Pembimbing :
Dr.dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI
1.5 Resistensi
Sejak penisilin mulai digunakan, jenis mikroba yang tadinya sensitif makin
banyak yang menjadi resisten.
Mekanisme resistensi terhadap penisilin ialah:
(1) Pembentukan enzim betalaktamase misalnya pada kuman S. aureus, H. influenzae,
gonokokus dan berbagai batang Gram-negatif. Dewasa ini dikenal lebih dari 50
jenis betalaktamase. Pada umumnya kuman Gram-positif mensekresi betalaktamase
ekstraselular dalam jumlah relatif besar. Kuman Gram-negatif hanya sedikit mense-
kresi keluar betalaktamase tetapi tempatnya strategis, yaitu di rongga periplasmik
di antara membran sitoplasma dan dinding sel kuman. Kebanyakan jenis
betalaktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetik oleh plasmid;
(2) Enzim autolisin kuman tidak bekerja sehingga timbul sifat toleran kuman
terhadap obat;
(3) Kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma);
(4) Perubahan PBP atau obat tidak dapat mencapai PBP.
Enzim penisilinase, selain bersifat konstitutif pada mikroba tertentu, dapat pula
dirangsang pembentukannya justru dengan penggunaan penisilin yang pada dasarnya
merupakan substrat yang sukar dirusak oleh enzim tersebut, misalnya oksasilin,
nafisilin dan metisilin.
1.6 FARMAKOKINETIK
ABSORPSI. Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2). Cairan
lambung dengan pH 4 tidak terlalu merusak penisilin. Bila dibandingkan dengan dosis
oral terhadap IM, maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis
penisilin G oral haruslah 4 sampai 5 kali lebih besar daripada dosis IM. Oleh karena
itu penisilin G tidak dianjurkan untuk diberikan oral.
Larutan garam Na-penisilin G 300.000 IU (=180 mg) yang disuntikkan IM, cepat
sekali diabsorpsi dan menghasilkan kadar puncak dalam plasma setinggi 8 IU (= 4,8
µg)/mL dalam waktu 15 sampai 30 menit. Untuk memperlambat absorpsinya, peni-
silin G dapat diberikan dalam bentuk repositori, umpamanya penisilin G benzatin,
penisilin G prokain sebagai suspensi dalam air atau minyak.
Penisilin tahan asam pada umumnya dapat menghasilkan kadar obat yang
dikehendaki dalam plasma dengan penyesuaian dosis oral yang tidak terlalu ber-
variasi, walaupun beberapa penisilin oral diabsorpsi dalam proporsi yang cukup kecil.
Adanya makanan akan menghambat absorpsi; tetapi beberapa di antaranya dihambat
secara tidak bermakna. Penisilin V walaupun relatif tahan asam, 30% mengalami
pemecahan di saluran cerna bagian atas, sehingga tidak sempat diabsorpsi.
Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorpsi pada pemberian oral
dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan
dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relatif lebih besar.
Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik daripada penisilin V atau fenetisilin.
Adanya makanan dalam saluran cerna akan menghambat absorpsi obat. Perbedaan
absorpsi ampisilin bentuk trihidrat dan bentuk anhidrat tidak memberikan perbedaan
bermakna dalam penggunaan di klinik.
Absorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan
dosis oral yang sama, amoksilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira
2 kali lebih tinggi daripada yang dicapai oleh ampisilin, sedang masa paruh eliminasi
kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisilin terhambat oleh adanya makanan
di lambung, sedang amoksisilin tidak.
Metisilin tidak diberikan per oral sebab cepat dirusak oleh asam lambung dan ab-
sorpsinya buruk. Karbenisilin tidak diabsorpsi di saluran cerna. Pada pemberian 1 g
IM, kadar puncak karbenisilin dalam plasma mencapai 15 sampai 20 µg/mL dalam
0,5 sampai 2 jam. Aktivitasnya hilang sekitar 6 jam sesudah pemberian. Waktu paruh
eliminasi pada individu dengan fungsi ginjal normal, sekitar 1 jam dan dapat me-
manjang hingga 2 jam bila ada kelainan fungsi hati. Sekitar 50% obat ini terikat pada
protein plasma.
Tikarsilin, suatu bentuk ester lain dari karbenisilin, tidak stabil pada pH asam
sehingga harus diberikan parenteral. Sulbenesilin, azlosilin, mezlosilin dan piperasilin
juga diberikan parenteral.
DISTRIBUSI. Penisilin G didistribusi luas dalam tubuh. Kadar obat yang memadai
dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe dan semen, tetapi dalam CSS
sukar dicapai. Bila meningen dalam keadaan normal, sukar sekali dicapai kadar 0,5
IU/mL dalam CSS walaupun kadar plasmanya 50 IU/mL. Adanya radang meningen
lebih memudahkan penetrasi penisilin G ke CSS tetapi tercapai tidaknya kadar efektif
tetap sukar diramalkan. Pemberian intratekal jarang dikerjakan karena risiko yang
lebih tinggi dan efektivitasnya tidak lebih memuaskan.
Distribusi fenoksimetil penisilin, penisilin isoksazolil dan metisilin pada umum-
nya sama dengan penisilin G. Dengan dosis yang sama, kadar puncak dalam serum
tertinggi dicapai oleh diklosasilin, sedangkan kadar tertinggi obat bebas dalam serum
dicapai oleh flukloksasilin. Perbedaan nyata terlihat antara lain adalah dalam hal peng-
ikatan oleh protein plasma. Penisilin isoksazolil memiliki angka ikatan protein
tertinggi (Tabel 42-2). Dengan dosis yang sama, dikloksasilin oral maupun IV meng-
hasilkan kadar dalam darah lebih tinggi daripada oksasilin ataupun kloksasilin karena
adanya perbedaan distribusi dan eliminasi. Ampisilin juga didistribusi luas di dalam
tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma hanya 20%. Ampisilin yang masuk ke
dalam empedu mengalami sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi bersama tinja
jumlahnya cukup tinggi. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar yang efektif pada ke-
adaan peradangan meningen. Pada bronkitis, atau pneumonia, ampisilin disekresi ke
dalam sputum sekitar 10% kadar serum. Bila diberikan sesaat sebelum persalinan,
dalam satu jam kadar obat dalam darah fetus menyamai kadar obat dalam darah ibu-
nya. Pada bayi prematur dan neonatus, pemberian ampisilin menghasilkan kadar
dalam darah yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah.
Distribusi amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin. Karbenisilin pada
umumnya memperlihatkan sifat distribusi yang sama dengan penisilin lainnya
termasuk distribusi ke dalam empedu, dan dapat mencapai CSS pada meningitis.
Faringitis dan skarlatina. Terapi dengan penisilin G adalah yang terbaik untuk
penyakit ini khususnya untuk mencegah timbulnya demam rematik. Tetapi penisilin V
oral cukup efektif bila diberikan 500 mg tiap 6 jam selama 10 hari. Faringitis
supuratif sebaiknya diberi 0,6 juta unit penisilin G prokain setiap hari selama 10 hari,
atau 1,2 juta unit penisilin G benzatin IM untuk satu kali. Anak di bawah 5 tahun diberi
setengah dosis tersebut. Pada pasien kelompok pediatrik dianjurkan pemberian 0,9
juta unit penisilin G benzatin dengan 0,3 juta unit penisilin G prokain untuk satu kali
pemberian, sedangkan untuk dewasa cukup digunakan suntikan tunggal IM penisilin
G benzatin 1,2 juta unit. Agar kadar efektif dalam darah tercapai dengan cepat, dapat
dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian penisilin yang larut dalam air sebanyak
0,3 juta unit IM.
Meningitis. Dosis penisilin G untuk dewasa adalah 2-3 juta unit setiap 6 jam,
diberikan secara IV selama tidak kurang dari 2 minggu.
Pneumonia. Infeksi paru ini diobati sama dengan cara terapi meningitis oleh
streptokokus. Terapi dini diperlukan untuk mencegah komplikasi, misalnya empiema.
Empiema yang sudah ada sewaktu terapi dimulai, diobati seperti empiema oleh pneumo-
kokus.
Otitis media akut dan mastoiditis terutama yang bersifat purulenta sebaiknya
diberi penisilin parenteral. Bila terpaksa diberikan penisilin V per oral, maka dosisnya
adalah 0,4 juta unit setiap 6 jam, selama 2 minggu. Untuk anak-anak diberikan dosis
yang sama tetapi dengan frekuensi 3-4 jam sekali karena ekskresi penisilin lebih cepat
berlangsung pada kelompok umur ini. Ampisilin per oral cukup efektif pada otitis
media akut. Mastoiditis harus diberi penisilin G IM sebanyak 0,5 juta unit setiap 3-4
jam selama 2 minggu untuk mencegah komplikasi intrakranial yang sifatnya lebih
berat lagi. Untuk orang dewasa diberikan 1-2 juta unit penisilin IM setiap 6 jam
selama 2 minggu.
Endokarditis. Infeksi yang sifatnya akut oleh S. pyogenes, tadinya bersifat fatal.
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan penisilin memberikan hasil yang
memuaskan pada 50-75% kasus. Sediaan yang terpilih adalah penisilin G IV sebanyak 3-
5 juta unit setiap 6 jam selama 4 minggu. Terapi dini diperlukan untuk mencegah
kerusakan katup jantung serta gagal jantung berat.
Endokarditis subakut yang disebabkan oleh streptokokus lain, di antaranya S.
viridans, memerlukan uji sensitivitas terhadap penisilin lebih dahulu, sebab banyak di
antara penyebabnya yang resisten terhadap obat ini. Dengan adanya kemoterapi dan
perawatan yang baik, angka kematian oleh endokarditis subakut yang tadinya
mendekati 100%, telah turun mendekati 5%.
Bila etiologinya S. viridans yang sensitif terhadap penisilin, maka terapinya
penisilin G prokain 1,2 juta unit IV setiap 6 jam yang diberikan selama paling sedikit 2
minggu. Alternatif yang lebih sederhana adalah penisilin V 600-750 mg per oral
setiap 4 jam, ditambah streptomisin 0,5-1 g IM setiap 12 jam, dan terapi ini diberikan
selama 2 minggu. Bila diperlukan dapat diberikan penisilin IV untuk hari-hari pertama.
Endokarditis oleh enterokokus dapat diobati dengan penisilin G 3-5 juta unit IV
setiap 6 jam, ditambah streptomisin 0,5-1 g IM setiap 12 jam
INFEKSI STAFILOKOKUS. Pada waktu penisilin G mulai digunakan, hasil
terapi terhadap stafilokokus sangat memuaskan. Setelah itu kegagalan terapi terus
meningkat karena meningkatnya jumlah turunan stafilokokus penghasil penisilinase.
Populasi stafilokokus (baik dari dalam maupun luar rumah sakit) yang resisten
terhadap penisilin G kini telah melampaui 90%. Karena itu infeksi stafilokokus
seyogyanya diobati dengan penisilin isoksazolil, misalnya kloksasilin, dikloksasilin, dll.
INFEKSI KOKUS GRAM-NEGATIF
SIFILIS Penisilin G merupakan obat yang sangat efektif, aman dan murah untuk
sifilis. Cara penggunaannya sangat sederhana, penyembuhan mudah dan cepat. Untuk
mengendalikan penyakit sifilis, khususnya dengan penisilin G, terdapat beberapa
regimen terapi.
Tindakan profilaksis setelah kontak dengan pasien sifilis sama dengan tindakan
terhadap gonore akut; yaitu dengan pemberian penisilin G prokain 2,4 juta unit.
Penisilin G benzatin juga efektif
INFEKSI BATANG GRAM-POSITIF
LISTERIA. Penisilin G parenteral dengan dosis 15-20 juta unit sehari di-
berikan sedikitnya 2 minggu pada meningitis, dan 4 minggu pada endokarditis. Dosis
setinggi ini khususnya diperlukan untuk neonatus dan individu dengan defisiensi
imunologik, dan terapi perlu sedini mungkin. Ampisilin juga cukup efektif.
Penambahan streptomisin dapat meningkatkan efektivitas.
2.1 Pendahuluan
sefotaksim
moksalaktam
seftizoksim
seftriakson
sefoperazon
N C
⏐⏐
⎯CH2N+
seftazidim N
S
H2 N
OC(CH3)2COOH
Generasi keempat
N C H3 C
sefepim ⏐⏐ +
S N N
⎯ CH2
H2 N
OCH
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip
dengan reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu
anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya
terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan
atau sedang kemungkinannya kecil. Dengan demikian pada pasien dengan pasien alergi
penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosporin atau kalau sangat
diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Reaksi coombs sering timbul
pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi. Depresi sumsum tulang terutama
granulositopenia dapat timbul meskipun jarang.
Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan
dengan aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian
sefaloridin 4 g/hari (obat ini tidak beredar di Indonesia). Sefalosporin lain pada dosis
terapi jauh kurang toksik dibandingkan dengan sefaloridin. Kombinasi sefalosporin
dengan gentamisin atau tobramisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas.
Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya
terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Pemberian
sefamandol, moksalaktam dan sefoperazon bersama dengan minuman beralkohol
dapat menimbulkan reaksi seperti yang ditimbulkan oleh disulfiram. Selain itu dapat
terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan/atau disfungsi trombosit,
khususnya pada pemberian moksalaktam.
2.5 Indikasi Klinik
Sefalosporin generasi I sangat baik untuk mengatasi infeksi kulit dan jaringan
lunak oleh S. aureus dan S. pyogenes. Pada tindakan bedah untuk mencegah kontami-
nasi bakteri yang berasal dari flora kulit, pemberian dosis tunggal sefazolin sesaat se-
belum tindakan dilakukan merupakan terapi profilaksis dengan hasil yang baik. Obat
ini juga sangat efektif untuk mengatasi infeksi oleh K. pneumoniae. Perlu mendapat
perhatian bahwa SG I tidak dianjurkan untuk mengatasi infeksi sistemik yang berat.
Sefalosporin generasi II umumnya sudah digeser oleh SG III untuk mengatasi
berbagai infeksi. Sefoksitin dan sefotetan memberikan hasil yang baik untuk meng-
atasi berbagai infeksi yang melibatkan bakteri Gram-negatif dan anerob (misalnya: B.
fragilis), seperti pada infeksi intra-abdominal, penyakit radang pelvis dan pada diabetic
foot.
Sefalosporin generasi III tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida
merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter,
Proteus, Provedencia, Serratia dan Haemophilus spesies. Seftriakson dewasa ini me-
rupakan obat pilihan untuk semua bentuk gonore dan infeksi berat penyakit Lyme.
Sebagai bagian dari 3 kombinasi dengan vankomisin dan ampisilin, sefotaksim atau
seftriakson digunakan untuk pengobatan meningitis pada dewasa dan anak usia lebih
dari 3 bulan (sampai penyebab infeksi diidentifikasi). Ketiga kombinasi ini merupakan
obat pilihan untuk meningitis oleh H. influenzae, S. pneumoniae yang sensitif, N.
meningitides dan bakteri enterik Gram-negatif. Seftazidim dalam kombinasi dengan
aminoglikosida merupakan obat pilihan untuk meningitis oleh P. aeruginosa. Untuk
pengobatan pneumonia yang didapat dari masyarakat misalnya oleh pneumococcus
atau S. aureus, sefotaksim dan seftriakson sangat efektif.
Sefalosporin generasi IV diindikasikan untuk terapi empirik infeksi nosokomial
yang diantisipasi disebabkan oleh bakteri yang memproduksi betalaktamase dengan
spektrum diperluas (extended spectrum betalactamase, ESBL) atau menginduksi
betalaktamase-kromosomal. Misalnya terhadap isolat nosokomial Enterobacter,
Citrobacter dan Serratia spp, sefepim lebih superior dibandingkan dengan seftazidim
dan piperasilin.
3. Antibiotik Beta Laktam Lainnya
3.1 Karbapenem
3.1.1 Pendahuluan
Karbapenem merupakan betalaktam yang struktur kimianya berbeda dengan
penisilin dan sefalosporin. Golongan obat ini mempunyai spektrum aktivitas yang
lebih luas.
3.1.a. Imipenem
Obat ini dipasarkan dalam kombinasi dengan silastatin agar imipenem tidak
didegradasi oleh enzim dipeptidase di tubuli ginjal.
Imipenem, suatu turunan tienamisin, merupakan karbapenem pertama yang
digunakan dalam pengobatan. Tienamisin diproduksi oleh Streptomyces cattleya.
Imipenem mengandung cincin betalaktam dan cincin lima segi tanpa atom sulfur.
Oleh enzim dehidropeptidase yang terdapat pada brush border tubuli ginjal, obat ini
dimetabolisme menjadi metabolit yang nefrotoksik. Hanya sedikit yang terdeteksi
dalam bentuk asal di urin.
Silastatin, penghambat dehidropeptidase-1, tidak beraktivitas antibakteri. Bila
diberikan bersama imipenem dalam perbandingan sama, silastatin akan meningkatkan
kadar imipenem aktif dalam urin dan mencegah efek toksiknya terhadap ginjal.
3.1.a2. Mekanisme Kerja dan Spektrum Antibakteri
3.1.a3. Indikasi
3.1.a4. Farmakokinetik
+
H3 N
3 4
2 1
–
O SO3
Struktur Aztreonam
Aztreonam harus diberikan secara IM atau IV, karena tidak diabsorpsi melalui
saluran cerna.
Kadar puncak dalam serum darah pada pemberian 1 g IM dalam waktu 60 menit
mencapai 46 µg/mL dan pada pemberian bolus IV 125 µg/mL. Pemberian 1 g
aztreonam secara infus selama 30 menit, mencapai kadar puncak dalam darah 90
sampai 164 µg/mL. Sekitar 56% aztreonam dalam, darah terikat pada protein plasma.
Obat ini didistribusi luas ke dalam berbagai jaringan dan cairan tubuh yaitu sinovial,
pleural, perikardial, peritoneal, cairan lepuh, sekresi bronkus, tulang, empedu hati,
paru-paru, ginjal, otot, endometrium dan usus. Kadar dalam urin tinggi. Selain itu kadar
dalam prostat yang tidak meradang dapat mencapai sekitar 8 µg/g jaringan dalam
waktu 1 sampai 3 jam sesudah pemberian IM. Kadar tersebut jauh lebih tinggi dari
KHM Enterobacteriaceae pada umumnya. Pada meningitis kadar yang dapat dicapai
di CSS sekitar 5 sampai 10 kali lebih tinggi dari KHM Enterobacteriaceae. Penetrasi
ke dalam CSS bila tidak ada meningitis hanya mencapai kadar sekitar ¼ kali bila
dibandingkan dengan pada meningitis. Ekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubulus ginjal dalam bentuk utuh, yaitu sekitar 70% dosis yang diberikan.
Probenesid memperlambat ekskresinya. Sekitar 7% obat dimetabolisme dan meta-
bolitnya kemudian diekskresi melalui urin. Hanya 1% yang diekskresi melalui tinja
dalam bentuk utuh. Pada orang dewasa waktu paruh aztreonam mencapai 1,7 jam (1,6
sampai 2,1 jam), pada neonatus jauh lebih lama. Pada pasien dengan ganggguan
fungsi ginjal perlu penyesuaian dosis aztreonam, karena waktu paruh eliminasi me-
manjang, bahkan pada gagal ginjal waktu paruh eliminasinya dapat mencapai 6 jam.
Pada pasien yang mengalami hemodialisis perlu diberi dosis suplemen. Pada sirosis
hepatis penggunaan jangka panjang perlu penyesuaian dosis, karena dalam keadaan
ini klirens total menurun 20% sampai 25%.
3.2.a3 Indikasi
3.3.1 Pendahuluan
Penghambat betalaktamase yang telah lama digunakan dalam pengobatan
ialah asam klavulanat, sulbaktam dan tazobaktam. Penghambat tersebut tidak
memperlihatkan aktivitas antibakteri, sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat
tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan antibiotik
betalaktam, penghambat ini akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotik
pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim tersebut dan dapat menghambat
sintesis dinding sel bakteri yang dituju.
Sifat ikatan betalaktamase dengan penghambatnya ini umumnya menetap,
penghambatnya seringkali bekerja sebagai suatu suicide inhibitor, karena ikut hancur
di dalam betalaktamase yang diikatnya.
3.3.a Asam Klavulanat, Sulbaktam
Obat ini diisolasi dari jamur S. clavuligerus. Sulbaktam, suatu sulfon asam
penisilinat, merupakan derivat sintesis 6-aminopenisilinat. Kedua inhibitor ini meng-
hambat eksoenzim stafilokok yang diperantarai plasmid dan betalaktamase
Richmond dan Sykes Tipe II, III, IV, V dan VI; di antaranya termasuk enzim TEM-I
(Tipe III) yang dihasilkan oleh H. influenzae, N. gonorrhoeae, E. coli, Salmonella dan
Shigella. Selain itu juga betalaktamase yang diperantarai plasmid lain yang dihasilkan
oleh bakteri Gram-negatif tertentu dan enzim yang diperantarai kromosom yang
dihasilkan oleh Klebsiella (Tipe IV), B. fragillis dan Legionella. Betalaktamase yang
diperantarai kromosom, Richmond dan Sykes Tipe I yang dihasilkan oleh Enterobacter,
Serratia, Morganella, Citrobacter, Pseudomonas dan Acinetobacter umumnya resisten
terhadap asam klavulanat dan sulbaktam. Contoh sediaan kombinasi tetap yang
tersedia untuk pengobatan ialah a.l.: Amoksisilin / kalium klavulanat, ampisilin / sul-
baktam tikarsilin / alium klavulanat, dan piperasilin / tazobaktam.
R=—N N
Kedua komponen obat kombinasi ini profil farmakokinetiknya mirip dan tidak
saling menghambat. Absorpsi kalium klavulanat tidak dipengaruhi oleh makanan, susu
atau antasid. Obat ini tidak tahan terhadap suasana asam. Pada sukarelawan sehat,
pemberian per oral 125 mg, kadar klavulanat (KV) bersama amoksisilin 500 mg, kadar
tertinggi rata-rata KV dalam darah akan mencapai 3,5-3,9 µg/mL dalam satu sampai dua
jam setelah pemberian. Sekitar 30% KV terikat pada protein plasma, sisanya didistribusi
terutama ke dalam cairan ekstrasel. Kadar KV yang cukup terdapat pada empedu,
cairan pleura dan peritoneal dan cairan telinga tengah. Kadar plasma dalam cairan otak
rendah, bila tidak ada peradangan meningen. Pada dosis tinggi kadar dalam sputum
cukup tinggi. Kadar KV di dalam cairan amnion dan tali pusat mencapai sekitar 50%
dari kadar dalam darah ibu.
Ekskresi KV terutama melalui ginjal, tetapi probenesid tidak mempengaruhi klirens
ginjal obat tersebut. Setelah 6 jam pemberian, sekitar 25% sampai 40% obat ini
terdapat di dalam urin dalam bentuk asal. Waktu paruh eliminasinya sekitar 1 jam.
Waktu paruh ini memanjang bila ada gangguan fungsi ginjal. Penyesuaian dosis KV
dibuat bersama dengan penyesuaian dosis amoksisilin.
3.3.b3 Indikasi
3.3.c1. Pendahuluan
In vitro ampisilin (AP) aktif terhadap berbagai kuman Gram-positif dan Gram-
negatif dan beberapa jenis kuman anaerob. Kombinasi dengan sulbaktam (SB) tidak
mengubah aktivitas AP, tetapi memperluas spektrumnya mencakup kuman penghasil
betalaktamase yang intrinsik termasuk galur peka terhadap AP dan kuman anaerob
termasuk B. fragilis.
3.4.a1 Indikasi
3.4.a2 Farmakokinetik
Piperasilin adalah suatu penisilin berspektrum luas yang mencakup aerob Gram-
positif. Enterobateriaceae, kuman Gram-negatif, dan kuman anaerob. Tazobaktam
melindungi piperasilin dari hidrolisis oleh berbagai betalaktamase. Piperasilin dan
tazobaktam dibuat dalam kombinasi tetap dengan rasio berat 8:1. Sekitar 50-60% obat
diekskresi melalui ginjal, dan sisanya melalui empedu. Dosis harus dikurangi pada
pasien insufisiensi ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 40 mL/menit.
Kuman-kuman yang peka terhadap obat ini antara lain S. pyogenes, S. agalactiae,
E. coli, Klebsiella, E. aerogenes, H. influenzae, M. Catarrhalis, Y. enterocolitica, B.
fragilis, Bacterioides sp dan C. perfrianges
Obat ini diindikasikan untuk infeksi intraabdominal, infeksi pelvis pada wanita,
infeksi kulit dan jaringan lunak, community acquired pneumonia, dan pneumonia
nosokomial yang disebabkan oleh kuman-kuman yang peka.
Dosis lazim piperasilin/tazobaktam ialah 2 g/0,25 g tiap 8 jam. Dosis ini biasanya
ditingkatkan menjadi 4 g/0,5 g tiap 8 jam untuk infeksi yang lebih berat. Obat ini
tersedia dalam vial yang mengandung 2 g/0,25 mg dan 4 g/0,5 g. Untuk kuman P.
aeruginosa, kombinasi ini diberikan bersama aminoglikosida.
Efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat ini ialah keluhan
saluran cerna (mual, diare), reaksi kulit, dan hipokalemia ringan.
Daftar Pustaka