(Masalah Pluralisme )
Oleh :
NAMA KELOMPOK 2 :
Permasalahan yang dibahas dalam paper ini adalah mempelajari dan memahami tentang
masalah yang di timbulkan PLURALISME, dan Solusi untuk mengatasi PLURALISME
A.Pengertian Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya
“KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam suatu kelompok masyarakat.
Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi
inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas
dan khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas.
Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari pelbagai kelompok umat
beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam budaya atau adat-istiadat. Begitu pula
masyarakat Maluku yang majemuk, ataupun masyarakat Aru yang majemuk.
Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima perbedaan bukan
berarti menyamaratakan, tetapi justeru mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak
sama. Menerima kemajemukan (misalnya dalam bidang agama) bukanlah berarti bahwa
membuat “penggabungan gado-gado”, dimana kekhasan masing-masing terlebur atau hilang.
Kemajemukan juga bukan berarti “tercampur baur” dalam satu “frame” atau “adonan”
2. Keyakinan bahwa agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Tidak hanya agama langit,
Yahudi, Nashrani dan Islam, agama-agama dunia pun meyakini jalan keselamatan ada pada
agama mereka.
4. Pergeseran cara pandang kajian terhadap agama. Dalam kajian agama seharusnya berpijak
pada keyakinan, tapi kemudian kajian ilmiah moderen memposisikan agama sebagai obyek
kajian yang sama sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu berpijak pada
keraguan.
5. Kepentingan ideologis.
Para penggagas pluralisme melihat konflik yang terjadi seringkali dilandasi oleh
keyakinan-keyakinan internal agama itu sendiri. Sehingga persepsi tentang ketuhanan, jalan
keselamatan dan umat pilihan harus didefinisikan ulang, sehingga agama tidak lagi berwajah
eksklusif. Makanya tidak heran bahwa rekomendasi para pengusung paham ini sebagai
konsekuensi logis dari pluralisme harus ditinjau ulang, dan dicari makna2 dan dimensi baru
beberapa definisi untuk kata seperti Kufur, ateis, sirik, iman, islam, moderat, ekstrim,
fundamentalisme sedemikian rupa sehingga kata2 itu tidak menjadi factor pemecah, tapi bisa
diterima semua penganut agama. Dari sinilah ide Dialog Antar Agama, Dialog Antar Peradaban
dan sejenisnya muncul
Indonesia yang notabene adalah Negara yang multikultur juga tidak lepas dari wacana
pluralisme dan pluralitas keberagamaan, Sebagai negara dengan lebih dari 17.000 pulau, dan
kurang lebih 230 juta penduduk, keragaman Indonesia tak hanya tercermin dari sumber daya
alamnya, tetapi juga etnis, bahasa, dan agama penduduknya. Sebelum Budha, Islam, Kristen dan
agama-agama besar lain masuk ke Indonesia, masyarakat pribumi telah hidup dengan berbagai
kepercayaan lokalnya, yang kini masih dipraktikkan oleh beberapa suku, yakni kepercayaan
yang bersifat animisme dan dinamisme
Pada kenyataannya, dewasa ini masih terdapat berbagai persoalan tentang pluralisme di
Indonesia yang meliputi:
Konflik Agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri,
maupun antar agama satu dengan agama lainnya. Konflik agama yang terburuk pernah
tercatat dalam sejarah Indonesia adalah Konflik Poso. Dengan jumlah korban mencapai
8.000-9.000 orang meninggal dunia, kerugian materi 29.000 rumah terbakar, 45 masjid,
47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank hancur. Konflik berlangsung
hingga 4 tahun lamanya (Sabrina Asril, 2012). Sebanyak 65 % kekerasan di dalam
konflik intra negara di Indonesia dilatar belakangi oleh agama, dan 10.000 orang tewas
karena kategori konflik agama.
Konflik Sektarian adalah diskriminasi atau kebencian yang muncul akibat perbedaan di
antara suatu kelompok, seperti perbedaan denominasi agama atau fraksi politik.Konflik
sektarian seringkali merujuk pada konflik kekerasan religius dan politik (meskipun
kepercayaan politik dan pembagian kelas memainkan peran yang penting pula).
Persoalan konflik sektarian juga menjadi masalah selanjutnya. Konflik Ahmadiyah di
Transito Mataram pada tahun 1999 telah menyebabkan 9 orang meninggal dunia, 8 orang
luka-luka, 9 orang gangguan jiwa, 379 terusir. Konflik Ahmadiyah lain yang terjadi di
Cikeusik merupakan contoh lainnya yang dikenal dengan ‘Tragedi Cikeusik’. Tragedi
tersebut menewaskan 3 orang penganut Ahmadiyah. Selain Ahmadiyah, konflik sektarian
yang berlatar belakang agama juga terjadi di Madura, yaitu Konflik Suni dan Syiah. Pada
bulan Agustus 2012, tercatat adanya peristiwa penyerangan terhadap pemukiman Syian
di Desa Karanggayam, Sampang, Madura. Konflik tersebut menyebabkan satu orang
meninggal atas nama Hasyim alias Hammamah, usia 36 tahun, warga Desa Karang
Gayam, Kecamatan Omben. Dan ada 282 orang pengungsi, termasuk didalamnya mereka
yang dirawat, karena luka berat maupun ringan
Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan
menggunakan cara-cara kekerasan. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Dalam
Negeri pada tahun 2012, kasus radikalisme meningkat hampir 80 persen dari tahun
sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh masalah ekonomi dan pemahaman demokrasi yang
terlampau bebas. Pada tahun 2012, telah terjadi 128 konflik di Indonesia akibat paham
radikalisme. Pada tahun 2010, tercatat 93 konflik dan 2011 sebanyak 77 konflik.
Radikalisme Agama menjadi persoalan yang kompleks. Radikalisme Agama ialah istilah
generik yang bisa dipakai untuk menunjuk berbagai modus kekerasan agama baik di level
doktrin ideologis, maupun di level tindakan kekerasan, hingga terorisme. Beberapa
peristiwa radikalisme agama ini dapat ditemui pada kasus-kasus seperti Bom di Masjid
Cirebon, perekrutan NII, hingga konflik Front Pembela Islam dengan Ahmadiyah di
Monas. Di tahun 2012, Kemendagri mencatat terjadi 65 kali ancaman teror, di mana 30
kali di antaranya terjadi ledakan bom, serta terjadi penangkapan 55 orang tersangka
teroris. Selain itu, aksi teror dalam beberapa bulan terakhir juga terjadi seperti
penembakan terhadap empat orang anggota kepolisian di wilayah Ciputat dan Pondok
Aren, Tangerang Selatan
Konflik Sosial adalah suatu bentuk interaksi yang ditandai oleh keadaan saling
mengancam, menghancurkan, melukai, dan melenyapkan di antara pihak-pihak yang
terlibat. Dari tahun 2010 hingga September 2013, tercatat 351 peristiwa konflik. Baik
konflik yang bernuansa SARA, bentrokan warga dengan organisasi kemasyarakatan, aksi
kekerasan unjukrasa menolak kenaikan bahan bakar minyak, bentrokan antar massa
pendukung calon kepala daerah dan aksi massa terkait sengketa pertanahan. Dari seluruh
konflik sosial yang terjadi, tawuran sangat mendominasi, dengan intensitas mencapai 30
persen. Sedangkan konflik sosial yang disebabkan pemilihan kepala daerah mencapai 10
persen, dan konflik akibat suku agama dan ras hanya 1 persen.
D. Pemecahan Masalah Akibat Pluralisme
Dengan maraknya persoalan-persoalan diatas, maka ada berbagai solusi yang dapat
dirumuskan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut sebagai berikut:
http://bravosinaga.blogspot.co.id/2011/01/pengertian-masayarakat-pluralisme.html