Anda di halaman 1dari 10

Laporan Health Education AGUSTUS 2018

“BRONKHITIS AKUT”

Nama : Ira Andini Paransa


No. Stambuk : N 111 18 026
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A
dr. Kadek Rupawan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas


penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi
saluran nafas setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan
bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak – anak, dan orang lanjut
usia, terutama di negara – negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Infeksi saluran nafas juga merupakan salah satu penyebab utama
konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian
perawatan anak1
Bronkhitis adalah inflamasi jalan pernafasan dengan penyempitan atau
hambatan jalan nafas di tandai peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan
ketidak cocokan ventilasi- perfusi dan menyebabkan sianosis .Bronkhitis adalah
infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan di mana bronkus
merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakhea, yang menghubungkan
saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkhitis
di awali dengan batuk pilek, akan tetapi infeksi ini telah menyebar ke bronkus,
sehingga menjadikan batuk akan bertambah parah dan berubah sifatnya (Hidayat,
Bronkitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial,
peradangan tidak meluas sampai alveoli. Definisi lebih lanjut bronkitis adalah
suatu peradangan pada bronkus, bronkhiali, dan trakhea (saluran udara ke paru-
paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya
penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan usia lanjut, bronkitis bisa menjadi
masalah serius2
Bronkitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut atau kronik, bronkitis akut
adalah serangan bronkitis dengan perjalanan penyakit yang singkat (beberapa hari
hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Bronkitis akut pada umumnya
ringan. Meski ringan, namun ada kalanya sangat mengganggu, terutama jika

1
disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Disebabkan oleh
karena terkena dingin (musim dingin), hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi
seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza dan respiratory
synctial virus , infeksi akut, dan ditandai dengan demam, nyeri dada (terutama
disaat batuk), dyspnea, dan batuk Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran
napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut- turut, tidak disebabkan penyakit lainnya3.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang


menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang
lingkungannya banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap
kendaraan bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan
bahan bakar kayu. Di Indonesia masih banyak keluarga yang setiap hari menghirup
polutan ini, kondisi ini menyebabkan angka kejadian penyakit bronkhitis sangat
tinggi.
Menurut Depkes (2010) Bronkitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:
 Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah serangan bronkitis dengan perjalanan penyakit
yang singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-
14 hari. Bronkitis akut pada umumnya ringan. Meski ringan, namun
adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada
terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Disebabkan oleh karena
terkena dingin (musim dingin), hujan, kehadiran polutan yang
mengiritasi seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus,
parainfluenza dan respiratory synctial virus , infeksi akut, dan
ditandai dengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk),
dyspnea, dan batuk.
 Bronkitis kronis
Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai
oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles
mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemejanan
terhadap terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronik.
Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan

3
infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan
mikroplasma dapat menyebabkan episode bronkitis akut.
Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan
bronchospasme bagi mereka yang rentan.

Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan
puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronkitis
kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang
diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau
musim hujan (didaerah tropis)4.

Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :

 Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytial


virus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
 Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella)
 Jamur
 Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain5.

Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni
sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10% Pada pasien ini
mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, didahului dengan
adanya batuk sejak 6 hari. Batuk disertai dahak, dahak berwarna putih. Pasien juga
mengalami flu > 1 minggu. Pada pasien ini memiliki faktor resiko terpapar polusi
dikarenakan tinggal dipingir jalan. Yang kadar polusinya tinggi. Kemudia usia anak
adalah 9 tahun yang merupakan epidemiologi terbanyak penderita bronkitis akut
pada anak.

4
Menurut Kowalak (2011) Bronchitis terjadi karena Respiratory Syncytial
Virus (RSV),Virus Influenza, Virus Para Influenza, Asap Rokok, Polusi Udara
yang terhirup selama masa inkubasi virus kurang lebih 5 sampai 8 hari. Unsur-
unsur iritan ini menimbulkan inflamasi pada precabangan trakeobronkial, yang
menyebabkan peningkatan produksi sekret dan penyempitan atau penyumbatan
jalan napas. Seiring berlanjutnya proses inflamasi perubahan pada sel-sel yang
membentuk dinding traktus respiratorius akan mengakibatkan resistensi jalan
napas yang kecil dan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi yang berat sehingga
menimbulkan penurunan oksigenasi daerah arteri. Efek tambahan lainnya meliputi
inflamasi yang menyebar luas, penyempitan jalan napas dan penumpukan mucus
di dalam jalan napas. Dinding bronkus mengalami inflamasi dan penebalan akibat
edema serta penumpukan sel-sel inflamasi. Selanjutnya efek bronkospasme otot
polos akan mempersempit lumen bronkus. Pada awalnya hanya bronkus besar yang
terlibat inflamasi ini, tetapi kemudian semua saluran napas turut terkena. Jalan
napas menjadi tersumbat dan terjadi penutupan, khususnya pada saat ekspirasi.
Dengan demikian, udara napas akan terperangkap di bagian distal paru. Pada
keadaan ini akan terjadi hipoventilasi yang menyebabkan ketidak cocokan dan
akibatnya timbul hipoksemia. Hipoksemia dan hiperkapnia terjadi sekunder karena
hipoventilasi. Resistensi vaskuler paru meningkat ketika vasokonstriksi yang
terjadi karena inflamasi dan konpensasi pada daerah-daerah yang mengalami
hipoventilasi membuat arteri pulmonalis menyempit. Inflamasi alveolus
menyebabkan sesak napas6
Faktor yang meningkatkan risiko terkena bronchitis antara lain:
 Merokok
 Daya tahan tubuh yang lemah, dapat karena baru sembuh dari sakit atau
kondisi lain yang membuat daya tahan tubuh menjadi lemah.
 Kondisi dimana asam perut naik ke esophagus (gastroesophageal reflux
disease).
 Terkena iritan, seperti polusi, asap atau debu1.

5
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien antara
lain :
 Bronchitis kronik
 Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering
mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi
pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka
drainase sputumnya kurang baik.
 Pleuritis.
 Efusi pleura atau empisema
 Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
 Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran
nafas
 Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul
sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya
akan terjadi gagal jantung kanan.
 Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat dan luas1
Obat - obatan yang digunakan untuk mengobati bronkitis akut didalam
penelitian salah satu Rumah Sakit antara lain mukolitik dan ekspektoran, antibiotik
penisilin, cefalosporin dan makrolida, multivitamin, bronkodilator, dekongestan,
antihistamin, dan analgesik. mukolitik dan ekspektoran merupakan obat - obatan
yang paling sering diberikan pada pasien penderita bronkitis akut yaitu sebesar
23,64%. Sementara itu, penggunaan antibiotik golongan makrolida untuk terapi
pada bronkitis akut menempati urutan terendah yaitu sebesar 1%7
Pengobatan bronkitis lini pertama adalah tanpa penggunaan antibiotik. Obat
yang diberikan biasanya untuk penurun demam. Terapi simptomatik seperti
analgesik dan antipiretik dapat digunakan untuk mengatasi pegal, demam, atau sakit

6
kepala. Aspirin, paracetamol atau ibuprofen dapat digunakan sesuai kondisi dan
keperluan pasien. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak
lendir, karena batuk diperlukan untuk mengeluarkan sputum. Bila ditemukan
wheezing pada pemeriksaan fisik, dapat diberikan bronkodilator β2-agonis, tetapi
diperlukan evaluasi yang seksama terhadap respon bronkus untuk mencegah
pemberian bronkodilator yang berlebih.

Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu
dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh diberikan, asal telah
disingkirkan adanya asma atau pertusis. Pemberian antibiotik yang serasi untuk
M.pneumonia dan H.influenza sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya
amoksisilin, kotrimoksazol dan golongan makrolid.

Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, pemberian antibiotik biasanya


menggunakan rute intravena. Antibiotik parentral diberikan saat pasien relatif tidak
stabil dan kemudian secara oral bila keadaan pasien sudah stabil untuk
menyelesaikan terapi. Terapi antibiotika pada bronkitis akut tidak dianjurkan
kecuali bila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena
dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H.
influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan
Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika disarankan. Lama
terapi dengan antibiotik selama 5-14 hari sedangkan untuk bronkitis kronik
optimalnya selama 14 hari.

Pengobatan untuk pasien bronkitis meliputi ekspektoran adalah obat batuk


pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega.
Ekspektoran yang lazim digunakan diantaranya: GG (Glyceryl Guaiacolate),
bromhexine, ambroxol, dan lain-lain, Antipiretik (pereda panas): parasetamol
(asetaminofen), dan sejenisnya, digunakan jika penderita demam. Antibiotik
digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan pemeriksaan
dokter yang dilihat dari hasil pemeriksaan lab adanya leukositosis7.

7
Perjalanan dan prognosis penyakit ini bonam bergantung pada tatalaksana
yang tepat atau mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi
berasal dari penyakit yang mendasari7

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta:


Penerbitan Media Aesculapius FKUI
2. Depkes, 2010. Pharmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran
pernapasan . Jakarta
3. Cahyati, 2016. Hubungan jenis lamanya perawatan pasien Bronkitis. Fakultas
ilmu kesehatan UMP.
4. Ed. Nelson, waldo E. dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2 Ed 15.
Jakarta: EGC. Hal. 1483
5. Jonsson J, Sigurdsson J, Kristonsson K, et al. Acute bronchitis in adults.How
close do we come to its aetiology in generalpractice? Scand J Prim Health
Care. 2008; 15:156–160
6. Kowalak, Jenifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
7. Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (2 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran.
8. Variandini A. Evaluation of Dosage Compatibility on Paediatric Patient with
Acute Bronchitis in Army Hospital Kartika Husada Kubu Raya. August 2017
(Vol. 4 No. 2)
9. Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak.
Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai