Anda di halaman 1dari 12

PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT

(SUATU KAJIAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT TERNATE)


Husen Alting
Fakultas Hukum Universitas Khairun
e-mail: husenalting@yahoo.com

Abstract

Land acquisation by the community of adat law tends to leave out. This condition caused by the
government policy before which has no attention to the development of land acquisition of the adat
community. According that policy, all land are owned by the State, especially when its issue is about
the government and bussiness interest. Reformation has changed the State system related to land
acquisition, where the position of adat law community is diclared explicitly in the State
constitution. The position of adat law community is agreed as long as not contradicted wiht public
interest. The tale of seeking the existency of adat law community and the right of adat land
acquisition shows that acquisition, mechanism and the area of adat law community still exist and
have different characteristic between one and another. So that, State and the government should
give protection and agreement to the right of adat law community as well as local wisdom as stated
in its constitution.

Key words: Land acquisation, right of adat community, adat law

Abstrak

Pada saat ini, penguasaan tanah oleh masyarakat hukum adat cenderung untuk ditinggalkan. Kondisi
ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan perkembangan penguasaan
tanah oleh masyarakat hukum adat. Berdasarkan kebijakan tersebut, tanah dikuasai oleh Negara,
khususnya ketika mucul isu yang berhubungan dengan kepentingan Negara dan bisnis. Dalam
perkembangannya, reformasi telah mengubah sistem ketatanegaraan yang berkaitan dengan
penguasaan tanah, dimana kedudukan masyarakat hukum adat dinyatakan secara eksplisit dalam
konstitusi Negara. Kedudukan masyarakat hukum adat pada dasarnya diakui, selama tidak
bertentangan dengan kepeentingan umum. Pencarian atas keberadaan masyarakat hukum adat dan
hak penguasaan tanah menunjukan bahwa penguasaan, mekanisme, dan wilayah masyarakat hukum
adat masih ada dan memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dan yang lainya. Sehingga
Negara dan pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat
sebagai kearifan lokal yang tercantum dalam konstitusi Negara dan.

Kata kunci: Penguasaan tanah, hak masyarakat adat, hukum Adat

Pendahuluan dan bahkan cenderung mengarah pada kapi-


Bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan talisme pertahanan.
menempatkan tanah pada kedudukan yang pen- Guna melakukan perubahan hukum agar
ting, karena merupakan faktor yang tidak dapat memberikan penghidupan dan keadilan agraria
dipisahkan dengan kondisi masyarakat Indo- bagi masyarakat, maka Majelis Permusyawarat-
nesia yang bercorak agraris. Selama pemerin- an Rakyat mengeluarkan TAP MPR No.IX/MPR/
tahan Kolonial Belanda, tanah milik masyarakat 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Penge-
Indonesia dirampas dan digunakan untuk kepen- lolaan Sumber Daya Alam, sebagai landasan
tingan pemerintah kolonial. Kekuatan politik kebijakan pertanahan nasional (national land
dan hukum pertahanan yang tidak berkeadilan, policy), termasuk pengaturan hak masyarakat
dimunculkan demi kemakmuran bangsa Belanda hukum adat dalam pemanfaatan tanah, walau-
pun sampai saat ini masih banyak kalangan
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 85

yang meragukan eksistensinya terhadap per- tuk hak sultan (aha kolano), hak soa (aha soa)
lindungan hak masyarakat adat. Achmad Sodiki dan hak cocatu (aha cocatu) yang mempunyai
menyebutkan sekalipun kekayaan alam telah fungsi dan kedudukan yang berbeda-beda. Un-
dikuras habis tetapi masyarakat setempat tuk aha kolano diperuntukan untuk sultan dan
kurang mendapatkan manfaatnya.1 tidak dipungut pajak dari hasil tanah tersebut.
Melalui prinsip dan arah pembaharuan Aha Soa (soa=kampung) adalah tanah pemberi-
agraria serta perubahan paradigma pengelolaan an sultan kepada marga dan tidak diperboleh-
pemerintah desentralistik melalui pemberian kan dilakukan jual beli sedangkan tanah aha
otonomi yang bertanggung jawab kepada dae- cocatu tanah yang diberikan sultan untuk
rah, dikeluarkanlah Keppres Nomor 34 tahun dikelola secara individu dengan sistem pem-
2003 dimana sebagian kewenangan pemerintah bagian bagi hasil dalam bentuk upeti.3 Selain
dibidang pertanahan dilaksanakan oleh peme- itu juga dikenal penguasaan tanah yang bersifat
rintah kabupaten/kota termasuk didalamnya sementara.
penetapan dan penyelesaian masalah tanah Pola penguasaan tanah di atas dalam per-
ulayat.2 kembangannya semakin hari terpinggirkan aki-
Berdasarkan ketentuan tersebut, hak ma- bat politik hukum pertanahan yang tidak tegas
syarakat hukum adat haruslah benar-benar melakukan pengaturan dan perlindungan ter-
masih ada dan tidak diberikan peluang untuk hadap hak masyarakat adat setempat, dan
diadakan kembali. Keberadaan tersebut harus secara internal dipengaruhi perkembangan ma-
diikuti dengan hubungan pemanfaatan antara syarakat yang cenderung meninggalkan Adat Se
tanah dan masyarakat. Sedangkan masyarakat Atorang (perilaku sesuai adat istiadat).
yang dimaksud adalah sekelompok orang yang Akibatnya terjadi perebutan tanah baik oleh
terikat oleh tatanan hukum adatnya, sebagai pemerintah, pengusaha maupun antar masya-
warga bersama suatu persekutuan hukum, rakat. Pemerintah dan pengusaha dianggap
karena kesamaan tempat tinggal atau karena telah mengambil tanah masyarakat tanpa ada
keturunan yang dikenal dengan berbagai nama kompensasi yang seimbang.4 Masyarakat merasa
yang berbeda tiap daerah. diabaikan dan tidak mendapatkan manfaat atas
Maluku Utara yang dikenal (Moloku Kie lahan yang notabene telah dikuasai secara tu-
Raha) sebagai daerah kerajaan (Ternate, Tido- run temurun dan telah menjadi sumber ke-
re, Bacan, dan Jailolo), sejak lama telah me- hidupan mereka.
ngenal adat-kebiasaan yang mengatur kehidup- Memperhatikan uraian di atas, maka tu-
an masyarakat termasuk penguasaan dan lisan ini berusaha untuk menganalisis persoalan
pengelolaan sumberdaya alam tanah. Sistem yang terkait dengan dinamika hukum yang
penguasaan tanah dikenal dalam bentuk ke- mengatur pengakuan dan perlindungan hak atas
pemilikan pribadi dan sistem kepemilikan ko- tanah terhadap masyarakat hukum adat
munal, seperti penguasaan tanah dalam ben- Ternate.

1
Achmad Sodiki, “Kebijakan Sumber Daya Alam dan
Implikasi Juridisnya Pasca TAP MPR N IX/MPR/2001 dan
Kepres No 34 tahun 2003”, makalah disampaikan dalam
3
Seminar Nasional “Eksistensi dan Kewenangan BPN Adatrechbundels Beorgd Door de Commissse Vor Het
Pasca Keppres No 34 tahun 2003. Malang, hlm. 8 Lihat Adatrecht en Uitgegeven Dor Het Koninklijk Institut
dan bandingkan dengan John Haba, “Realitas Masyara- Voor de Taal, Land-en Volkenkunde van nederlandsch-
kat Adat di Indonesia; Sebuah Realitas”, Jurnal Masya- Indie. hlm. 7
4
rakat dan Budaya LIPI Jakarta, 12 (2) tahun 2010, hlm. Faktanya pengakuan, penghormatan, perlindungan,
255-285 pemberdayaan dan pengembangan terhadap hak-hak
2
Sebelumnya telah ada Keputusan Menteri Negara masyarakat adat belum diwujudnyatakan secara baik.
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 5 tahun Akibatnya timbul konflik kepentingan masyarakat adat
1999 sebagai pedoman penyelesaian masalah hak ulayat dan pemerintah, bahkan antara masyarakat adat de-
masyarakat hukum adat bagi daerah otonom. Lihat Juga ngan masyarakat adat. Lily Bauw dan Bambang Sugiono,
PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Peme- “Pengaturan Hak Masyarakat Hukum Adat di Papua
rintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupa- Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam”, Jurnal Kons-
ten/Kota. titusi MKRI Jakarta, I (1), Juni 2009, hlm. 116-117
86 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

Pembahasan merupakan sistem yang kognitif terbuka (cog-


Konsep Dinamika Hukum nitive open system). Ketertutupan dan keter-
Hukum mempunyai dinamika yang dapat bukaan bukan merupakan kontradiksi tetapi
diketahui melalui penelusuran pemikiran dan dua kondisi yang timbal balik.
kebijakan yang terjadi pada masa lampau, guna Sebagai suatu sistem yang secara nor-
membenahi masa kini dan memprediksikan matif tertutup maka kedudukan antara kom-
yang akan terjadi ke depan. Menurut Hans Kel- ponen-komponen sistem adalah simetris, se-
sen sebagaimana dikutip Achmad Sodiki5 dina- dangkan hubungan dengan lingkungan adalah
mika atau perubahan di bidang hukum ber- asimetris. Operasional sistem adalah bergan-
wujud perubahan hukum sebagai suatu sistem tung kepada lingkungan dan menyesuaikan diri
tertutup dan ataupun sistem terbuka. Perubah- dengan perubahan kondisi. Teori “Self referen-
an hukum sebagai suatu sistem tertutup –dina- tial legal system” yang membedakan antara
mika internal hukum – jika mengutip pendapat normatif dan kognitif orientasi sekaligus mem-
Kelsen yakni perubahan hukum yang berlang- bedakan, mengkombinasikan antara keterbuka-
sung berdasarkan tingkatan hierarkhi hukum. Di an dan ketertutupan system.9
samping itu terdapat perubahan yang berlang- Selama ini, politik hukum penguasaan
sung di dalam masyarakat seperti ketaatan tanah yang diberlakukan pemerintah Indonesia
masyarakat terhadap hukum. Perubahan ter- bersifat normatif (hukum negara) dan sangat
akhir ini berupa perubahan nilai-nilai, sikap, tertutup terhadap fakta sosial (pluralisme hu-
dan tingkah laku masyarakat terhadap hukum, kum) dalam masyarakat yang masih teguh
atau dengan kata lain adanya dinamika eks- mempertahankan dan melaksanakan penguasa-
ternal hukum.6 an dan pengelolaan tanah berdasarkan hukum
Perubahan hukum yang mengatur per- adat. Padahal sangat banyak konsep dan asas-
masalahan pertanahan sangat tergantung pada asas hukum adat yang dapat memberikan
politik hukum pemerintah, sekaligus dipenga- sumbangsih terhadap pembentukan hukum
ruhi oleh konstelasi politik yang terjadi pada nasional.
saat itu.7 Dalam kehidupan bernegara, fenome-
na sosial dan hukum itulah kemudian meng- Konsep Pengakuan dan Perlindungan
kristal dalam bentuk peraturan perundang- Pengakuan (erkenning) secara termino-
undangan. logi berarti proses, cara, perbuatan mengaku
Pandangan lain dikemukakan Niklas Luh- atau mengakui, sedangkan mengakui berarti
mann melalui teori yang disebut “the theory of menyatakan berhak. Pengakuan dalam konteks
society as functionally differentiated social keberadaan suatu negara/pemerintahan yang
system”.8 Dari pendapat Luhmann maka sistem secara nyata menjalankan kekuasaan efektif
hukum adalah suatu sistem yang normatif pada suatu wilayah yang disebut dengan pe-
tertutup (normative closed system). Walaupun ngakuan de facto, selain pengakuan secara
demikian, pada saat yang sama sistem hukum hukum (de jure) yang diikuti dengan tindakan-
tindakan hukum tertentu seperti pertukaran
5
Achmad Sodiki. 1994. Penataan Kepemilikan Hak Atas diplomatik dan pembuatan perjanjian-perjanji-
Tanah di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang. (Studi
tentang Dinamika Hukum). Disertasi, Program Pasca an kedua negara.
Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya, hlm. 43. Kelsen, dalam bukunya “General Theory
6
Ibid. hlm. 44.
7
Lihat konfirgurasi politik dan hukum dalam Moh Mahfud, of Law and State”,10 menguraikan pengakuan
MD, 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, dalam kaitan dengan keberadaan suatu negara
Yogyakarta: Gamamedia, hlm. 4 Lihat dan bandingkan
dengan Hasnati, “Pertautan Kekuasaan Politik dan sebagai berikut:
Negara Hukum”, Jurnal Hukum Respublica Fakultas
Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, 3 (1)
9
Tahun 2003, hlm. 102-113 Ibid. hlm. 48
8 10
Niklas Luhmann, 1988. “The Self Reproduction of law Hans Kelsen, 1973. General Theory of Law and
and its Limits” dalam Gunther Teubner, (ed), Dilemma State,(alih bahasa Somarno), Jakarta: Rimdi Press,
of law in the Welfare State, New York. hlm.112. hlm. 222
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 87

Terdapat dua tindakan dalam suatu pe- syarakat. Dengan demikian dapat dikatakan te-
ngakuan yakni tindakan politik dan tin- lah terjadi penundukan hukum adat terhadap
dakan hukum. Tindakan politik mengakui hukum negara yang oleh Griffiths disebut seba-
suatu negara (baca keberadaan masyara-
kat hukum adat-penulis) berarti negara gai pluralisme hukum lemah,13 dimana berlaku-
mengakui berkehendak untuk mengada- nya hukum adat, jika diakui oleh negara.
kan hubungan-hubungan politik dan
hubungan-hubungan lain dengan masya- Konsep Hak Masyarakat Hukum Adat
rakat yang diakuinya. Sedangkan tindak- Adat-istiadat mempunyai ikatan dan pe-
an hukum adalah prosedur yang dikemu-
kakan di atas yang ditetapkan oleh hu- ngaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan
kum internasional (baca hukum nasional- mengikat tergantung pada masyarakat yang
penulis) untuk menetapkan fakta negara mendukung adat-istiadat tersebut, terutama
(masyarakat adat-penulis) dalam suatu berpangkal tolak pada perasaan kebersamaan,
kasus konkrit. idealisme dan keadilan. Sulit untuk dibayang-
Penetapan hukum negara (hukum positif) kan bahwa adat-istiadat walaupun dipelihara
sebagai satu-satunya hukum yang mengatur terus-menerus, dengan sendirinya akan me-
kehidupan masyarakat kemudian dikritik oleh wujudkan kepastian hukum jika terdapat kai-
para pengikut mashab sejarah yang meyakini dah-kaidah mengikat yang mengatur tata ke-
bahwa setiap masyarakat memiliki ciri khas hidupan masa kini dan masa yang akan da-
masing-masing tergantung pada riwayat hidup tang.14
dan struktur sosial yang hidup dan berkembang Membedakan adat dan hukum adat dapat
mengatur kepentingan mereka. Savigni melihat dilihat dari kaidah-kaidah yang hidup dalam
hukum sebagai fenomena historis, sehingga ke- masyarakat dan diberikan sanksi bagi pihak
beradaan setiap hukum adalah berbeda, ber- yang melanggar kaidah tersebut. Malinowski
gantung pada tempat dan waktu berlakunya menyatakan bahwa perbedaan kebiasaan de-
hukum. Hukum harus dipandang sebagai penjel- ngan hukum didasarkan pada dua kriteria, yakni
maan dari jiwa atau rohani suatu bangsa sumber sanksi dan pelaksanaannya. Pada ke-
(Volksgeits)11. biasaan sumber sanksi dan pelaksanaannya ada
Konsep volksgeist Savigni, dipertegas pada warga masyarakat secara individu dan ke-
oleh Eugene Ehrlich menyebutkan dengan fak- lompok, sedangkan pada hukum sanksi dan pe-
ta-fakta hukum (fact of law) dan hukum yang laksanaannya ada pada suatu kekuatan terpusat
hidup dalam masyarakat (living law of people) atau badan-badan tertentu dalam masyarakat.
yang berpandangan bahwa dalam setiap Penilaian pakar hukum di atas menurut
masyarakat terdapat aturan hukum-hukum yang penulis lebih cenderung melihat hukum adat
hidup (living law). Semua hukum sebagai hu- dari aspek sanksi yang diterapkan oleh suatu
kum sosial, dalam arti bahwa semua hubungan
hukum ditandai faktor-faktor sosial-ekonomi. Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, 16 (1) Maret
2008. hlm.27
Pengakuan bersyarat yang selama ini 13
Lihat penjelasan konsep ini dalam Bernard Steny,
diterapkan oleh pemerintah (sepanjang masih “Pluralisme Hukum: Antara Perda Pengakuan
Masyarakat Adat dan Otonomi Hukum Lokal”, Jurnal
ada dan tidak bertentangan dengan peraturan Pembaruan Desa dan Agraria, III (III) 2006, hlm. 84-85
14
Penjelasan panjang lebar mengenai hal ini dapat dibaca
perundang-undangan)12 sangat merugikan ma-
pada Achmad Sodiki, Masalah konflik Peraturan Per-
undang-undangan dan Konflik di Lapangan Agraria dan
Usulan Penanganannya (Mencari Format Penanganan
Konflik Agraria dalam rangka Implementasi TAP MPR No
11
Lihat Farida Patittingi, “Peranan Hukum Adat Dalam IX/MPR/2001), Makalah disampaikan sebagai Penanggap
Pembinaan Hukum Nasional Dalam Era Globalisasi”, Utama dalam Seminar Nasional Strategi Pelaksanaan
Majalah Ilmu Hukum Amanna Gappa Fakultas Hukum Pembaharuan Agraria, 26 September 2002, Jakarta.
Universitas Hasanudin, XI (13) Januari-Maret 2003, hlm. hlm. 3. Lihat juga Teddy Anggoro, “Kajian Hukum Ma-
411 syarakat Hukum Adat dan HAM dalam Lingkup Negara
12
Lihat penjelasan tentang hal ini pada Jufrina Rizal, Kesatuan Republik Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pem-
“Perkembangan Hukum Adat Sebagai Living Law Dalam bangunan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 36 (4)
Masyarakat”, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Oktober-Desember 2006, hlm. 489
88 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

otoritas/penguasa, ketika suatu individu me- kesejahteraan bagi warga masyarakat. Sedang-
lakukan pelanggaran atas norma yang disepaka- kan hak masyarakat hukum adat merupakan
ti. Walaupun demikian, tidak selamanya hukum hak bersifat individu maupun hak yang bersifat
adat tersebut identik dengan pemberian sanksi. komunal. Salah satu hak yang bersifat komunal
Pada masyarakat tertentu, sanksi merupakan yang terdapat dalam UUPA adalah hak ulayat
alternatif terakhir ketika seseorang tidak me- (wilayah) untuk menunjukan kepada tanah yang
naati norma yang hidup dalam masyarakat. merupakan wilayah lingkungan masyarakat
Paling penting bagi masyarakat adalah hukum hukum bersangkutan. Menurut Achmad Sodiki
adat tersebut dapat memberikan rasa aman konsep penguasaan tanah berlaku pada masya-
dan menciptakan ketertiban dalam hubungan rakat tradisional salah satunya adalah hak
sosial. Sanksi tidak selamanya diberikan oleh ulayat, yaitu suatu hak masyarakat hukum se-
suatu otoritas atau institusi berkuasa, namun bagai suatu kesatuan yang mempunyai wewe-
ada juga yang diberikan oleh masyarakat secara nang ke luar dan ke dalam, serta didalamnya
langsung melalui pembatasan pergaulan atau terdapat hak individu atas tanah yakni hak yang
interaksi sosial yang dilakukan. lahir karena pengusahaan yang terus menerus
Dapat disimpulkan bahwa hukum adat15 secara intensif atas sebidang tanah (kosong).17
dimaknai dalam penulisan ini adalah hukum Sedangkan Muchsin mendefenisikan hak ulayat
adat yang mengandung unsur-unsur memben- sebagai hak yang dipunyai oleh masyarakat
tuknya, seperti terdapat adat-istiadat sebagai hukum adat tertentu atas wilayah tertentu
nilai-nilai yang telah melembaga dalam masya- yang merupakan lingkungan hidup para warga-
rakat melalui perbuatan-perbuatan masyarakat, nya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya
mengandung norma yang disepakati bersama alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut
secara tidak tertulis, memiliki institusi atau bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya.18
organisasi yang menegakan, memiliki sanksi Pengakuan terhadap hak ulayat menunjukkan
serta dipengaruhi oleh agama yang dianut pada adanya kebolehan warga Negara, secara adat
masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang untuk memiliki atau menguasai tanah secara
telah mendapatkan kesepakatan masa lalu, da- kolektif bagi terpenuhinya kepentingan ber-
lam kehidupan modern masih menjadi rujukan sama, namun juga pengakuan hak atas tanah
sebagai kearifan lokal (local wisdom).16 secara pribadi diperkenankan.19
Selanjutnya menurut penulis secara subs-
tansial memberikan pemahaman bahwa hukum Dinamika Hukum Pengakuan dan Perlindung-
adat merupakan hukum yang selalu hidup dan an Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
berkembang dalam masyarakat, yang selalu Sebelum masuknya penjajah (pra kolo-
mengikuti perkembangan jaman, memberikan nial) di Maluku Utara, penguasaan tanah lebih
jaminan ketertiban bagi masyarakat, serta banyak diatur oleh kelembagaan kerajaan/
mampu memberikan keadilan. Hukum adat ber- sultan. Konsep kepemilikan eigendom tidak
tujuan menciptakan kedamaian dan memajukan dikenal dalam mekanisme pengelolaan tanah
pada zaman ini, yang lebih menonjol adalah
15 penguasaan tanah yang dilakukan secara
Istilah masyarakat adat diambil dari terjemahan kata
indigenous peoples yang dibedakan dengan istilah
masyarakat hukum adat yang merupakan terjemahan
17
dari Belanda yakni rechtgemencshap. Lihat dalam Achmad Sodiki, 1994. Penataan Kepemilikan Hak Atas
Masyhud Asyhari, “Pemberdayaan Hak-Hak Rakyat atas Tanah di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang. (Studi
Tanah”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 13 (7) April tentang Dinamika Hukum). Disertasi, Program Pasca
2000. hlm, 108-109; dan Jawahir THontowi, “Komunitas Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya. hlm. 21
18
Lokal dalam Perspektif HAM dan Hukum Nasional”, Muchsin, “Kedudukan Tanah Ulayat Dalam Sistem
Jurnal Hukum Fakultas Hukum Unisia, 57 Juli 2005 hlm. Hukum Tanah Nasional”, Varia Peradilan Ikahi Jakarta,
245 XXI (245) April 2006, hlm.35
16 19
Jawahir Thontowi, op.cit, hlm. 239-240. Lihat juga Ni’matul Huda, “Beberapa Kendala dalam Penyelesaian
Rachmad Syafa’at, “Kearifan Lokal dalam Masyarakat Status Hukum Tanah Bekas Swapraja di Daerah
Adat di Indonesia”, Jurnal Publica FISIP UMM Malang, IV Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Hukum Fakultas Hukum
(1) Januari 2008 hlm. 8-15 UII, 13 (7) April 2000, hlm. 108
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 89

bersama-sama (komunal). Pada masa ini, tanah Masuknya bangsa Spanyol tidak merubah
bukannya dimiliki oleh pejabat atau penguasa, kondisi masyarakat hukum adat Ternate men-
dalam artian politik mempunyai hak yuridiksi jadi baik, bahkan dengan pola yang sama
atas tanah dalam wilayahnya yang dengan ke- Spanyol menguasai berbagai sumberdaya alam
kuasaan dan pengaruhnya dapat dipertahankan, yang dimiliki. Harga cengkih dibeli dengan stan-
dan secara teoritik juga mempunyai hak untuk dar harga lokal, tanah masyarakat dikuasai
menguasai, menggunakan atau menjual hasil- dengan hak barat melalui politik hukum pe-
hasil buminya sesuai dengan adat yang berlaku. merintah Spanyol. Wilayah Ternate dibagi da-
Penguasaan tanah pada masyarakat hu- lam dua wilayah, sebelah utara dikuasai dengan
kum adat Ternate sebelum datangnya para pen- hukum adat, dan wilayah selatan dikuasai
jajah dikuasai oleh soanang/momole (penguasa dengan hukum barat (Spanyol). Penguasaan
adat), kemudian setelah terbentuknya kerajaan sumberdaya alam terus dilakukan dengan me-
di Maluku Utara, maka hak penguasaan tanah manfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat
tersebut beralih kepada sultan sebagai kepala hukum adat Ternate, akibatnya kehidupan
negara dan kepala pemerintahan sesuai hirarkhi masyarakat tetap melarat/miskin sementara
hak yang berlaku dalam hukum adat. Penguasa- bangsa Spanyol semakin kaya. Sama halnya
an tanah paling tertinggi adalah hak kolano dengan bangsa Portugis, keberadaan Spanyol
(hak Sultan) sekaligus sebagai sumber hak-hak dengan tujuan untuk menghimpun dan meng-
yang lebih rendah. Hak kolano didistribusikan ambil sumberdaya alam rempah-rempah yang
kepada masyarakat untuk dimanfaatkan demi bernilai ekonomis, untuk diperdagangkan di pa-
kehidupan dan kemakmuran masyarakat adat, sar internasional, guna membiayai perekonomi-
dengan pemberian upeti (ngase) dari hasil yang an negaranya.
diperoleh sebagai bukti pengabdian kepada Untuk memberikan perlawanan kepada
sultan. bangsa Spanyol, Sultan Ternate melakukan keja
Penguasaan politik yang dilakukan oleh sama dengan Belanda, dengan harapan dapat
kaum penjajah (Portugis, Spanyol, Belanda, mengakhiri penjajahan di wilayah Ternate dan
Inggris, dan Jepang) dengan maksud agar lebih sekitarnya. Namun harapan tersebut tidak di-
leluasa menghimpun dan menguasai berbagai peroleh, bahkan kehadiran bangsa Belanda
sumber daya yang dimiliki masyarakat hukum merupakan babak baru penguasaan masyarakat
adat Ternate. Akibatnya masyarakat diwajibkan beserta sumberdaya alam yang dimiliki. Kerja-
untuk menyerahkan seluruh hasil bumi kepada sama dengan bangsa Belanda dibebani dengan
Portugis dengan imbalan pembayaran yang beberapa persyaratan seperti Belanda harus
sangat murah, diwajibkan untuk menyerahkan bebas untuk memberikan benteng, Ternate se-
bahan bangunan dan tenaga kerja. Walaupun cara politik harus mengakui pembesar Belanda,
politik pertanahan pada saat itu memberikan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai ten-
hak penguasaan tanah masyarakat kepada ma- tara Belanda ditanggung oleh masyarakat Ter-
syarakat hukum adat, namun terdapat sebagian nate, serta harus memberikan monopoli hasil
hak atas tanah masyarakat diambil secara rempah-rempah. Bahkan Belanda harus diberi-
paksa untuk kepentingan penjajah, kalaupun kan hak untuk menentukan kepemimpinan
diberikan ganti rugi, dilakukan dengan harga lokal.
yang sangat murah. Kebijakan pertanahan dan Pada saat itu pula, hukum adat diakui se-
sumberdaya alam yang dilakukan penjajah un- panjang tidak bertentangan dengan kepenting-
tuk memperkokoh kekuasaan disegala bidang an Belanda. Saat VOC (verenigde oostindische
(SDA, Hukum, Politik, Pertahanan dan Per- compagnie) berkuasa tahun 1602-1799, politik
dagangan), dengan tujuan agar hasil yang di hukum pertanahan tidak mengindahkan dan
peroleh dapat memberikan kontribusi terhadap memperdulikan hak-hak tanah rakyat termasuk
perekonomian bangsa mereka. hak-hak masyarakat hukum adat, pengaturan,
pemilikan, dan penguasaan tanah diatur dengan
90 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

hukum Barat. Hukum adat sebagai hukum yang sendiri, tetapi selalu dijaga adanya perkosaan
mempunyai corak dan sistem tersendiri tidak dan kelalaian.20
dipersoalkan VOC, bahkan membiarkan rakyat Pemberlakuan Regerings-Reglement (RR
Indonesia hidup menurut adat dan kebiasaan- 1854) dengan pandangan bahwa pemerintah
nya. berhak atas tanah yang diusahakan oleh rakyat,
Setelah VOC bangkrut, kemudian Inggris terutama yang berkaitan dengan landrente,
menguasai Hindia Belanda, Raffles memper- cultures dan menjual tanah kecil. Pembatasan
kenalkan teorinya yang dikenal dengan teori Kewenangan Gubernur Jendral juga dirumuskan
domein yaitu penerapan sistem penarikan pajak dalam pasal 62 R.R, S. 1854 yang tidak mem-
bumi seperti yang dipergunakan Inggris di India. berikan kewenangan untuk melakukan transaksi
Dalam menghadapi kondisi yang berbeda de- jual beli tanah namun dapat disewakan.
ngan India, di Indonesia dilakukan penyelidikan Sebagaimana telah dirumuskan dalam S.
kondisi agraria, kesimpulannya bahwa semua 1854, Belanda tidak mempunyai pendirian yang
tanah adalah milik raja atau pemerintah. Ke- jelas terhadap hak-hak atas tanah. Keraguan
mudian dibuatlah sistem penarikan pajak bumi tersebut disebabkan karena (1) tidak ada sama
(Landrente) dimana setiap petani diwajibkan sekali tertulis tentang hak tanah rakyat asli
membayar pajak sebesar 2,5 dari hasil tanah atau pun penduduk pribumi, (2) kurang me-
garapannya. ngerti dan memahami pengetahuan tentang
Setelah kekuasaan kembali ditangan Be- hukum adat; (3) kesalahan-kesalahan dalam pe-
landa (1816-1829), terjadi perdebatan di kala- nyelidikan kearah itu, yang selalu diselaraskan
ngan pemerintah Belanda, berkaitan dengan dengan pengertian dan pengetahuan hukum
asas dan corak kebijaksanaan agraria yang barat.
semuanya didasarkan pada pandangan bahwa Pasal 62 RR 1854 dalam perjalanannya
negara adalah sebagai pemilik tanah atau dianggap jauh memuaskan bagi upaya untuk
negara yang mempunyai tanah (staatseigen- memberikan kesempatan bagi pemilik modal
dom). Akibatnya terdapat perkembangan pemi- untuk membangun perkebunan besar, akibat
kiran dalam 2 kategori yakni, pertama aliran dari politik monopoli dari negara dalam peng-
Asia yang didasarkan kepada hak kekuasaan usahaan tanaman-tanaman yang mempunyai
dari Raja Asia dan kedua adalah aliran barat nilai ekspor bagi perusahaan swasta dengan hak
yang lahir dari paham barat, berhadapan de- eigendom (tanah partikel), sementara pada sisi
ngan hak sewa dari petani yang sah. lain akibat dari keberhasilan usahanya, per-
Pengakuan dan perlindungan hak masya- usahaan besar Belanda memerlukan bidang
rakat hukum adat semakin terpuruk dengan usaha baru untuk menginvestasikan modalnya
diberlakukan politik hukum agraria melalui di wilayah Hindia Belanda Kondisi ini sejalan
Regerings-Reglement (RR 1854) melalui S.1855 dengan semangat liberalisme yang sedang ber-
No. 2 oleh Gubernur Jendral A.J.Duymaer van kembang dengan menuntut pergantian sistem
Twest, dimana politik pemerintah tetap dida- monopoli negara dengan kerja paksa melalui
sarkan pada azas, bahwa kekuasaan Belanda di konsep kapitalisme.
daerah jajahan harus dipertahankan dengan Dorongan dan tuntutan dari pengusaha
jalan damai, dan dengan memperhatikan besar di atas, dijawab oleh Pemerintah Belanda
kemakmuran rakyat anak negeri, tanah jajahan melalui politik pertanahan kolonial tahun 1870
harus memberikan keuntungan lahir kepada dengan melakukan penambahan 5 ayat baru,
negeri Belanda. Agar tercapai tujuan tersebut kemudian ditambah 3 ayat dari pasal 62 RR
rakyat asli selalu diperintah menurut adat isti- 1854 sehingga menjadi 8 ayat. Pasal 62 RR
adatnya, dengan tidak menyimpang dari per- dengan delapan ayat ini kemudian dijadikan
aturan perundangan–undangan yang adil dan
langsung di bawah pimpinan kepala-kepalanya 20
R. Roestandi Adiwilaga, 1962. Hukum Agraria Indonesia.
Bandung: NV. Masa Baru, hlm. 133
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 91

pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS), yang maka filosofi tanah bagi petani merupakan
kemudian peraturan tersebut dikenal dengan dasar pembentukan hukum tanah nasional.
nama agrarische Wet (S. 1870. No.55). terkait Filosofi tanah untuk petani ini kemudian
hak masyarakat adat terhadap tanah diatur dirumuskan dalam Undang-Undang No. 5 tahun
bahwa bagi Gubernur Jenderal tidak boleh 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
mengambil tanah kepunyaan hak rakyat asal Agraria, sekaligus menghapus dualisme hukum
pembukaan hutan yang digunakan untuk ke- yang berlaku dalam pengaturan masalah
perluan sendiri, milik desa, dan tempat pe- pertanahan, domeinverklaring, feodalisme dan
ngembalaan umum, hak-hak atas tanah orang pembentukan hukum agraria nasional didasar-
pribumi yang diperoleh secara turun-temurun kan pada hukum adat karena dipandang sesuai
dapat diberikan dengan hak eigendom. Walau- dengan kepribadian bangsa Indonesia serta
pun dalam peraturan ini memberikan pengaku- merupakan hukum rakyat Indonesia yang asli.
an terhadap hak masyarakat hukum adat, na- Sebagai jawaban atas Ketidakadilan dari per-
mun pada saat bersama diberikan pembatasan aturan-peraturan agraria zaman kolonial23, ma-
hanya pada tanah-tanah yang dikuasai langsung ka dalam UUPA diamanatkan untuk dilakukan
oleh masyarakat. Bagi tanah yang tidak di- penataan struktur kepemilikan dan penguasaan
kuasai secara langsung, maka tanah tersebut tanah, serta hubungan hukum antara orang
menjadi tanah milik (eigendom) negara yang dengan tanah dan hubungan antara orang
diatur melalui peraturan pelaksana dari dengan perbuatan hukum yang berhubungan
Agrarische Wet, dan dikenal dengan pernyataan dengan tanah.24
kepemilikan atau domein verklaring,21 melalui Tentunya filosofi dasar diatas dengan
peraturan pasal 1 agrarische besluit (S 1879. maksud agar para petani dapat meningkatkan
No 118) sebagai peraturan pelaksanaan dari kemakmuran dan kesejahteraan melalui tanah
Agrarische Wet. sebagai basic need (kebutuhan dasar) bagi
Dampak dari pernyataan domein verkla- rakyat Indonesia. Terwujudnya nilai kepastian
ring ini, menyebabkan tanah-tanah yang di- hukum, keadilan, serta kegunaan/kemanfaat-
punyai oleh rakyat melalui hak milik adat an, barulah ada artinya jika hal tersebut men-
adalah merupakan tanah milik negara, sedang- jadikan petani makmur dan sejahtera. Namun
kan dalam konteks administrasi pertanahan dalam perkembangannya, nilai dasar tersebut
tanah-tanah hak milik adat dikenal sebagai telah bergeser akibat pengaruh kapitalisme
onvrij lands domein (tanah negara tidak yang mempengaruhi sistem perekonomian
bebas), dengan kata lain negara tidak bebas Indonesia. Bukti nyata pengaruh tersebut dapat
untuk memberikan tanah yang bersangkutan dilihat melalui kebijakan politik hukum Peme-
kepada lain karena dibebani hak rakyat.22 rintah Orde Baru yang mengundangkan peratur-
Setelah Indonesia merdeka, upaya untuk an sektoral yang lebih mementingkan kepen-
mengakhiri penguasaan sumberdaya tanah yang tingan investor (UU No. 11 tahun 1967 tentang
berlebihan oleh penjajah terus dilakukan pertambangan, UU No. 5 tahun 1967 tentang
melalui pembentukan hukum agraria nasional Kehutanan, UU No. 1 Tahun 1974 tentang pe-
yang berpihak kepada masyarakat. Disadari, ngairan, dan lain-lain). Penguasaan sumber da-
tanah merupakan pemberian Tuhan kepada ya alam telah diorientasikan sebagai milik
seluruh umat manusia,serta memahami kondisi negara dan swasta. Berdasarkan realitas ter-
bangsa indonesia yang bercorak agraris dimana
23
masyarakat tidak dapat terlepas dari tanah, Achmad Sodiki, Masalah Konflik Peraturan Perundang-
Undangan dan konflik di Lapangan Agraria dan Usulan
Penanganannya, Mencari Format Penanganan Konflik
Agraria dalam rangka Implementasi TAP MPR No:
21
Lihat mengenai domain verklaring ini pada Sukirno, IX/MPR/2001, Makalah disampaikan sebagai Penanggap
“Perlindungan Hukum Masyarakat Hukum Adat”, Jurnal Utama dalam Seminar Nasional Strategi Pelaksanaan
Masalah-Masalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembaharuan Agraria, 26 September 2002, hlm.1
24
Diponegoro, 37 (2) Juni 2008, hlm. 135-140 Pasal 2 ayat (2) UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan
22
B.F. Sihombing, op.cit, hlm.89 Dasar Pokok-Pokok Agraria
92 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

sebut, menurut Achmad Sodiki bahwa sekali- masuk pada bidang pengelolaan sumber daya
pun secara yuridis formal UUPA masih berlaku alam (tanah).
tetapi secara filosofis sudah kehilangan nilai- Masyarakat adat Ternate mengakui bah-
nilai kerakyatan yang harus diwujudkan.25 wa hak atas tanah berada pada kolo lamo,
Dengan demikian, menurut penulis bahwa sebagai lembaga kekuasaan hukum tertinggi.
tanah yang diberikan kepada seseorang, ke- Berdasarkan asas "jou sengofa ngare" (falsafah
lompok, maupun swasta bukan semata-mata hukum adat Moluku Kie Raha), maka kolano
untuk mengejar produktivitas tanpa batas, menyerahkan semua hak atas tanah kepada
tetapi lebih diutamakan bagi kebutuhan seper- Soa, sehingga praktis dalam tiap-tiap lingkung-
lunya. Hasil pengelolaan tanah berupa pangan, an hukum adat, yaitu ternate dan sekitarnya,
bukan menjadi monopoli sepihak, akan tetapi (Tidore, Bacan dan Jailolo), semua tanah habis
pangan harus diperuntukan bagi kebutuhan da- terbagi kepada soa (rechtgemeen schap).
sar semua orang, terutama masyarakat miskin. Setelah terbentuknya Pemerintah Swa-
Penguasaan tanah di Maluku Utara (Ter- praja pada tahun 1912, Pemerintah Swapraja
nate) di zaman sebelum terbentuknya keraja- mengadakan rapat umum yang disebut rapat
an, yang mewakili persekutuan hukum (rechts- kie (empat kerajaan: kerajaan Ternate, Tido-
gemeenschap) disebut Momole (Ternate), Soa- re, Bacan dan Jailolo) yang dihadiri oleh semua
nang (Bacan) yakni penguasa atas tanah. Ke- sangaji (gelar kepala komunitas tradisional/
kuasaan momole atau kepala-kepala Soanang kepala distrik dan merupakan golongan ter-
atas kaula mereka sebenarnya tidak terlalu tinggi), Gimalaha (kepala distrik), famanyira
besar. Mereka tidak lebih dari kepala suku dan (kepala desa/kepala soa), para kepala kampung
pemangku adat dalam komunitasnya dan wila- dan seluruh pimpinan soa (suatu daerah/
yah adat. Setelah terbentuknya kerajaan, Sul- lingkungan wilayah) dengan keputusan pada
tan adalah tuan tanah. Hak pertuanan (beshi- saat itu, berupa tanah cocatu tetap diper-
kingrechts) atas tanah terletak pada Sultan tahankan dan diakui sebagai milik rakyat, dan
yang dalam hal ini bertindak sebagai penang- pemegang cocatu diharuskan membawa akte
gungjawab dari persekutuan hukum dalam cocatu yang bertuliskan huruf arab tersebut
kerajaannya. untuk dilegalisir oleh residen; dan Aha kolano
Rakyat suatu wilayah tahu sebelum ada- dikuasai oleh Pemerintah Swapraja.
nya raja, momole/soanang telah lebih dahulu Penguasaan tanah yang berlaku pada ma-
ada dan menjadi penguasa atas tanah. Bila syarakat hukum adat Ternate dapat dibagi hak
seorang warga akan membuka kebun sagu atau atas tanah yang bersifat tetap seperti aha
kelapa, maka ia harus memperoleh ijin momo- kolano/raki kolano, aha soa, aha cocatu, dan
le/soanang sebagai kepala adat/penguasa, dan hak atas tanah yang bersifat sementara seperti
apabila si pemilik kebun meninggalkan tanah hak safa/hak teto, hak tolagami, hak ruba-
perkebunannya, maka kebun itu jatuh kepada banga, hak jurame.
momole/soanang. Melalui politik hukum pemerintah, hak-
Setelah terbentuknya kerajaan, pada Ma- hak masyarakat hukum adat semakin hari
syarakat adat Ternate telah diakui terbentuk- mengalami degradasi akibat dari desakan ke-
nya suatu lembaga adat tertinggi yang berdiri bijakan pemerintah yang hanya melihat tanah
di atas semua lembaga-lembaga lainnya, di- dari aspek ekonomi semata. Bahkan, pada
kenal dengan "Kolo Lamo" yakni lembaga hukum kalangan tertentu adat dan hukum adat justru
adat tertinggi. Dalam pergaulan masyarakat ditakuti sebagai suatu bahaya atau ancaman
Moloku Kie Raha (Ternate) terdapat tindakan- peradaban demokrasi dan nilai kemanusiaan.
tindakan manusia untuk mengamankan dan me- Adat juga diperkirakan bisa mengancam sistim
majukan kepentingan-kepentingannya, ter- politik modern yang rasional. Kondisi ini di-
sebabkan karena adat dan hukum adat tidak
25
Achmad Sodiki, op.cit, hlm.2 ditempatkan dalam pengertian sebagai suatu
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 93

sistem mengatur dan menyelenggarakan ke- hukum adat ditempatkan pada kedudukan yang
hidupan dalam komunitas. sejajar dengan undang-undang28. Kesejajaran
Penguasaan tanah dan penyelesaiaan ini memberikan berbagai alternatif bagi masya-
sengketa berdasarkan hukum adat, sampai saat rakat hukum adat, maupun pihak luar untuk
ini masih dikenal pada masyarakat hukum adat melakukan pilihan hukum ketika terjadi suatu
yang tersebar di seluruh Indonesia.26 Dengan hubungan hukum yang mengatur kepentingan-
kata lain, bahwa eksistensi masyarakat hukum kepentingan mereka.
adat beserta hak tradisionalnya sangat ter- Pengakuan hak atas tanah berdasarkan
gantung syarat yang ditentukan oleh negara hukum adat yang berlaku merupakan suatu
yakni sepanjang masih hidup, sesuai dengan konsekuensi dari keberadaan masyarakat yang
perkembangan jaman, sesuai dengan prinsip otonom, untuk mengatur hubungan-hubungan
NKRI dan diatur oleh undang-undang (Pasal 18B hukumnya. Dengan kata lain, pada masyarakat
UUD 1945, dan pasal 5 UU No 5 tahun 1960 hukum adat terdapat kepastian kelompok-
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). kelompok sosial (social field) dalam mencipta-
Persyaratan pemberlakuan di atas, me- kan mekanisme-mekanisme pengaturan penge-
nunjukkan terjadi penundukan hukum adat lolaan dan pemanfaatan tanah tersendiri (self-
terhadap hukum negara, dimana berlakunya regulation) dengan disertai kekuatan pemaksa
hukum adat jika diakui oleh hukum negara. pentaatannya melalui norma hukum dan insti-
Penundukan Pemberlakuan hukum adat ter- tusi yang diakui. Namun pada saat yang ber-
hadap hukum negara menunjukkan bahkan hu- samaan terdapat campur tangan dari pihak luar
kum negara lebih superior dibandingkan dengan (negara), maka keberadaan masyarakat beserta
hukum adat yang menurut keberadaan hukum norma yang telah disepakati tersebut menjadi
adat bergantung dengan belas kasihan undang- semi otonom karena dipengaruhi oleh faktor
undang. Dengan demikian, berlakunya hukum eksternal. Pengaruh faktor eksternal inilah
adat harus tidak bertentangan dengan peratur- yang menyebabkan terjadinya keberagaman hu-
an perundangan-undangan negara. Kondisi ini kum yang saling mempengaruhi secara dinamis
yang dianut oleh UUPA, dimana hukum adat dalam prilaku sosial masyarakat yang beragam.
dianggap terdapat kekurangan yang harus di- Hal ini sejalan dengan teori Semi-Autonomous
bersihkan dengan menggunakan kriteria hukum Social Field yang dikemukakan oleh Moore.
nasional.27 Realitas ini, oleh Achmad Sodiki dinamakan ter-
Dapat dipahami bila hukum adat ditem- jadi pengaruh pada dinamika internal dan eks-
patkan dibawah UU, ketika UUPA dirumuskan ternal hukum dalam masyarakat. Dalam kaitan
pada saat belum diberlakukannya amandemen tanah adat, B.F. Sihombing membagi dalam dua
UUD 1945. Kondisi ini tentunya sangat berbeda jenis, yakni hukum tanah adat yang terjadi
saat ini, karena bila diteliti dalam konstitusi, pada masa lampau dan hukum tanah adat yang
hukum adat beserta hak tradisional dipandang terjadi pada masa kini.29
sebagai hak konstitusional sekaligus sebagai hak
asasi manusia yang diatur dengan undang- 28
Ibid, hlm. 103
29
undang. Dengan demikian, maka sepantasnya Hukum Tanah Adat masa lampau ialah hak memiliki dan
menguasai sebidang tanah pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang. Serta pada zaman Indonesia
merdeka tahun 1945, tanpa bukti kepemilikan secara
26
Lihat dalam Kaimuddin Salle, “Hukum Adat Bagaikan otentik maupun tertulis, jadi hanya pengakuan. Adapun
Embun”, Jurnal de Jure, 2 (2) Mei 2006, hlm. 37 dan ciri-ciri hukum tanah masa lampau adalah tanah-tanah
Aan E. Widiarto, “Prospek Alternatif Penyelesaian yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dan atau
Sengketa (APS) dalam Perspektif Hukum Adat untuk sekelompok masyarakat adat yang memiliki dan
Menyelesaikan Konflik Pertanahan di Indonesia”, Arena menguasai serta menggarap, mengerjakan secara tetap
Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 22 (7) maupun berpindah-pindah dengan daerah, suku, dan
Maret 2004, hlm. 35 budaya hukumnya, kemudian secara turun temurun
27
Achmad Sodiki, “Politik Hukum Agraria, Univikasi masih berada di lokasi daerah tersebut, dan atau
ataukah Pluralisme Hukum”, Arena Hukum, Fakultas mempunyai tanda-tanda fisik berupa sawah, ladang,
Hukum Universitas Airlangga, 8 (3) Maret 1999, hlm. hutan, dan simbol-simbol berupa makam, patung,
103. rumah-rumah adat, dan dan bahasa daerah sesuai
94 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

Melalui kriteria dan fakta keberadaan pe- memenuhi kriteria yang terdapat dalam Per-
ngelolaan sumber daya alam tanah pada masya- aturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1999 ten-
rakat hukum adat Ternate, maka menurut pe- tang pedoman penyelesaian hak ulayat masya-
nulis ciri-ciri hak masyarakat hukum adat atas rakat hukum adat.
tanah adalah pertama, terdapat sumberdaya
alam (tanah, hutan, tambang, air) yang berada Penutup
dalam wilayah masyarakat hukum adat; kedua, Simpulan
dimiliki dan atau dikuasai oleh sekelompok Berdasarkan uraian yang dikemukakan di
orang atau individu; ketiga, dikerjakan secara atas, maka dalam tulisan ini dapat disimpulkan
tetap maupun berpindah-pindah dalam wilayah bahwa pertama, hak atas tanah masyarakat hu-
hukumnya; keempat, secara turun temurun kum adat saat ini masih banyak terdapat di
masih berada di lokasi daerah tersebut, atau seluruh wilayah Indonesia, walaupun dari satu
telah berpindah tangan atau dialihkan; kelima, masyarakat hukum adat yang satu dengan yang
mempunyai tanda-tanda fisik berupa sawah, lainnya terdapat perbedaan berdasarkan pada
ladang, hutan, dan simbol-simbol berupa ma- adat dan kebiasaan yang diyakni; kedua, per-
kam, patung, rumah-rumah adat, dan dan kembangan penguasaan hak atas tanah di Indo-
bahasa daerah; keenam, terdata institusi adat nesia mengalami pasang surut, kondisi ini sa-
yang mengatur penggunaan, dan pemanfaatan- ngat terkait dengan sistem dan konstalasi poli-
nya; ketujuh, memiliki norma yang disepakati tik yang berlaku pada saat itu; ketiga, terhadap
bersama oleh masyarakat hukum adat; dan hak masyarakat hukum adat di Maluku Utara,
kedelapan, mempunyai bukti pemilikan baik khususnya di Ternate, sampai saat ini masih
secara tertulis, maupun melalui pengakuan eksis, hal ini ditandai dengan adanya masyara-
oleh warga masyarakat. kat hukum adat yang selalui menjaga dan me-
Sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan, lestarikannya, terdapat regulasi atau norma
baik berdasarkan pada hukum tanah adat masa yang mengatur serta adanya wilayah yang men-
lampau maupun masa kini, pada masyarakat jadi tempat mencari nafkah dan penghidupan
hukum adat Ternate masih berlaku hukum adat sehari-hari. Walaupun demikian, kebijakan
yang mengatur tentang tanah, seperti yang pemerintah sampai saat ini belum memberikan
dikenal hak bersifat tetap aha kolano (tanah perlindungan terhadap keberadaan dan keber-
sultan), aha soa (tanah kampung) dan aha langsungannya.
cocatu (tanah individu), maupun hak bersifat
sementara seperti hak tolagami (hak buka Saran
lahan), hak safa (hak penandah tanah), hak Berdasarkan simpulan di atas, terdapat
rububanga (bongkar hutan) dan hak jurame beberapa rekomendasi dari penulis berupa per-
(kebun yang telah ditinggalkan), yang sampai tama, untuk memberikan perlindungan ter-
saat ini masih dipraktikkan dalam pengelolaan hadap masyarakat hukum adat beserta kearifan
sumberdaya tanah. Namun demikian, karena lokalnya, maka Pemerintah dan DPR perlu se-
berlakunya sangat tergantung pada hukum ne- gera merumuskan Undang-Undang sebagaimana
gara, maka hak-hak tersebut semakin hari ter- diamanatkan dalam pasal 18B ayat (2) Undang-
reduksi dan menyesuaikan diri dengan perkem- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
bangan masyarakat, akibat dari politik hukum 1945; Kedua, sambil menunggu ditetapkannya
agraria nasional. Bahkan hak-hak tersebut tidak Undang-Undang yang mengatur kesatuan ma-
mendapat perlindungan layak baik pada saat syarakat hukum adat beserta hak tradisional-
berhadapan dengan kasus konkrit, maupun nya, pada tataran lokal dengan kewenangan
dalam produk hukum negara, walaupun telah otonomi daerah Pemerintah Daerah dan DPRD
perlu merumuskan dan membentuk Peraturan
Daerah yang dapat menjamin perlindungan
dengan daerah yang ada di Negara Republik Indonesia.
B.F. Sihombing, op cit, hlm. 67 terhadap hak masyarakat hukum adat; Ketiga,
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 95

pemerintah perlu melakukan inventarisasi


hukum adat dan hak tradisional yang masih
ada saat ini sebagai bahan pembentukan hukum
kedepan.

Anda mungkin juga menyukai