Materi 22b Surveilens Rumahsakit PDF
Materi 22b Surveilens Rumahsakit PDF
TUJUAN PEMBELAJARAN:
I. Pendahuluan
II. Komponen Surveilens
III. Metode Surveilens
IV. Surveilens untuk Infeksi Nosocomial
PENDAHULUAN
Surveilens merupakan suatu proses dinamik untuk mengumpulkan data dan melakukan
analisis serta penyusunan laporan mengenai suatu kejadian yang muncul di satu populasi.
Sebagai dasar dari program epidemiologi rumahsakit, surveilens harus mampu menyediakan
informasi mengenai angka kejadian infeksi nosokomial atau efek samping yang lain,
mendeteksi perkembangannya dari waktu ke waktu, melakukan investigasi jika terjadi
peningkatan kasus yang signifikan, mengembangkan upaya-upaya pengendalian dan menilai
apakah intervensi yang dilakukan cukup efektif.
Data surveilans juga harus dapat digunakan untuk memantau ketaatan petugas kesehatan
terhadap standard-standard yang ada di rumahsakit, mendeteksi secara teknis proses
terjadinya outbreaks dan mengevaluasi praktek-praktek yang berpotensi menimbulkan infeksi
nosokomial di rumahsakit.
TUJUAN
Dasar dari surveilens adalah pengumpulan data secara sistematik untuk tujuan spesifik pada
suatu kejadian dalam periode waktu tertentu, mengelola dan mengorganisasi, melakukan
analisis dan interpretasi serta mengkomunikasikan hasil surveilens kepada pihak-pihak yang
berkompeten untuk ditindaklanjuti.
1. Definisi
Staf yang bertanggungjawab untuk surveilens harus mengidentifikasi terlebih dahulu masalah
atau kejadian yang dicurigai serta menentukan populasi yang akan diteliti. Staf harus
mendefinisikan secara tertulis masalah yang akan dikaji dalam format yang ringkas dan
menghindari keragaman penafsiran. Definisi yang ditetapkan tersebut harus secara konsisten
digunakan selama proses pengumpulan data.
Kekeliruan dalam mengaplikasikan definisi ini akan dapat berakibat buruk untuk rumahsakit.
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Ehrenkranz selama 3 tahun menemukan angka
kejadian surgical site infection (SSI) pada sekelompok ahli bedah sebesar 3-11%. Karena
tingginya angka ini, maka tindaka pembedahan oleh seorang ahli bedah terpaksa dihentikan.
Namun setelah dilakukan analisis lebih jauh, ternyata terjadi kekeliruan dalam mendefinisikan
SSI. Penghentian tindakan operasi ini tentu akan sangat merugikan semua pihak, tidak saja
rumahsakit tetapi juga masyarakat.
Untuk menetapkan definisi ini sebetulnya dapat mengacu pada CDC (Centre for Disease
Control), meskipun kadang diperlukan modifikasi, sesuai dengan pertimbangan yang ada di
masing-masing rumahsakit.
Suatu infeksi disebut sebagai hospital acquired apabila terjadi 48-72 jam setelah pasien
masuk rumahsakit dan dalam kurun waktu 10 hari setelah pasien boleh meninggalkan
rumahsakit. Tidak disebut sebagai infeksi nosokomial apabila terjadinya pada saat pasien
masuk.
Surgical site infection (SSI) disebut sebagai nosokomial apabila infeksi terjadi dalam
kurun waktu 30 hari setelah prosedur operasi atau dalam 1 tahun setelah pemasangan implant.
Surveilens dapat dilakukan baik secara retrospektif maupun concurrent. Disebut concurrent
apabila pengumpulan data dilakukan pada saat atau sesaat setelah timbulnya kejadian. Melalui
metode concurrent ini maka petugas surveilens untuk melakukan review terhadap medical
record, menilai kondisi pasien, dan mendiskusikan kejadian tersebut dengan petugas pemberi
pelayanan. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa sebagian besar informasi masih
tersedia, seperti misalnya buku log bangsal dan laporan perawat yang umumnya terpisah dari
medical record.
Mengingat bahwa tujuan dari surveilens adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
berpotensi meningkatkan risiko nosokomial maka informasi yang dikumpulkan haruslah fokus
pada masalah spesifik, dan jumlah data adekuat serta memadai untuk dilakukan analisis dan
interpretasi. Supervisi terhadap proses pengumpulan data menjadi sangat penting untuk
menjamin mutu informasi yang diperoleh. Supervisor perlu melakukan checking secara acak
terhadap data yang telah dikumpulkan, sehingga koreksi dapat segera dilakukan sebelum
pengumpulan data selesai.
3. Manajemen data
Sejauh mungkin data yang dikumpulkan dapat dikonsultasikan kepada klinisi atau ekspert
yang relevan dengan permasalahan yang ada untuk konfirmasi akurasi informasi. Sistem
manajemen data harus bersifat lugas dalam arti bahwa dapat diinterpretasikan secara sama
oleh staf yang berbeda, sehingga proses koding dan data entry harus semaksimal mungkin
bebas error.
Data yang terkumpul harus segera dianalisis dan diinterpretasi, karena tujuan dari surveilens
tidak hanya untuk menghitung insidensi kejadian infeksi nosokomial tetapi juga untuk
mengidentifikasi permasalahan secara cepat sehingga upaya intervensi dapat segera dilakukan
untuk mengurangi terjadinya risiko lebih lanjut.
Petugas surveilens harus mampu memutuskan seberapa sering data yang ada dianalisis
berdasarkan kejadian nosokomial. Analisis data harus dilakukan agak sering agar setiap
kejadian dapat dideteksi secara cepat sehingga upaya penanganannyapun dapat segera
dilakukan.
Kekeliruan yang umumnya terjadi selama ini dalam mengemukakan hasil surveilens adalah
hanya melaporkan jumlah kejadian dalam suatu kurun waktu tertentu, padahal sebenarnya
yang diperlukan adalah menghitung insidensi, yang tentu saja mensyaratkan adanya
numerator dan denominator.
Berikut adalah salah satu ilustrasi. Andaikan 10 pasien yang dirawat di rumahsakit mengalami
dekubitus dalam 1 bulan terakhir. Apabila pada bulan yang sama ada 1000 pasien yang setelah
dirawat boleh meninggalkan rumahsakit maka insidensi atau angka kejadian dekubitus adalah
10/1000 atau 1%.
Interpretasi terhadap hasil surveilens harus dilakukan secara sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya misleading. Sebagai contoh adalah studi yang dilakukan oleh Classen
et al yang menemukan adanya penurunan insidensi SSI (surgical site of infection) secara
bermakna apabila antibiotika profilaksi diberikan dalam periode 2 jam sebelum operasi.
Dalam penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa pemberian antibiotika profilaksi antara 2-24
jam sebelum operasi akan menaikkan risiko terjadinya SSI.
Hasil suatu surveilens harus dipresentasikan dengan metode yang baik dan benar. Audiens
dari forum report ini harus memenuhi berbagai unsur, seperti pemegang kebijakan, komite
medik, kepala instalasi, kepala SMF dan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam
terjadinya infeksi nosokomial.
Identitas pasien dan petugas yang diduga andil dalam terjadinya infeksi nosokomial harus
dirahasiakan. Presentasi hendaknya dilakukan seringkas mungkin, dan lebih baik
menggunakan grafik dan diagram yang relatif mudah dan cepat dipahami oleh audiens.
Sebaiknya presentasi dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama, tetapi padat dan lugas.
Hal ini mengingat bahwa audiens umumnya adalah para klinisi dan manajer yang sangat
sibuk, sehingga tidak mungkin untuk duduk berlama-lama mendengarkan paparan hasil
surveilens.
METODE SURVEILENS
Tim pelaksana surveilens sebelumnya harus menetapkan terlebih dahulu metode surveilens
apa yang akan diterapkan. Setidak-tidaknya terdapat 5 metode surveilens dengan berbagai
keunggulan dan kelemahan, yaitu (1) hospital wide; (2) periodic; (3) prevalence; (4) targeted;
dan (5) outbreak treshold.
Informasi juga dikumpulkan langsung dari perawat jika diperlukan, termasuk juga
mengunjungi pasien di bangsal. ICP dapat juga melakukan telaah terhadap laporan otopsi
dan catatan kesehatan petugas. Setiap bulan tim pengendali infeksi melakukan
penghitungan terhadap angka kejadian infeksi di rumahsakit secara keseluruhan
berdasarkan unit perawatan, jenis layanan medik, atau prosedur operasi.
Metode ini dilakukan secara komprehensif dengan konsekuensi bahwa biaya yang
dikeluarkan harus cukup besar. Terkadang jenis infeksi yang terdeteksi juga terlalu banyak
yang kadang justru menyulitkan dalam pelacakannya.
Jumlah total infeksi aktif yang terdeteksi kemudian dibagi dengan jumlah pasien yang ada
selama survei. Karena baik kasus baru maupun lama terjaring dalam survei maka seolah-
olah angka prevalensinya lebih tinggi dibandingkan insidensi
Prevalence survei sebetulnya dapat difokuskan pada populasi tertentu, misalnya pasien
dengan kateter vena sentral atau pasien yang mendapat antibiotika. Prevalence survey juga
bermanfaat untuk memantau jumlah pasien yang
Dengan memfokuskan pada area tertentu ini maka ICP dapat mengumpulkan selurun
informasi yang berkaitan dengan keadaan spesifik tersebut. Melalui pendekatan ini
penilaian terhadap insidensi dapat lebih akurat.
Dapat juga fokus surveilens ditujukan kepada mikroorganisme spesifik seperti misalnya
Legionella sp. atau organisme dengan pola resistensi tertentu, misalnya MRSA (methicillin
Resistance Staphylococcous aureus) atau VRE (Vancomycin resistance enterococci).
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan melalui metode case finding ini, tetapi yang
perlu diperhatikan adalah bahwa data yang dikumpulkan dalam surveilens hendaknya data
infeksi yang terjadi di rumahsakit yang bersangkutan. Jika infeksi nosokomial diperoleh dari
rumahsakit A yang sebelumnya merawat dan kemudian mentransfer pasien ke rumahsakit B,
maka di rumahsakit B kasus ini tidak perlu dicatat sebagai insidensi, karena justru akan
memberikan gambaran yang keliru mengenai angka infeksi di rumahsakit B.
(1) Total chart review
Dalam metode ini ICP melakukan telaah pada catatan-catatan yang dibuat oleh perawat
maupun dokter, catatan terapi dan pemberian obat, serta hasil pemeriksaan radiologi dan
laboratorium
Angka infeksi nosokomial yang dikaitkan dengan lama rawat inap (Adjusting
rates for length of stay = LOS)
Angka infeksi akan lebih akurat dalam menggambarkan risiko infeksi apabila dikaitkan dengan
LOS, dan dinyatakan dengan jumlah infeksi nosokomial per pasien hari. Adapun
penghitungannya adalah sebagai berikut:
Angka infeksi yang dikaitkan dengan eksposur terhadap alat medik (Adusting
rates for exposure to devices)
Angka infeksi yang berkaitan dengan penggunaan alat (device-associated infection rate) dapat
dihitung dari jumlah infeksi akibat penggunaan suatu alat di suatu unit dengan lamanya
penggunaan alat.
Sebagai contoh, suatu survei dilakukan di MICU selama 7 hari. Selama periode waktu tersebut
pasien yang menggunakan ventilator sebanyak 4, 3, 5, 5, 4, 6, dan 4 masing-masing pada hari
Angka infeksi yang dikaitkan dengan keparahan penyakit (Adjusting rates for
severity of illness)
Secara sederhana, pasien usia 28 tahun yang akan menjalani herniorafi dan tidak mempunyai
penyakit sistemik lain akan memiliki risiko SSI yang lebih kecil dibanding pasien usia 65 tahun
penderita DM dan penyakit jantung yang akan menjalani laparotomi. Untuk membedakan
besarnya risiko infeksi berdasarkan keparahan penyakit umumnya digunakan skor atau indeks
risiko, sebagaimana yang dianjurkan oleh NNIS (National Nosocomial Infection System).
Sayangnya indeks tersebut tidak selalu bisa menggambarkan risiko yang sebenarnya. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan validasi terhadap skor yang ada sebelum digunakan untuk
mengukur tingkat keparahan penyakit.