Bangsa Indonesia di kenal sebagai bangsa yang beraneka ragam budaya, bahasa, suku
terlebih lagi bangsa Indonesia juga di kenal sebagai Bangsa yang beradab dan mempunyai
moral yang baik tehadap sesama, namun ironisnya melihat realita sekarang semakin tahun
Moral Bangsa kita sudah mulai luntur dan bisa dimungkinkan lama kelamaan Bangsa kita
dikenal oleh bangsa lain sebagai Bangsa yang tidak mempunyai Moral.
Sudah kita ketahui bahwasanya pendidikan anak usia dini di dunia yang berkembang
sudah berjalan cukup lama sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat, namun di
Negara kita berjalan belum cukup lama, tapi setidaknya sudah mulai mengikuti
perkembangan-perkembangan di Negara maju. Ini sebagai upayah pemerintah agar anak
bangsa bisa mempersiapkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan juga membekali
peserta didik dengan moral dan disiplin yang baik, selanjutnya tujuan dari pada pemerintah
yakni membekali anak usia dini agar ketika manjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi
supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan bisa lebih cepat dan mudah karna sudah adanya
bekal sejak kecil.
III. PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Moral dan Disiplin Anak Usia Dini
Moral merupakan suatu kebiasan yang dilakukan setiap individu baik moral yang baik
atupun buruk. Moral berasal dari bahasa latin ”Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan dan
adat. Prilaku sikap moral mempunyai arti prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
sosial yang di kembangkan oleh konsep Moral. Yang dinamakan konsap moral
ialah peraturan prilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep
moral inilah yang menentukan pada prilaku yang diharapkan dari masing-masing anggota
kelompok.
Menurut Piaget, hakikat Moral ialah kecenderungan menerima dan menaati system
peraturan. Selanjutnya ada pendapat lain seperti yang dikatakan oleh Kohlberg
mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak di bawa dari lahir, akan tetapi
sesuatu yang berkembang dan dapat dipelajari. Perkembangan Moral merupakan proses
internalisasi Nilai atau Norma masyarakat sesuai dengan kematangan seseorang dalam
menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupanya. Jadi perkembangan
Moral mencakup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik atau buruk dan benar atau
salah, dan faktor afektif yaitu sikap atau Moral itu di praktekan.
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional telah
mengamanatkan dilaksanakanya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini,
yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam UU tersebut bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia 6 tahun yang dilakukan dengan cara pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak mempunyai kesiapan untuk kejenjang yang lebih
lanjut. Saya memberikan stetmen dalam pendidikan Rohani disini bisa juga pendidikan moral
yang artinya moralitas yang baik sesama manusia.[1]
Contoh dari penerapan disiplin pada anak usia dini, misalnya: ada seorang anak
perempuan kecil berusia 4 tahun. Ia menangis berguling-guling di lantai karena mengantuk
dan meminta meminum susu sambil teriak keras memanggil Ibunya. Dan ibunya seolah-olah
tidak menghiraukan tindakan anaknya itu. Karna Ibunya telah memerintahkan anaknya
sehabis bermain dan sebelum minum susu cuci tangan terlebih dahulu, baru minum susu.
Namun, anaknya menginginkan Ibunya yang mencucikan tangannya” kamu sudah bisa cuci
tangan sendiri,” bentak Ibu. Anak itu semakin keras menangisnya dan meronta, membuat
keributan dalam rumah tersebut. Sewaktu anak berteriak keras, ibu menariknya kekamar
mandi untuk diguyur hingga basah kuyup lalu anak itu ditinggal ibunya untuk membereskan
rumah. Dengan terseduh-seduh anak tersebut melepaskan bajunya yang basah dan mengambil
handuk, mengeringkan badanya sendiri, kemudian dia naik keranjang dan tertidur pulas. Pada
waktu bangun ia berkata pada Ibunya,”Ibu, saya mau minum susu!” jawab Ibu,” baik nak,
sebelum minum susu, makan dulu yah’ pasti kamu lapar. Ibu ambilkan makan dan makanlah
sambil melihat akuarium.”
Ternyata, dengan berlaku demikian, Ibu anak trsebut sedang mengadakan percobaan
mengajarkan disiplin kepada anaknya menurut caranya sendiri. Apabila disekolah anak
tersebut maunya menang sendiri, bila berbaris tidak mau menuruti aturan, dia selalu teriak
minta paling depan, padahal harus bergantian dengan temanya. Namun, guru dengan cara
memberi aba-aba untuk balik arah dengan sendirinya anak tersebut berada pada posisi paling
belakang.[2]
C. Disonansi Moral
Pada hakikatnya posisi anak sebagaimanusia pada umumnya memiliki tiga macam
tanaga dalam ( yang ada pada unsure pesikis ) keberadan tenaga dalam itu akan memberikan
pengaruh pada dirinya untuk melakukan berbagai kegiatan/aktifitas baik berupa sifat positif
maupun yang negative. Dorongan dari ketiga tenaga dalam inilah yang perlu dicermati oleh
para guru. Motifasi terhadap para peserta didik untuk menentukan dan mengarahkan anak
didik pada kegiatan positif. Kegiatan akan sangat berarti bagi peserta didik apabila mampu
membuahkan hasil adanya perubahan sikap dan prilaku kearah yang positif. Ketiga tenaga
dalam itu menurut istilah psikiligi dikenal dengan: Id, Ego, dan super Ego.
Id adalah suatu dorongan yang bersal dari dalam diri seseorang untuk mendahulukan rasa,
enak, mencapai kenikmatan dan nafsu belaka
Sikap semacam ini mempunyai kecenderungan anak-anak bersikap instan dalam meraih
kehidupan
Ego adalah ibarat suatu dorongan/tenaga dalam yang berasal dari jiwa seseorang yang
berfungsi menyeimbangkan kemauan dari Id dengan mencoba mengarahkan dorongan
tersebut dalam kenyataan hidup
Super Ego adalah dorongan atau tenaga dalam yang berfungsi sebagai alat control terhadap
suatu dorongan yang berasal dari kemauan Id . control dari Super Ego disini berasal dari
ajaran Agama, moral atau norma yang diajarkandan di terima manusia.
Suatu contoh ilustrasi untuk memahami istilah tersebut: ketika seorang anak seusia
taman kanak-kanak disuruh mandi soere oleh Ibunya, ia akan tetap menginginkankan agar
dirinya tetap bermain tidak perlu mandi, ini ( Id ). Kemudaian Ibunya menasihati dengan
mengutip ucapan Ibu guru di TK bahwa untuk menjaga kesehatan kita harus mandi ( Super
Ego ) kemudian anak tersebut melihat teman-teman sebayanya sudah pada mandi tinggal dia
sendiri yang belum ( Ego ) maka disitulah peran orang tua atau guru untuk senantiasa
mengarahkan segala sesuatu yang timbul dari anak kearah yang positif dengan pendekatan
pendidikan. Dalam teori penanaman moral dan etika disini bisa di kenal sebagai istilah
Disonansi Moral.
1. Pengamatan
Setiap hari, para guru secara sepontan mengamati anak-anak, berbicara dengan mereka, dan
berpikir mendalam mengenai pertumbuhan dan pembelajaran anak, bertanya kepada diri
sendiri, “apa yang dilakukan Sasha hari ini ?” atau berkata, “Asep sedang membuat kemajuan
yang baik di bidang belajar huruf-huruf. Ia memperlihatkan bahwa ‘A’ pada namanya adalah
huruf ‘A’yang sama pada awal nama Alisa”.
2. Daftar Periksa dan Skala Pemeringkatan
Pengamatan yang lebih terstruktur dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek dan
skala-skala tingkat. Para guru bisa merancang ini untuk maksud khusus, seperti untuk
menemukan keterampilan pemetaan mana yang digunakan anak-anak secara spontan ketika
mereka bermain, bagaimana mereka menggunakan bahan-bahan matematika yang diterapkan
di bidang mengurus rumah tangga, atau keterampilan sosial mana yang sedang berkembang.
3. Wawancara Terstruktur
Para guru bisa menggunakan jenis wawancara terstruktur yang sama untuk memeriksa
pemahaman anak tentang konsep, kenyataan, perasaan mereka, atau situasi-situasi sosial.
Sebagaimana karya hidup Piaget didasarkan pada pengamatan terhadap anak-anak.
Pengamatan terhadap ketiga anaknya sendiri menuntun dia ke pengembangan metode klinis,
yang menggabungkan pengamatan terhadap anak-anak dengan mengajukan pertanyaan,
memeriksa, dan mengamati kembali.
4. Standar dan Pembanding Kinerja
Untuk menilai apa yang telah dipelajari anak-anak, mereka dapat diberi tugas khusus untuk
dikerjakan. Tugas itu langsung berhubungan dengan sasaran dan tujuan kurikulum dan
program. Misalnya, standar kesenian menyatakan bahwa anak-anak harus mampu melakukan
delapan gerak dasar: berjalan, berlari, melompat-lompat dengan satu/dua kaki sekaligus,
melompat dari atas ke bawah, melompat cepat ke depan, berlari kencang meluncur, dan
melangkah cepat. Untuk menentukan apakah anak itu telah mencapai standar ini, guru
hendaknya meminta anak itu memperlihatkan gerak-gerak itu.
5. Contoh Karya dan Portofolio
Portofolio adalah kumpulan karya anak-anak yang menggambarkan usaha, kemajuan, dan
prestasi mereka, dan berpotensi menyediakan dokumentasi kaya bagi setiap pengalaman anak
selama setahun. Jika portofolio itu harus dipakai sebagai alat untuk menilai, mak pembuatan
portofolio itu dianjurkan menggunakan pendekatan yang relatif terstruktur. Penilaian
portofolio, yang telah dibuat untuk memprediksi secara tepat kinerja anak-anak dalam
melaksanakan tes yang dibakukan dan seluruh kinerja di sekolah, sangat dihargai oleh para
guru, orang tua dan anak-anak.
6. Evaluasi Diri
Anak-anak yang tahu diri sendiri mengetahui apa yang mereka lakukan dengan baik dan apa
yang perlu mereka pelajari, memiliki identitas diri yang kuat, dan bisa mengendalikan
perilaku dan pembelajarannya. Melibatkan anak-anak ke dalam evaluasi diri mereka sendiri
merupakan salah satu cara membina perasaan tentang ketepat gunaan atau pengendalian.
7. Tes Standar
Anak-anak usia tiga, empat, dan lima tahun boleh diberi beberapa jenis tes standar yang
berbeda, yang mencakup:
a. Tes kesiapan belajar
Tes kesiapan belajar disusun agar mampu menilai kemampuan anak-anak memanfaatkan
pelajaran berikutnya.
b. Tes kemajuan belajar
Tes kemajuan belajar dirancang untuk menilai apa yang sudah diajarkan kepada anak atau
sudah dipelajari dalam suatu bidang pengajaran, atau sekurang-kurangnya menentukan
sampel mengenai apa yang dapat dibuat anak pada saat itu.
c. Tes saringan dan diagnostik
Menurut undang-undang, sekolah bertanggung jawab mengidentifikasi potensi masalah
pembelajaran dan menyediakan tindakan penyembuhan bagi anak-anak yang dalam bahaya.
Diagnosis dan penyaringan terdiri dari prosedur penilaian singkat yang dirancang untuk
mengidentifikasi anak-anak yang mungkin memerlukan evaluasi dan campur tangan
pendidikan lebih lanjut.
d. Tes kecerdasan
Secara khusus, tes ini mengukur kecerdasan abstrak- kemampuan serta melihat hubungan-
hubungan, membuat generalisasi, dan menghubungkan dan mengorganisasikan gagasan yang
disampaikan dalam bentuk lambang.[6]
IV. KESIMPULAN
Menurut penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya setiap masing-
masing anak mempunyai sikap moral yang positif. Tegantung sejauh mana lingkungan
keluarga mendidiknya, sejauh mana peran lembaga untuk memberi bekal moral pada anak
bangsanya. Karna ketika bayi dilahirkan masih bersih dan sucu ( mempunyai potensi ) yang
akan siap dikembangkan. Secara umum ada beberapa tahap perkembangan moral menurut
Kohlberg yakni, tahap Prokonvensional, tahap Konvensional, tahap PascaKonvensional dan
menurut J.Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu, tahap Anomi, tahap Heteromoni,
tahap Sosionomi, tahap Otonomi
V. PENUTUP
Alhamdulillah dengan izin Allah yang maha kuasa makalah ini telah saya susun, dengan
suatu harapan bisa bermanfaat umumnya bagi yang membaca dan hususnya bagi saya pribadi
dan mudah-muadahan bisa menambah wawasan dan materi untuk kita. Akan tetapi saya
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang sempurna atau yang di harapkan
para pembaca, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan dengan
suatu tujuan saya bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah, sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mursyid, Manajmen lembaga pendidikan anak usia dini, Akfi media, semarang,2010
Santi, Danar,Pendidikan anak usia dini antar teori dan praktek,PT. Matanan jaya
cemerlang,2009
Santrock,Life-Span Development.2001
Tohirin, Psikilogi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2005
[1] Mursyid, Manajmen lembaga pendidikan anak usia dini, Akfi media, semarang,2010,Hal.4
[2] Danar santi,Pendidikan anak usia dini antar teori dan praktek,Pt. Matanan jaya cemerlang,2009,hal,47-
48
[3] Tohirin, Psikilogi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2005,hal.49.
[4] Jalaluddin, Psikologo Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1996, hal.65.
[5] Santrock,Life-Span Development.2001
[6] CarolSeefeldt dan Barbara, Pendidikan Anak Usia Dini,PT.Indek,2008, Hal.234-251