Anda di halaman 1dari 11

JSTFI

Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology


Vol.I, No.2, Juli 2012

SKRINING PEREAKSI SPOT TEST UNTUK DETEKSI KANDUNGAN


FORMALIN PADA BAHAN PANGAN

Windari Syafitri, Adang Firmansyah, Syarif Hamdani

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung


Abstrak
Penggunaan bahan tambahan makanan berbahaya seperti formalin akhir-akhir ini menjadi
perhatian yang serius dikarenakan efeknya yang membahayakan kesehatan tubuh manusia dan berpotensi
menyebabkan kanker. Penelitian bertujuan untuk melakukan skrining pereaksi yang dapat digunakan
untuk mendeteksi formalin. Metode Spot Test digunakan untuk tujuan kepraktisan, sekaligus untuk
mengetahui sensitivitas dan selektivitas pereaksi pada bahan pangan. Hasil pengujian beberapa pereaksi
menunjukkan bahwa pereaksi Schiff merupakan pereaksi yang relatif paling memuaskan dengan
selektivitas dan sensitivitas pereaksi hingga 10 ppm. Pengembangan pereaksi dengan menambahkan
CuSO4 serta CuSO4 dan FeCl3 dapat meningkatkan sensitivitas sampai 0,01 ppm. Walaupun didapatkan
sensitivitas yang memuaskan, akan tetapi selektivitas pereaksi ternyata masih kurang baik jika diuji
terhadap formalin di dalam bahan pangan.
Kata Kunci : Formalin, Spot test, Sensitivitas, Selektivitas.

Abstract
The use of harmful food additives such as formalin lately become serious concern due to the
effects that clinically reported to be toxic to humans body and potentially cause cancer. Research aimed to
conduct screening of reagens that can be used to detect formalin. The Spot test methode is used for
practical purposes and also to determine the sensitivity and selectivity some reagents in food. The test
results showed that Schiff reagen was the most satisfactory reagent with its sensitivity at 10 ppm.
Development of reagents by adding CuSO4 and CuSO4-FeCl3 can increase the sensitivity till 0,01 ppm.
Although the sensitivity gave satisfaction results, but selectivity of the reagent was still not good if tested
against formalin in food stuffs.
Keywords : Formalin, Spot test, Sensitivity, Selectivity.

PENDAHULUAN No 7 tahun 1996 tentang Pangan dan UU


Formalin (formol) adalah No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
formaldehid yang dilarutkan dalam air, Konsumen, menyatakan bahwa
tidak berwarna dengan kadar 37-40 % penyalahgunaan formalin secara sengaja
(Flanagan, 2002). Formalin biasanya dalam produk makanan dapat diancam
mengandung metanol 10-15%, yang pidana penjara maksimal 5 tahun atau
berfungsi sebagai stabilisator untuk denda maksimal Rp. 600 juta. Begitu juga
mencegah polimerisasi formaldehid Peraturan Menteri Kesehatan No.1168/
menjadi paraformaldehid yang bersifat Menkes/Per/X/1999 melarang penggunaan
sangat beracun (Keith dan Walters, 1992). formalin dalam makanan (Depkes RI,
Formalin yang bersifat racun 1998).
tersebut tidak termasuk ke dalam daftar Formalin dapat menimbulkan efek
bahan tambahan makanan yang dikeluarkan langsung seperti iritasi, alergi, kemerahan,
oleh badan internasional maupun oleh mata berair, mual, muntah, rasa terbakar,
Departemen Kesehatan. Undang-undang sakit perut dan pusing. Pemaparan formalin
1
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

dalam jangka waktu lama dan berulang pangan yang beredar di pasar (tahu, mie
akan menimbulkan iritasi, kemungkinan basah, dan daging ayam), dan bahan-bahan
mata berair, gangguan pada pencernaan, kimia E.Merck [natrium kromatopat,
hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, kalium permanganat, tembaga (II) sulfat,
menstruasi, dan diketahui juga dapat asam sulfat, asam nitrat, Fuchsin, natrium
menyebabkan kanker (Branen, 1989). hidrogen sulfit, natrium sitrat, natrium
Analisis kualitatif dapat dilakukan karbonat, besi (III) klorida].
untuk menyatakan ada tidaknya formalin Pembuatan Larutan Standar Formalin
dalam suatu bahan yang diuji. Namun, uji Larutan standar formalin disiapkan
kualitatif ini tidak dapat menunjukkan dalam berbagai konsentrasi yang dibuat dari
jumlah kadar formalin dalam bahan larutan induk formalin 37%, yang
tersebut. Analisis kualitatif yang paling kemudian diencerkan menjadi konsentrasi
mudah untuk dilakukan yaitu dengan cara 0,01; 0,1; 1,0; 10; 100;1000 mg/L.
menambahkan zat kimia (pereaksi) tertentu
Pembuatan Pereaksi Uji
pada bahan yang diduga mengandung
1. Pembuatan Pereaksi Tunggal
formalin, sehingga dihasilkan suatu
a. Schiff
perubahan warna yang khas. Analisis
Cara I : mengandung campuran
kualitatif tidak memerlukan waktu yang
Fuchsin, natrium
lama, dan lebih praktis. Uji seperti ini
hidrogen sulfit, dan asam
disebut spot test (Widyaningsih, 2006).
nitrat.
Penelitian ini dilakukan untuk
Cara II : mengandung campuran
membandingkan hasil metode uji penelitian
Fuchsin, natrium hidrogen
dengan berbagai macam pereaksi secara
sulfit, dan asam nitrat
kualitatif. Hasil penelitian ini diharapkan
yang dibuat dalam suhu
dapat memberi informasi untuk
dingin.
memanfaatkan salah satu metode uji yang
b. Asam Kromatopat: natrium
lebih ekonomis dan memberikan hasil yang
kromatopat dalam asam sulfat 78%.
lebih nyata. Hal tersebut di atas menjadi
c. Benedict: mengandung campuran
dasar dilakukannya penelitian mengenai
natrium sitrat, natrium karbonat,
Skrining Pereaksi Spot Test untuk deteksi
tembaga (II) sulfat yang dilarutkan
formalin dalam bahan pangan.
dalam aquadest.
METODE PENELITIAN d. Besi (III) klorida: besi (III) klorida
Alat-alat yang digunakan adalah dalam aquadest.
plat tetes, alat gelas dan timbangan analitik. e. Tembaga (II) sulfat: tembaga (II)
Bahan yang digunakan adalah bahan sulfat dalam aquadest.
2
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Pembuatan Pereaksi Campur Pengujian Sensitivitas Pereaksi


Pereaksi campur dibuat untuk Terhadap Larutan Standard Formalin
mendapatkan pereaksi yang lebih sensitif,
Larutan standard formaldehid
selektif, dan memberikan perubahan warna
diencerkan menjadi 0,01; 0,1; 1,0; 10; 100;
yang signifikan untuk formalin, yaitu:
1000 mg/L. Masing-masing hasil
a. Benedict dan FeCl3: dibuat dengan
pengenceran dimasukkan ke dalam enam
mencampurkan pereaksi Benedict dan
tabung yang berbeda, kemudian
FeCl3 dengan perbandingan 1:1.
ditambahkan pereaksi uji. Pengujian
b. Asam Kromatopat dan FeCl3: dibuat
dilakukan pada rentang konsentrasi
dengan mencampurkan pereaksi Asam
formalin yang menunjukkan hasil positif
Kromatopat dan FeCl3 dengan
dan negatif terhadap pereaksi.
perbandingan 1:1.
Pengujian Pereaksi Terhadap Cuplikan
c. Asam Kromatopat, FeCl3, dan Schiff:
a. Identifikasi formalin dalam tahu
dibuat dengan mencampurkan pereaksi
Ke dalam setiap cuplikan tahu
Asam Kromatopat, Schiff dan FeCl3
dalam tabung reaksi yang telah direndam
dengan perbandingan 1:1.
dengan larutan formalin dengan konsentrasi
d. Schiff dan FeCl3: dibuat dengan
yang berbeda selama maksimal 4 jam,
mencampurkan pereaksi Schiff dan
ditambahkan pereaksi uji, kemudian setiap
FeCl3 dengan perbandingan 1:1.
perubahan yang terjadi pada masing-masing
e. Schiff dan CuSO4: dibuat dengan
tabung diamati.
mencampurkan pereaksi Schiff dan
CuSO4 dengan perbandingan 1:1. b. Identifikasi formalin dalam daging ayam
f. Schiff, FeCl3 dan CuSO4: dibuat Cara yang sama seperti yang
dengan mencampurkan pereaksi Schiff, dikerjakan di atas, dilakukan pada cuplikan
FeCl3, dan CuSO4 dengan perbandingan daging ayam yang telah direndam dengan
1:1:1. larutan formalin dengan konsentrasi yang
g. Schiff dan Benedict: dibuat dengan berbeda selama maksimal 2 jam. Pereaksi
mencampurkan pereaksi Schiff dan uji kemudian diteteskan pada cuplikan, dan
Benedict dengan perbandingan 1:1. setiap perubahan yang terjadi diamati.
h. KMnO4 dan Fehling B: dibuat dengan c. Identifikasi formalin dalam mie
mencampurkan pereaksi KMnO4 dan Cuplikan mie direndam dengan
Fehling dengan perbandingan 1:1. larutan formalin dengan konsentrasi yang
i. K2Cr2O7 dan CuSO4: dibuat dengan berbeda selama maksimal 2 jam. Pereaksi
mencampurkan pereaksi K2Cr2O7 dan uji diteteskan pada cuplikan daging ayam
CuSO4 dengan perbandingan 1:1.

3
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

tersebut, dan setiap perubahan reaksi yang warna coklat berdasarkan reaksi oksidasi
terjadi diamati. dengan dihasilkannya MnO2-. Pereaksi
HASIL DAN PEMBAHASAN Schiff dan formalin bereaksi menghasilkan
warna ungu berdasarkan reaksi sulfonasi
Analisis kualitatif larutan formalin
(lihat pada Gambar 1).
dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Analisis kualitatif terhadap
uji seperti pereaksi Carrez, Fehling,
formalin dilanjutkan dengan menggunakan
Benedict, FeCl3, Asam Kromatopat, Schiff,
pereaksi campur untuk tujuan mendapatkan
KMnO4, Asam Salisilat, dan Resorsinol.
pereaksi yang lebih sensitif, selektif, dan
Pereaksi tersebut dapat memberikan hasil
memberikan perubahan warna yang
positif, namun ada juga yang memberikan
signifikan. Warna positif yang dihasilkan
hasil negatif terhadap pengujian formalin.
menggunakan pereaksi campuran
Hasil analisis kualitatif pereaksi tunggal
menunjukkan bahwa secara visual ada
terhadap formalin lebih rinci dapat dilihat
perbedaan warna yang dihasilkan. Warna
pada Tabel 1.
positif terhadap uji formalin paling baik
Pereaksi yang menunjukkan hasil
dihasilkan oleh pereaksi campuran yang
uji positif adalah pereaksi Schiff, ditandai
mengandung pereaksi Schiff, sehingga
dengan pembentukan warna ungu, dan
pereaksi Schiff merupakan pereaksi yang
KMnO4 yang ditandai perubahan warna
dipilih sebagai pereaksi utama untuk
ungu menjadi warna coklat. KMnO4 dan
mendeteksi formalin.
formalin dapat bereaksi menghasilkan

Gambar 1. Reaksi kimia antara formalin dan pereaksi Schiff

4
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Tabel 1. Analisis kualitatif formalin menggunakan pereaksi tunggal

Hasil Uji Terhadap Warna Hasil


Pereaksi Uji Warna Pereaksi
Formalin Uji

Carrez Kuning - Kuning

Fehling Biru - Biru

Benedict Biru - Biru

Besi (III) Klorida (FeCl3) Kuning - Kuning

Asam Kromatopat Coklat - Coklat

Schiff Bening + Ungu

Kalium Permanganat (KMnO4) Ungu + Coklat

Asam Salisilat Bening - Bening

Resorsinol Bening - Bening

Tabel 2. Analisis kualitatif formalin menggunakan pereaksi campuran

Hasil Uji Terhadap Warna Hasil


Pereaksi Uji Warna Pereaksi
Formalin Uji

Benedict - FeCl3 Hijau - Hijau

Asam Kromatopat - FeCl3 Hijau Tua - Hijau Tua

Coklat
Asam Kromatopat - FeCl3 - Schiff Coklat kehijauan -
Kehijauan

Asam Kromatopat - FeCl3 - Benedict Hijau - Hijau

Schiff - CuSO4 Biru + Ungu

Schiff - FeCl3 Kuning + Ungu

Schiff - CuSO4 - FeCl3 Hijau + Ungu

Schiff - Benedict Biru + Ungu

KMnO4 - Fehling B Ungu - Ungu

K2Cr2O7 - CuSO4 Hijau + Light Green

Pereaksi Schiff yang digunakan sedangkan pereaksi Schiff II dibuat pada


dalam penelitian adalah Schiff I dan Schiff suhu dingin. Skrining pereaksi dilakukan
II yang memiliki perbedaan pembuatan. terhadap pereaksi terpilih, yaitu pereaksi
Pereaksi Schiff I dibuat pada suhu kamar, Schiff dan campurannya.

5
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Pereaksi Schiff I dan Schiff II seperti yang terlihat pada Tabel 4. Analisis
memberikan warna positif yang tidak jauh kualitatif formalin menggunakan pereaksi
berbeda dengan ditandai pembentukan campuran Schiff selanjutnya dilakukan
warna ungu. Uji positif pereaksi campuran dalam suasana basa dengan penambahan
Schiff-FeCl3, Schiff-CuSO4, dan Schiff- basa NaOH. Hasil pengujian pereaksi pada
FeCl3-CuSO4 menghasilkan perubahan suasana basa secara lengkap tertera pada
warna yang signifikan. Dari masing-masing Tabel 5.
asal pereaksi yang berwarna kuning, biru, Pereaksi Schiff I dan Schiff II
dan hijau, berubah menjadi warna ungu. memberikan hasil yang sama pada suasana
Pengujian formalin dalam suasana basa dengan ditandai terbentuknya warna
asam dan basa dilakukan untuk memastikan ungu. Namun, pereaksi campuran Schiff-
bahwa pereaksi uji bekerja dengan baik CuSO4 direaksikan dengan formalin dalam
tanpa adanya gangguan suasana larutan atau suasana basa menunjukkan hasil positif
cuplikan uji. Pereaksi campur Schiff pada dengan terbentuknya larutan merah muda
suasana asam yang ditambahkan HCl dan endapan berwarna biru. Pembentukan
menunjukkan hasil positif dengan endapan berwana biru diduga terbentuk
pembentukan warna larutan menjadi ungu, karena reaksi yang terjadi antara CuSO4
kecuali pada campuran Schiff II dan FeCl3, dan basa menghasilkan Cu(OH)2.

Tabel 3. Hasil pengujian pereaksi campuran terhadap formalin

Pereaksi Warna Pereaksi Hasil Uji Terhadap Formalin


Schiff Bening Ungu
Schiff - FeCl3 Kuning Ungu
Schiff I Schiff - Benedict Biru Ungu
Schiff - CuSO4 Biru Ungu
Schiff - CuSO4 - FeCl3 Hijau Ungu
Schiff II Bening Ungu
Schiff II - FeCl3 Kuning Ungu
Schiff II - Benedict Biru Biru
Schiff II
Schiff II - CuSO4 Biru Ungu
Schiff II - CuSO4 -
Hijau Ungu
FeCl3

6
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Tabel 4. Hasil pengujian pereaksi terhadap formalin pada suasana asam


Pereaksi Warna Pereaksi Hasil Uji Terhadap Formalin
Schiff Bening Ungu
Schiff - FeCl3 Kuning Ungu
Schiff I Schiff - Benedict Biru Ungu
Schiff - CuSO4 Biru Ungu
Schiff - CuSO4 - FeCl3 Hijau Ungu
Schiff II Bening Ungu
Schiff II - FeCl3 Kuning Kuning
Schiff II Schiff II - Benedict Biru Ungu
Schiff II - CuSO4 Biru Ungu
Schiff II - CuSO4 - FeCl3 Hijau Ungu

Tabel 5. Hasil pengujian preaksi terhadap formalin pada suasana basa


Warna
Pereaksi Hasil Uji Terhadap Formalin
Pereaksi
Schiff Bening Ungu
Schiff - FeCl3 Kuning Kuning
Schiff I Schiff - Benedict Biru Biru
Schiff - CuSO4 Biru Larutan merah muda dengan endapan biru
Schiff - CuSO4 - FeCl3 Hijau Ungu
Schiff II Bening Ungu
Schiff II - FeCl3 Kuning Kuning
Schiff II Schiff II – Benedict Biru Biru
Schiff II - CuSO4 Biru Larutan merah muda dengan endapan biru
Schiff II - CuSO4 - FeCl3 Hijau Ungu

Pengujian Sensitivitas Pereaksi terhadap larutan formalin konsentrasi 1000; 100; 10;
Larutan Standard Formalin 1; 0,1; dan 0,01 ppm.
Pengujian sensitivitas pereaksi Pereaksi Schiff dan pereaksi
terhadap larutan standard formalin campuran Schiff-CuSO4-FeCl3 memiliki
dimaksudkan untuk mengetahui batas sensitivitas sama yang dapat mendeteksi
konsentrasi formalin yang masih dapat formalin hingga konsentrasi 10 ppm. Kedua
terdeteksi oleh pereaksi uji. Pengujian pereaksi tersebut mempunyai sensitivitas
sensitivitas pereaksi uji dilakukan terhadap yang lebih baik dibandingkan campuran

7
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

pereaksi Schiff-CuSO4 dan Schiff-FeCl3 1 ppm, sedangkan campuran pereaksi


yang hanya mampu mendeteksi hingga 100 Schiff II-CuSO4 dapat mendeteksi hingga
ppm (hasil lengkap tersaji pada Tabel 6). 10 ppm. Sensitivitas pereaksi campuran
Pereaksi campuran yang menggunakan Schiff II-FeCL3, Schiff II-CuSO4-FeCl3
Schiff -II menunjukkan hasil yang lebih menunjukkan hasil yang lebih baik dengan
baik dibandingkan campuran yang kemampuan deteksi formalin hingga 0,01
menggunakan Schiff I, dimana pereaksi ppm.
Schiff II dalam suasana netral dapat
mendeteksi kandungan formalin mencapai

Tabel 6. Pengujian sensitivitas pereaksi terhadap larutan standar formalin

Konsentrasi (ppm)
Pereaksi
1000 100 10 1 0,1 0,01 0,001
Schiff + + + - - - -
Schiff - CuSO4 + + - - - - -
Schiff I
Schiff - FeCl3 + + - - - - -
Schiff - CuSO4 - FeCl3 + + + - - - -
Schiff II + + + + - - -
Schiff II - CuSO4 + + + - - - -
Schiff
Schiff II - FeCl3 + + + + + + -
II
Schiff II - CuSO4 -
+ + + + + + -
FeCl3

Tabel 7. Sensitivitas Pereaksi terhadap Larutan Standar Formalin pada Suasana Asam

Konsentrasi (ppm)
Pereaksi
1000 100 10 1 0,1 0,01 0,001
Schiff + + - - - - -
Schiff - CuSO4 + + - - - - -
Schiff I
Schiff - FeCl3 - - - - - - -
Schiff - CuSO4 - FeCl3 + + - - - - -
Schiff II + + - - - - -
Schiff Schiff II - CuSO4 + + + - - - -
II Schiff II - FeCl3 + + + - - - -
Schiff II - CuSO4 - FeCl3 + + - - - - -

8
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Tabel 8. Sensitivitas pereaksi terhadap larutan standar formalin pada suasana basa

Konsentrasi (ppm)
Pereaksi
1000 100 10 1 0,1 0,01 0,001
Schiff + - - - - - -
Schiff - CuSO4 + + + - - - -
Schiff I
Schiff - FeCl3 - - - - - - -
Schiff - CuSO4 - FeCl3 + + + + - - -
Schiff II + - - - - - -
Schiff II - CuSO4 + + + + + + -
Schiff II
Schiff II - FeCl3 - - - - - - -
Schiff II - CuSO4 - FeCl3 + + + + + + -

Pengujian sensitivitas pereaksi sensitivitasnya meningkat pada suasana


dilakukan dalam suasana asam dan basa basa hingga konsentrasi 1 ppm. Berbeda
yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel dengan ketiga pereaksi lainnya, campuran
8. Pereaksi mengalami penurunan Schiff-FeCl3 tidak menunjukkan hasil
sensitivitas pada suasana asam, diduga positif untuk mendeteksi formalin dalam
dikarenakan asam HCl yang ditambahkan suasana basa.
pada larutan formalin. Asam HCl yang Pereaksi Schiff II dapat mendeteksi
ditambahkan tidak hanya mengubah formalin hanya di atas 1000 ppm,
suasana formalin menjadi asam, tetapi juga sedangkan pereaksi campuran Schiff-FeCl3
mengubah ikatan Fuschin-sulfit yang tidak dapat mendeteksi formalin. Berbeda
terkandung dalam pereaksi Schiff menjadi dengan kedua campuran pereaksi Schiff II
lebih kuat. tersebut, kemampuan campuran pereaksi
Pereaksi Schiff hanya dapat Schiff II-CuSO4 dan Schiff II-CuSO4-
mendeteksi formalin sampai konsentrasi FeCl3 yang dapat mendeteksi formalin
1000 ppm pada suasana basa, maka dapat hingga 0,01 ppm dalam suasana basa.
disimpulkan dari data bahwa sensitivitas Hasil pengujian antara campuran
pereaksi Schiff lebih baik dalam suasana pereaksi Schiff I dan Schiff II terdapat
asam dibandingkan pada suasana basa. perbedaan yang berarti dalam hal intensitas
Sensitivitas campuran pereaksi Schiff- warna dan sensitivitasnya. Pereaksi Schiff I
CuSO4 dalam suasana basa hingga dan Schiff II mengandung komposisi
konsentrasi 10 ppm sama dengan ketika senyawa sama, tetapi kedua pereaksi
dalam suasana asam. Sensitivitas pereaksi tersebut memiliki kualitas produk yang
campuran Schiff-FeCl3-CuSO4 dalam berbeda. Perbedaan kualitas tersebut
suasana asam sampai 10 ppm, terletak pada kestabilan pereaksi dimana
9
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

pereaksi Schiff II lebih stabil dan tahan dimungkinkan karena penambahan HCl
lama dibandingkan dengan Schiff I. menghambat pelepasan ikatan Fuchsin-
Pereaksi Schiff II juga menghasilkan sulfit oleh formalin, sehingga tujuan untuk
warna yang lebih baik ketika direaksikan membuat pereaksi menjadi selektif tidak
dengan formalin. tercapai.

Pengujian Selektifitas Pada Cuplikan Uji Tabel 9. Selektivitas pereaksi pada bahan
pangan
Pengujian selektifitas dilakukan
Bahan Pangan
menggunakan pereaksi yang paling baik
Konsentrasi Tahu Mie Daging
mendeteksi formalin yang terkandung
(ppm) Basah Ayam
dalam berbagai macam bahan pangan. Dari
hasil pengujian ditentukan pereaksi 1000 + + +
campuran Schiff II sebagai pereaksi terpilih 100 + + +
karena memenuhi standar pemilihan
10 + + +
pereaksi yang telah disebutkan sebelumnya.
Bahan pangan yang digunakan 1 + + +

sebagai cuplikan uji yaitu, tahu, mie basah, 0,1 + + +


dan daging ayam, yang merupakan bahan
0,01 + + +
makanan yang paling sering dikonsumsi
oleh masyarakat. Cuplikan uji yang 0,001 + + +

digunakan memiliki kandungan yang


berbeda yaitu, daging ayam mengandung KESIMPULAN
lemak, mie basah mengandung karbohidrat, Hasil penelitian analisis kualitatif
dan tahu yang memiliki kandungan utama terhadap formalin menunjukkan bahwa
protein (lihat pada Tabel 9). pereaksi yang dapat mendeteksi formalin
Pengujian selektifitas menunjukkan adalah pereaksi Schiff. Metode pembuatan
bahwa pereaksi tidak selektif terhadap pereaksi Schiff ada dua cara dimana
formalin ditandai pereaksi yang perbedaannya terletak pada suhu
memberikan warna sama pada cuplikan uji pembuatannya, yaitu suhu kamar (Schiff I)
yang mengandung formalin, maupun yang dan suhu dingin (Schiff II). Pereaksi Schiff
tidak mengandung formalin. Selektifitas II memiliki kualifikasi lebih baik
pereaksi dibuat dengan penambahan asam dibandingkan dengan pereaksi Schiff I.
HCl, tetapi hasil menunjukan terjadi Pereaksi Schiff II dapat mendeteksi
perubahan sensitivitas pereaksi, dimana formalin pada konsentrasi 1000 sampai 10
kemampuan pereaksi menurun dari 0,01 ppm. Pereaksi yang dihasilkan dengan
ppm menjadi di atas 1000 ppm. Hal ini menggabungkan Schiff dan CuSO4 serta
10
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012

Schiff, FeCl3, dan CuSO4 meningkat


sensitivitasnya sehingga dapat mendeteksi
formalin pada konsentrasi 0,01 ppm.
Namun pereaksi ini tidak selektif untuk
mendeteksi formalin yang berada dalam
bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA

Branen, Larry, et al., 1989, Food Additives,


Marcel dekker, inc. New York, USA.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


1998, Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.
722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan
Tambahan Makanan, Jakarta.

Flanagan, R.J & Braitwaite, R.A., dkk,


2002, Analisis Toksikologi Dasar, Edisi
Bahasa Indonesia; Penerjemah utama: Sri
Noegrohati, Pusat Informasi Obat dan
Makanan.

Keith LH & Walters DB. 1992, The


National Toxicology Program’s Chemical
Data Compendium; Volume VII,
Hazardous Properties and Uses, Boca
Raton, Lewis Publishers.

Widyaningsih DT., Erni, SM., 2006,


Formalin, Surabaya, Penerbit Trubus
Agrisarana.

11

Anda mungkin juga menyukai