Anda di halaman 1dari 41

Laporan Tugas Akhir

Teknik Material dan Metalurgi


FTI – ITS

Oleh:
Muhammad Khusnul Yaqin
2706 100 020

Dosen Pembimbing:
1. Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA.
2. Budi Agung Kurniawan, S.T., M.Sc.
PENGARUH PREHEAT DAN POSTHEAT
TERHADAP LEBAR HAZ, STRUKTURMIKRO, DAN
DISTRIBUSI KEKERASAN PADA PROSES
PENGELASAN SMAW BESI COR KELABU FC 25
Latar Belakang

Cast Irons
Kadar karbon tinggi (≥ 2%C) → Weldability rendah
→ Kenapa koq diLas???

• Because of its aplication


Aplikasi Besi Cor sangatlah luas dibidang
konstruksi logam (komponen automotive, desain
pompa, konstruksi jembatan, dll).
• To repair product
repairing kerusakan/retak yang terjadi pada produk
dari bahan besi cor
Crankshaft for Sport Car

Pump housing & Iron Bridge


impeler
Weldability Rendah
• Sulit untuk diLas → Diperlukan prosedur pengelasan
yang tepat untuk mendapatkan hasil lasan yang baik
• Digunakan filler metal dari Paduan Nikel → Mencegah
struktur yang keras pada logam las

HAZ Keras & Getas


• Disebabkan terbentuknya Martensite → Dilakukan
proses preheat supaya laju pendinginan lambat
Cast iron gate of Guell • Proses postheat juga sering dimanfaatkan untuk mengurangi
Palace by Gaudi in
tegangan thermal yang terjadi pada pengelasan
Barcelona, Spanyol
Gray Cast Irons
• Sifat mampu las besi cor kelabu relatif lebih rendah
dibandingkan besi cor nodular dan malleable
• Namun besi cor kelabu merupakan salah satu material
terpenting di dunia dengan lebih dari 70% total produksi produk
pengecoran (riset dari Stefanescu, 2005)
• Proses pengelasan yang digunakan pada material ini, yaitu
SMAW dengan kawat las paduan Nikel (ENiFe-CI) sebagai logam
pengisi.

Proses las
SMAW

Sumber: Wiryosmarto, 2006


Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh preheat dan postheat pada pengelasan
SMAW besi cor kelabu terhadap retak las dan lebar HAZ dengan
melakukan pengamatan secara makro.
2. Bagaimanakah strukturmikro yang terbentuk pada besi cor kelabu
dengan adanya pengaruh preheat dan postheat pada pengelasan
SMAW.
3. Bagaimana distribusi kekerasan (weld metal, HAZ, dan base
metal) akibat adanya perbedaan perlakuan (preheat dan postheat).

Batasan Masalah
1. Penelitian ini menggunakan bahan besi cor kelabu yang homogen.
2. Parameter pengelasan dianggap konstan pada setiap spesimen.
3. Pengaruh kondisi lingkungan diabaikan.
4. Bentuk dan ukuran groove pada setiap spesimen dianggap sama.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh preheat dan postheat pada pengelasan
SMAW besi cor kelabu terhadap retak las dan lebar HAZ.
2. Mengetahui distribusi kekerasan (weld metal, HAZ, dan base
metal) akibat adanya perbedaan perlakuan (preheat dan postheat).
3. Menganalisa strukturmikro yang terbentuk pada besi cor kelabu
dengan adanya pengaruh preheat dan postheat pada pengelasan
SMAW.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan solusi penanganan masalah pengelasan besi cor untuk
perbaikan struktur komponen automotive dan konstruksi logam.
2. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka
pengembangan teknologi khususnya bidang pengelasan.
TINJAUAN PUSTAKA
• Menurut AWS (American Welding
Society), pengelasan adalah proses penyambungan
material yang dilakukan dengan memanaskan
material tersebut hingga temperatur las, dengan
atau tanpa menggunakan tekanan (pressure), hanya
dengan tekanan (pressure), atau dengan atau tanpa
menggunakan logam pengisi (filler).
• Mengelas Menurut Suratman, S.Pd. (2007) adalah
salah satu cara menyambung dua bagian logam
secara permanen dengan menggunakan tenaga
panas. Tenaga panas ini diperlukan untuk
mencairkan bahan dasar yang akan disambung dan
kawat las sebagai bahan pengisi. Setelah dingin dan
membeku, terbentuklah ikatan yang kuat dan
permanen.
Klasifikasi Besi Cor

White Cast Iron

Grey Cast Iron

Nodular Cast Iron


Malleable Cast Iron
Sifat Mampu Las Besi Cor
• Sifat mamu las besi cor tergantung pada struktur
mikro dan sifat mekaniknya.
• Besi cor nodular dan malleable relatif sulit untuk
membentuk struktur martensit, keduanya dapat
dikatakan lebih mudah untuk dilas dibandingkan
besi cor kelabu, apalagi jika matriksnya feritik.
Besi cor putih bersifat sangat keras dan tidak
mengandung grafit, melainkan besi-karbida.
Umumnya jenis besi cor ini tidak disarankan
untuk dilas. (Sonawan, 2006)
Komposisi Kimia (%)
Kekuatan Sifat
Simbol
Jenis dan Kelas Tarik Mamp
(JIS) C Si Mn P S
(kg/mm2) u Las
Tabel 2.1 Jenis Besi Cor dan Sifat
Kelas 1 FC 10 10≤

Besi Cor Kelabu


Kelas 2 FC 15 13≤
Kelas 3 FC 20 2,5- 1,4- 0,4- 0,05- 17≤
0,06-0,15 Sedang
Kelas 4 FC 25 4,0 2,5 1,0 1,0 22≤
Kelas 5 FC 30 27≤
Kelas 6 FC 35 32≤
Besi Cor 3,0- 0,6- 0,5-
Mampu Lasnya

─ 28-35
Lanz 3,3 1,1 1,0
Besi Cor Khusus

Besi Cor 2,5- 2,0- 0,8-


─ 30-35
Emmel 3,0 2,5 1,1
Sedang
Besi Cor 2,7- 1,6-
─ ─ 30-40
Piowasky 3,0 2,7

Sumber: Wiryosumarto, 2006


Besi Cor 2,7- 1,0- 0,6-
─ 32-34
Mehanit 3,0 1,5 0,8
Maliable Kelas 1 FCMW 34 32-36
2,6- 0,6-
(Tungku <0,5 <0,2 <0,3 Sedang
3,2 1,1
Putih) Kelas 2 FCMW 36 34-38

Kelas 1 FCMB 28 28≤


Besi Cor Maliable
(Tungku Hitam)

Kelas 2 FCMB 32 32≤


2,0- 0,8-
<0,4 <0,35 <0,15 Sedang
3,0 1,5
Kelas 3 FCMB 35 35≤

Kelas 4 FCMB 37 37≤

Kelas 1 FCD 40 40≤


Besi Cor
Nodular

Kelas 2 FCD 45 3,3- 2,2- 0,2- 0,02- 45≤


<0,015 Baik
Kelas 3 FCD 55 3,9 2,9 0,6 0,1 55≤
Kelas 4 FCD 70 70≤
Tidak
Besi Cor Paduan ─ ─
Cara Pengelasan Besi Cor
Tabel 2.2 Perbedaan Karakteristik Proses Pengelasan (Sonawan, 2006)
OAW SMAW GMAW/FCAW
Temperatur sumber
Rendah Tinggi Tinggi
panas
Temperatur preheat Tinggi Rendah Rendah
Penetrasi Rendah Tinggi Tinggi
Dilusi Rendah Tinggi Tinggi
Laju deposisi Rendah Sedang Tinggi
HAZ Lebar Lebih sempit Lebih sempit
Pelapisan (buttering),
Pengelasan, Pengelasan,
Pemakaian pengelasan,
perbaikan perbaikan
perbaikan
Proses pengelasan dengan masukan panas lebih rendah biasanya
memerlukan temperatur pemanasan mula (preheat) yang lebih tinggi Tujuan
dari pemanasan mula di sini adalah agar tdak terjadi pendinginan cepat
sehingga logam las cair dapat menyesuaikan keadaanya dengan logam
induk. Pemilihan elektroda juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
preheat. Elektroda jenis campuran nikel tinggi dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan hasil lasan yang baik dan temperatur preheat yang rendah.
Elektroda Untuk Pengelasan Besi Cor
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengelas besi cor, yaitu:
1. Jenis besi cor
2. Sifat mekanik sambungan las
3. Tingkat dilusi
4. Kemmpuan logam las untuk meredam tegangan thermal
5. Kemudahan untuk di-machining
6. Proses pengelasan yang cocok
7. Harga
Klasifkasi elektroda terbungkus untuk pengelasan besi cor menurt JIS ditunjukkan
dalam Tabel 2.3. Pemilihan elektroda harus didasarkan pada jenis dan sifat logam induk
serta kegunaan sambungannya. Sifat dari beberapa elektroda untuk besi cor dapat dilihat
dalam Tabel 2.4, sedangkan cara pemilihan elektroda yang didasarkan atas logam induk dan
proses pengelasannya dapat dilihat dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.3 Klasifikasi Elektroda Terbungkus Untuk Pengelasan Besi Cor (JIS Z 3252-1976)

Komposisi Kimia (%)


Klasifikasi
C Mn Si P S Ni Fe Cu

DFC Ni 1,8 max 1,0 max 2,5 max 0,04 max 0,04 max 92 min - -
DFC Ni Fe 2,0 max 2,5 max 2,5 max 0,04 max 0,04 max 40-60 sisa -
DFC NiCu 1,7 max 2,0 max 1,0 max 0,04 max 0,04 max 60 min 2,5 max 25-35
DFC CI 1,0-5,0 1,9 max 2,5-9,5 0,20 max 0,04 max - sisa -
DFC Fe 0,15 max 0,8 max 1,0 max 0,03 max 0,03 max - sisa -
Tabel 2.4 Sifat dari Beberapa Elektroda Untuk Pengelasan Besi Cor

Suhu
Jenis Besi Kelas Tingkat Penam- Efisiensi Kemampuan Sifat Mampu Sifat Mampu
Pemanasan
Cor Elektroda Dilusi pakan Sambungan Sambungan Potong Lasan Potong HAZ
Mula (0C)

DFCNi 150 ■ ∆ ■ ■ ■ ■
Besi Cor

DFCNiFe 200 ■ ∆ ■ ■
Kelabu

□ □
DFCFe 350 ■ ■ ■ ■ ∆ ∆
DFCCI 100 ■ ■ ■ ■ ■ ∆
DFCNi 150 ■ ∆ ■ ■ ■ ■
Besi Cor

DFCNiFe 200 ■ ∆ ■ ■
Khusus

□ □
DFCFe 350 ■ ■ ■ ■ ∆ ∆
DFCCI 100 ■ ■ ■ ■ ■ ∆
DFCNi 150 ■ ∆ □ ■ ■ ■
Maliable
Besi Cor

DFCNiFe 200 ■ ∆ ■ ■ □ □

Sumber: Wiryosumarto, 2006


DFCFe 350 ■ ■ ■ ■ ∆ ∆
DFCCI 100 ■ ■ ■ ■ ■ ∆
DFCNi 150 ■ ∆ □ ■ ■ ■
Besi Cor
Nodular

DFCNiFe 200 ■ ∆ ■ ■ □ □
DFCFe 350 ■ ■ ■ ■ ∆ ∆
DFCCI 100 ■ ■ ■ ■ ■ ∆
DFCNi 200 ■ ∆ □ ■ ■ ■
Besi Cor

DFCNiFe 300 ■ ∆ ■ ■
Paduan

□ □
DFCFe 400 ■ ■ ■ ■ ∆ ∆
DFCCI 150 ■ ■ ■ ■ ■ ∆

Catatan: ■ Baik sekali □ Baik ∆ Kurang baik


Tabel 2.5 Sifat Elektroda Terbungkus dalam Beberapa Proses Pengelasan Besi Cor
DFC DFC
Jenis Besi Cor Jenis Pengelasan DFC Ni DFC CI DFC Fe
NiFe NiCu
Reparasi lubang
    
Besi Cor dan rongga halus
Kelabu Pengelasan
    
sambungan biasa
Reparasi retak   ∆  
Reparasi lubang
   ∆ ∆
dan rongga halus
Besi Cor
Nodular

Pengelasan
    
sambungan biasa

Sumber: Wiryosumarto, 2006


Reparasi retak     
Reparasi lubang
   ∆ 
Besi Cor Maliable dan rongga halus
(Tungku Hitam dan Pengelasan   ∆  
Putih) sambungan biasa
Reparasi retak     
Reparasi lubang
   ∆ 
dan rongga halus
Maliable
Besi Cor

(Perlit)

Pengelasan
  ∆  
sambungan biasa
Reparasi retak     

Catatan:  Terbaik  Sangat baik  Baik ∆ Kurang baik  Sukar


Retak Las Besi Cor Kelabu
Retak yang terjadi baik di logam las maupun HAZ
disebabkan oleh regangan dan tegangan thermal. untuk
mencegah terjadinya retak, regangan dan tegangan
thermal dibuat serendah mungkin. Gradien temperatur
yang besar mengakibatkan munculnya tegangan thermal.
Jadi sebenarnya permasalahan utama timblnya retak
karena gradien temperatur. Oleh karena itu, untuk
memperkecil gradien temperatur, diberikan preheat.
Pemberian preheat selain bertujuan memperlambat laju
pendinginan, juga bermanfaat untuk menyeragamkan
temperatur sepanjang daerah lasan.
Tabel 2.6. Beberapa Variasi Temperatur Preheat terhadap Struktur Mikro (AWS D11. 2-89)
Pendinginan lambat akibat proses preheat
secara tidak langsung juga merubah struktur
mikro pada HAZ. Menurut data dari AWS D11.2-89
pada tabel diatas dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi temperatur preheat (22-400 0C) maka
kemungkinan terbentuknya martensit sangat kecil.
Keuletan dan sifat mampu mesin dari HAZ akan
naik.
Pemanasan paska pengelasan seperti “Stress
Relieving” atau PWHT juga dapat dimanfaatkan
untk mengurangi pengaruh tegangan thermal.
Pemnasan hingga temperatur 6250C seperti yang
biasa juga dilakukan pada baja, sering dilakukan.
Parameter Pengelasan
Penggunaan parameter pengelasan yang tepat
dapat menghasilkan mutu sambungan las yang sesuai
dengan spesifikasi, adapun maca-macam parameter
pengelasan:
Masukan Panas (Heat Input)
Tegangan dan Arus Pengelasan
Kecepatan Pengelasan
Polaritas Listrik
Siklus Thermal Las
Internal Stress
• Pada dasarnya ada tiga bentuk perubahan logam akibat
pemanasan dan pendinginan, yaitu: ekspansi
termal, ekspansi lattice, dan transformasi.
Dari ketiga bentuk ekspansi dan kontraksi logam
mengakibatkan adanya internal stress (residual stress). Hal ini
terjadi pada saat logam dipanasi (dilas dari satu sisi) maka
akan terjadi ekspansi, terutama pada sisi pemanasan. Kalau
proses las sudah selesai dan logam menjadi dingin, maka akan
terjadi kontraksi. Kontraksi ini menyebabkan logam (las-lasan)
mengalami penyimpangan.
Akibat adanya pergerakan logam yang dilas, dari
ekspansi lalu kontraksi akan mengakibatkan terjadinya gaya
perlawanan oleh logam terhadap pergerakan tersebut. Dan
gaya perlawanan ini akan tetap ada pada logam tersebut dan
dinamakan internal stress (tegangan dalam) atau residual
stress (tegangan sisa).
Kampuh Las V
Kampuh las single V dipergunakan untuk menyambung
plat besi cor dengan ketebalan 12,7 mm maks. Sambungan ini
terdiri dari sambungan kampuh V terbuka dan sambungan
kampuh V tertutup. Sambungan kampuh V terbuka
dipergunakan untuk menyambung plat dengan ketebalan 12,7
mm maks dengan sudut kampuh antara 500-700, jarak root 2-
4 mm, tinggi root 3,2 mm maks. Skema kampuh las single V
terbuka ditunjukkan pada gambar berikut:

R = 2-4 mm
R = 2-4 mm t = 3,2 mm max
t = 3,2 mm max T = 12,7 mm max
T = 12,7 mm max

Gambar 2.17 Kampuh las single V


(ASM Handbook vol.6)
Diagram Alir
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
• Bahan Penelitian: • Alat Penelitian:
1. Penggaris
1. 5 set plat 2. Bendsaw
 Besi Cor Kelabu 3. Jangka sorong
4. Mesin las SMAW DC
 300x200x10 mm 5. Stop watch
2. 5 buah backplate 6. Gerinda
7. Mesin Polishing
3. Filler Metal 8. Kertas gosok
 ENiFe-CI / DFC NiFe 9. Kain bludru
10. Gelas ukur
4. Serbuk Alumina 11. Mikroskop optik
5. Larutan Nital 12. Kamera
13. Mesin uji hardness
6. Autosol (Pemoles) 14. Thermocouple
15. Electric Furnace
Komposisi Kimia dari Besi Cor Kelabu FC 25 Mechanical Properties dari Besi Cor Kelabu FC 25

Chemical Composition (%) Mechanical Properties


Carbon
Raw Hardness range 170-229 HBN
Equivalent
Material C Si Mn P S Fe (CE) Tensile strength 25000 psi
(min) 17,5 kg/mm2
Transverse strength 2000 lb
FC 25 3,2- 2,0- 0,6- 0,2 0,15 (min) 910 kg
balance 4,0-4,25
(G2500) 3,5 2,4 0,9 max max 0,17 inch
Deflection (min)
4,3 mm

Kandungan tipe logam las ENiFe-CI (AWS A5.15) Mechanical Properties ENiFe-CI – AWS A5.15

Komposisi Kimia (%) Mechanical Properties


Kawat
Elemen Lain
Las C Mn P Si S Fe Ni Cu Al (Total) Yield strength 296-434 MPa

ENiFe 45- Tensile strength 400-579 MPa


2,0 2,5 min 4,0 0,03 balance 2,5 1,0 1,0
-CI 60
Elongation 6-13 %
HBN 174
Parameter Proses Pengelasan
Desain Sambungan Las Parameter Pengelasan
Material
Bahan Besi cor kelabu FC 25
Panjang 200mm
Lebar 150 mm
600
Tebal 10 mm
Desain Sambungan
10 10
Desain Butt joint
2-3
Kampuh las Single V terbuka
Sudut groove 60 0
200 Lebar root 2-3 mm
Karakteristik Las Spesimen
Polaritas DCRP
Tegangan 21-24 volt
Arus 90-100 ampere
Kecepatan pengelasan 2-3,3 mm/s
Pengujian yang dilakukan: Treatment
1. Pengujian Mikro dan Makro Etsa Tanpa preheat-postheat
200 0C
2. Pengujian Kekerasan Rockwell B Preheat
400 0C
Postheat 625 0C ± 1 jam
Filler Metal
Kawat las ENiFe-CI
Diameter kawat 3,2 mm
Posisi dan Arah Pengelasan
Arah pengelasan Kanan ke kiri
Posisi pengelasan Flat position
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
1. Pengujian Makro
 Mengetahui retak las dan porosity
 Mengetahui lebar HAZ
2. Pengujian Mikro
 Mengetahui strukturmikro yang terbentuk pada
ketiga daerah las (base metal, HAZ, dan weld metal)
3. Pengujian Hardness
 Mengetahui distribusi Kekerasan pada hasil lasan
dan membandingkannya dengan tiap-tiap spesimen
1. PENGUJIAN MAKRO

Pengukuran
Spesimen Lebar HAZ
(mm)
A
A B 1,22
(tanpa pre-pos)
B
1,83
(pre 2000C)
C
2,59
(pre 4000C)
D
C D
(pre 2000C + 1,86
pos 6250C)
Gambar Foto makro E
penampang lasan (pre 4000C + 2,63
dari tiap spesimen pos 6250C)
E
1. PENGUJIAN MAKRO
1. Analisa Retak Las dan Porosity
 Penggunaan paduan nikel sebagai logam pengisi (filler
metal) terbukti efektif dalam menyerap tegangan
akibat penyusutan yang terjadi selama pendinginan.
 Semua spesimen terbebas dari retak las walaupun
spesimen tanpa diberi pemanasan mula (preheat).
 Sifat paduan nikel yang memiliki tingkat porositas
rendah juga berhasil mencegah terjadinya porosity
pada logam las.
1. PENGUJIAN MAKRO
2. Analisa Lebar HAZ
 Lebar HAZ dipengaruhi oleh temperatur preheat.
 Hasil pengukuran lebar HAZ pada tiap spesimen
berbeda-beda seiring dengan besarnya temperatur
preheat.
 Preheat memperlambat laju pendinginan, hal itu
menyebabkan daerah pengaruh panas (HAZ) lebih lebar.
 Adanya postheat/PWHT dapat dikatakan tidak
berpengaruh terhadap lebanya HAZ (perbedaan
nilainya sangat kecil). Hal itu dikarenakan, PWHT
dilakukan setalah spesimen itu dingin.
2. PENGAMATAN STRUKTURMIKRO
Gambar:
Strukturmikro
base metal Grafit flake
(raw material)

Matriks perlit

(a) (b)

Gambar 4.6 Strukturmikro base metal (raw


material) tanpa etsa (a) dan dengan etsa 2%
nital selama 2 detik (b), perbesaran 500x
2. PENGAMATAN STRUKTURMIKRO
Gambar:
Strukturmikro Grafit flake
HAZ dari tiap-
tiap spesimen Matriks perlit

Grafit flake
Matriks perlit (a) (b)

Grafit flake

Matriks perlit

(e) (c) (d)


Gambar 4.7 Strukturmikro HAZ spesimen tanpa preheat-postheat (a), preheat 2000C(b), preheat
4000C (c), preheat 2000C + postheat (d), preheat 4000C + postheat (e), perbesaran 500x
2. PENGAMATAN STRUKTURMIKRO
Gambar:
Strukturmikro weld Grafit
metal dari tiap-tiap
spesimen
Matriks ferit

Grafit Matriks ferit (a) (b)

Grafit

Matriks ferit

(e) (c) (d)

Gambar 4.8 Strukturmikro weld metal spesimen tanpa preheat-postheat (a), preheat 2000C(b),
preheat 4000C (c), preheat 2000C + postheat (d), preheat 4000C + postheat (e), perbesaran 500x
2. PENGAMATAN STRUKTURMIKRO
Gambar: HAZ

Strukturmikro HAZ
fusion line
dari tiap-tiap
spesimen
Weld metal
Weld metal

Fusion line

HAZ HAZ HAZ

Weld metal Weld metal


Weld metal
2. PENGUJIAN MIKRO
Analisa Hasil Pengamatan Mikro:
 Pada base metal terdapat grafit flake didalam matriks
perlit, struktur matriks ini yang menyebabkan kekerasan
cukup tinggi
 Pada HAZ terbentuk matriks perlit lamel yang sangat
halus/rapat serta grafit yang besar dan tersebar
menyebabkan kekerasan HAZ menjadi tinggi. Adanya
pemanasan mula (preheat) akan mempengaruhi
pembentukan grafit dan matriks. Semakin besar temperatur
preheat maka grafit yang terbentuk pada HAZ semakin sedikit
dan kecil/tipis, matriks perlitnya pun semakin kasar.
 Strukturmikro weld metal hampir semuanya didominasi oleh
matriks ferit dan butiran-butiran grafit halus yang tersebar
merata pada logam las.
3. PENGUJIAN HARDNESS
Tabel data distribusi kekerasan
Posisi Titik Angka Kekerasan Spesimen (HRB)
Titik
Indentasi A B C D E
1 94,5 94 94,5 95,5 93,5

Sambungan Lasan
Base
2 94 95 95,5 95 94
Metal
3 94 95,5 95 94,5 95
4 Kiri 102 100,5 102 100 99
5 HAZ 99,5 101,5 99,5 101 96,5
6 103 97,5 100 98 98,5
7 79 81,5 79 81 77
8 Weld Metal 75,5 79 78 80 76,5
9 78 80 79 81,5 75,5
10 100 101 101 99 100
Sambungan Lasan

11 HAZ 102,5 99 98 100,5 96


12 102 98,5 98,5 99,5 97
Kanan

13 95 95 95,5 94,5 93,5


Base
14 95 94 95 95 94
Metal
15 94,5 94 94 93 94,5
3. PENGUJIAN HARDNESS
120

100

80

60

40

20

0
Spesimen A Spesimen B Spesimen C Spesimen D Spesimen E

Base metal HAZ Weld metal


3. PENGUJIAN HARDNESS
Analisa Hasil Pengujian Hardness:
• Semakin besar temperatur preheat, maka
semakin rendah nilai kekerasannya, begitu juga
sebaliknya.
• Dengan adanya pemanasan mula sebelum
pengelasan (preheat), maka dapat
memperlambat laju pendinginan, sehingga
struktur yang keras pada HAZ dapat dihindari.
• Selain itu, preheat juga dapat menyeragamkan
distribusi kekerasan dari daerah hasil lasan.
• Adanya postheat juga efektif untuk mengurangi
tegangan thermal yang terjadi pada proses
pengelasan, sehingga kekerasan HAZ menurun.
KESIMPULAN
1. Penggunaan paduan nikel pada logam las sngat efektif dalam
meredam tegangan thermal, sehingga semua spesimen uji tidak
ditemukan retak las maupun porositas walapun tanpa preheat-
postheat.
2. Berdasarkan hasil pengukuran lebar HAZ, semakin besar
temperatur preheat maka semakin lebar HAZnya. Proses
postheat tidak mempengaruhi besarnya lebar HAZ.
3. Berdasarkan hasil foto mikro, diketahui bahwa dengan adanya
preheat dapat mengurangi terjadinya struktur perlit halus dan
grafit yang besar pada HAZ, sehingga HAZ yang keras dan getas
dapat dicegah.
4. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan, menunjukkan bahwa
nilai kekerasan tertinggi terjadi pada HAZ untuk semua variasi
perlakuan. Nilai kekerasan HAZ menurun sering dengan
bertambahnya temperatur preheat. Adanya proses postheat
juga menurunkan nilai kekerasan.
SARAN
1. Hendaknya lebih diperhatikan tentang preparasi dan
posisi benda uji pada saat pengujian metalografi karena
preparasi yang baik akan memberikan foto struktur mikro
yang lebih jelas. Kedataran permukaan spesimen
sebelum dan saat pengujian juga harus diperhatikan agar
tidak mendapatkan gambar yang kabur.
2. Untuk uji kekerasan, hendaknya mengambil titik uji lebih
banyak dan tepat sasaran, serta memperhatikan
prosedur teknis dengan seksama agar didapatkan data
yang lebih akurat.
3. Sebaiknya dilakukan pengujian NDT agar spesimen
benar-benar terbebas dari cacat, terutama cacat yang
tidak terlihat oleh kasat mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alip, M, 1989. Teori dan Praktik Las. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Behnam, M.M. Jabbari, Davami, P., and Varahram, N., Sep. 2010. Effect of cooling rate on
microstructure and mechanical properties of gray cast iron. Materials Science and Engineering A
xxx, xxx–xxx
3. Collini L., Nicoletto a, R. Konecna, Mater. Sci. Eng. A 488 (2008) 529–539
4. Davis, J.R., 1996. G. Speciallity Handbook: Cast Irons. ASM International Hand Book Committee.
5. Malau, V, 2003. Diktat Kuliah Teknologi Pengelasan Logam. Yogyakarta.
6. Musaikan, 2002. Teknik Las. Surabaya: Teknik Mesin FTI ITS.
7. Sonawan, H, Suratman, R, 2006. Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam. Bandung: Αlfa
Beta.
8. Suratman, M, 2007. Teknik Mengelas Asetilin, Brazing, dan Las Busur Listrik. Bandung: CV Pustaka
Grafika.
9. Stefanescu, D.M., Mater. Sci. Eng. A A413–414 (2005) 322–333.
10. Suherman, W, 2007. Ilmu Logam. Surabaya: Jurusan Teknik Material & Metalurgi, ITS Surabaya.
11. Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, T. 2006. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya
Paramita.
12. ________, American Welding Society. 1981. Welding Hand Book vol. 1, 7th edition Fundamentals
of Welding. Miami: American Welding Society.
13. ________, American Welding Society. 2001. Welding Hand Book vol. 2, 8th edition Welding
Processes. Miami: American Welding Society.
14. ________, American Welding Society. 2004. Welding Hand Book vol. 3, 8th edition Materials and
Application Part 1. Miami: American Welding Society.
15. ______, 1989. Metal Hand Book vol. 1. ASM Handbook Committe, Metal Park: Ohio.
16. ________, 1971. ASM Metal Hand Book vol. 6, 8th edition. ASM Hand Book Committee.

Anda mungkin juga menyukai