Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

HEMOROID

Dilaporkan oleh:
dr. Nuraini Syahputri

Pembimbing:
dr. Syafridawati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD KECAMATAN MANDAU DURI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus
yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Hemoroid, dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien, merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu.1,2,3
Data menunjukkan bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan menderita
hemoroid. Pada data kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD Dr. Soegiri
Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335 pasien dan
tahun 2010 tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data bulan
Januari sampai September 2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh kunjungan
pasien hemoroid sebanyak 304 pasien. Dari data di atas diketahui bahwa masih
banyak penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain: aktivitas fisik, pola makan,
kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.3
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-
orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi
karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan. Penegakan diagnosis
dan penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan prevalensi, angka
kekambuhan, serta timbulnya komplikasi.4
Hemoroid juga biasa terjadi pada wanita hamil. Dikarenakan tekanan intra
abdomen yang meningkat dan juga karena adanya perubahan hormon menyebabkan
pelebaran vena hemoroidalis. Pada kebanyakan wanita, hemoroid yang disebabkan
oleh kehamilan merupakan hemoroid temporer yang berarti akan hilang beberapa
waktu setelah melahirkan.2

1
II. TUJUAN LAPORAN
Sebagai sarana diskusi dan tinjauan ulang mengenai aplikasi definisi, tatacara
diagnosis, dan tatalaksana kasus Hemoroid pada praktik klinis dokter umum sehari-
hari.

III. MANFAAT
Laporan kasus ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca dalam
upaya pengembangan ilmu kedokteran berkelanjutan terutama mengenai manajemen
kasus klinis Hemoroid.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : Menikah
Tanggal Masuk IGD : 16 Juni 2019

II. DATA SUBJEKTIF


Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada:
 Tanggal : 16 Juni 2019
 Tempat : IGD RSUD Kec. Mandau
A. Keluhan Utama
Benjolan di anus
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di anus sejak ± 1 minggu
ini. Awalnya pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman dan panas saat buang
air besar. Pasien merasa bahwa benjolan keluar saat pasien mengedan,
kemudian benjolan dapat masuk kembali dengan spontan jika pasien selesai
buang air besar. Pasien mengeluhkan nyeri saat benjolan keluar dan terdapat
darah saat pasien buang air besar. Darah yang keluar merupakan darah segar
yang tidak bercampur dengan feses, darah yang keluar sebanyak ± ½ aqua
gelas setiap pasien buang air besar. Nyeri di anus (+), gatal di anus (-).
Pasien mengatakan selama ini pasien tidak lancar buang air besar, pasien
juga jarang minum air putih, hanya 5 gelas per hari. Pasien juga jarang makan
sayur-sayuran dan buah-buahan. Diare (-), demam (-), mual (+), muntah (-).
Nyeri perut (-), kembung dan mules (-). Pasien merasa nafsu makan nya
menurun, tetapi tidak ada penurunan berat badan. BAK (+) normal.
Pasien belum pernah berobat ke dokter selama ini, dan tidak meminum
obat apapun. Riwayat kebiasaan menahan buang air besar (-), riwayat terlalu
lama berjongkok saat buang air besar (-).

3
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya
1. Riwayat penyakit
Hipertensi: (-)
DM: (-)
2. Riwayat trauma
Disangkal
3. Riwayat pembedahan
Disangkal
4. Riwayat pengobatan
Disangkal
5. Riwayat alergi
Disangkal

D. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
serupa, darah tinggi ataupun kencing manis.

III. DATA OBJEKTIF


1. Status Presens
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80 ˣ/i
RR : 20 ˣ/i
Suhu : 36.5°C
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP meningkat (-)
Thoraks :
Inspeksi : simetris kanan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

4
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : iktus cordis teraba (+)
Perkusi : batas jantung kanan: linea sternalis dextra
batas jantung kiri: 1 jari lateral linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar, scar (-)
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : pitting edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik

IV. PEMERIKSAAN FISIK LOKAL


Regio Anus
Inspeksi: tidak tampak benjolan pada anus
Tes Rectal Touch
Rectal Toucher: perianal dan perineum tidak meradang, Sfingter ani
mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa
atau benjolan, tak teraba penonjolan prostat kearah rectum,
nyeri (+).
Handscoon : feses (-), darah (+), lendir (-)

5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin, Kimia Darah, Elektrolit 16-06-2019
Komponen Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 4,3 12-15 g/dl
Hematokrit 14,1 37-54%
Leukosit 5.330 4.000-11.000/ul
Trombosit 226.000 150.000-400.000/ul
Gula Darah Sewaktu 97 <200 mg/dl
Ureum 17 10-50 mg/dl
Creatinine 0,7 0,5-0,9 mg/dl
Natrium 128 135-148 mmol/L
Kalium 4,11 3,5-5,3 mmol/L
Clorida 105 98-107 mmol/L

VI. DIAGNOSIS
Anemia ec Hemoroid Interna Grade II

VII. TATALAKSANA
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj. Vit K 1 amp
- Inj. Transamin 1 amp
- Inj. Ranitidin 1 amp

Konsul dr. Achroma, Sp. B


- Acc Rawat inap Bedah
- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm makro
- Inj. Anbacim 3 x 1 gr
- Inj. Transamin 3 x 500 mg
- Inj. Vit K 3 x 10 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
- Rencana tranfusi PRC 2 kantong/hari
- Ardium tab 3 x 500 mg

6
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika
plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid
adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior”.5
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa
pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.6
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui
mengawali atau memperberat adanya hemoroid.6
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea dentate
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna.
Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah
mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna.7

3.2 ANATOMI
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci
terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9
inci).7
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan
pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan
kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan
arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai

8
darah tambahan ke rectum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.7

3.3 ETIOLOGI
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa
faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:8
1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.
2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot dan fascia sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas anus oleh
karena ada sekresi hormon relaksin.
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi
dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostat, konstipasi
menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada derita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatis.
8. Pola buang air besar yang salah, kurang minum air putih, kurang makan
makanan yang berserat (sayur dan buah), kurang olahraga.

9
3.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang tepat dari hemoroid kurang dipahami. Selama bertahun-
tahun pada teori varises, bahwa wasir disebabkan oleh varises di anus. Tapi sekarang,
wasir dan varises anorektal terbukti adalah entitas yang berbeda. Bahkan, pasien
dengan hipertensi portal dan varises tidak memiliki peningkatan insiden wasir. Hari
ini, teori pergeseran dinding saluran anal diterima secara luas. Hal ini mengusulkan
bahwa wasir berkembang ketika jaringan pendukung bantal anal hancur atau
memburuk. Ada tiga bantalan besar pada anal, terletak di anterior kanan, posterior
kanan dan sebelah lateral kiri dari lubang anus, dan berbagai jumlah bantalan kecil
yang terletak di antara keduanya.9
Perubahan ini meliputi dilatasi vena yang abnormal, trombosis pembuluh
darah, proses degeneratif pada serat kolagen dan jaringan fibroelastik, distorsi dan
pecahnya otot subepitel anal. Selain temuan di atas, reaksi inflamasi yang melibatkan
dinding pembuluh darah dan jaringan ikat sekitarnya telah dibuktikan dalam
specimen hemoroid, dengan terkait ulserasi mukosa, iskemia dan thrombosis.9
Umumnya perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat
traumaoleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi
merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada
waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang
lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi
bentuk yang mengalami prolapse menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi.10

3.5 KLASIFIKASI HEMOROID


Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus
dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu hemoroid eksterna
berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea dentata sedangkan
hemoroid interna berupa pelebaran vena submukosa di atas linea dentata. Hemoroid
eksterna adalah terjadinya varises pada pleksus hemorodialis inferior di bawah linea
dentate dan tertutup oleh kulit.1

10
Hemoroid ini diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya merupakan hematoma.
Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk ini sangat nyeri dan
gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid
eksterna kronik berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
dan sedikit pembuluh darah.1,7
Hemoroid interna adalah pembengkakan vena pada pleksus hemoroidalis
superior, di atas linea dentata dan tertutup oleh mukosa. Terdapat empat derajat
hemoroid interna, yaitu:1,7,10
a. Derajat I, terjadi varises tetapi belum ada benjolan saat defekasi. Dapat diketahui
dengan adanya perdarahan melalui signiodoskopi.
b. Derajat II, ada perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan selama
defekasi tetapi dapat kembali secara spontan.
c. Derajat III, sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat kembali secara
spontan, harus didorong (manual).
d. Derajat IV, prolaps tidak dapat direduksi atau inkarserasi. Benjolan dapat terjepit di
luar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedem dan ulserasi.

3.6 TANDA DAN GEJALA HEMOROID


Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien sering mengeluh
menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungan dengan gejala rektum atau anus
yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungan dengan hemoroid interna
dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis.10 Gejala yang
paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau
penonjolan di daerah dubur, sekret atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas
waktu buang air besar, dan rasa tidak nyaman di daerah pantat.11
Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita hemoroid
interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada anus atau kertas
pembersih sampai pada pendarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah
segar. Pendarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar

11
dan menyebabkan prolaps. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang
meluas dengan udem meradang.10
Hemoroid eksterna, karena terletak di bawah kulit, cukup sering terasa nyeri,
terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya. Peristiwa ini menyebabkan
pembengkakan biru yang terasa nyeri pada pinggir anus akibat trombosis sebuah
vena pada pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan pembesaran vena
interna. Karena trombus biasanya terletak pada batas otot sfingter. Hemoroid
eksterna mengakibatkan spasme anus dan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri yang
dirasakan penderita dapat menghambat keinginan untuk defekasi. Tidak adanya
keinginan defekasi, penderita haemoroid dapat terjadi konstipasi. Konstipasi
disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu.12
Hemoroid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan. Mula-mula
penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat masuk sendiri dengan
spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak dapat masuk ke anus dengan
sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan tangan. Bila tidak segera ditangani,
hemoroid itu akan menonjol secara menetap dan terapi satu-satunya hanyalah
dengan operasi. Biasanya pada celana dalam penderita sering didapatkan feses atau
lendir yang kental dan menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab.
Sehingga sering pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus.13

3.7 DIAGNOSIS
3.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis.14
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga
terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa
gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan
akibat ulserasi dan thrombosis.15

12
3.7.2 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.14
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai.16
Macam-macam pemeriksaan hemoroid adalah:14,15
1. Pemeriksaan Rectal Touche
Pada pemeriksaan rectal touche atau colok dubur, hemoroid interna stadium awal
tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya
tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid
interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak, besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan
tumor ganas harus diperhatikan.

3.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai
dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.17
1. Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika

13
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.18
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan
pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan
hemoroid, meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu
suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya.17
2. Pembedahan
Acheson dan Scholfield menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan
tindakan pembedahan.17
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
1. Skleroterapi.
Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil,
quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi
adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema,
reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik ini murah
dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan
yang tinggi.15

14
2. Rubber band ligation.
Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis
iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan ikat
ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation.
Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan
jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan
hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy.
Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh
darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat
rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan
doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi
jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan
aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk
merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,
menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan
banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik
yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid.19
8. Stappled Hemorrhoidopexy.
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal
dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa
nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar
hemorrhoidectomy.20

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.
2. Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada Usia 21-30 Tahun [Karya
Tulis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro. 2012.
3. Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid
di URJ bedah RSUD dr. Soegiri Lamongan. Surya. 2014. 2(18): 41-50.
4. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2009 [Karya Tulis Ilmiah].
Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010.
5. Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
6. Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah
Kedokteran dan Farmasi. Jakarta. Available from: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one-news.asp?IDNews=278
7. Simadibrata M. Hemoroid. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal: 587-590.
8. Villalba, H., Abbas, M.A., 2007. Hemorrhoids : Modern Remedies for an
Ancient Disease. The Permanente Journal 11 (2): 74-76.
9. Varut L. Hemoroids: From basic pathophysiology to clinical management.
World Gastroenterol. 2012. 18(17): 2009–2017
10. Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Bedah, Jakarta: EGC. pemeriksaan
penunjang:910 – 912.
11. Merdikoputro, D, 2006, “Jalan Kaki Cegah Wasir”,
www.suaramerdeka.com.
12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper 1999, “Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Volume 1, Edisi 13, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.255-256.
13. Murbawani, E.A, 2006 “Wasir Karena Kurang Serat”,
www.suaramerdeka.com.
14. Canan, A, 2002. Hemorrhoids and Other Anorectal Disorders. Manual of
Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. 3rd ed. USA: Lippincott Williams
& Wilkins.
15. Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal
Disease: A Comprehensive Review. J. American College of Surgeons 204 (1):
102-114.
16. Nisar, P.J. & Scholfield, J.H., 2003. Managing Haemorrhoids. British
Medical Journal; 327: 847-851.
17. Acheson A G and Scholefield J H. Management of Haemorrhoids. Section
of gastrointestinal Surgery, University Hospital, Queen’s Medical Centre
Nottingham. 2008;336; 380-383.
18. Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian
Family Physician 39 (6): 376-381.
19. American Gastroenterological Association. American Gastroenterological
Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of
Hemorrhoids. American Gastroenterological Association Clinical Practice
Comitee.
20. Halverson, A., 2007. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal surgery 20 (2): 77-84.

16

Anda mungkin juga menyukai