Tujuan Pedoman
Pedoman ini bertujuan untuk meningkatkan pengobatan pasien dengan
mengoptimalkan diagnosis dan dampak infeksi akibat creeping disease (cutaneous
larva migrans) dan untuk meningkatkan kesadaran di antara dokter tentang pilihan
pengobatan saat ini.
Metode
Pedoman S1, pencarian literatur non-sistematis, proses konsensus menggunakan
surat edaran.
Pendahuluan
Cutaneous larva migrans adalah infeksi kulit dengan tampilan klinis khas
yang disebabkan oleh penetrasi aktif dan selanjutnya migrasi epidermal oleh larva
nematoda. Gambaran klinis yang khas disebabkan oleh larva cacing tambang,
biasanya Ancylostoma braziliense tetapi kadang-kadang jenis cacing tambang tipe
canine atau feline lainnya. Larva cacing tambang yang bersifat patogen terhadap
hewan tidak dapat bereproduksi pada manusia.
Cutaneous larva migrans kulit harus dibedakan dari larva currens. Yang
terakhir ini disebabkan oleh larva Strongyloides stercoralis dan biasanya terjadi
pada tubuh atau bokong. Migrasi kurang reguler dan menghasilkan lintasan yang
luas dan tidak berbatas tegas pada ekstremitas (berkembang hingga 5 cm per jam,
karenanya disebut larva currens) dan biasanya menghilang dengan cepat. Pedoman
ini tidak membahas larva currens. Cutaneous larva migrans juga harus dibedakan
dari gejala "creeping eruption" yang merupakan pembengkakan subkutan
2
bermigrasi dengan kemerahan dan urtikaria pada kulit di atasnya. Hal ini terjadi,
misalnya, pada gnathostomiasis, paragonimiasis kulit (infeksi Paragonimus), dan
fascioliasis (gagal hati infeksius oleh Fasciola hepatica). Gejala migrasi serupa
juga dapat terjadi pada myiasis (migratory myiasis) yang disebabkan oleh larva
lalat.
Patogen
Pada cutaneous larva migrans akibat larva nematoda yang bersifat patogen
terhadap hewan (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, atau Uncinaria
stenocephala), infeksi tetap terbatas pada kulit. Larva menembus epidermis intak
(misalnya, kaki, bokong, atau area lain yang terpapar), dapat melalui folikel rambut
atau kelenjar keringat, sebelum memasuki epidermis tempat mereka menghasilkan
jalur berkelok yang khas. Mereka tidak menembus membran basalis. Kecepatan
migrasi tergantung pada spesies, tetapi umumnya kecepatan tidak melebihi satu
sentimeter per hari. Lesi pruritus merupakan ekspresi respon imun terhadap larva
dan produknya. Parasit ini menyerang terutama pada anjing dan kucing. Infeksi
pada manusia secara tidak disengaja, dan larva akan mati setelah hanya beberapa
minggu.
Epidemiologi
Cutaneous larva migrans tersebar luas di tempat-tempat yang hangat dan
berpasir (terutama pantai) di Amerika Selatan, Afrika, Karibia, Asia Tenggara,
Amerika Serikat bagian selatan, dan di wilayah Mediterania [1].
Prevalensi tinggi di daerah dengan iklim hangat dan lembab di mana orang
berjalan dengan kaki telanjang dan bersentuhan dengan kotoran hewan. Di Jerman,
penyakit ini biasanya dijumpai pada pasien yang telah berlibur di daerah dengan
pantai di mana terdapat hewan yang terinfeksi dan berkeliaran. Analisis oleh
jaringan pengamatan internasional tentang penyakit pada wisatawan dan migran
menunjukkan bahwa cutaneous larva migrans merupakan salah satu penyakit kulit
yang paling sering diimpor. Sebuah studi di seluruh dunia menemukan cutaneous
larva migrans membentuk 10% dari diagnosis dermatologis pada wisatawan yang
3
kembali [2]. Analisis dari pusat individu juga melaporkan bahwa Cutaneous larva
migrans merupakan salah satu diagnosis yang paling umum (misalnya, di Perancis
[3] dan Spanyol [4]).
Terapi
Di Jerman dan negara-negara lain, selama bertahun-tahun pengobatan yang
disarankan adalah thiabendazole topikal dalam basis lipofilik [8]. Meskipun hampir
tidak ada penelitian, diyakini memiliki spektrum terapi yang luas. Thiabendazole
belum disetujui untuk digunakan di Jerman sejak tahun 1988, juga tidak tersedia
dalam bentuk murni sebagai obat tingkat farmasi.
Penilaian Keefektifan
Hanya terdapat beberapa studi prospektif acak komparatif tentang
efektivitas obat. Pemberian ivermectin tunggal (n = 10 pasien) ditunjukkan dalam
satu studi acak komparatif lebih efektif daripada 400 mg albendazole (n = 11
pasien) [16]. Dibandingkan dengan albendazole, ivermectin ditunjukkan dalam
penelitian prospektif pada strongyloidiasis (yaitu, penyakit yang disebabkan oleh
jenis cacing terkait) bahwa dosis tunggal lebih efektif daripada regimen 7 hari 800
mg albendazole [17].
Selain studi komparatif, terdapat sejumlah analisis retrospektif sebagian
pada obat individu.
8
pengetahuan bahwa larva sering bermigrasi beberapa sentimeter lebih jauh daripada
inflamasi.
Validitas
Pedoman ini berlaku hingga April 2017. Kebutuhan akan pembaruan akan
diputuskan oleh penulis. Tanggal dibuat: Mei 2013.
10
DAFTAR PUSTAKA
13. Meinking TL, Taplin D, Hermida JL et al. The treatment of sca-bies with
ivermectin. N Engl J Med 1995; 333: 26–30.
14. Eskazole® Tabletten. Rote Liste 2012. Frankfurt/Main: Rote Liste Service GmbH,
2012: 387.
15. Caumes E. Efficacy of albendazole ointment on cutaneous larva migrans in 2 young
children. Clin Infect Dis 2004; 38: 1647–8.
16. Caumes E, Carriere J, Datry A et al. A randomized trial of ivermectin versus
albendazole for the treatment of cutaneous larva migrans. Am J Trop Med Hyg
1993; 49: 641–4.
17. Suputtamongkol Y, Kungpanichkul N, Silpasakorn S, Beech-ing NJ. Efficacy and
safety of a single-dose veterinary prepa-ration of ivermectin versus 7-day high-dose
albendazole for chronic strongyloidiasis. Int J Antimicrob Agents 2008; 31: 46–9.
18. Caumes E, Datry A, Paris L et al. Efficacy of ivermectin in the therapy of cutaneous
larva migrans. Arch Dermatol 1992; 128: 994–5.
19. Louis FJ, deQuincenet G, Louis JP. Value of single-dose ivermectin in the treatment
of cutaneous larva migrans syn-drome. Presse Med 1992; 21: 1483.
20. Bouchaud O, Houze S, Schiemann R et al. Cutaneous larva migrans in travelers: a
prospective study, with assessment of therapy with ivermectin. Clin Infect Dis
2000; 31: 493–8.
21. Vanhaecke C, Perignon A, Monsel G et al. The efficacy of single dose ivermectin
in the treatment of hookworm related cutaneous larva migrans varies depending on
the clinical -presentation. J Eur Acad Dermatol Venereol 2013 Feb 1; doi:
10.1111/jdv.12097. [Epub ahead of print].
22. Schuster A, Lesshafft H, Reichert F et al. Hookworm-related cutaneous larva
migrans in Northern Brazil: Resolution of clinical pathology after a single dose of
ivermectin. Clin Infect Dis 2013; 57 (8): 1155–7.
23. Veraldi S, Bottini S, Rizzitelli G, Persico MC. One-week ther-apy with oral
albendazole in hookworm-related cutaneous larva migrans: a retrospective study on
78 patients. J Dermato-log Treat 2012; 23: 189–91.
12