Anestesi Lokal
G1A217081
UNIVERSITAS JAMBI
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Veragita Mayasari
G1A217081
Universitas Jambi
Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik anestesi yang
umumnya digunakan untuk operasi caesar (Sectio Caesaria), keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan anestesi regional (anestesi epidural), anestesi
dimasukkan ke dalam ruang di sekitar tulang belakang pasien, sementara dengan
anestesi spinal, obat ini disuntikkan ke dalam kolom tulang belakang pasien. Dengan
dua jenis anestesi regional, ibu terjaga untuk kelahiran tetapi mati rasa dari pinggang
ke bawah. Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar untuk kelahiran dengan anestesi
mempengaruhi seluruh tubuhnya.1,2
Banyak pertimbangan perlu dilakukan sebelum menentukan jenis anestesia
untuk Sectio Caesaria, bila digunakan anesthesia regional diperlukan blok saraf
setinggi T4. Banyak perubahan fisiologik karena kehamilan meningkatkan risiko di
bidang anesthesia. Meningkatnya kemungkinan aspirasi dan regurgitasi, peningkatan
tekanan intraabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah di antara alasan
yang menyebabkan anesthesia regional lebih disukai untuk wanita hamil.2
Anestesia regional yang paling populer pada bedah caesar tanpa komplikasi
adalah penggunaan teknik sub arachnoid block (SAB) atau anestesia spinal. Teknik
ini mudah, awitannya cepat dan harganya murah. Kombinasi antara anestetika lokal
seperti bupivacaine dengan atau tanpa opioid seperti fentanyl atau morfin sering
digunakan dan menghasilkan anestesia yang memuaskan.2
Risiko kematian ibu dengan operasi caesar adalah empat kali yang terkait
dengan semua jenis kelahiran vagina, yang adalah 1 per 10.000 kelahiran. Hal ini
diketahui bahwa ada risiko lebih besar terjadinya neonatal distress with caesar
dibandingkan persalinan vagina, tanpa memperhatikan usia kehamilan. Hal ini telah
digambarkan sebagai ringan dan sementara, operasi caesar biasanya dianggap aman
untuk janin. Operasi caesar sering digambarkan sebagai pilihan (ketika direncanakan)
atau keadaan darurat.1
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
4
Riwayat DM : (-)
Riwayat Penyakit lain : (-)
a. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguller, kuat angkat, isi dan tahanan cukup.
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ̊ C
b. Kepala : Normochepal
c. Mata : SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. THT : Nyeri tekan (-) nyeri tarik (-) rinore (-), otore (-)
e. Leher : Simetris, pembesaran KGB (-).
f. Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi
- Cor : BJ I/II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
- Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
g. Abdomen
Inspeksi : Tampak membesar, striae (+), luka bekas operasi (-)
Palpasi : TFU 31 cm, letak punggung janin kiri, presentasi kepala,
taksiran berat janin 3100 gram, HIS (+) nyeri tekan (-).
5
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : DJJ 151 x/menit, bising usus (+) normal
h. Genital : Dalam batas normal
i. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
C. LAPORAN ANESTESI
6
Ruangan : Bangsal Kebidanan
Diagnosa : G1P0A0 gravida 37-38 minggu janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala + KPD
Tindakan : Sectio Caesaria
Operator : dr. Hanif M. Noor, Sp.OG
Ahli Anestesi : dr. Andy Hutarius, Sp.An
2. Tindakan Anestesi
Diagnosa pra bedah : G1P0A0 gravida 37-38 minggu janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala + KPD
1. Tindakan bedah : Sectio Caesaria
7
2. Status fisik ASA : II
3. Jenis anestesi : Spinal
Lokasi penusukan : L3-L4
Pramedikasi :
Ondansentron 4 mg (IV)
Dexametasone 5 mg (IV)
Ranitidine 50 mg (IV)
Anestesi Spinal : Bupivacaine 15 mg
Adjuvant :-
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Supine
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA II
Induksi mulai : 08.50 WIB
Operasi mulai : 09.00 WIB
Operasi selesai : 09.45 WIB
Berat badan pasien : 75 Kg
Durasi operasi : 45 menit
Pasien puasa : 6 jam
Medikasi :
Oxytocin 20 IU
Methylergometrin 0.4 mg
Ephedrine 10 mg
8
f. Jumlah Cairan
Input :
RL 500 ml
RL 500 ml
RL 500 ml
RL 500 ml
RL 500 ml + Ketorolac 30 mg
Output :
Urine : ± 100 cc
Perdarahan : ± 250 cc
g. Kebutuhan cairan pasien ini :
BB = 75 Kg
Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
M = 2 cc x 75
M = 150 cc
Pengganti Puasa (P)
P=6xM
P = 6 x 150
P = 900 cc
Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
O = 75 x 6 cc
O = 450 cc
9
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc
EBV = 65 x BB
= 65 x 75
= 4875 cc
ABL = Δ Ht x EBV x 3
100
= (37-28) x 4875 x 3
100
= 1316.25 cc
4. Monitoring
TD awal = 110/80 mmHg, Nadi =82 x/menit, RR = 22 x/menit
10
09.30 105 97 90/63 20
09.45 Operasi selesai 75 98 90/60 18
10.00 Pelepasan alat monitoring 84 98 98/68 18
10.15 Pasien dipindahkan ke RR
5. Ruang Pemulihan
Masuk Jam : 10.12 WIB
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
Pernafasan : Baik
Scoring Aldrete:
Aktivitas :1
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah :9
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
1.1 SPINAL ANESTESI
1.1.1 Pengertian
Spinal anestesi (analgesia lumbal, blok sub arachnoid) adalah merupakan
suatu jenis regional anestesi dengan memasukkan obat ke dalam ruang
subarachnoid (antara L2 – L3, L3 – L4 atau L4 – L5 ). Spinal anestesi disebut
pula anestesi local di dalam ruangan sub arachnoid. Terjadi blok saraf yang
reversibel pada radik anterior dan posterior, radik ganglion posterior dan sebagai
medulla spinalis yang akan menyebabkan terjadi hilangnya aktivitas sensoris,
motoris dan otonom4,5
1.1.2 Indikasi
Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah
papilla mammae kebawah) : 5
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum – perineum
4. Bedah obstetric – ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
13
1.1.4 Kontra indikasi Relatif
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis
9. Peningkatan tekanan intracranial
1.1.5 Persiapan
Operasi bedah sesar dengan anesthesia regional pada umumnya tidak
memerlukan sedasi, namun jika pasien tampak sangat cemas, berikan midazolam
0,5 – 2 mg. Oleh karena kemungkinan aspirasi isi lambung pada wanita hamil
lebih tinggi diperlukan premedikasi seperti antagonis reseptor H2 (ranitidine /
famotidin) beguna untuk mengurangi sekresi asam lambung dan metoklorpramid
berguna untuk memfasilitasi pengosongan lambung. Meningkatkan tonus LES
(lower sphincter esophagus) dan efek antiemetik. Selain itu diperlukan :2,
1. Posisi maternal
Pada kehamilan aterm, pembesaran uterus menyebabkan desakan pada
pembuluh darah besar di abdomen (aorta abdominalis dan vena cava
inferior) yang disebut kompresio aorta – caval. Penekanan ini menurunkan
venous return. Ditambah vasodilatasi akibat pengaruh hormonal, dapat
terjadi penurunan tekanan darah, berkurangnya perfusi uterus dan
bradikardia janin. Untuk mencegah hal tersebut, kecukupan cairan
intravaskular perlu dipastikan. Selain itu dapat memposisikan pasien
dekubitus lateral kiri atau dilakukan manipulasi posisi uterus dengan
kedua tangan untuk menggeser uterus ke arah kiri sehingga mengurangi
penekanan aorto kaval.
14
Anatomi tulang belakang lebih mudah di palpasi pada posisi duduk di
bandingkan lateral dekubitus, penderita dengan bantuan seorang asisten
dan memeluk bantal diposisikan duduk dengan punggung belakang di
fleksikan maksimal dan kedua kaki menggantung diatas lantai atau di atas
bangku.
2. Pemantauan
Pemantauan meliputi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu, pastikan
EKG terpasang secara benar. Perhatikan pula kemungkinan perubahan
teknik anesthesia regional menjadi umum karena adanya penyulit atau
terjadi kegawatan pada ibu hamil
3. Pemberian cairan
Pemberian cairan sesaat sebelum anesthesia terutama anesthesia regional
dapat menurunkan kejadian hipotensi, memperbaiki curah jantung dan
sirkulasi uteroplasenta. Masih terdapat kontroversi mengenai jumlah dan
jenis cairan yang mengandung glukosa karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada ibu dan janin. Sisa insulin dapat
memicu hipoglikemia pada tubuh janin setelah lahir.
5. Peralatan anesthesia
Selain alat pemantau seperti monitor, nadi oksimetri denyut dan EKG,
juga diperlukan peralatan resusitasi / anestesi umum, jarum spinal dengan
15
ujung tajam (Quinckee Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil
(pencil point, whitecare) jarum spinal dipasarkan dalam ukuran 16 – 30
dan yang sering digunakan pada anestesi spinal sectio caesaria yaitu
ukuran 25-27. Diameter yang lebih besar akan meningkatkan
kemungkinan bocornya liquor serebrospinal, menimbulkan traksi saraf
yang memperbesar terjadinya post dural puncture headache (PHDH)
yang merupakan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari
tidur ke posisi duduk / tegak, mulai terasa 24 – 48 jam setelah dilakukan
penusukan untuk anestesi. 4,5
16
- Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
- Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-
kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum
spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak subkutan,
ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang
subarachnoid. Jarak kulit – ligamentum flavum dewasa kurang lebih 6 cm.
Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan pelan-pelan
(0.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit.
17
- Bekas suntikan di tutup dengan kassa dan diplester.
- Obat Anestesi spinal
Dosis 7,5 – 15 mg bupivacaine intratekal cukup untuk bedah sesar. Blok
saraf dilakukan pada ketinggian L3 – L4 atau L4 – L5 menggunakan jarum
spinal nomor 25 atau 27. Bupivacaine digunakan sebagai blockade saraf.
Opioid seperti fentanyl atau morfin dapat menambah efek analgesic yang
dihasilkan oleh anestesi local melalui pengikatan dengan reseptor spinal
yang spesifik. Oleh karena itu opioid dapat menurunkan dosis dari
bupivacaine yang diperlukan untuk mendapatkan efek adekuat dari anestesi
pada operasi.
Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan
(hypobaric), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric
cenderung menyebar kebawah, sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh
arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaian
18
agen hyperbaric. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan
menambahkan dextrose. Agen hypobaric pada umumnya tidak digunakan.
Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal,
diantaranya :
a. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine
memiliki durasi kerja 2-3 jam
b. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan
durasi 45-90 minutes. Jika ditambahkan 0.2 ml adrenaline 1:1000 akan
memperpanjang durasi kerja.
c. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5%
hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine.
d. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,
Anethaine, Dikain).
e. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). 4% hyperbaric
(heavy) sama dengan lignocaine.
Obat anestesi local bekerja pada pompa Na dan K, sehingga terjadi
polarisasi. Menghambat transmisi impuls saraf atau blockade konduksi yaitu
mencegah peningkatan permeabilitas membran saraf terhadap ion Na
dengan memblok aliran ion Na.
19
5. Maneuver valsava : mengejan meninggikan tekanan likuor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat pungsi : pada L4 – L5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke
kaudal (Saddle block) pungsi L2 – L3 atau L3 – L4 obat lebih mudah
menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan : hiperbarik, isobaric atau hipobarik
8. Tekanan abdominal yang meninggi
9. Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis, makin
besar pula dosis yang di perlukan
10. Waktu : setelah 15 menit penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap atau tidak berubah sehingga batas analgesia tidak dapat di ubah
lagi dengan mengubah posisi pasien.
20
2. Sistem Respirasi
- Efek anestesi spinal pada fungsi respirasi berhubungan dengan level
blockade anestesi spinal yang meluas sampai level thorak tengah atau
lebih rendah, jarang menyebabkan perubahan fungsi respirasi
- Pasien dengan penyakit paru kronik berat, blockade motorik harus
dipelihara di bawah T7. Respiratory arrest dapat terjadi pada anesthesia
spinal total, karena paralisis otot respirasi atau iskemik brainstem
sekunder dari hipotensi berat. Respiratory arrest disebabkan aliran darah
meduller tidak adekuat karena cardiac output tidak adekuat, total spinal
dengan selutuh otot respirasi, efek toksik obat local anestesi serta efek
injeksi obat narkotik analgesi.
3. Sistem Gastrointestinal
- Blockade simpatis T5 – L1 pada anestesi spinal menyebabkan kontraksi
usus halus, sphincter relaksasi, peristaltic meningkat, tekanan dalam
lumen bowel meningkat, pengosongan lambung tidak dipengaruhi.
- Mual dan muntah terjadi karena hipotensi, peristaltic meningkat, tarikan
nervus dan pleksus terutama vagus, empedu di lambung, analgesic
narkotik, psikologik dan hipoksia.
4. Sistem Genitourinaria
- Pengaruh spinal anestesi pada fungsi ginjal adalah karena hipotensi,
menurunkan 5 – 10 % glomerular filtration rate (GFR).
- Blockade simpatis efferent (T5 – L1) berakibat peningkatan tonus
sphincter dan retensi urin.
5. Sistem Endokrin
- Anestesi spinal tidak merubah fungsi endokrin aktivitas metabolic.
- Anestesi spinal torakal tinggi berhubungan dengan blockade jalur
otonom ke medulla adrenal.
6. Temperatur Tubuh
- Anestesi spinal sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas
berkurang.
21
- Vasodilatasi anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya
hipotermi.
22
Pengobatan
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara tersebut tidak berhasil, dipertimbangkan pemberian
“epidural blood patch” yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5 – 10
ml ke dalam ruang epidural.
23
BAB IV
ANALISA KASUS
Os datang dengan keluhan keluar air-air sejak ± 12 jam SMRS, nyeri perut
yang menjalar ke pinggang, keluar darah bercampur lendir (+). Pasien belum pernah
menggunakan KB sebelumnya.
Kunjungan pra anestesia dilakukan kurang lebih 2 jam sebelum operasi, untuk
memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesi yang dilakukan.
Pada kunjungan tersebut dilakukan penilaian tentang keadaan pasien secara umum,
keadaan fisik dan mental penderita. Dimana didapatkan keadaan pasien secara umum
baik. Berdasarkan The American Society of Anesthesiologists (ASA), keadaan pasien
Ny. R tergolong ke ASA II, yaitu terdapat penyakit sistemik ringan atau sedang.
24
lebih aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika, transfusi
darah, teknik operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi yang lebih sempurna. Hal
inilah yang menyebabkan saat ini timbul kecenderungan untuk melakukan seksio
sesaria tanpa adanya indikasi yang cukup kuat.1
Pada operasi SC, kita membutuhkan efek analgesi setinggi T10. Oleh karena
itu maka jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal. Anestesi spinal
diindikasikan untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah
(daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua
operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah urologi, rektum-perineum, dan
ekstremitas bawah.1
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan, dengan
tujuan melancarkan anastesia. Tujuan premedikasi sangat beragam, diantaranya:
25
premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan waktu pemberian obat. Obat
premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat 1-2 jam sebelum dilakukan
induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit sebelum induksi spinal.
Anestesi Spinal
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra
lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27 ditusukkan
dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian
dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 15 mg. Bupivacain merupakan
anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan
rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok
proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel.
Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring tekanan
darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah
yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-
30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan bradikardi merupakan salah
satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja dari syaraf
simpatis. Namun bila dengan cairan infus masih terjadi hipotensi, maka dapat
diberikan vasopresor berupa efedrin dengan dosis 10 mg intravena yang dapat diulang
tiap 3-4 menit sampai tekanan darah yang dikehendaki.
26
Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid secara
intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah
ke ruang ketiga. Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu
3 jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.
Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak 2500 ml (5
kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam.
Kebutuhan cairan pasien ini
Diketahui :
Berat badan : 75 kg
Lama puasa : 6jam
Lama anestesi : 1 jam 15 menit
Stress operasi : Sedang
o Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
= 2 cc x 75
= 150 cc
o Pengganti Puasa (P)
P =6xM
= 6 x 150
= 900 cc
o Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
= 75 x 6 cc
= 450 cc
27
Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (900) + 150 + 450
= 1050 cc
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc
28
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan
yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi pada kasus ini berlangsung dengan
baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
30