Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217081/Agustus 2019

**Pembimbing/dr.Andy Hutarius, Sp.An

Spinal Anestesi Pada Sectio Caesaria

Anestesi Lokal

Veragita Mayasari, S.Ked

G1A217081

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report Session

Spinal Anestesi Pada Sectio Caesaria

Oleh:

Veragita Mayasari

G1A217081

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian AnestesiRSUD Raden Mattaher

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Jambi, Agustus 2019

Pembimbing,

dr. Andy Hutarius, Sp.An

2
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik anestesi yang
umumnya digunakan untuk operasi caesar (Sectio Caesaria), keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan anestesi regional (anestesi epidural), anestesi
dimasukkan ke dalam ruang di sekitar tulang belakang pasien, sementara dengan
anestesi spinal, obat ini disuntikkan ke dalam kolom tulang belakang pasien. Dengan
dua jenis anestesi regional, ibu terjaga untuk kelahiran tetapi mati rasa dari pinggang
ke bawah. Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar untuk kelahiran dengan anestesi
mempengaruhi seluruh tubuhnya.1,2
Banyak pertimbangan perlu dilakukan sebelum menentukan jenis anestesia
untuk Sectio Caesaria, bila digunakan anesthesia regional diperlukan blok saraf
setinggi T4. Banyak perubahan fisiologik karena kehamilan meningkatkan risiko di
bidang anesthesia. Meningkatnya kemungkinan aspirasi dan regurgitasi, peningkatan
tekanan intraabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah di antara alasan
yang menyebabkan anesthesia regional lebih disukai untuk wanita hamil.2
Anestesia regional yang paling populer pada bedah caesar tanpa komplikasi
adalah penggunaan teknik sub arachnoid block (SAB) atau anestesia spinal. Teknik
ini mudah, awitannya cepat dan harganya murah. Kombinasi antara anestetika lokal
seperti bupivacaine dengan atau tanpa opioid seperti fentanyl atau morfin sering
digunakan dan menghasilkan anestesia yang memuaskan.2
Risiko kematian ibu dengan operasi caesar adalah empat kali yang terkait
dengan semua jenis kelahiran vagina, yang adalah 1 per 10.000 kelahiran. Hal ini
diketahui bahwa ada risiko lebih besar terjadinya neonatal distress with caesar
dibandingkan persalinan vagina, tanpa memperhatikan usia kehamilan. Hal ini telah
digambarkan sebagai ringan dan sementara, operasi caesar biasanya dianggap aman
untuk janin. Operasi caesar sering digambarkan sebagai pilihan (ketika direncanakan)
atau keadaan darurat.1

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Tanggal : 09 Agustus 2019


Nama : Ny. R
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 157 cm/75 kg
Gol. Darah :A
Alamat : Ma. Bulian RT 10
No. RM : 885931
Ruangan : Bangsal Kebidanan
Diagnosa : G1P0A0 gravida 37-38 minggu, janin tunggal hidup intrauterine
presentasi kepala + KPD
Tindakan : Sectio Caesaria

B. HASIL KUNJUNGAN PRA ANESTESI


1. ANAMNESA
Keluhan utama:
Os mengeluh keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 12 jam SMRS.
Riwayat perjalanan penyakit:
Os datang dengan keluhan keluar air-air sejak ± 12 jam SMRS, nyeri perut
yang menjalar ke pinggang, keluar darah bercampur lendir (+). Pasien sudah
menikah selama 1 tahun. Riwayat penggunaan KB (-).
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat Operasi : (-)
 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Asma : (-)

4
 Riwayat DM : (-)
 Riwayat Penyakit lain : (-)

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada yang menderita keluhan serupa

2. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguller, kuat angkat, isi dan tahanan cukup.
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ̊ C
b. Kepala : Normochepal
c. Mata : SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. THT : Nyeri tekan (-) nyeri tarik (-) rinore (-), otore (-)
e. Leher : Simetris, pembesaran KGB (-).
f. Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi
- Cor : BJ I/II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
- Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-

g. Abdomen
Inspeksi : Tampak membesar, striae (+), luka bekas operasi (-)
Palpasi : TFU 31 cm, letak punggung janin kiri, presentasi kepala,
taksiran berat janin 3100 gram, HIS (+) nyeri tekan (-).

5
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : DJJ 151 x/menit, bising usus (+) normal
h. Genital : Dalam batas normal
i. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (tanggal 08 Agustus 2019)


WBC : 7.98x 103/L
RBC : 3.37 x 1012/L
HGB : 9.5 gr/dL
HCT : 27.9%
PLT : 199x 109/L
Masa Pendarahan : 2(1 – 3 menit )
Masa Pembekuan : 3(2 – 6 menit)

4. STATUS ASA: 1/2/3/4/5/E

5. PERSIAPAN PRA ANESTESI

 Pasien telah diberikan informed consent


 Puasa sebelum tindakan operasi

C. LAPORAN ANESTESI

Tanggal : 09 Agustus 2019


Nama : Ny. R
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 157cm/75 kg
Gol. Darah :A
Alamat : RT 10 Muara Bulian

6
Ruangan : Bangsal Kebidanan
Diagnosa : G1P0A0 gravida 37-38 minggu janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala + KPD
Tindakan : Sectio Caesaria
Operator : dr. Hanif M. Noor, Sp.OG
Ahli Anestesi : dr. Andy Hutarius, Sp.An

1. Keterangan Pra Bedah


a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 ( E=4, M=6, V=5 )
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Berat Badan : 75 kg
b. Laboratorium
Darah Rutin (tanggal 08 Agustus 2019)
WBC : 7.98x 103/L
RBC : 3.37 x 1012/L
HGB : 9.5 gr/dL
HCT : 27.9%
PLT : 199x 109/L
Masa Pendarahan : 2 (1 – 3 menit )
Masa Pembekuan : 3 (2 – 6 menit)

2. Tindakan Anestesi
Diagnosa pra bedah : G1P0A0 gravida 37-38 minggu janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala + KPD
1. Tindakan bedah : Sectio Caesaria

7
2. Status fisik ASA : II
3. Jenis anestesi : Spinal
Lokasi penusukan : L3-L4
Pramedikasi :
 Ondansentron 4 mg (IV)
 Dexametasone 5 mg (IV)
 Ranitidine 50 mg (IV)
Anestesi Spinal : Bupivacaine 15 mg
Adjuvant :-
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Supine
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA II
Induksi mulai : 08.50 WIB
Operasi mulai : 09.00 WIB
Operasi selesai : 09.45 WIB
Berat badan pasien : 75 Kg
Durasi operasi : 45 menit
Pasien puasa : 6 jam
Medikasi :
 Oxytocin 20 IU
 Methylergometrin 0.4 mg
 Ephedrine 10 mg

3. Keadaan Selama Operasi


a. Letak Penderita : Terlentang
b. Intubasi :-
c. Penyulit Intubasi :-
d. Penyulit :-
e. Lama Anestesi : ± 1 jam

8
f. Jumlah Cairan
Input :
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml + Ketorolac 30 mg
Output :
 Urine : ± 100 cc
 Perdarahan : ± 250 cc
g. Kebutuhan cairan pasien ini :
BB = 75 Kg
 Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
M = 2 cc x 75
M = 150 cc
 Pengganti Puasa (P)
P=6xM
P = 6 x 150
P = 900 cc
 Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
O = 75 x 6 cc
O = 450 cc

Kebutuhan cairan selama operasi


Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (900) + 150 + 450
= 1050 cc

9
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc
 EBV = 65 x BB
= 65 x 75
= 4875 cc
 ABL = Δ Ht x EBV x 3
100
= (37-28) x 4875 x 3
100
= 1316.25 cc

4. Monitoring
TD awal = 110/80 mmHg, Nadi =82 x/menit, RR = 22 x/menit

Jam Tindakan Nadi Saturasi TD RR


(x/menit) O2 (%) (mmHg) (x/menit)
08.15  Pasien masuk ke kamar operasi,
dan dipindahkan ke meja operasi
08.20  Pemasangan monitoring tekanan 90 98 115/75 18
darah, nadi, saturasi O2 dan urin
bag dikosongkan.
08.30  Diberikan cairan RL 1 kolf dan 86 99 108/68 20
obat premedikasi
08.45  Obat spinal dimasukkan setinggi 85 99 105/65 18
L3-L4 (Bupivacaine 15 mg)
08.47  Pasien diposisikan telentang
08.50  Operasi dimulai
09.00  Kondisi terkontrol 88 98 108/60 20
09.15 70 99 109/62 22

10
09.30 105 97 90/63 20
09.45  Operasi selesai 75 98 90/60 18
10.00  Pelepasan alat monitoring 84 98 98/68 18
10.15  Pasien dipindahkan ke RR

5. Ruang Pemulihan
 Masuk Jam : 10.12 WIB
 Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
 Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
 Pernafasan : Baik
 Scoring Aldrete:
Aktivitas :1
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah :9

Instruksi Post Operasi:


 Monitoring tanda vital dan perdarahan tiap 15 menit
 Tirah baring menggunakan bantal
 Boleh minum bertahap
 Instruksi lain sesuai dr. Hanif M. Noor, Sp.OG

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus. Saati ini pembedahan section caesaria jauh lebih
aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika, transfusi darah,
teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada
kecenderungan untuk melakukan sectio sesaria tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam
hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu
merupakan seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta
persalinan berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya
ruptura uteri.3
Banyaknya perubahan fisiologi karena kehamilan meningkatkan risiko di
bidang anesthesia seperti meningkatkan kemungkinan aspirasi dan regurgitasi,
peningkatan tekanan intrabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah alasan
yang menyebabkan anesthesia regional lebih disukai untuk wanita hamil. Keuntungan
yang didapat pada pemakaian regional anestesi antara lain tekniknya yang sederhana,
cepat, ibu tetap sadar, bahaya aspirasi minimal, jumlah perdarahan karena tindakan
lebih sedikit, mobilisasi dan mulai pemberian makanan lebih cepat, sedangkan
keuntungan pada janin yaitu obat yang digunakan tidak melewati sawar plasenta
sehingga tidak menyebabkan depresi saluran pernafasan pada janin.1,4

12
1.1 SPINAL ANESTESI
1.1.1 Pengertian
Spinal anestesi (analgesia lumbal, blok sub arachnoid) adalah merupakan
suatu jenis regional anestesi dengan memasukkan obat ke dalam ruang
subarachnoid (antara L2 – L3, L3 – L4 atau L4 – L5 ). Spinal anestesi disebut
pula anestesi local di dalam ruangan sub arachnoid. Terjadi blok saraf yang
reversibel pada radik anterior dan posterior, radik ganglion posterior dan sebagai
medulla spinalis yang akan menyebabkan terjadi hilangnya aktivitas sensoris,
motoris dan otonom4,5

1.1.2 Indikasi
Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah
papilla mammae kebawah) : 5
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum – perineum
4. Bedah obstetric – ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah

1.1.3 Kontra indikasi


1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intracranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman / tanpa di damping konsultan anestesi

13
1.1.4 Kontra indikasi Relatif
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis
9. Peningkatan tekanan intracranial

1.1.5 Persiapan
Operasi bedah sesar dengan anesthesia regional pada umumnya tidak
memerlukan sedasi, namun jika pasien tampak sangat cemas, berikan midazolam
0,5 – 2 mg. Oleh karena kemungkinan aspirasi isi lambung pada wanita hamil
lebih tinggi diperlukan premedikasi seperti antagonis reseptor H2 (ranitidine /
famotidin) beguna untuk mengurangi sekresi asam lambung dan metoklorpramid
berguna untuk memfasilitasi pengosongan lambung. Meningkatkan tonus LES
(lower sphincter esophagus) dan efek antiemetik. Selain itu diperlukan :2,
1. Posisi maternal
Pada kehamilan aterm, pembesaran uterus menyebabkan desakan pada
pembuluh darah besar di abdomen (aorta abdominalis dan vena cava
inferior) yang disebut kompresio aorta – caval. Penekanan ini menurunkan
venous return. Ditambah vasodilatasi akibat pengaruh hormonal, dapat
terjadi penurunan tekanan darah, berkurangnya perfusi uterus dan
bradikardia janin. Untuk mencegah hal tersebut, kecukupan cairan
intravaskular perlu dipastikan. Selain itu dapat memposisikan pasien
dekubitus lateral kiri atau dilakukan manipulasi posisi uterus dengan
kedua tangan untuk menggeser uterus ke arah kiri sehingga mengurangi
penekanan aorto kaval.

14
Anatomi tulang belakang lebih mudah di palpasi pada posisi duduk di
bandingkan lateral dekubitus, penderita dengan bantuan seorang asisten
dan memeluk bantal diposisikan duduk dengan punggung belakang di
fleksikan maksimal dan kedua kaki menggantung diatas lantai atau di atas
bangku.

2. Pemantauan
Pemantauan meliputi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu, pastikan
EKG terpasang secara benar. Perhatikan pula kemungkinan perubahan
teknik anesthesia regional menjadi umum karena adanya penyulit atau
terjadi kegawatan pada ibu hamil

3. Pemberian cairan
Pemberian cairan sesaat sebelum anesthesia terutama anesthesia regional
dapat menurunkan kejadian hipotensi, memperbaiki curah jantung dan
sirkulasi uteroplasenta. Masih terdapat kontroversi mengenai jumlah dan
jenis cairan yang mengandung glukosa karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada ibu dan janin. Sisa insulin dapat
memicu hipoglikemia pada tubuh janin setelah lahir.

4. Persiapan sebelum induksi5


- Informed consent (izin dari pasien)
- Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang punggung dan lain – lainnya.
- Pemeriksaan laboratorium anjuran : hemoglobin, PT (prothrombine
time) dan PTT (partil prthrombine time)

5. Peralatan anesthesia
Selain alat pemantau seperti monitor, nadi oksimetri denyut dan EKG,
juga diperlukan peralatan resusitasi / anestesi umum, jarum spinal dengan

15
ujung tajam (Quinckee Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil
(pencil point, whitecare) jarum spinal dipasarkan dalam ukuran 16 – 30
dan yang sering digunakan pada anestesi spinal sectio caesaria yaitu
ukuran 25-27. Diameter yang lebih besar akan meningkatkan
kemungkinan bocornya liquor serebrospinal, menimbulkan traksi saraf
yang memperbesar terjadinya post dural puncture headache (PHDH)
yang merupakan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari
tidur ke posisi duduk / tegak, mulai terasa 24 – 48 jam setelah dilakukan
penusukan untuk anestesi. 4,5

2. Teknik anestesi 3-6


- Identifikasi space atau celah antar ruas tulang belakang
landmark yang dapat digunakan yaitu berpatokan bahwa garis khayalan
setinggi krista iliaka dianggap setinggi L4 atau L4 – L5 dengan posisi
pasien duduk dengan punggung bawah difleksikan / membungkuk agar
prosesuss spinosus mudah teraba. Tusukan pada L1 – L2 atau di atasnya
dapat berisiko menimbulkan trauma medulla spinalis. Posisi lateral
dekubitus lebih nyaman bagi pasien dan dapat meningkatkan aliran darah
uterus wanita hamil.
- Tentukan tempat tusukan misalnya L2 -3, L3 – L4 atau L4 – L5.

16
- Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
- Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-
kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum
spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak subkutan,
ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang
subarachnoid. Jarak kulit – ligamentum flavum dewasa kurang lebih 6 cm.
Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan pelan-pelan
(0.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit.

17
- Bekas suntikan di tutup dengan kassa dan diplester.
- Obat Anestesi spinal
Dosis 7,5 – 15 mg bupivacaine intratekal cukup untuk bedah sesar. Blok
saraf dilakukan pada ketinggian L3 – L4 atau L4 – L5 menggunakan jarum
spinal nomor 25 atau 27. Bupivacaine digunakan sebagai blockade saraf.
Opioid seperti fentanyl atau morfin dapat menambah efek analgesic yang
dihasilkan oleh anestesi local melalui pengikatan dengan reseptor spinal
yang spesifik. Oleh karena itu opioid dapat menurunkan dosis dari
bupivacaine yang diperlukan untuk mendapatkan efek adekuat dari anestesi
pada operasi.
Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan
(hypobaric), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric
cenderung menyebar kebawah, sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh
arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaian

18
agen hyperbaric. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan
menambahkan dextrose. Agen hypobaric pada umumnya tidak digunakan.
Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal,
diantaranya :
a. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine
memiliki durasi kerja 2-3 jam
b. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan
durasi 45-90 minutes. Jika ditambahkan 0.2 ml adrenaline 1:1000 akan
memperpanjang durasi kerja.
c. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5%
hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine.
d. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,
Anethaine, Dikain).
e. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). 4% hyperbaric
(heavy) sama dengan lignocaine.
Obat anestesi local bekerja pada pompa Na dan K, sehingga terjadi
polarisasi. Menghambat transmisi impuls saraf atau blockade konduksi yaitu
mencegah peningkatan permeabilitas membran saraf terhadap ion Na
dengan memblok aliran ion Na.

3. Tinggi blok analgesia spinal


Faktor yang mempengaruhi :7
1. Volume obat anestesi local : makin besar makin tinggi daerah analgetik
2. Konsentrasi obat : makin pekat makin tinggi batas daerah analgetik
3. Barbotase penyuntikan dan aspirasi berulang – ulang meninggikan batas
daerah analgetik
4. Kecepatan : penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan adalah 3 detik untuk 1 ml
larutan.

19
5. Maneuver valsava : mengejan meninggikan tekanan likuor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat pungsi : pada L4 – L5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke
kaudal (Saddle block) pungsi L2 – L3 atau L3 – L4 obat lebih mudah
menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan : hiperbarik, isobaric atau hipobarik
8. Tekanan abdominal yang meninggi
9. Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis, makin
besar pula dosis yang di perlukan
10. Waktu : setelah 15 menit penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap atau tidak berubah sehingga batas analgesia tidak dapat di ubah
lagi dengan mengubah posisi pasien.

4. Manifestasi Fisiologi pada Anestesi Spinal 1,5-7


1. Sistem Kardiovaskular
- Terjadinya hipotensi akibat blockade pada serabut saraf simpatis
preganglonik yang berhubungan dengan kecepatan obat anestesi local ke
dalam ruang subarachnois dan meluasnya blockade simpatis.
- Blockade yang tinggi diatas thorak 4 - 5, terjadi blockade simpatis yang
menginervasi jantung dan terjadilah penurunan heart rate setelah itu
akan menurunkan kontraktilitas dan venous return, penurunan cardiac
output dan tahanan perifer sehingga terjadilah hipotensi
- Blockade simpatis anestesi spinal menyebabkan hilangnya fungsi
kontrol tekanan darah dan venous return tergantung gravitasi, vena
dilatasi mengakibatkan pooling vena sehingga terjadi penurunan venous
return, cardiac output dan tahanan perifer serta terjadi hipotensi
- Hipovolemia menyebabkan depresi serius system kardiovaskular selama
spinal anestesi dan merupakan kontraindikasi spinal anestesi
- Tekanan darah di bawah 80 mmHg dan diastolic < 50 mmHg harus
diperhatikan

20
2. Sistem Respirasi
- Efek anestesi spinal pada fungsi respirasi berhubungan dengan level
blockade anestesi spinal yang meluas sampai level thorak tengah atau
lebih rendah, jarang menyebabkan perubahan fungsi respirasi
- Pasien dengan penyakit paru kronik berat, blockade motorik harus
dipelihara di bawah T7. Respiratory arrest dapat terjadi pada anesthesia
spinal total, karena paralisis otot respirasi atau iskemik brainstem
sekunder dari hipotensi berat. Respiratory arrest disebabkan aliran darah
meduller tidak adekuat karena cardiac output tidak adekuat, total spinal
dengan selutuh otot respirasi, efek toksik obat local anestesi serta efek
injeksi obat narkotik analgesi.
3. Sistem Gastrointestinal
- Blockade simpatis T5 – L1 pada anestesi spinal menyebabkan kontraksi
usus halus, sphincter relaksasi, peristaltic meningkat, tekanan dalam
lumen bowel meningkat, pengosongan lambung tidak dipengaruhi.
- Mual dan muntah terjadi karena hipotensi, peristaltic meningkat, tarikan
nervus dan pleksus terutama vagus, empedu di lambung, analgesic
narkotik, psikologik dan hipoksia.
4. Sistem Genitourinaria
- Pengaruh spinal anestesi pada fungsi ginjal adalah karena hipotensi,
menurunkan 5 – 10 % glomerular filtration rate (GFR).
- Blockade simpatis efferent (T5 – L1) berakibat peningkatan tonus
sphincter dan retensi urin.
5. Sistem Endokrin
- Anestesi spinal tidak merubah fungsi endokrin aktivitas metabolic.
- Anestesi spinal torakal tinggi berhubungan dengan blockade jalur
otonom ke medulla adrenal.
6. Temperatur Tubuh
- Anestesi spinal sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas
berkurang.

21
- Vasodilatasi anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya
hipotermi.

5. Komplikasi tindakan 1,5


1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
2. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai
T2.
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan :
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis
Pencegahan :
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
3. Hidrasi adekuat, minum / infuse sampai 3 L sehari selama 3 hari

22
Pengobatan
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara tersebut tidak berhasil, dipertimbangkan pemberian
“epidural blood patch” yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5 – 10
ml ke dalam ruang epidural.

23
BAB IV

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang.

Os datang dengan keluhan keluar air-air sejak ± 12 jam SMRS, nyeri perut
yang menjalar ke pinggang, keluar darah bercampur lendir (+). Pasien belum pernah
menggunakan KB sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik abdomen, pada inspeksi diperoleh hasil abdomen


tampak membesar, striae (+), luka bekas operasi (-), pada palpasi diperoleh hasil
tinggi fundus uteri 31 cm, letak punggung janin, presentasi kepala, taksiran berat
janin 3100 gram, pada perkusi diperoleh hasil timpani (+), pada auskultasi didapatkan
hasil denyut jantung janin 151 kali per menit, bising usus (+) normal. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan bahwa pasien mengalami anemia dengan nilai
haemoglobin 9.5 gr/dL.

Kunjungan Pra Anestesi

Kunjungan pra anestesia dilakukan kurang lebih 2 jam sebelum operasi, untuk
memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesi yang dilakukan.
Pada kunjungan tersebut dilakukan penilaian tentang keadaan pasien secara umum,
keadaan fisik dan mental penderita. Dimana didapatkan keadaan pasien secara umum
baik. Berdasarkan The American Society of Anesthesiologists (ASA), keadaan pasien
Ny. R tergolong ke ASA II, yaitu terdapat penyakit sistemik ringan atau sedang.

Pemilihan Jenis Anestesi

Pasien ini direncanakan untuk dilakukan operasi sektio caesaria tubektomi.


Seksio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Saat ini pembedahan sektio sesaria jauh

24
lebih aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika, transfusi
darah, teknik operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi yang lebih sempurna. Hal
inilah yang menyebabkan saat ini timbul kecenderungan untuk melakukan seksio
sesaria tanpa adanya indikasi yang cukup kuat.1

Pada operasi SC, kita membutuhkan efek analgesi setinggi T10. Oleh karena
itu maka jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal. Anestesi spinal
diindikasikan untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah
(daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua
operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah urologi, rektum-perineum, dan
ekstremitas bawah.1

Adapun beberapa keuntungan spinal anestesi dibandingkan general anestesi


yaitu jumlah perdarahan yang lebih sedikit, angka kejadian thrombosis vena dalam
lebih kecil, menghindari efek samping general anestesi seperti mual, tenggorokan
kering, gangguan kesadaran, dan sebagainya, serta kontrol nyeri yang lebih baik.1

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan, dengan
tujuan melancarkan anastesia. Tujuan premedikasi sangat beragam, diantaranya:

- Mengurangi kecemasan dan ketakutan


- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan
Pada pasien ini diberikan obat-obat premedikasi yaitu Ondansentron 4 mg (IV),
Dexametasone 5 mg (IV), dan Ranitidine 50 mg (IV). Dalam pemberian obat

25
premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan waktu pemberian obat. Obat
premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat 1-2 jam sebelum dilakukan
induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit sebelum induksi spinal.

Anestesi Spinal
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra
lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27 ditusukkan
dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian
dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 15 mg. Bupivacain merupakan
anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan
rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok
proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel.

Oxiytocin 10 IU (drip) yang bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan


merangsang kontraksi uterus secara ritmik untuk mempertahankan tonus uterus post
partum.

Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring tekanan
darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah
yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-
30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan bradikardi merupakan salah
satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja dari syaraf
simpatis. Namun bila dengan cairan infus masih terjadi hipotensi, maka dapat
diberikan vasopresor berupa efedrin dengan dosis 10 mg intravena yang dapat diulang
tiap 3-4 menit sampai tekanan darah yang dikehendaki.

26
Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid secara
intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah
ke ruang ketiga. Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu
3 jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.
Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak 2500 ml (5
kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam.
Kebutuhan cairan pasien ini
Diketahui :
 Berat badan : 75 kg
 Lama puasa : 6jam
 Lama anestesi : 1 jam 15 menit
 Stress operasi : Sedang
o Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
= 2 cc x 75
= 150 cc
o Pengganti Puasa (P)
P =6xM
= 6 x 150
= 900 cc
o Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
= 75 x 6 cc
= 450 cc

27
Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (900) + 150 + 450
= 1050 cc
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc

Total kebutuhan pada pasien ini yaitu:


- 1050 cc pada jam pertama
- 825 cc pada jam kedua
- 250 cc untuk mengganti kehilangan cairan pada perdarahan intraoperatif
- 100 cc untuk mengganti kehilangan cairan urin
Jumlah seluruh cairan yaitu 2225 cc, maka pemberian 2500 ml kristaloid
selama operasi sudah mencukupi kebutuhan cairan pasien.

28
BAB V

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan
yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi pada kasus ini berlangsung dengan
baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rofiq A, D Sutiyono. Perbandingan Antara Anestesi Regional Dan Umum


Pada Operasi Caesar. Journal Anestesi Indonesia (serial online) 2009. (diakses
Apr 19 2013); 1(3) (16 layar).
2. Nugroho AM. Anestesia Obstetrik. Dalam: Soenarto RF, S Chandra, editor.
Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan Intensive
Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta; 2012. Hal 351 – 373.
3. Winkjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. Hal 133-134.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Jambi. Catatan Anestesi. Jambi; 2012. Hal
21-24.
5. Latief S, KA Suryadi, MR Dachlan. Edisi ke-2: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. Hal 105 –
112.
6. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide.
Available from : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm.
Diakses tanggal 18 April 2013.
7. Muhaiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Disusun Staf
Pengajar, Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI, Jakarta, 1989. Hal
123-133.

30

Anda mungkin juga menyukai