. Kolesistolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di kantung empedu)
2. Koledokolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di duktus koledokus)
3. Hepatolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di saluran empedu dari awal percabangan
duktus hepatikus kanan dan kiri)
Dari segi patofisiologi, pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe berpigmen pada
dasarnya melibatkan dua proses patogenesis dan mekanisme yang berbeda sehinggakan

patofisiologi batu empedu turut terbagi atas:


1. Patofisiologi batu kolesterol
2. Patofisiologi batu berpigmen
2.5.1 Patofisiologi batu kolesterol
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yang
dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan:

Supersaturasi kolesterol empedu

Hipomotilitas kantung empedu

Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol

Hipersekresi mukus di kantung empedu


Supersatur asi kol esterol empedu
Kolesterol merupakan komponen utama dalam batu kolesterol. Pada metabolisme
kolesterol yang normal, kolesterol yang disekresi ke dalam empedu akan terlarut oleh komponen
empedu yang memiliki aktivitas detergenik seperti garam empedu dan fosfolipid (khususnya
lesitin). Konformasi kolesterol dalam empedu dapat berbentuk misel, vesikel, campuran misel
dan vesikel atau kristal. Umumnya pada keadaan normal dengan saturasi kolesterol yang rendah,
kolesterol wujud dalam bentuk misel yaitu agregasi lipid dengan komponen berpolar lipid seperti
senyawa fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun berbatasan dengan fase
berair sementara komponen rantaian hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel.
Semakin meningkat saturasi kolesterol, maka bentuk komposisi kolesterol yang akan
ditemukan terdiri atas campuran dua fase yaitu misel dan vesikel. Vesikel kolesterol dianggarkan
sekitar 10 kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki fosfolipid dwilapisan tanpa
mengandung garam empedu. Seperti misel, komponen berpolar vesikel turut diatur mengarah ke
luar vesikel dan berbatasan dengan fase berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang
hidrofobik membentuk bagian dalam dari lipid dwilapis. Diduga <30% kolesterol bilier diangkut
dalam bentuk misel, yang mana selebihnya berada dalam bentuk vesikel. Umumnya, konformasi
vesikel berpredisposisi terhadap pembentukan batu empedu karena lebih cenderung untuk
beragregasi dan bernukleasi untuk membentuk konformasi kristal.. Empedu yang
tersupersaturasi dengan kolesterol akan berwujud lebih dari satu fase yaitu dapat dalam bentuk
campuran fase misel, vesikel maupun kristal dan cenderung mengalami presipitasi membentuk
kristal yang selanjutnya akan berkembang menjadi batu empedu.
Pada keadaan supersaturasi, molekul kolesterol cenderung berada dalam bentuk vesikel
unilamelar yang secara perlahan-lahan akan mengalami fusi dan agregasi hingga membentuk
vesikel multilamelar (kristal cairan) yang bersifat metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan
akan menghasilkan kristal kolesterol monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada
saat ini mengusulkan bahwa keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel merupakan faktor
utama yang menentukan kecenderungan kristal cairan untuk membentuk batu empedu.
Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan
litogenisitas empedu. Faktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol empedu termasuk:
Hipersekresi kolesterol.
Hiposintesis garam empedu / perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu.
Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi kolesterol
empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:

Peningkatan uptake kolesterol hepatik


Peningkatan sintesis kolesterol
Penurunan sintesis garam empedu hepatik

Penurunan sintesis ester kolestril hepatik


Penelitian mendapatkan penderita batu empedu umumnya memiliki aktivitas koenzim A
reduktase 3-hidroksi-3-metilglutarat (HMG-CoA) yang lebih tinggi dibanding kontrol. Aktivitas
HMG-CoA yang tinggi akan memacu biosintesis kolesterol hepatik yang menyebabkan
hipersekresi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol mengakibatkan konsentrasi kolesterol
yang melampau tinggi dalam empedu hingga terjadi supersaturasi kolesterol dan ini menfasilitasi
pembentukan kristal kolesterol sesuai dengan gambaran pada diagram keseimbangan fase.
Garam empedu dapat mempengaruhi litogenisitas empedu sesuai dengan perannya
sebagai pelarut kolesterol empedu. Hiposintesis garam empedu misalnya pada keadaan mutasi
pada molekul protein transpor yang terlibat dalam sekresi asam empedu ke dalam kanalikulus
(disebut protein ABCB11) akan menfasilitasi supersaturasi kolesterol yang berlanjut dengan
litogenesis empedu. Komposisi dasar garam empedu merupakan asam empedu di mana terdapat
tiga kelompok asam empedu utama yakni:
Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik.
prev
next
vesikel multilamelar (kristal cairan) yang bersifat metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan
akan menghasilkan kristal kolesterol monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada
saat ini mengusulkan bahwa keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel merupakan faktor
utama yang menentukan kecenderungan kristal cairan untuk membentuk batu empedu.
Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan
litogenisitas empedu. Faktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol empedu termasuk:
Hipersekresi kolesterol.
Hiposintesis garam empedu / perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu.
Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi kolesterol
empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:

Peningkatan uptake kolesterol hepatik


Peningkatan sintesis kolesterol
Penurunan sintesis garam empedu hepatik

Penurunan sintesis ester kolestril hepatik


Penelitian mendapatkan penderita batu empedu umumnya memiliki aktivitas koenzim A
reduktase 3-hidroksi-3-metilglutarat (HMG-CoA) yang lebih tinggi dibanding kontrol. Aktivitas
HMG-CoA yang tinggi akan memacu biosintesis kolesterol hepatik yang menyebabkan
hipersekresi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol mengakibatkan konsentrasi kolesterol
yang melampau tinggi dalam empedu hingga terjadi supersaturasi kolesterol dan ini menfasilitasi
pembentukan kristal kolesterol sesuai dengan gambaran pada diagram keseimbangan fase.
Garam empedu dapat mempengaruhi litogenisitas empedu sesuai dengan perannya
sebagai pelarut kolesterol empedu. Hiposintesis garam empedu misalnya pada keadaan mutasi
pada molekul protein transpor yang terlibat dalam sekresi asam empedu ke dalam kanalikulus
(disebut protein ABCB11) akan menfasilitasi supersaturasi kolesterol yang berlanjut dengan
litogenesis empedu. Komposisi dasar garam empedu merupakan asam empedu di mana terdapat
tiga kelompok asam empedu utama yakni:
Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik
Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid pool) dan
masing-masing mempunyai sifat hidrofobisitas yang berbeda. Sifat hidrofobisitas yang berbeda
ini akan mempengaruhi litogenisitas empedu. Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar
kemampuannya untuk menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu.
Kombinasi dari kedua-dua hal ini akan menjurus kepada empedu yang litogenik. Konsentrasi
relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan mempengaruhi
CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam empedu primer dan tertier bersifat
hidrofilik sementara asam empedu sekunder bersifat hidrofobik. Penderita batu empedu
umumnya mempunyai cadangan asam kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik yang
lebih besar. Asam deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan CSI dengan
meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam
ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan asam empedu hidrofilik yang berperan
mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan sekresi kolesterol. Asam
ursodeoksikolik turut menurunkan CSI dan memperpanjang waktu nukleasi, diduga dengan cara
melemahkan aktivitas protein pronukleasi dalam empedu.
Sembilanpuluh lima persen dari pada fosfolipid epedu terdiri atas lesitin. Sebagai
komponen utama fosfolipid empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi
kolesterol. Mutasi pada molekul protein transpor fosfolipid (disebut protein ABCB4) yang
berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu terkait dengan
perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa muda.
H ipomotil itas kantung empedu
Motilitas kantung empedu normal merupakan satu proses fisiologik yang mencegah
litogenesis dengan memastikan evakuasi empedu secara berterusan dari kantung empedu ke
dalam usus sebelum terjadinya proses litogenik. Hipomotilitas kantung empedu memperlambat
evakuasi empedu ke dalam usus menerusi duktus empedu secara optimal dan ini menfasilitasi
pembentukan kristal kolesterol halus yang cenderung bernukleasi dan berkembang menjadi
batu
empedu. Perlambatan evakuasi kantung empedu membolehkan absorpsi air dari empedu oleh
dinding mukosa secara melampau hingga terjadi peningkatan konsentrasi empedu dan ini
mempergiat proses litogenesis empedu. Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat:

a. Kelainan intrinsik dinding muskuler yang meliputi: Perubahan tingkat hormon seperti
menurunnya kolesistokinin (CCK), meningkatnya somatostatin dan estrogen. Perubahan kontrol
neural (tonus vagus).
b. Kontraksi sfingter melampau hingga menghambat evakuasi empedu normal.
Patofisiologi yang mendasari fenomena hipomotilitas kantung empedu pada batu
empedu masih belum dapat dipastikan. Namun begitu, diduga hipomotilitas kantung empedu
merupakan akibat efek toksik kolesterol berlebihan yang menumpuk di sel otot polos dinding
kantung yang menganggu transduksi sinyal yang dimediasi oleh protein G. Kesannya, terjadi
pengerasan membran sarkolema sel otot tersebut. Secara klinis, penderita batu empedu dengan
defek pada motilitas kantung empedu cenderung bermanifestasi sebagai gangguan pola makan
terutamanya penurunan selera makan serta sering ditemukan volume residual kantung empedu
yang lebih besar.
Selain itu, hipomotilitas kantung empedu dapat menyebabkan stasis kantung empedu.
Stasis merupakan faktor resiko pembentukan batu empedu karena gel musn akan terakumulasi
sesuai dengan perpanjangan waktu penyimpanan empedu. Stasis menyebabkan gangguan aliran
empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan gangguan pada sirkulasi enterohepatik.
Akibatnya, output garam empedu dan fosfolipid berkurang dan ini memudahkan kejadian
supersaturasi.
Stasis yang berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur bilier (biliary sludge)
terutamanya pada penderita dengan kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untuk periode
lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan
mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal dengan nama mikrolitiasis atau pseudolitiasis ini
terjadi akibat presipitasi empedu yang terdiri atas kristal kolesterol monohidrat, granul kalsium
bilirubinat dan mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses yang mendasari pembentukan
batu empedu. Kristal kolesterol dalam lumpur bilier akan mengalami aglomerasi berterusan
untuk membentuk batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier merupakan prekursor dalam
litogenesis batu empedu.

Peni ngkatan aktivitas nukleasi kolesterol


Empedu yang supersaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses
nukleasi. Nukleasi merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan kristal
kolesterol monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada empedu
supersaturasi.
Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh keseimbangan unsur
antinukleasi dan pronukleasi yang merupakan senyawa protein tertentu yang dikandung oleh
empedu. Penelitian in vitro model empedu mendapatkan bahwa faktor pronukleasi berinteraksi
dengan vesikel kolesterol sementara faktor antinukleasi berinteraksi dengan kristal solid
kolesterol. Antara faktor pronukleasi yang paling penting termasuk glikoprotein musin, yaitu
satu-satunya komponen empedu yang terbukti menginduksi pembentukan batu pada keadaan in
vivo. Inti dari glikoprotein musin terdiri atas daerah hidrofobik yang mampu mengikat
kolesterol, fosfolipid dan bilirubin. Pengikatan vesikel yang kaya dengan kolesterol kepada regio
hidrofilik glikoprotein musin ini diduga memacu proses nukleasi.
Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model sistem empedu termasuk
imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N, haptoglobin dan glikoprotein asam. Penelitian
terbaru menganjurkan peran infeksi intestinal distal oleh spesies Helicobacter (kecuali H. pylori)
menfasilitasi nukleasi kolesterol empedu. Proses nukleasi turut dapat diinduksi oleh adanya
mikropresipitat garam kalsium inorganik maupun organik.2 Faktor antinukleasi termasuk protein
seperti imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA – II. Mekanisme fisiologik yang mendasari
efek
untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini masih belum dapat dipastikan.
Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses
kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi pada empedu
penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol pada orang
normal.
Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol dan menfasilitasi proses
litogenesis empedu.
H ipersekresi mukus di kantung empedu
Hipersekresi mukus kantung empedu dikatakan merupakan kejadian prekursor yang
universal pada beberapa penelitian menggunakan model empedu hewan. Mukus yang eksesif
menfasilitasi pembentukan konkresi kolesterol makroskopik karena mukus dalam kuantitas
melampau ini berperan dalam memerangkap kristal kolesterol dengan memperpanjang waktu
evakuasi empedu dari kantung empedu. Komponen glikoprotein musin dalam mukus ditunjuk
sebagai faktor utama yang bertindak sebagai agen perekat yang menfasilitasi aglomerasi kristal
dalam patofisiologi batu empedu. Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus
belum dapat dipastikan namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting dalam hal ini.
2.5.2 Patofisiologi batu berpigmen
Patofisiologi batu berpigmen untuk kedua tipe yakni batu berpigmen hitam dan batu
berpigmen coklat melibatkan dua proses yang berbeda.
Patofisiol ogi batu berpigmen hitam
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat
(khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi
bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin
terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase endogenik membentuk bilirubin tak
terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada
radang dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas ―buffering‖ asam sialik
dan
komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat
yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan PH yang lebih rendah.
Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan
bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan
berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.
Patofisiol ogi batu ber pigmen coklat
Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan
penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu. Infeksi traktus bilier oleh
bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing
seperti
Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung
pembentukan batu berpigmen.
Patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di empedu. Mikroorganisma enterik
ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu
terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatkan seperti berikut:

Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga menyebabkan pembentukan bilirubin


tak terkonjugat.

Fosfolipase a menghasilkan asam lemak bebas (terutamanya asam stearik dan asam palmitik).

Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat


Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan senyawa kalsium dan
membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapat terendap lalu berkristalisasi sehingga
terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis empedu dan
konsentrasi kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga
dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang menfasilitasi pembentukan batu,
seperti fungsi pada musin endogenik.
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeri ksaan L aboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu
didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT
(SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam
usus menurunkan absorbs vitamin K.
Pemeri ksaan sin ar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya

5-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-X.

Anda mungkin juga menyukai