Anda di halaman 1dari 25

CLINICAL SCIENCE SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218020


**Pembimbing/ dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD

POLYMYALGIA RHEUMATICA

Oleh : Dhafir Khallaf


Pembimbing: dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

POLYMYALGIA RHEUMATICA
Oleh
Dhafir Khallaf (G1A218020)
Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
Program Studi Profesi Dokter Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Mei 2019

Pembimbing

dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan clinical science
session ini dengan judul “POLYMYALGIA RHEUMATICA ” Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Iin Dwiyanti, Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga
laporan clinical science session ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian clinical science session ini.
Penulis menyadari bahwa refrat ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya clinical science session ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Juni 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Polymyalgia Rheumatica (PMR) adalah penyakit radang yang relatif umum


terjadi pada pasien berusia di atas 50 tahun. Rata-rata, pasien berusia di atas 70 tahun
saat onset penyakit. Ciri khas dari polymyalgia rheumatica adalah nyeri pada bahu dan
pinggul dengan kekakuan yang terjadi setidaknya satu jam. Penanda peradangan,
termasuk tingkat sedimentasi eritrosit dan protein reaktif C, hampir selalu meningkat
pada onset penyakit.1

Menyerupai polymyalgia rheumatica termasuk keganasan, infeksi, penyakit


tulang metabolik, dan gangguan endokrin. Arteritis sel raksasa (Giant cell arteritis /
GCA) terlihat pada setidaknya 30% pasien, dan gejala dan tanda-tanda termasuk sakit
kepala baru, nyeri kepala, nyeri rahang saat mengunyah, dan gangguan penglihatan
(yang harus dievaluasi dengan biopsi arteri temporal).1

PMR terjadi 3 hingga 10 kali lebih sering daripada GCA. Pada 2008,
diperkirakan 711.000 penduduk AS memiliki PMR dan 228.000 memiliki GCA.
Kejadian PMR tertinggi terjadi pada orang-orang keturunan Eropa utara, berkisar antara
41 hingga 113 kasus per 100.000 di antara orang-orang berusia 50 tahun ke atas. Di
Amerika Serikat, GCA adalah vaskulitis primer yang paling sering dengan kejadian 18
per 100 000. Wanita memiliki risiko seumur hidup lebih tinggi untuk PMR (2,4%) dan
GCA (1,0%) daripada pria (1,7% untuk PMR dan 0,5% untuk GCA ).2

Polymyalgia rheumatica diobati dengan glukokortikosteroid dengan dosis awal


prednison 15 mg per hari, dan gejalanya akan membaik secara dramatis. Efek samping
terkait obat termasuk diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan osteoporosis. Efek
samping ini harus dipantau dan langkah-langkah harus diambil untuk mencegah dan
mengelolanya. Glukokortikosteroid mungkin memiliki efek samping yang serius.1
Ulasan ini membahas pemahaman terkini tentang diagnosis dan
penatalaksanaan polymyalgia rheumatica.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Polymyalgia Rheumatica

Polymyalgia rheumatica adalah penyakit inflamatori rematik yang paling umum


pada orang tua, dan merupakan indikasi umum untuk perawatan jangka panjang pada
pasien. Meskipun gejalanya sangat khas, beberapa gangguan autoimun, infeksi,
endokrin, dan ganas dapat muncul dengan gejala yang sama. Perjalanan penyakitnya
heterogen dan tidak dapat diprediksi, dan arteritis sel raksasa terlihat pada sekitar 30%
pasien1

Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah gangguan muskuloskeletal inflamasi,


dengan risiko seumur hidup 2,4% untuk wanita dan 1,7% untuk pria. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi studi ultrasonografi dan magnetic resonance imaging (MRI)
mengungkapkan peradangan ekstra-kapsul, seperti bursitis, di samping sinovitis.3

2.2 Hubungan PMR dengan Arteritis sel raksasa

Terdapat hubungan yang terkenal antara PMR dan Arteritis sel raksasa atau
giant cell arteritis (GCA). Banyak pasien dengan GCA juga memiliki gejala polimialgia
dan beberapa pasien dengan PMR kemudian mengalami GCA. Subset dari pasien
dengan PMR mungkin memiliki GCA subklinis. Terdapat beberapa diskusi mengenai
apakah PMR dan GCA adalah entitas penyakit yang terpisah atau dua kondisi pada satu
spektrum patofisiologis. Untuk praktik dokter, penting untuk menyadari bahwa PMR
dan GCA dirawat dengan dosis glukokortikoid yang berbeda dan bahwa penanganan
GCA adalah darurat medis, sedangkan prioritas langsung pada PMR adalah untuk
mengeklusikan kondisi lain sebelum memulai pengobatan. Subset dari pasien PMR
yang kemudian mengalami GCA cenderung memiliki penanda inflamasi yang lebih
tinggi dan alel HLA-DRB1 tertentu (subkelas dari antigen leukosit manusia [HLA]) dan
menerima dosis glukokortikoid yang lebih tinggi dari biasanya pada awal PMR.
Memang, studi GCA secara konsisten mengungkapkan hubungan dengan alel HLA-
DRB1, sedangkan tidak ada hubungan HLA yang konsisten dari PMR. Saat ini PMR
dapat dipandang sebagai sindrom klinis dengan etiologi heterogen, tumpang tindih
dengan GCA hanya pada sebagian kecil kasus.3
2.3 Etiologi

Polymyalgia rheumatica merupakan penyakit imunopatologi yang idiopatik,


dimana faktor usia, jenis kelamin, dan suku menjadi faktor resiko terkena penyakit ini.
Polymyalgia rheumatica (PMR) dan giant cell arteritis (GCA) adalah gangguan
inflamasi dengan etiologi yang tidak diketahui yang mungkin terjadi pada orang berusia
50 tahun ke atas. PMR biasanya timbul secara akut dengan nyeri ekstremitas atas
bilateral. GCA biasanya disertai dengan sakit kepala unilateral atau bilateral, mialgia,
kelelahan, demam, penurunan berat badan, dan terkadang kehilangan penglihatan akut.4

2.4 Epidemiologi

Penyakit ini meningkat terutama di dunia barat, meskipun dapat terjadi pada
semua kelompok etnis. Dilaporkan angka kejadian penyakit ini di Eropa utara dan
Minnesota USA, dimana kedua daerah ini memiliki etnis suku yang mirip. Sedangkan
untuk negara-negara bagian timur tengah dan benua asia angka kejadian penyakit ini
jauh lebih rendah dibandingkan dari negara eropa dan USA. Di Jepang dilaporkan
prevalensi kejadian penyakit ini sekitar 1,47 per 100.000 populasi diatas usia 50 tahun.
Wanita berisiko terkena penyakit ini 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan pria.5,6

Insidensi dari penyakit giant-cell arteritis dan polymyalgia rheumatic meningkat


sejalan dengan peningkatan usia seseorang. PMR hampir tidak pernah terlihat pada
orang di bawah usia 50 tahun, dan prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia.
Usia onset rata-rata adalah lebih dari 70 tahun, dan 75% pasien adalah wanita. Insiden
penyakit pada pasien di atas 50 tahun adalah sekitar 100 per 100.000.1

2.5 Patogenesis

Sejauh ini faktor risiko terkuat untuk PMR adalah bertambahnya usia. PMR
hampir tidak pernah terjadi pada mereka yang berusia di bawah 50 tahun dan kejadian
penyakit menjadi lebih umum pada setiap dekade, dengan insidensi puncak sekitar 75
tahun. Alasannya tidak jelas. Penuaan sistem kekebalan tubuh (immunosenescence),
penuaan jaringan dan penuaan sistem regulasi neuro-humoralis semuanya mungkin
terlibat. Berdasarkan pengelompokan kasus dalam ruang dan waktu, telah diusulkan
bahwa PMR dapat dipicu oleh infeksi dalam beberapa kasus. Hal ini dapat
menyebabkan inflamasi persisten pada inflamasi kronis tingkat rendah sekunder akibat
penurunan kekebalan adaptif yang mendasarinya dan peningkatan kompensasi dalam
mekanisme imun bawaan. Mekanisme neurohumoral juga mungkin terlibat.2

Berikut skema patofisiologi polymyalgia rheumatica dan giant-cell arteritis.6

Gambar 1. Respons inflamasi sistemik pada giant-cell arteritis dan polymyalgia rheumatica

Bagan diatas menunjukan aktifasi sel imun akibat suatu proses degredasi karena
proses penuaan atau karena infeksi suatu mikrobakteria. Sitokin yang dilepaskan
menyebabkan gangguan fungsi beberapa jaringan yang menghasilkan manifestasi klinik
seperti nyeri dan kaku di leher, bahu, pinggang atau bagian belakang, bokong dan paha,
tanpa kelemahan/atropi otot yang berlangsung kurang lebih selama 1 bulan.
Kekakuan setelah periode istirahat dan lebih berat lagi saat pagi hari. Kekakuan yang
begitu berat pasien mengalami kesulitan besar dalam berputar di tempat tidur, bangkit
dari tempat tidur atau kursi, atau mengangkat tangan mereka setinggi bahu,
misalnya untuk menyisir rambut. Sinovitis ringan dapat dilihat pada pergelangan
tangan dan lutut, tapi kaki dan pergelangan kaki jarang terpengaruh. Terutama pada
awal onset penyakit banyak pasien mengalami suatu gejala sistemik termasuk kelelahan,
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam ringan, dan kadang-
kadang depresi.6

Terdapat faktor genetik dan lingkungan yang berkontribusi terhadap kerentanan


dan keparahan penyakit. Beberapa studi menunjukkan pola siklus dalam kejadian, yang
menunjukkan adanya pemicu infeksi lingkungan, seperti parvovirus B19, Mycoplasma
pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae. Polymyalgia rheumatica memiliki agregasi
keluarga sederhana. Ini terkait dengan alel HLA DR4 pada populasi kulit putih.
Perubahan epigenetik dan ekspresi diferensial gen yang mengatur ekspresi sitokin
inflamasi mungkin dapat menjelaskan variabilitas fenotip penyakit.1

2.6 Manifestasi Klinis

Gambaran polymyalgia rheumatica yang paling khas adalah nyeri bahu bilateral
dan onset kekakuan yang akut atau subakut dengan nyeri lengan atas bilateral. Pasien
sering mengalami nyeri dan kekakuan pinggul secara bersamaan, serta nyeri dan
kekakuan pada otot leher posterior.1

Kelemahan otot bukanlah manifestasi klinis penyakit, meskipun dapat sulit


untuk dinilai dengan adanya nyeri otot; ketika gejala berlarut-larut dan tidak diobati,
atrofi otot dapat terjadi. Kekakuan setelah periode istirahat dan kekakuan pagi hari lebih
dari satu jam adalah khas polymialgia rheumatica. Kekakuan itu mungkin sangat
mendalam sehingga pasien mengalami kesulitan besar membalikkan badan di tempat
tidur, bangkit dari tempat tidur atau kursi, atau mengangkat tangan di atas ketinggian
bahu — misalnya, untuk menyisir rambut mereka. Sinovitis ringan mungkin terlihat di
pergelangan tangan dan lutut, tetapi kaki dan pergelangan kaki jarang terpengaruh.1

Terutama pada onset penyakit, sebagian besar pasien memiliki gejala sistemik
termasuk kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam ringan,
dan kadang-kadang depresi. Pasien selalu berusia di atas 50 tahun dan biasanya di atas
65 tahun. Pada pasien yang datang dengan gejala polymyalgik, ingat bahwa penyakit
rematik inflamasi yang menyerupai polymyalgia rheumatica lebih umum daripada
polymyalgia rheumatica sendiri pada orang di bawah 60 tahun. Tingkat sedimentasi
eritrosit lebih besar dari 40 mm / jam adalah temuan laboratorium yang khas pada
polymyalgia rheumatica, tetapi mungkin tidak setinggi itu pada presentasinya dan
bahkan bisa normal. Namun meski begitu, protein reaktif C biasanya meningkat.1

Berikut tabel kriteria diagnosis Polymialgia rheumatica.5


2.7 Diagnosis

Diagnosis PMR terdiri dari mengenali sindrom klinis PMR dan mengekslusikan
diagnosis diferensial umum. Ini telah dikonseptualisasikan sebagai 'pendekatan
bertahap'.3 Langkah pertama adalah menilai gejala-gejala pasien termasuk rasa sakit dan
kekakuan pada bahu atau hip girdle (atau keduanya) - biasanya setidaknya satu minggu,
dan lebih mungkin lagi jika setidaknya dua minggu durasi - dengan adanya penanda
peradangan akut, termasuk laju sedimentasi eritrosit atau protein reaktif C.1 Sindrom
klinis PMR terdiri dari rasa sakit dan kekakuan yang biasanya paling buruk pada jam-
jam pertama pagi hari atau saat bangun tidur, dan cenderung membaik selama hari itu.
Daerah leher, bahu, dan pinggul secara klasik lebih dulu terkena. Penanda inflamasi
biasanya meningkat dan anemia inflamasi mungkin ada. Jika salah satu dari manifestasi
ini hilang maka upaya khusus harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain sebelum
mempertimbangkan pengobatan glukokortikoid. 'PMR dengan laju sendimentasi
eritrosit (Erythrosit sendimentation rate / ESR) normal telah dapat dijelaskan dimana
dalam kasus ini mungkin berguna untuk memeriksa kadar CRP.3
Pasien harus dinilai untuk arteritis sel raksasa, yang terlihat pada sekitar 30%
orang dengan polymyalgia rheumatica. Gejala arteritis sel raksasa termasuk sakit kepala
baru, klaudikasi rahang (nyeri otot rahang saat mengunyah), dan gangguan penglihatan.
Arteri temporalis mungkin tidak normal pada palpasi; biopsi arteri ini biasanya
menghasilkan temuan karakteristik inflamasi vaskular. Biopsi semacam itu harus
dipertimbangkan pada pasien dengan gejala polimialalgik dan sakit kepala baru.1

Gejala yang muncul tidak spesifik dan mungkin mencerminkan beberapa kondisi
medis serius lainnya. Dokter harus menganggap polymyalgia rheumatica sebagai
"sindrom polimialgia" pada evaluasi pertama dan harus hati-hati menilai apakah
penyakit lain — yang mungkin mengancam jiwa — dapat menjadi penyebab kompleks
gejala tersebut. Penting untuk mengekslusikan kondisi peradangan lainnya yang dapat
menyerupai polymyalgia rheumatica. Ini termasuk rheumatoid arthritis (sering dengan
faktor rheumatoid negatif atau antibodi terhadap peptida citrullinated siklik) dan kondisi
yang kurang umum, seperti onset lambat spondyloarthropathy, lupus erythematosus
sistemik, vaskulitis sistemik, dan miopati inflamasi (polymyositis, dermatomyositis).
Kondisi peradangan ini dapat dibedakan dari kondisi non-inflamasi, termasuk infeksi
serta gangguan degeneratif, seperti kelainan rotator cuff dan osteoarthritis. Kondisi non-
inflamasi lain yang berhubungan dengan kekakuan otot proksimal termasuk penyakit
endokrin dan metabolisme, seperti gangguan tiroid dan paratiroid dan osteomalacia.
Depresi; gangguan neurologis seperti parkinsonisme; keganasan; efek samping obat,
misalnya mialgia yang disebabkan oleh statin; dan kondisi nyeri kronis, termasuk
fibromyalgia, mungkin merupakan diagnosis akhir pada beberapa kasus yang diduga
sindrom polymyalgia (tabel).1
Tabel 1. Polymyalgia Rheumatica : Diagnosis diferensial dan pengujian.

Pengobatan dengan prednison dosis sedang — 15 mg sekali sehari di pagi hari


— dapat membantu memastikan diagnosis. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 20 mg
sehari, tetapi pasien tidak boleh diberi dosis yang lebih tinggi lagi, yang hanya akan
menyebabkan penundaan dalam diagnosis kondisi lain dan menyebabkan lebih banyak
morbiditas akibat pengobatan dengan kortikosteroid. Seringkali, dalam 24-48 jam
pasien akan melaporkan, "ini keajaiban, dokter." Dalam tiga hingga empat minggu
pasien harus melaporkan setidaknya 70% perbaikan global, dan tingkat sedimentasi
eritrosit dan nilai protein C reaktif akan normal. Jika respons awal terhadap pengobatan
tidak dramatis, pengobatan tidak boleh dilanjutkan tanpa mempertimbangkan diagnosis
lain. Dosis prednison tidak boleh ditingkatkan untuk mencoba menurunkan reaktan fase
akut yang terus-menerus tinggi. Kurangnya respons lengkap terhadap dosis prednison
yang direkomendasikan, serta manifestasi klinis atipikal (usia yang lebih muda,
kelemahan otot, penyakit sendi perifer, dan dominasi nyeri dengan sedikit atau tanpa
kekakuan), harus mengarah pada pertimbangan diagnosis alternatif.1

Ultrasonografi telah diusulkan sebagai tambahan untuk diagnosis polymyalgia


rheumatica. Ultrasound menunjukkan temuan patologis khas bahu dan pinggul yang
dapat membantu membedakan polymyalgia rheumatica dari penyakit lain. Temuan khas
pada USG termasuk bursitis subdeltoid dan tenosinovitis tendon biseps pada bahu dan,
lebih jarang, sinovitis sendi glenohumeral. Di pinggul, USG sering menunjukkan
sinovitis dan bursitis trokanterika. Lesi inflamasi bahu telah terlihat bahkan pada pasien
dengan tingkat sedimentasi eritrosit normal. Ultrasonografi mungkin sangat berguna
pada pasien dengan gejala proksimal khas polimialgia yang memiliki tingkat
sedimentasi eritrosit normal.1

Tes diagnostik lainnya, seperti pencitraan resonansi magnetik dan pemindaian


tulang berlabel radionuclide, telah digunakan dalam seri kasus untuk mengevaluasi
polymyalgia rheumatica, tetapi kegunaan klinisnya belum ditetapkan.1

Bahkan dalam PMR yang tampaknya klasik, disarankan untuk melakukan


penyelidikan fisik lengkap dan penyelidikan laboratorium dasar termasuk tes untuk
hitung darah lengkap (FBC), urea dan elektrolit (U + E), tes fungsi hati ( LFT), kalsium,
kreatinin kinase (CK), thyroid stimulating hormon (TSH) dan imunoglobulin untuk
menyaring kondisi medis lainnya.3

Kesimpulan alur diagnosis PMR dengan “Pendekatan Bertahap”


Diagnosis dan pengobatan polymyalgia rheumatic:1

Tentukan diagnosis secara bertahap pada pasien berusia di atas 50 (biasanya lebih dari
60) yang memiliki gejala setidaknya satu atau dua minggu

Gejala

 Nyeri bahu atau panggul bilateral, atau keduanya


 Kekakuan pagi dengan durasi lebih dari 45 menit
 Meningkatnya parameter respons inflamasi (tingkat sedimentasi eritrosit atau
konsentrasi protein reaktif C)
 Gejala sistemik termasuk demam ringan, penurunan berat badan, dan depresi
dapat terjadi
 Ekslusikan infeksi aktif, rheumatoid arthritis dan kondisi peradangan lainnya,
gangguan tiroid, kanker, dan obat-obatan seperti statin
Investigasi dasar

 Mengukur penanda inflamasi (laju sedimentasi eritrosit atau protein reaktif C,


atau keduanya)
 Pengukuran kalsium
 Kreatinin dan urinalisis
 Tes fungsi tiroid
 Pengukuran creatine phosphokinase
 Pengukuran alkaline phosphatase
 Pengukuran glukosa darah
 Hitung sel darah lengkap dengan diferensial
 Ultrasonografi pinggul dan bahu, jika tersedia

Tindakan kesehatan preventif (opsional)

 Ukur tekanan darah


 Pelajari kepadatan mineral tulang dan ukur konsentrasi 25-dehydroxyvitamin D
sesuai dengan pedoman regional
 Tes untuk tuberkulosis (Purified protein derivate (PPD) atau pelepasan gamma
interferon berbasis sel T yang terhubung dengan enzim immunosorbent assay
(ELISA), atau keduanya, dengan atau tanpa radiografi dada) pada pasien yang
berisiko
 Mengukur konsentrasi kolesterol dan trigliserida
 Lakukan imunisasi sesuai usia dan pedoman regional
 Tes skrining lainnya termasuk antigen spesifik prostat (PSA), kolonoskopi,
mamografi yang sesuai dan sesuai dengan rekomendasi skrining regional
Gambar 2. Karakteristik Penyakit Klinis dan Algoritma yang Disarankan untuk
Evaluasi Diagnostik Pasien dengan Gejala Polymyalgia Rheumatica atau Dugaan
Arteritis Sel Raksasa

Pasien usia ≥ 50 th dengan suspek


polymyalgia rheumatic (PMR), giant
cell arteritis (GCA) atau keduanya

Gejala yang mengarahkan PMR Gejala yang mengarahkan GCA


 Nyeri bahu bilateral baru ± nyeri  Onset tiba-tiba sakit kepala ± nyeri scalp
panggul > 2 minggu  Klaudikasio rahang, lidah atau anggota gerak
 Kekauan pagi hari > 45 menit  Abnormalitas arteri temporal
 Gangguan fungsional dan/atau gejala  Gangguan visual
konstitusional (demam, lelah, hilang  Gejala polimialgia dan/atau gejala
BB, depresi, Berkeringat malam) konstitusional (demam, lelah, penurunan
BB).

Bukti adanya respons fase akut Bukti adanya respons fase akut
(peningkatan ESR dan/atau CRP)? (peningkatan ESR dan/atau CRP)?
Uji laboratorium awal tidak Uji laboratorium awal tidak
mencerminkan penyakit lain ? mencerminkan penyakit lain ?
lihat A lihat A

Hasil tes Hasil tes


atipikal, gejala atipikal, gejala
atipikal atau atipikal atau
keduanya? keduanya?

Kemungkinan Kemungkinan
PMR PMR

Evaluasi diagnostic lanjutan (lihat B) Evaluasi diagnostic lanjutan (lihat


 Ultrasound (bahu, panggul, dan sendi
B)
perifer).
 Perhitungkan MRI (spine, sendi  Biopsi arteri temporal
sakroiliaka) dan pencitraan vaskular  Pencitraan (ultrasound vascular,
MRI, FDG-PET)

Hasil atipikal dari Hasil atipikal dari


penelitian penelitian
diagnostic? diagnostic?

Sepertinya bukan PMR. Kemungkinan Kemungkinan Sepertinya bukan


Pertimbangkan CGA, PMR GCA GCA.
vasculitis pembuluh Pertimbangkan
besat atau penyakit lain penyakit lain

Mulai pengobatan.
Follow up untuk reevaluasi
diagnosis

A. Evaluasi awal laboratorium dapat terdiri dari B. Uji diagnostic lanjutan dapat juga terdiri dari
(tergantung scenario klinis) (tergantung pada scenario klinis)
2.8 Histopatologi

Biopsi lapisan sendi bahu pada pasien dengan sindrom polimialgia menegaskan
sinovitis pada sekitar sepertiga pasien. Artritis bersifat non-erosif, tidak seperti pada
rheumatoid arthritis. Histopatologi sinovitis tidak spesifik, umumnya dengan dominasi
sel T CD4+ dan makrofag yang dapat menghasilkan interleukin 1a dan interleukin 6,
seperti juga terlihat pada infiltrat biopsi pembuluh darah dari pasien dengan arteritis sel
raksasa.1

2.9 Tatalaksana

Setelah diagnosis klinis PMR telah dibuat, pengobatan dimulai: 15mg


prednisolon setiap hari biasanya digunakan. Respon klinis tidak mengkonfirmasi
diagnosis karena banyak kondisi inflamasi lain juga merespon terhadap glukokortikoid.
Namun, kegagalan untuk merespon dalam beberapa hari sampai pada dosis 15-20 mg
prednisolon per hari harus meningkatkan kecurigaan terhadap kondisi lain dan diagnosis
PMR harus dipertimbangkan kembali. Juga, pasien dengan PMR mungkin mengalami
beberapa rasa sakit dan kekakuan meskipun mendapat terapi glukokortikoid, yang
mungkin berhubungan dengan komorbid osteoartritis pada pasien yang lebih tua.3

Pendapat ahli merekomendasikan fisioterapi untuk beberapa pasien yang


mengalami kesulitan mendapatkan kembali mobilitasnya. Glukokortikosteroid sering
dibutuhkan selama dua hingga tiga tahun, walaupun sekitar 10% pasien akan kambuh
dalam 10 tahun dan memerlukan pengobatan yang lebih lama. Jika pasien yang tidak
lagi menggunakan kortikosteroid mengalami kekambuhan, dosis inisial prednison harus
diberikan kembali. Dosis prednison yang direkomendasikan adalah dosis terendah yang
dapat menjaga gejala pada fase remisi. Pasien dengan penyakit kronis biasanya
dipertahankan dengan sedikitnya dengan prednison 2,5-5 mg setiap hari.1

Penting untuk memberi tahu pasien tentang risiko kekambuhan penyakit di


kemudian hari dalam bentuk arteritis sel raksasa tanpa polymyalgia rheumatica. Setelah
beberapa bulan pertama pengobatan, setelah penyakit terkendali, pasien tanpa gejala
dengan peningkatan terus-menerus penanda peradangan tidak boleh terus diobati
dengan prednison dosis tinggi (atau bahkan lebih tinggi) hanya untuk mengurangi
penanda ini. Misalnya terdapatnya laju sedimentasi eritrosit yang sedikit meningkat
mungkin tidak memiliki kepentingan klinis. Seringkali bermanfaat untuk menentukan
nilai protein reaktif C dalam kasus-kasus seperti itu, dan jika menggunakan ukuran ini
secara normal. Tingkat sedimentasi eritrosit yang meningkat secara terus-menerus atau
berulang dapat menjadi indikasi dari penyakit yang mirip dengan polymialgia
rheumatika atau penyakit lain yang mendasari gejalanya, seperti kelainan hematopoietik
atau infeksi sistemik.1

Efek samping akibat glukokortikosteroid sering terjadi dan termasuk


osteoporosis, nekrosis avaskular, infeksi, diabetes, fraktur insufisiensi, miopati steroid,
hipertensi, dan katarak. Perawatan berlebihan dengan kortikosteroid sering merupakan
akibat dari gejala degeneratif yang mendasarinya yang disalahartikan sebagai
polymyalgia rheumatica persisten, atau peningkatan sedimentasi eritrosit yang persisten
dikaitkan dengan penyakit aktif yang mendasarinya.1

Penatalaksanaan komorbiditas — termasuk profilaksis untuk penyakit


kardiovaskular dan osteoporosis — sangat penting. Tekanan darah, lipid darah, dan
glukosa darah harus dinilai, dan skrining untuk osteoporosis harus dilakukan pada awal
pengobatan dan selama perawatan sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan riwayat medis
pasien.1

Gejala dan penanda yang harus dipantau

 Kekakuan pagi hari


 Nyeri pelvis dan gridle proksimal
 Kecacatan terkait dengan polymyalgia rheumatica
 Efek samping termasuk patah tulang karena stres akibat osteoporosis
 Gejala dan tanda yang menunjukkan diagnosis alternative (bukan PMR)
 Penanda laboratorium — konsentrasi glukosa darah, laju sedimentasi eritrosit,
dan hitung darah (hemoglobin, jumlah sel darah putih, jumlah trombosit)
 Kepadatan tulang setiap satu hingga dua tahun
 Penting untuk mengobati gejala pasien dan tidak bergantung secara eksklusif
pada penanda inflamasi untuk memandu pengobatan

Skrining dan tindakan pencegahan kesehatan - termasuk penilaian osteoporosis - harus


dilakukan sesuai dengan pedoman regional yang sesuai untuk usia pasien, jenis kelamin,
dan paparan risiko. Hal ini termasuk imunisasi yang sesuai dan skrining TB pada pasien
yang berisiko, idealnya sebelum perawatan dimulai. Profilaksis untuk osteoporosis
harus dimulai pada minggu pertama diagnosis dan saat memulai pengobatan.1

Agen anti-inflamasi non-steroid jarang digunakan dalam pengelolaan


polymyalgia rheumatica dan berhubungan dengan morbiditas terkait obat yang cukup
besar. Alternatif lain dan pengobatan ‘hemat’ glukokortikosteroid adjuvan yang telah
disarankan - terutama dalam kasus refrakter - termasuk metotreksat dan agen anti
tumour necrosis factor a (anti-TNFa). Senyawa-senyawa ini memiliki manfaat yang
tidak pasti dalam pengelolaan polymyalgia rheumatica dan masih tidak
direkomendasikan.1

Pasien memenuhi definisi kasus PMR (pelayanan primer atau sekunder)


1. Nilai komorbiditas1, medikasi relevan lainnya dan faktor risiko untuk efek samping steroid2
2. Nilai kemungkinan faktor risiko relapse/terapi berkepanjangan3
3. Pertimbangkan rujuk spesialis (riwayat atau risiko efek samping, terapi relapse/berkepanjangan dan
/atau presentasi atipikal)
4. Dokumentasi set data klinis dan laboratorium minimal

Mulai prednisone oral


ekuivalen 12,5 – 25
mg/hari

Naikkan dosis steroid13 Nilai kembali


Pertimbangkan MTX jika memiliki
risiko tinggi efek samping/relapse
dan/atau terapi lama6

Klinis membaik
Konfimasi
dalam 2-4 minggu?7
PMR

Tapering
berkala Relapse9
glukokortikoid8

Tapering prednisone sampai


Remisi9 penghentian10,11,12

Gambar 3. Algoritma berdasarkan rekomendasi European League Against Rheumatism


(EULAR) / American College of Rheumatology (ACR) 2015 untuk manajemen
polymyalgia rheumatica (PMR). Algoritma ini diterapkan pada pasien dengan PMR
berdasarkan diagnosis klinis yang dapat didukung oleh kriteria diagnostik atau
klasifikasi yang tersedia saat ini. Algoritme mengasumsikan pertimbangan prinsip-
prinsip menyeluruh yang menekankan pentingnya menilai komorbiditas, obat-obatan
lain yang relevan dan kemungkinan faktor risiko untuk efek samping terkait steroid dan
terapi kambuh / berkepanjangan. Selain itu, pasien yang didiagnosis dalam perawatan
primer harus dipertimbangkan untuk rujukan spesialis, terutama dalam kasus presentasi
atipikal (seperti radang sendi perifer, gejala sistemik, penanda inflamasi rendah, usia, 60
tahun), riwayat atau risiko tinggi efek samping terkait terapi dan / atau terapi relapse /
berkepanjangan. Pengaturan data klinis dan laboratorium minimal harus
didokumentasikan pada setiap pasien sebelum meresepkan terapi. 1 Contoh untuk
komorbiditas yang terkait dengan peningkatan risiko efek samping yang berhubungan
dengan glukokortikoid (GC) adalah (hipertensi, diabetes, intoleransi glukosa, penyakit
kardiovaskular, dislipidemia, peptikum ulkus, osteoporosis (dan terutama patah tulang
baru-baru ini), adanya katarak atau (faktor risiko) glaukoma, adanya infeksi kronis atau
berulang, dan pengobatan bersama dengan NSAID. 2A faktor dasar yang dikaitkan
dengan risiko yang lebih tinggi dari efek samping terkait GC dalam studi PMR adalah:
jenis kelamin perempuan. 3 Peran faktor risiko untuk relapse / terapi berkepanjangan
belum jelas. Faktor dasar yang dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
dan / atau terapi yang berkepanjangan dalam studi PMR adalah: jenis kelamin
perempuan, tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) yang tinggi (40 mm / jam) dan arteritis
inflamatoris perifer. 4 Gunakan dosis efektif minimum dari kisaran 12,5 - 25 mg yang
setara dengan prednison setiap hari nya: risiko tinggi relapse / terapi jangka panjang
lebih banyak pada dosis yang lebih tinggi, sementara risiko efek samping yang tinggi
lebih banyak daripada dosis yang lebih rendah. 5Dalam satu uji coba terkontrol secara
acak, injeksi metilprednisolon 120 mg intramuskular digunakan setiap 3 minggu sebagai
dosis awal. methylprednisolone I.M mungkin tidak tersedia di semua negara dan
kemungkinan manfaat jangka panjang dalam hal kemanjuran dan efek hemat-GC dari
sediaan ini tidak diketahui. 6 Methotrexate (MTX) telah digunakan pada dosis oral 7,5-
10 mg / minggu dalam uji klinis. 7 Perbaikan klinis harus dicatat setelah 2 minggu, dan
respons yang hampir lengkap dapat diharapkan setelah 4 minggu. Definisi kriteria
respons berada di luar cakupan proyek ini. 8 Untuk tapering GC awal, disarankan
mengurangi dosis oral secara bertahap menjadi dosis 10 mg / hari yang setara dengan
prednison dalam 4-8 minggu; Setelah terapi relapse, dosis harus diturunkan secara
bertahap (dalam 4-8 minggu) ke dosis di mana relapse terjadi. Tidak ada rekomendasi
tentang penyesuaian dosis MTX yang telah dibuat. 9 Definisi kriteria untuk remisi dan
kambuh berada di luar cakupan proyek ini. 10 Setelah remisi tercapai (mengikuti terapi
awal dan relaps),turunkan prednison oral sebesar 1 mg / 4 minggu (atau serupa,
misalnya, 2,5 mg / 10 minggu) sampai remisi dipertahankan. Dalam hal penggunaan
i.m. methylprednisolone, rejimen tapering berikut sebelumnya diterapkan: 100 mg
methylprednisolone i.m. pada minggu 12, maka kelanjutan dari suntikan pada interval
bulanan dengan dosis dikurangi 20 mg setiap 12 minggu sampai minggu 48. Setelah itu,
dosis dikurangi 20 mg setiap 16 minggu sampai penghentian. 11 disarankan bahwa
pasien PMR di follow up setiap 4-8 minggu pada tahun pertama, setiap 8-12 minggu
pada tahun kedua dan seperti yang diindikasikan jika kambuh atau ketika prednison
diturunkan. 12 Tidak ada rekomendasi yang dapat dibuat untuk durasi terapi minimal /
optimal. Jika pasien dirawat dengan kombinasi GC ditambah MTX dan GC telah
dihentikan, penghentian MTX dapat dipertimbangkan. 13Kurangnya respons awal
(misalnya, perbaikan gejala yang tidak memadai dalam 2 minggu): tingkatkan dosis oral
hingga 25mg setara prednison. Dalam hal i.m. methylprednisolone yang digunakan,
pertimbangkan untuk beralih ke GC oral. Terapi kambuh: menambah dosis ke dosis
yang sebelumnya efektif (yaitu, sebelum kambuh).4

Tabel 2. Terapi polymyalgia rheumatic berdasarkan rekomendasi EULAR-ACR 2015


Gambar 4. Algoritma lain penalaksanaan polymyalgia rheumatic.2
Algoritma diatas didasarkan pada penilaian literatur yang tersedia dan belum
diuji secara formal dalam uji klinis acak.
a. Sebagai alternatif, berikan metilprednisolon intramuskular, 120 mg, setiap 3
minggu.
b. Pertimbangkan methotrexate, 7,5 hingga 10mg / minggu, untuk polymyalgia
rheumatica.
c. Berikan metilprednisolon intravena, 0,5 hingga 1 g / hari, selama 3 hari (pada
arteritis sel raksasa yang rumit [GCA] dan pada pasien GCA individual tanpa
komplikasi iskemik).4

Saat ini tampaknya tidak ada alternatif untuk terapi glukokortikoid. Prednisolon
/ prednison oral masih digunakan untuk hampir semua pasien, tetapi metilprednisolon
intramuskular periodic telah diberikan sebagai alternative prednisolone/prednison.
Terdapat sedikit bukti yang membenarkan penggunaan obat-obatan hemat steroid pada
PMR. Methotrexate dan azathioprine telah diusulkan, tetapi terdapat satu penelitian
yang memberikan hasil negatif dan methotrexate tampaknya tidak mengarah pada
pengurangan substansial pada efek samping yang berhubungan dengan glukokortikoid.
Mungkin efek lemah dari metotreksat dalam beberapa penelitian adalah karena pasien
dengan PMR yang nyata benar-benar mengalami RA, yang biasanya berespon baik
terhadap metotreksat. Namun teori ini spekulatif. Argumen yang sama berlaku untuk
sejumlah kecil pasien yang obat biologinya telah dicoba, dengan hasil beragam.3
Berikut ini adalah saran dalam penggunaan Metotreksat sebagai terapi tambahan
dalam pengobatan Polymyalgia Rheumatica dan Giant Cell Arteritis.4
Penggunaan awal
 Pasien dengan risiko tinggi efek samping terkait glukokortikoid
 Pasien dengan komorbiditas yang mungkin diperburuk oleh terapi
glukokortikoid
 Diabetes
 Glaukoma
 Osteoporosis
 Pasien dengan risiko tinggi relapse atau terapi glukokortikoid berkepanjangan
 Wanita
 Tingkat sedimentasi eritrosit awal yang tinggi
 Protein C-reaktif awal yang tinggi
 Artritis perifer
Selama Follow up pada Kasus yang sulit diobati
Pasien dengan keadaan berikut ini:
 Kurang responsif terhadap glukokortikoid
 Kekambuhan berulang
 Gagal menyapih glukokortikoid
 Efek samping terkait glukokortikoid yang nyata

2.10 Kriteria Respons Terapi dan Follow up

Kriteria respons klinis inti meliputi pengurangan konsentrasi protein C reaktif


atau laju endap darah (atau keduanya), perbaikan kekakuan di pagi hari, kemampuan
mengangkat lengan di atas tinggi bahu konsisten dengan mobilitas dasar pasien sebelum
timbulnya gejala polimialgik, dan peningkatan dalam penilaian global pasien dan lebih
disukai dilakukan pada skala analog visual (VAS). Pasien harus di follow up secara
teratur selama setidaknya satu tahun.1

Follow up dari polymyalgia rheumatica1

 Frekuensi Follow up : Minggu 1, 3, dan 6 kemudian bulan 3, 6, 9, dan 12,


dengan kunjungan ekstra untuk relapse dan efek samping
 Pengobatan kekambuhan : Untuk kambuh pertama dan kedua, tingkatkan
prednison ke dosis yang lebih tinggidaripada awal. Satu injeksi intramuskular
depo metilprednisolon 40-120 mg, juga dapat diberikan
 Kambuh lebih lanjut : Tingkatkan dosis steroid hingga 1-2mg di atas dosis
efektif sebelumnya dengan tapering lambat, sebanyak 1 mg setiap satu hingga
tiga bulan, dengan menyadari bahwa penyakit ini berlangsung selama bertahun-
tahun.
 Bukti untuk kemanjuran agen hemat steroid seperti metotreksat atau anti tumor
necrosis factor alfa masih jelek
2.11 Komorbiditas

Pada saat diagnosis PMR, penting menilai pasien untuk komorbiditas dan untuk
terus memantau pasien selama pengobatan. Mengingat hubungan yang kuat dengan
GCA, pasien harus waspada terhadap kemungkinan gejala GCA (misalnya sakit kepala,
nyeri kepala, klaudikasius rahang, gejala visual), tetapi tidak perlu dilakukan biopsi
arteri temporal jika tidak ada gambaran klinis GCA. Penting juga untuk diingat bahwa
glukokortikoid dapat menyebabkan efek samping jelek pada orang lanjut usia. Ketika
pasien harus dirawat dengan pengobatan kortikoid glukokortikoid jangka panjang, harus
ada penilaian kondisi yang dapat disebabkan, atau diperburuk oleh glukokortikoid,
termasuk osteoporosis, diabetes, hipertensi, penyakit pembuluh darah, peningkatan berat
badan dan edema perifer. Kondisi ini kemudian harus dipantau selama pengobatan
pasien. Peresepan bersama dengan pelindung gaster dan tulang (setidaknya suplemen
kalsium dan vitamin D) disarankan selama periode pengobatan dengan steroid.3

2.12 Prognosa

Penting untuk tetap berpikiran terbuka tentang diagnosis, setidaknya untuk tahun
pertama perawatan, karena kondisi lain mungkin membutuhkan waktu untuk
menunjukkan manifestasinya. PMR itu sendiri biasanya dilihat sebagai kelainan yang
sembuh sendiri dan harapannya adalah bahwa terapi glukokortikoid dapat secara
bertahap ditarik dan akhirnya dihentikan. Namun, banyak pasien relapse karena
pengurangan dosis glukokortikoid, terutama mereka yang memiliki penanda inflamasi
yang lebih tinggi sebelum perawatan. Biasanya, setengah dari semua pasien masih
memerlukan perawatan 2 tahun setelah diagnosis. Karena pasien dengan PMR hampir
selalu menerima glukokortikoid, sulit untuk menentukan apakah efek samping
berikutnya adalah karena PMR, glukokortikoid, atau keduanya. Ketika dipantau secara
prospektif, tingkat efek samping buruk yang tinggi telah dicatat. Pasien harus dilibatkan
dalam keputusan tentang pengobatan mereka, karena keseimbangan antara risiko relapse
dan risiko komplikasi terkait pengobatan mungkin berbeda untuk setiap individu.3
BAB III

KESIMPULAN

Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah gangguan muskuloskeletal inflamasi,


dengan risiko seumur hidup 2,4% untuk wanita dan 1,7% untuk pria. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi studi ultrasonografi dan magnetic resonance imaging (MRI)
mengungkapkan peradangan ekstra-kapsul, seperti bursitis, di samping sinovitis. PMR
secara klasik merespon sangat baik terhadap glukokortikoid sistemik. PMR, jika tidak
terdiagnosis, memiliki efek yang menghancurkan: pasien biasanya tidak dapat keluar
dari, atau bahkan membalikkan badan, tidur. Efek katastropik pada fungsi fisik dan
kualitas hidup dapat membaik dengan pengobatan. Diagnosis cepat sangat penting.2
Diagnosis PMR bisa jadi sulit. Riwayat klasik terdiri dari rasa sakit yang sangat
dan kekakuan yang mempengaruhi leher, bahu dan daerah pinggul. Gejalanya maksimal
di pagi hari dan membaik sepanjang hari. Pemeriksaan fisik mungkin biasa-biasa saja
tetapi dapat memberikan petunjuk untuk penyakit yang mirip PMR (seperti keganasan,
infeksi dalam, atau penyakit radang lainnya). Penanda peradangan, seperti protein C-
reaktif (CRP), laju sedimentasi eritrosit (ESR) dan viskositas plasma (PV) biasanya
meningkat.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Michet, Clement J., Matteson, Eric L., Polymyalgia Rheumatica. BMJ.


2008;336:765-9
2. Buttgereit, Frank., Dejaco, Christian., Matteson, Eric L., Dasgupta Bhaskar.
Polymyalgia Rheumatica and Giant Cell Arteritis A Systematic Review. JAMA.
2016;315(22):2442-2458.
3. Mackie Sarah Louise. Polymyalgia Rheumatica : Pathogenesis and
Management. Clinical Medicine. 2013;13(4):398-400
4. Dejaco Christian, et.al. Polymyalgia Rheumatica : A European League Against
Rheumatism/American College of Rheumatology Collaborative Initiative.
Arthritis and Rheumatology. 2015:67(10):2569-2580
5. Salvarani C, Cantini F, Hunder GG, Polymyalgia Rheumatica and Giant-cell
Arteritis, Lanset 2008:372:234-45
6. Cornelia M, et al, Giant-cell and Polymyalgia Rheumatica, American College of
Physicians 2003,139:505-515

Anda mungkin juga menyukai