Anda di halaman 1dari 36

2.

TEORI PENUNJANG

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu jenis pembangkit listrik
thermal yang memanfaatkan uap sebagai penggerak turbin untuk memutar
generator sehingga menghasilkan listrik. Uap yang dimanfaatkan merupakan hasil
pembangkaran air yang terjadi di dalam steam drum atau boiler yang kemudian
disalurkan ke turbin. Pada pembakaran yang terjadi di dalam boiler tersebut
menggunakan campuran bahan bakar, udara dan ignitor. Umumnya bahan bakar
yang dapat digunakan dalam sistem pembangkit tenaga uap ini yaitu, bahan bakar
batubara, solar, dan gas. Aktualnya bahan bakar yang digunakan dalam sistem
pembangkit tenaga uap yaitu bahan bakar dari batubara.
Secara umum sistem pembangkit listrik tenaga uap dapat dijelaskan dengan
siklus Rankine. Siklus Rankine atau siklus tenaga uap merupakan siklus
sederhana yang memanfaatkan uap (steam) sebagai medium kerja. Adapun Siklus
Rankine dapat dilihat sebagai berikut pada gambar 2.2.

Gambar 2.1 Sistem PLTU sederhana Gambar 2.2 Siklus Rankine Ideal

Dari gambar diatas, Secara Sederhana PLTU terdiri dari boiler (Steam
Generator), turbin, kondenser, pompa dan generator listrik. Sehingga siklus
Rankine untuk PLTU terdiri dari:
1. Proses 1-2 adalah ekspansi isentropic dari fluida kerja melalui turbin dari
uap jenuh pada kondisi 1 hingga mencapai tekanan condenser.

4
2. Proses 2-3 merupakan perpindahan kalor dari fluida kerja ketika
mengalirnpada tekanan konstan melalui condenser dengan cair jenuh pada
kondisi 3
3. Proses 3-4 adalah kompresi isentropik dalam pompa menuju ke kondisi 4
dalam daerah cairan hasil kompresi
4. Proses 4-1 adalah perpindahan kalor ke fluida kerja ketika mengalir pada
tekanan konstan melalui boiler untuk menyelesaikan siklus
Untuk meningkatkan efisiensi pada PLTU secara umum maka dalam siklus
ditambahkan superheat dan reheat dengan memanfaatkan panas hasil pembakaran
boiler yang masih memiliki energi panas yang cukup besar agar tidak terbuang
begitu saja.
Dengan superheat dan re-heat ini maka siklus Rankine sederhana mengalami
perubahan yaitu uap mengalami tambahan panas sehingga titik 3 berubah menjadi
titik 3’, dan titik 4 menjadi titik 4’ juga karena mengalami penambahan panas. Hal
ini terlihat dalam gambar 2.3 dan 2.4 dibawah.

Gambar 2.3 Siklus Gambar 2.4 Siklus


Dengan Superheat Dengan Re-heat &
Superheat

2.2. Sistem Pendukung Pembangkit


Listrik Tenaga Uap
Dalam proses pembangkitan tenaga listrik diperlukan sistem-sistem
pendukung agar proses pembangkitan bisa mencapai angka keberhasilan yang
diinginkan. Sistem-sistem tersebut memiliki prinsip kerja dan fungsi masing-
masing dengan siklus yang terus menerus selama proses pembangkitan tenaga
listrik dilakukan.
Sistem pendukung yang terdapat dalam pembangkit listrik tenaga uap dapat
dikelompokan menjadi beberapa sistem dengan peran yang variatif, tetapi semua
sistem bekerja terintegrasi dalam satu siklus tertutup. Sistem tersebut terdiri dari
sistem penanganan batubara(Coal Handling System), sistem penanganan bahan

5
bakar minyak (Fuel Handling System), sistem aliran air (Water Flow System),
sistem aliran udara (Air System), sistem penanganan abu batubara (Bottom Ash
Handling System), sistem penanganan abu batu bara (Bottom Ash Handling
system), dan sistem gas buang (Flue Gas System).
2.2.1. Sistem Penanganan Batubara (Coal Handling System)
PLTU batubara pada umumnya menggunakan bahan bakar batu bara.
Namun batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar harus diolah terlebih
dahulu supaya bisa sesuai dengan spesifikasi penggunaan alat yang ada pada
satu pembangkit listrik. Batubara yang dipasok akan melalui beberapa tahap
proses yang berfungsi sebagai penyaringan dan penumbukan agar memiliki
keseragaman ukuran dan bebas dari benda-benda logam atau sampah
2.2.2. Sistem Penanganan Bahan Bakar Minyak (Fuel Handling System)
Selain bahan bakar batubara, dibutuhkan juga bahan bakar minyak
berupa solar sebagai sumber energi pendukung sebuah PLTU. Penggunaan
bahan bakar solar ini umumnya digunakan sebagai bahan bakar saat PLTU
melakukan Start-Up juga sebagai cadangan saat persediaan batubara habis
maupun sistem penanganan batubara sedang mengalami kerusakan. Proses
penanganan minyak relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan sistem
penanganan batubara, karena minyak yang disediakan di PLTU sebagai bahan
bakar adalah solar yang sudah siap digunakan.
2.2.3. Sistem Aliran Udara (Air System)
Sistem udara terutama berfungsi sebagai supply kebutuhan udara pada
proses pembakaran di ruang bakar, karena proses pembakaran itu berlangsung
secara kontinyu selama boiler beroperasi maka supply udara untuk
pembakaran pun harus dipasok secara kontinyu. Selain itu juga sistem udara
berfungsi sebagai pemasok udara yang membawa batubara dari pulverizer ke
ruang bakar.

2.2.4. Aliran Air (Water Flow System)


Air adalah salah satu fluida penting pada suatu PLTU. Penggunaan air
pada PLTU memiliki fungsi dan peranan yang beragam diantaranya sebagai

6
air umpan boiler, air pendingin, air pemadam kebakaran, dll. Namun, air yang
hendak digunakan untuk di sirkulasikan sebagai air umpan boiler harus
memiliki kandungan yang baik sehingga tidak menyebabkan kerusakan
peralatan pendukung di dalam sistem tersebut.
Air yang dipasok sebagai air umpan boiler senantiasa dikendalikan pada
tahap-tahap yang seimbang agar sesuai dengan kebutuhan boiler tersebut.
Tahap-tahap tersebut akan mengubah temperatur hingga air tersebut berubah
asa menjadi uap. Uap tersebut yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai
fluida kerja untuk memberikan gaya dorong pada poros turbin.
2.2.5. Sistem Penanganan Abu Batubara (Bottom Ash Handling System)
Setiap pemegang kuasa usaha pembangkitan tenaga listrik harus
senantiasa mengedepankan kepedulian lingkungan. Maka, setiap limbah yang
dihasilkan oleh proses pembangkitan harus diolah dan ditangani secara ideal
agar tidak mencerari dan merusak lingkungan alam di sekitarnya.Salah satu
limbah PLTU adalah abu batu bara, abu sisa pembakaran batubara bisa
menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan apabila tidak diolah
terlebih dahulu. Saat ini sudah banyak alat pengolah abu batubara supaya abu
tersebut bisa dimanfaatkan kembali dan tidak di buang ke lingkungan begitu
saja. Salah satu alat yang digunakan adalah ESP (Electrostatic Pracipitator).
Alat tersebut memiliki kemampuan mengendapkan abu batubara dan
memisahkannya dari aliran udara. Hasilnya abu batu bara bisa dimanfaatkan
kembali, dan lingkungan tidak tercemar karena abu tersebut.
2.2.6. Gas Buang (Flue Gas System)
Selain abu batu bara yang diolah supaya tidak mencemari lingkungan,
gas buang juga harus diolah terlebih dahulu sebelum di alirkan ke lingkungan
melalui cerobong. Dalam gas buang terdapat sisa-sisa abu batu bara hasil
pembakaran yang jumlahnya banyak, maka gas buang dialirkan terlebih
dahulu melalui ESP. Selain itu, hal ini bertujuan supaya gas buang tidak lagi
memiliki kandungan kimia berbahaya seperti sulfur. Pembuangan gas buang
inipun harus senantiasa diperhatikan dengan baik. Gas buang di keluarkan
menuju udara luar melalui cerobong yang tingginya 200 meter dan diupayakan
gas buang memiliki temperatur dibawah 150 ⁰C.

7
2.3. Boiler
Boiler merupakan bejana tertutup dimana panas pembakaran bahan bakar
diserap oleh air boiler sampai terbentuk steam/ uap. Uap pada tekanan tertentu
digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai
menjadi uap, volumenya meningkat menjadi 1.600 kali, dan menghasilkan tenaga
yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan
peralatan yang harus dikelola dengan sangat baik. Untuk dapat mengubah air
menjadi uap diperlukan energi panas yang didapat dari sumber panas, misalnya
dari pembakaran bahan bakar (padat, gas, dan cair), tenaga listrik, sisa proses
kimia, dan tenaga nuklir. Sistem pada boiler terdiri dari sistem air pengisi, sistem
uap dan sistem bahan bakar. Sistem air pengisi menyediakan air untuk boiler
secara otomatis sesuai dengan kebutuhan uapnya. Berbagai katup disediakan
untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sumber air pengisi boiler dibagi
menjadi dua, yaitu air kondensat yang merupakan hasil kondensasi uap dari
proses, dan air make-up yang merupakan air baku yang diolah (mengalami
treathment) dan berasal dari luar sistem. Sistem uap mengumpulkan dan
mengontrol produksi uap dalam boiler. Uap dialirkan melalui sistem pemipaan ke
titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan uap diatur dan dipantau dengan
alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar merupakan peralatan-peralatan yang
digunakan untuk menyediakan bahan bakar guna menghasilkan panas yang
dibuthkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada
jenis bahan bakar yang digunakan.
2.3.1. Jenis Boiler
Berbagai jenis boiler yang digunakan dalam industri adalah
1. Fire Tube Boiler
Pada fire tube boiler, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler
ada didalam shell untuk dirubah menjadi steam. Fire tube boilers biasanya
digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam
rendah sampai sedang.

8
Gambar 2.5 Boiler Pipa Api (Fire Tube)

2. Water Tube Boiler


Pada water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa
masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar
membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika
kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler
untuk pembangkit tenaga listik.

Gambar 2.6 Boiler Pipa Air (Water Tube Boiler)


Uap yang dihasilkan oleh boiler dapat digunakan untuk memenuhi
berbagai keperluan seperti mesin pembakaran luar, suplai tekanan rendah
untuk keperluan proses, dan instalasi pemanasan bertekanan rendah.
Sistem pada boiler terdiri dari tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem air umpan

9
Sistem air umpan atau feed water system berfungsi untuk menyediakan air
secara otomatis sesuai dengan kebutuhan uap. Air umpan boiler bersumber
dari air kondensat dan air make up. Air kondensat merupakan hasil
kondensasi di kondensor yang selanjutnya digunakan untuk air pengisi boiler
drum (steam drum), sedangkan air make up merupakan air baku yang sudah
diolah dengan proses treatment secara kimiawi dan berasal dari luar sistem.
Sistem aliran air yang digunakan untuk air umpan boiler berasal dari air
hasil kondensasi di kondensor. Air tersebut masuk kedalam steam drum dan
dialirkan ke dalam ruang bakar melalui pipa downcomer. Air umpan harus
dipanaskan terlebih dahulu di economizer agar menghasilkan efisiensi yang
tinggi, kemudian air panas yang keluar dari economizer dimasukan kedalam
ruang bakar untuk dibakar dengan bahan bakar dan udara.

Gambar 2.7 Sistem aliran air


Air yang digunakan untuk umpan boiler pasti memiliki karakteristik yang
berbeda-beda tergantung pada sumber air yang digunakan. Sumber air yang
digunakan untuk air umpan boiler bisa berasal dari air sumur, air PDAM
atau air permukaan seperti air kali, danau dan air laut. Air laut sering
digunakan oleh pembangkit tenaga listrik sebagai sumber air umpan boiler
karena memerlukan jumlah yang banyak untuk keperluan proses
pembakaran dalam boiler. Karakteristik air umpan boiler terdiri dari
beberapa unsur seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Karakteristik air umpan boiler

10
Parameter Satuan Pengendalian Batas
PH Unit 10.5 - 11.5
Conductivity μmhos/cm max 5000
TDS Ppm max 3500
P-Alkalinity Ppm -
M-Alkalinity Ppm max 800
O-Alkalinity Ppm min 2.5 x SiO2
Hardness Ppm -
Silica Ppm max 150
Besi Ppm max 2
Phosphat
residual Ppm 20 – 50
Sulfite residual Ppm 20 – 50
PH condensate Unit 8–9

Air yang digunakan untuk umpan boiler secara umum merupakan air
yang tidak mengandung unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya korosi,
pembentukan busa (foaming) dan endapan yang dapat menyebabkan
pembentukan kerak sehingga untuk menghindari unsur-unsur tersebut harus
memenuhi persyaratan seperti berikut ini:
a. Tidak menyebabkan terjadinya korosi
Korosi merupakan peristiwa kerusakan logam yang disebabkan oleh
proses oksidasi atau reaksi kimia antara permukaan logam dengan media
perusak lainnya. Faktor utama yang dapat menyebabkan pembentukan
korosi adalah oksigen yang terlarut dalam air dimana kandungan oksigen
yang terlarut dalam air umpan boiler harus kurang dari 0,03 mg/liter, garam-
garam terlarut dan padatan tersuspensi serta pH air yang rendah.
Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi yaitu
menghilangkan gas-gas terlarut dengan proses aerasi, perawatan mesin
secara berkala, menghilangkan konsentrasi garam yang berlebihan, dan
menetralkan asam-asam serta mempertahankan alkalinity yang diinginkan.

b. Tidak menyebabkan pembentukan busa (foaming)


Pembentukan busa merupakan peristiwa timbulnya gelembug-gelembung
dalam permukaan air umpan boiler yang disebabkan karena adanya

11
kontaminasi zat organik atau zat kimia yang tidak terkontrol dengan baik
dalam air umpan boiler sehingga menyebabkan ruang pelepasan uap panas
menjadi sempit dan air serta kotoran-kotoran akan terbawa bersama uap air.
Akibat dari adanya pembetukan busa maka akan terjadi endapan dan korosi
pada logam yang ada didalam boiler.
c. Tidak menyebabkan pembentukan kerak
Pembentukan kerak dapat disebabkan karena adanya pengendapan secara
langsung dari zat pengotor pada permukaan perpindahan panas atau karena
suspensi air yang menempel pada permukaan logam sehingga berubah
bentuk menjadi keras atau lengket. Pembentukan kerak dapat
mengakibatkan terjadinya pemanasan lanjut (local overheating) dan logam
dalam permukaan tidak berfungsi (failure) sehingga kesadahan dan
temperaturnya tinggi. Akibat dari temperatur yang tinggi maka garam-garam
seperti kalsium dan magnesium dalam bentuk bikarbonat akan terurai dan
membentuk endapan dan gas seperti reaksi kimia berikut ini:
Ca(HCO3)2 + panas CaCO3 + CO2 +H2O
Mg(HCO3)2 + panas MgCO3 + CO2 + H2O
Jenis kerak yang dihasilkan dari reaksi diatas terdiri dari kerak karbonat
(CaCO3), kerak gipsa (CaSO4), kerak silikat (CaSiO3), kerak lumpur, dan
kerak analciet yang harus dihindari karena mudah melekat pada dinding
boiler sehingga sulit untuk dibersihkan.
Penentuan umur dan keandalan suatu pembangkit listrik bergantung pada
kualitas air umpan yang digunakan. Menurut ABMA (American Boiler
Manufacturer’s Assosiation) dan ASME (American Society of Mechanical
Engineers), parameter kualitas air umpan boiler harus memenuhi
persyaratan seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Persyaratan kualitas air umpan boiler

Total Total Suspende Silica


Tekanan Konduktivitas
solids alkalinita d solid (ppm
(psig) (μΩ/cm)
(ppm s (ppm) (ppm) )

12
)
0 - 300 3500 700 300 150 7000
301 - 450 3000 600 250 90 6000
451 - 600 2500 500 150 40 5000
601 - 750 2000 400 100 30 4000
751 - 900 1500 300 60 20 3000
901 - 1000 1000 250 40 8 2000
1001 - 1500 500 200 21 2 150

Air umpan yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu tidak


langsung dimasukan kedalam boiler tetapi harus diolah terlebih dahulu
untuk mencegah terjadinya masalah-masalah yang timbul dalam boiler.
Pengolahan air umpan boiler terdiri dari pengolahan eksternal dan
pengolahan internal.
d. Pengolahan eksternal
Pengolahan eksternal merupakan proses yang dilakukan untuk
menghilangkan kesadahan dan partikel asing yang larut dalam air melalui
proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi, demineralisasi, softening, dan
deaerasi. Tujuan dari pengolahan secara eksternal yaitu untuk
menghilangkan zat padat, gas korosif, dan zat larut yang membahayakan
dalam air.
e. Pengolahan internal
Pengolahan internal merupakan proses yang dilakukan dengan
menambahkan berbagai zat kimia ke dalam air yang akan diolah sehingga
zat kimia tersebut akan bereaksi dengan impurities yang dapat mencegah
terjadinya gangguan dalam penggunaan air umpan boiler. Tujuan dari
pengolahan secara internal yaitu untuk menghilangkan kandungan oksigen
dan lumpur yang melekat pada logam melaui bahan kimia sodium sulfit atau
hydrazine dan tannin, lignin, atau alginate sehingga air yang digunakan
untuk umpan boiler sesuai dengan kondisi sistem.

2. Sistem bahan bakar


Sistem bahan bakar atau fuel system berfungsi untuk menyediakan bahan
bakar agar menghasilkan panas yang diperlukan dalam proses pembakaran.
Bahan bakar yang disuplai ke boiler harus memenuhi persyaratan seperti

13
mudah terbakar, memiliki nilai kalor yang tinggi, penyimpanan dan
pengangkutannya sangat ekonomis, tidak menghasilkan gas buang yang
berbahaya dan beracun, serta memiliki efisiensi yang tinggi agar
menghasilkan pembakaran yang sempurna.
Bahan bakar yang digunakan dalam boiler terdiri dari 2 jenis yaitu
sebagai berikut:
a. Bahan bakar cair
Bahan bakar cair merupakan bahan bakar hidrokrbon yang berasal dari
fraksi penyulingan minyak mentah yang memilliki struktur tidak rapat
sehingga molekunya dapat bergerak dengan bebas. Bahan bakar cair terdiri
dari miyak solar, gasolin, minyak tanah, dan minyak berat dan biasanya
digunakan dalam industri, transprotasi atau rumah tangga.
Karakteristik dari bahan bakar cair dapat dipengaruhi oleh hal-hal berikut
ini:
1) Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan suatu fluida yang menyatakan
besarnya hambatan dari bahan bakar cair. Semakin besar viskositas bahan
bakar cair maka akan semakin kental dan lebih sulit untuk mengalir.
Viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antar molekul zat cair dalam suatu
bahan bakar.
2) Titik nyala api
Titik nyala adalah temperatur dimana bahan bakar cair akan menguap
dan menimbulkan nyala api sesaat jika permukaan minyak berada didekat
nyala api. Titik nyala api dapat terjadi jika bahan bakar cair dinyalakan oleh
api eksternal dan terjadi pembakaran selama lebih dari 5 detik.
3) Nilai kalor
Nilai kalor merupakan panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran
bahan bakar cair dengan udara. Nilai kalor bahan bakar berbanding terbalik
dengan massa jenis (density) dan besarnya nilai kalor bahan bakar cair yaitu
10160 – 11000 kkal/kg.

4) Kadar abu

14
Kadar abu merupakan jumlah kandungan abu yang tertinggal selama
proses pembakaran bahan bakar sehingga dapat menyebabkan korosi
didalam permukaan logam karena mengandung zat vanadium, natrium, dan
kalium. Kandungan abu dalam bahan bakar cair sangat kecil sehingga
kemungkinan terjadinya korosi sangat kecil.
5) Kandungan belerang
Kandungan belerang yang ada dalam bahan bakar cair jumlahnya sangat
kecil yang sifatnya merusak dan korosif terhadap logam yang ada di dalam
ruang bakar dan sistem gas buang sehingga peru dihindari karena kandungan
belerang akan teroksidasi oleh oksigen menjadi belerang oksida (SO 2) dan
belerang teroksida (SO3).

b. Bahan bakar padat


Bahan bakar padat merupakan jenis bahan bakar yang sifatnya keras dan
memiliki struktur sangat rapat. Bahan bakar padat terdiri dari zat-zat yang
dapat terbakar seperti unsur karbon (C), hidrogen (H), dan sulfur (S)
sehingga akan membentuk gas. Sumber bahan bakar padat dapat berupa
batubara, kayu, dan arang. Bahan bakar padat yang sering digunakan di
pembangkit tenaga listrik yaitu batubara karena batubara harganya murah.
Sistem aliran bahan bakar batubara yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.8 Sistem aliran bahan bakar batubara

Batubara dikirim melalui kapal tongkang ke dermaga, kemudian


batubara diangkut oleh ship unloader dan dipindahkan ke sebuah alat yang
bernama hopper. Batubara yang berasal dari hopper diangkut oleh conveyor

15
menuju ke tempat penyimpanan sementara atau coal bunker. Batubara dari
coal bunker dibawa ke pulverizer untuk digiling menjadi serbuk halus
karena batubara yang diterima sebelumnya berbentuk bongkahan sehingga
untuk mempermudah proses pembakaran maka batubara harus dihaluskan
terlebih dahulu dengan ukuran 200 mesh agar lebih mudah terbakar.
Batubara yang telah halus kemudian dicampurkan dengan udara panas dari
primary fan lalu dibawa ke ruang bakar agar batubara dibakar dan berubah
menjadi gas.

3. Sistem uap
Uap merupakan gas yang dihasilkan dari proses pemanasan air seperti
didalam boiler yang mengalami perubahan fasa dari cair menjadi gas. Sistem
uap atau steam system berfungsi untuk mengumpulkan dan mengatur
produksi uap dalam boiler. Perubahan fasa dari cair ke gas memerlukan
sejumlah energi dimana energi pembentukan uap tersebut sangat berkaitan
dengan entalpi penguapan dan entalpi uap jenuh.
Uap yang dihasilkan dari proses pembakaran terdiri dari tiga jenis yaitu
uap basah, uap jenuh (saturated steam) dan uap kering (superheated steam).
Perbedaan ketiga jenis uap tersebut yaitu uap basah menyebabkan
penambahan panas laten pada air umpan, saturated steam menyebabkan
terjadinya penambahan panas laten pada air mendidih, sedangkan
superheated steam menyebabkan penambahan panas sensibel pada uap
jenuh sehingga uap akan mengalami pemanasan lanjut.
Pembangkit listrik tenaga uap pada umumnya memiliki pemanas lanjut
dan pemanas ulang serta mempunyai 3 jenis turbin yaitu turbin bertekanan
tinggi, menengah, dan rendah. Uap yang dihasilkan dari proses pembakaran
didalam boiler merupakan jenis uap basah dimana uap tersebut masih
mengandung air. Uap basah yang masih mengandung air kemudian dialirkan
kedalam steam drum untuk dipisahkan sehingga uap yang keluar dari steam
drum adalah uap saturated yang kemudian dapat dialirkan kedalam
superheater untuk mengalami panas lanjutan sehingga uap tersebut berubah
menjadi uap kering. Uap kering tersebut selanjutnya mengalami pemanasan
ulang oleh reheater. Uap reheat yang keluar dari reheater digunakan untuk

16
memutar sudu turbin menengah sehingga mengkonversi energi panas hasil
pembakaran menjadi energi mekanis dalam turbin. Ketika sudu turbin
berputar maka poros generator akan berputar dan dapat mengkonversi energi
mekanik menjadi energi listrik sehingga menghasilkan energi listrik.
Sisa uap yang keluar dari turbin dialirkan ke kondensor untuk
didinginkan oleh air yang berasal dari air laut, sungai, atau danau sehingga
uap tersebut berubah fasa menjadi cair yang selanjutnya air tersebut
digunakan sebagai air umpan boiler.
Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan siklus rankine dalam
mengkonversi panas menjadi bentuk kerja. Pada siklus rankine terjadi
proses ekspansi isentropik didalam turbin, proses pendinginan isobarik
didalam kondensor, proses kompresi isentropik didalam pompa dan proses
pemanasan isobarik didalam boiler.

2.4. Komponen Utama Boiler


Boiler terdiri dari beberapa komponen utama yang mendukungnya terjadi
pengkonversian energi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ruang Pembakaran (Furnace)
Furnace merupakan bagian boiler yang berfungsi sebagai tempat
terjadinya proses pembakaran bahan bakar dengan udara. Didalam furnace
terdapat pipa-pipa yang berisi air boiler yang menempel pada dinding dapur
untuk menerima panas dari hasil bahan bakar. Panas yang diterima oleh pipa
tersebut akan mengkonversi fasa air didalam pipa menjadi uap bertekanan
dan bertemperatur tinggi yang digunakan untuk kebutuhan produksi maupun
pembangkit tenaga listrik. Temperatur uap yang ada didalam furnace bisa
mencapai 1300˚C. Ruang bakar dalam boiler terdiri dari dua ruangan yaitu
sebagai berikut:
a. Ruang pertama
Ruang pertama merupakan tempat yang berfugsi untuk menghasilkan dan
menerima panas secara langsung dari pipa-pipa air yang berasal dari steam
drum. Udara pembakaran dalam ruang bakar ini ditiup oleh Blower forced
draft fan (FDF) melalui lubang-lubang disekitar dinding pembakaran dan
dinding bawah ruang bakar.

17
b. Ruang kedua
Ruang kedua merupakan tempat yang berfungsi untuk menerima panas
dari ruang bakar pertama. Panas yang diterima oleh pipa-pipa air bergerak
dari steam drum atas ke pipa air steam drum bawah.

2. Alat Pembakaran (Burner)


Burner merupakan alat yang digunakan untuk menyemprotkan bahan
bakar ke dalam ruang bakar sehingga menghasilkan proses pengabutan yang
dapat memudahkan reaksi pembakaran. Bahan bakar dipanaskan terlebih
dahulu di Fuel Oil Heater (FOH) sampai temperatur 120˚C agar
memudahkan proses pengabutan. Bahan bakar menggunakan steam
automizing dengan temperatur sekitar 220 ˚C dan tekanan sekitar 10 bar
untuk menyempurnakan proses pengabutan.

3. Steam Drum
Steam drum merupakan bagian boiler yang berfungsi sebagai tempat
pemisahan antara air yang datang dari economizer dengan uap yang berasal
dari pipa-pipa air hasil penguapan dari tubewall. Uap tersebut akan mengalir
ke puncak boiler drum melewati steam separator dan screen dryer lalu keluar
menuju superheater dan turbin.
Pengaturan level air di dalam boiler drum dilakukan dengan cara mengatur
pembukaan flow control valve. Boiler dapat menyebabkan terjadinya
overheating apabila level air terlalu rendah atau tidak terkontrol, sedangkan
jika level air telalu tinggi maka butiran air akan terbawa ke turbin sehingga
menyebabkan kerusakan pada turbin.

4. Superheater
Superheater merupakan bagian boiler yang berfungsi untuk meningkatkan
temperatur uap jenuh dengan melakukan pemanasan ulang tanpa menaikkan
tekanannya. Superheater dapat didefinisikan sebagai alat untuk memanaskan
uap kenyang menjadi uap yang dipanaskan lanjut

18
Superheater memproduksi superheated steam atau uap kering untuk
menghilangkan uap yang masih mengandung air yang akan menyebabkan
terjadi kondensasi secara cepat di dalam mesin yang menggunakan uap air
tersebut.

5. Economizer
Economizer merupakan bagian boiler yang berfungsi sebagai tempat
pemanasan awal air umpan boiler sebelum masuk ke dalam boiler. Uap yang
meninggalkan superheater memiliki temperatur yang cukup tinggi yaitu
sekitar 500˚C - 800˚C sehingga dapat dimanfaatkan untuk memanaskan air
sebelum dimasukkan ke dalam boiler drum.
Penggunaan Economizer sebagai pemanfaatan panas gas buang akan
meningkatkan nilai efisiensi boiler dengan cara mengurangi pemakaian bahan
bakar sehingga dapat menghemat biaya pemakaian bahan bakar dan biaya
operasional seperti pemakaian chemical untuk mengurangi O2 dan N2 dalam
air umpan boiler. Temperatur air umpan boiler yang semakin tinggi akan
menyebabkan kadar O2 dan N2 semakin berkurang seperti yang ditunjukan
dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.9 Pengaruh temperatur air terhadap kadar O 2 dan N2

6. Pemanas Udara atau Air Preheater


Pemanas udara merupakan bagian boiler yang berfungsi sebagai tempat
pemanasan udara sebelum masuk ke dalam tungku pembakaran. Temperatur
uap yang dihasilkan setelah meninggalkan economizer cukup tinggi yaitu

19
sekitar 400˚C - 700˚C sehingga dapat dimanfaatkan untuk memanaskan
udara sebelum dimasukkan ke dalam tungku pembakaran. Keuntungan dari
pemanasan ulang udara pembakaran yaitu untuk mengurangi kemungkinan
api padam secara tiba-tiba dan mempercepat penguapan air yang terkandung
di dalam bahan bakar. Sejumlah kerugian dalam bahan bakar akan dibuang
jika api padam secara tiba-tiba sehingga operasi boiler akan terganggu.

2.5. Bahan Bakar Batubara


1. Pengertian Batubara
Batubara merupakan bahan bakar fosil yang dapat terbakar dan terbentuk
dari sisa tumbuhan yang mengendap akibat proses fisika dan kimia yang
dipengaruhi oleh air, tekanan dan panas sehingga zat organik dan selulosa
yang terdapat dalam sisa tumbuhan berubah menjadi karbon, hidrogen, dan
oksigen. Batubara tergolong sumber daya yang tidak dapat diperbaharui
sehingga keberadaannya harus dilestarikan dengan baik karena Indonesia
memiliki cadangan batubara yang sangat besar.
Batubara memiliki karakteristik seperti menghasilkan nilai kalor yang
tinggi dan mudah terbakar sehingga batubara tersebut siap terbakar dan siap
pakai tanpa biaya yang mahal sebagaimana dalam proses pembuatan
biodiesel (Aladin, 2011).

2. Klasifikasi Batubara
Batubara dapat diklasifikasikan menjadi lima grade berdasarkan
kualitasnya yaitu sebagai berikut:
a. Antrasit
Antrasit yaitu jenis batubara yang memiliki kandungan karbon dan sulfur
yang cukup tinggi, mudah menguap, dan kandungan oksigennya rendah
sehingga pada saat pembakaran tidak menghasilkan asap. Antrasit memiliki
nilai kalor yang sangat tinggi dibandingkan dengan jenis batubara yang
lainnya. Antrasit yang memiliki struktur kompak dan keras atau disebut
dengan graphite yang merupakan jenis batubara dengan kualitas yang tinggi
(Aladin, 2011).
b. Bituminous

20
Bituminous merupakan jenis batubara dengan kualitas baik yang memiliki
sifat lebih keras dari jenis batubara sub-bituminous, kandungan oksigen dan
airnya rendah, kandungan abu sedikit dan memiliki kandungan karbon dan
nilai kalor yang tinggi.
c. Sub-bituminous
Sub-bituminous merupakan jenis batubara transisi antara lignit dan
bituminous yang memiliki kualitas sedang.
d. Lignit
Lignit merupakan jenis batubara dengan kualitas yang tergolong rendah
dan memiliki karakteristik seperti warnanya coklat mengkilat, struktur
kayunya masih terlihat, kandungan air dan oksigen masih tinggi, dan nilai
kalornya rendah.
e. Gambut
Gambut merupakan jenis batubara yang memiliki kualitas yang sangat
rendah dan memiliki karakteristrik seperti lunak, dapat dilihat dari warna dan
strukturnya, dan mudah pecah pada saat pemanasan.

Tabel 2.3 Klasifikasi batubara dan spesifikasi termalnya

No Jenis Batubara Lama Pembakaran Nilai Kalor (Kkal/


(menit/kg) Kg)
1 Antrasit 5-10 7.222-7.778
2 Semi Antrasit 9-10 5.100-7.237
3 Bituminus 10-15 4.444-8.333
4 Sub-bituminus 10-20 4.444-6.111
5 Lignit 15-20 3.056-4.611
(Sumber: Sukandarrumidi, 1995)

3. Analisis Batubara
Kualitas batubara dapat diketahui dengan melakukan analisis pada
batubara tersebut. Analisis yang biasa digunakan yaitu sebagai berikut:
a. Analisis proksimat (Proximate analysis)
Analisis proksimat merupakan analisis yang menunjukan persentase
kandungan kadar air (moisture), abu (ash), zat terbang (volatile matter),
dan karbon tertambat (fixed carbon). Persentase analisis proksimat dari

21
berbagai jenis batubara Sub-bituminous yang ada di dunia dapat dilihat
dalam tablel berikut ini:
Tabel 2.4 Persentase analisis proksimat jenis batubara Sub-bituminous

Batubara Batubara Batubara


Parameter
India Indonesia Afrika Selatan
Kadar Air 5,98 9,43 8,5
Abu 38,63 13,99 17
Bahan mudah menguap 20,7 29,79 23,28
Fixed Carbon 34,69 46,79 51,22
(Sumber: UNEP, 2006)
Nilai kalori batubara dapat diketahui dari kandungan moisture dan ash
dimana semakin besar kandungan moisture dan ash maka nilai kalori yang
dihasilkan lebih rendah. Keberadaan volatile matter merupakan salah satu
pengotor dalam batubara dimana semakin besar volatile matter akan
menyebabkan batubara terbakar sendiri (self burning). Parameter untuk
penentuan analisis proksimat akan dijelaskan dalam berikut ini:
b. Moisture
Moisture merupakan kandungan air dalam batubara yang akan menguap
apabila dipanaskan sampai temperatur 105-110°C. Kandungan moisture
pada batubara yang akan terbawa secara bersamaan saat proses
pengangkutan sebesar 0.5-10%. Pengaruh dari adanya moisture dalam
batubara yaitu sebagai berikut:
 Membantu dalam pengikatan partikel halus.
 Meningkatkan kehilangan panas akibat penguapan dan pemanasan
berlebih pada uap.
 Membantu transfer radiasi panas.
c. Ash
Ash merupakan zat organik yang tersisa saat batubara dibakar
(incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang konstan.
Kandungan ash dalam batubara saat proses pembakaran sangat tinggi
sehingga menyebabkan panas yang diperoleh akan lebih rendah.
Kandungan ash dalam batubara berkisar antara 5-40%. Kandungan ash
dalam batubara dapat menyebabkan hal berikut ini:
 Berkurangnya kapasitas handling dan pembakaran.

22
 Biaya handling meningkat.
 Berpengaruh terhadap efisiensi pembakaran dan boiler.
 Penggumpalan dan penyumbatan.
d. Volatile matter
Volatile matter merupakan zat yang mudah menguap dalam batubara
yang berupa unsur methan, hidrokarbon, hidrogen, karbon monoksida, dan
gas-gas yang mudah terbakar seperti karbon dioksida dan nitrogen.
Kandungan batubara rata-rata yang mudah menguap sebesar 20-35%
(UNEP, 2006). Zat yang mudah menguap dapat menyebabkan hal-hal
berikut ini:
 Meningkatkan penyalaan api sehingga dapat memudahkan penyalaan
batubara.
 Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan kebutuhan bahan bakar
minyak sekunder.
 Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume tungku.
e. Fixed carbon
Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam
tungku pembakaran setelah dilakukan distilasi pada zat yang mudah
menguap. Kandungan utama dari fixed carbon yaitu karbon, namun
terdapat unsur hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen yang tertinggal dan
tidak terbawa oleh gas. Fixed carbon dapat memberikan gambaran kasar
mengenai nilai kalor bahan bakar (UNEP, 2006).
f. Analisis ultimat (Ultimate analysis)
Analisis ultimat merupakan analisis yang menunjukan kandungan
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S).
Analisis ini bertujuan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan
untuk volume dan komposisi gas saat pembakaran. Analisis ultimat untuk
jenis batubara bituminous di berbagai negara dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

23
Tabel 2.5 Analisis Ultimat Batubara Bituminus Di Beberapa Negara.

Parameter
Batubara India, % Batubara Indonesia,%
Kadar Air 5,98 9,43
Bahan Mineral 36,63 13,99
Karbon 41,11 58,96
Hidrogen 2,76 4,16
Nitrogen 1,22 1,02
Sulfur 0,41 0,56
Oksigen 9,89 11,88
(Sumber: UNEP, 2006)
Parameter yang digunakan untuk penentuan analisis ultimat akan
dijelaskan dalam berikut ini:
1) Karbon dan hidrogen
Karbon dan hidrogen merupakan senyawa kompleks hidrokarbon yang
akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air.
2) Oksigen
Oksigen merupakan komponen senyawa organik dalam batubara yang
memiliki peranan penting dalam penunjukan sifat-sifat kimia untuk
pembentukan batubara.
3) Nitrogen
Nitrogen merupakan senyawa organik yang terbentuk dari protein
bahan tanaman yang jumlahnya sebesar 0.55-3%. Nitrogen akan diubah
menjadi nitrogen oksida (NOx) selama proses pembakaran batubara akan
bercampur dengan udara dan gas buang. Senyawa ini dapat menyebabkan
pencemaran udara.
4) Sulfur
Sulfur merupakan senyawa organik dalam batubara yang akan
membentuk oksida untuk dilepaskan ke atmosfir sebagai emisi. Sulfur
dapat dikatakan sebagai pengotor kedua setelah ash dalam batubara karena
berikut ini:
 Hasil pembakarannya menghasilkan daya korosif dan sumber polusi
udara.

24
 Dapat menyebabkan terjadinya pembakaran spontan.
 Tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.

2.6 Prinsip Pembakaran


1. Pembakaran
Pembakaran merupakan proses reaksi kimia antara bahan bakar dengan
oksigen (O2) dari udara. Kandungan yang ada dalam bahan bakar terdiri dari
karbon (C), hidrogen (H2), oksigen (O2), nitrogen (N2), sulfur (S), abu, dan
moisture. Unsur yang paling berpengaruh dalam proses pembakaran untuk
melepaskan energi yaitu karbon dan hidrogen. Hasil utama dari proses
pembakaran meliputi kandungan karbon dioksida (CO2), uap air (H2O) dan
disertai energi panas sedangkan kandungan yang lainnya tergantung pada
jenis bahan bakarnya, biasanya terdiri dari karbon monoksida (CO), sulfur
(S), abu, atau NOX. Reaksi kimia dalam proses pembakaran yaitu sebagai
berikut:

C + O2 CO2 + panas
dari bahan bakar dari udara

2H2 + O2 2H2O + panas


dari bahan bakar dari udara

Bahan bakar + Jumlah udara teoritis Karbon dioksida + Uap air


+ Nitrogen dan gas-gas
lainnya (kecuali oksigen).
Proses pembakaran terdiri dari tiga elemen utama yaitu bahan bakar,
oksigen, dan sumber panas. Ketiga elemen tersebut akan menyebabkan
proses pembakaran jika dikombinasikan dalam lingkungan yang memadai
(UNEP, 2006).
Proses pembakaran pada boiler terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran
sempurna dan pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sempurna akan
terjadi jika unsur C, H, dan S yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan
unsur CO2, H2O, dan SO2 sedangkan pembakaran tidak sempurna akan terjadi

25
jika seluruh unsur C yang bereaksi dengan oksigen tidak semuanya
menghasilkan gas CO2 tetapi menghasilkan gas CO.
Jumlah oksigen yang ada di udara umumnya sebesar 21% dari elemen
bumi, sedangkan 79% udara didalam bumi merupakan unsur nitrogen. Unsur
nitrogen ini akan mengurangi efisiensi pembakaran dengan menyerap panas
dari pembakaran dan mengencerkan gas buang. Unsur nitrogen juga akan
mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas (UNEP,
2006). Bahan bakar akan diubah terlebih dahulu menjadi bentuk gas melalui
media panas sebelum dibakar sehingga bahan bakar akan mendapatkan
pasokan udara yang cukup dari perubahan fasa tersebut.
2. Kebutuhan Udara Teoritis
Jumlah udara minimum yang diperlukan untuk menghasilkan
pembakaran yang sempurna disebut dengan udara teoritis (stoikiometrik),
sedangkan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna maka jumlah
udara yang dibutuhkan harus melebihi jumlah udara teoritis atau disebut
dengan excess air. Parameter yang digunakan untuk menilai efisien atau
tidaknya suatu pembakaran yaitu dengan membandingkan jumlah udara
aktual dengan udara teoritisnya atau disebut dengan rasio udara.
Jumlah udara pembakaranaktual 21
Rasio udara = =
jumlah udara pembakaranteoritis 21−%O2
Jumlah udara aktual dapat diketahui dari kandungan O2 dan CO2 dalam
gas buang, sedangkan udara teoritis bergantung pada jenis dan komposisi
bahan bakar. Faktor yang mempengaruhi jumlah udara aktual yaitu sebagai
berikut:
 Jenis bahan bakar dan komposisinya.
 Desaign ruang bakar (furnace).
 Kapasitas pembakaran atau firing rate (optimum: 70-90%).
 Desaign dan pengaturan burner.
Analisa pembakaran untuk kebutuhan udara teoritis dapat dilakukan
dengan cara berikut ini:
a. Analisa berdasarkan satuan berat

26
Analisa ini digunakan untuk menghitung kebutuhan udara teoritis pada
pembakaran yang sempurna dengan jumlah bahan bakar tertentu dalam
satuan berat, contohnya sebagai berikut:

C + O2 CO2
12 kg 32 kg 44 kg

Reaksi kimia di atas secara teoritis menunjukkan bahwa setiap kg karbon


memerlukan 2,67 kg oksigen untuk menghasilkan pembakaran yang
sempurna menjadi karbondioksida. Oksigen teoritis yang dibutuhkan untuk
pembakaran sempurna dalam bahan bakar akan didapatkan jika besarnya
oksigen yang dibutuhkan oleh masing-masing unsur dalam proses
pembakaran dihitung kemudian dijumlahkan (Diklat PLN, 2006).

b. Analisa berdasarkan satuan volume


Analisa ini dilakukan untuk menghitung kebutuhan udara teoritis pada
pembakaran yang sempurna dengan jumlah bahan bakar tertentu dalam
satuan volume, contohnya sebagai berikut:

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O


1 volume 2 volume 1volume 2 volume
Patokan dalam menghitung besarnya udara teoritis adalah hukum
Avogadro dimana gas-gas dengan volume yang sama pada suhu dan tekanan
standar (00C dan tekanan 1 bar) berisikan molekul dalam jumlah yang sama
(Diklat PLN, 2006).

3. Kelebihan Udara (Excess Air)


Parameter yang sangat penting untuk menentukan kelebihan udara dalam
proses pembakaran adalah komposisi gas buang (N2, CO2, O2 dan CO) serta
melakukan pengukuran secara langsung terhadap suplai udara. Excess air
dapat mempengaruhi efisiensi pembakaran dimana semakin besar nilai
excess air maka efisiensi pembakaran akan semakin meningkat karena nilai
kalor yang terbuang dalam gas buang lebih besar dari nilai kalor yang

27
disuplai oleh proses pembakaran yang optimal. Hubungan antara excess air,
CO2, O2, dan CO dalam gas buang dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.10 Hubungan antara excess air dengan komposisi gas buang

Gambar 2. diatas dapat diketahui bahwa:


a. Karbon dalam bahan bakar tidak semuanya diubah menjadi CO2 pada saat
laju udara dibawah kebutuhan teoritisnya (titik A), tetapi lebih banyak
diubah menjadi CO.
b. Penambah udara (titik B) dapat menyebabkan sebagian CO berubah
menjadi CO2 dengan melepas panas yang lebih banyak. Komposisi CO
dalam gas buang turun drastis sedangkan komposisi CO2 meningkat.
c. Udara stoikiometrik akan terpenuhi (titik C) jika semua karbon diubah
menjadi CO2 pada sistem ideal. Kondisi ini tidak pernah tercapai.
d. Operasi pembakaran normal (titik D) dapat dicapai dengan menambah
sedikit udara diatas kebutuhan stoikiometriknya (excess air) untuk
mencapai pembakaran yang sempurna. Kondisi ini menyebabkan CO2
berada pada level maksimum dan produksi CO pada level minimum
sehingga pembakaran akan lebih efisien.
e. Penambahan udara yang tinggi (titik E) akan menyebabkan level CO 2
kembali turun karena bercampur dengan udara berlebih. Udara berlebih
yang tinggi akan merugikan karena menurunkan temperatur pembakaran
dan menyerap panas berguna dalam gas buang.

2.7 Kinerja Boiler Sesuai ASME PTC 4.1

28
ASME (American Society of Mechanical Engineering) merupakan organisasi
yang berasal dari Amerika Serikat yang mengembangkan dan menerbitkan kode
dan standar yang digunakan oleh dunia teknik untuk melakukan suatu pengujian.
ASME telah banyak menerbitkan kode dan standar yang digunakan untuk suatu
pengujian, salah satunya yaitu ASME PTC 4-1. ASME PTC 4.1 merupakan suatu
kode dan standar yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap kinerja
boiler. Didalam ASME PTC 4.1, terdapat penjelasan mengenai metode
pengukuran, pengujian, dan perhitungan kinerja boiler.
Tujuan dari pengujian kinerja boiler yaitu untuk mengetahui seberapa baik
boiler itu beroperasi agar bisa dilakukan tindakan perbaikan jika terjadi penurunan
kinerja boiler. Penyebab kinerja boiler akan berkurang seiring dengan berjalannya
waktu yaitu karena pembakaran yang tidak sempurna, kotornya permukaan
penukar panas, serta operasi dan perawatan yang kurang baik. Kondisi boiler yang
baru juga akan mengakibatkan penurunan kinerja boiler karena pengaruh dari
kualitas bahan bakar dan kualitas air. Menurut ASME, pengujian kinerja boiler
dapat diketahui melalui parameter dibawah ini:
1. Efisiensi Boiler
Efisiensi boiler merupakan perbandingan antara energi yang dipindahkan
atau diserap oleh fluida kerja didalam boiler dengan masukan energi kimia
dari bahan bakar.
a. Metode Tidak Langsung (Indirect Method)
Metode tidak langsung (Indirect Method) merupakan metode perbedaan
antara kehilangan panas dan energi yang masuk ke boiler. Kehilangan panas
yang terjadi dalam boiler dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

29
Gambar 1.11 Kehilangan panas dalam boiler
(Sumber: )
Metode perhitungan efisiensi dengan metode tidak langsung atau metode
kehilangan panas berdasarkan standar ASME PTC 4-1 tentang Performance
Test Codes of Fired Steam Generator dapat dilihat pada persamaan 2.1
sebagai berikut:
ƞ boiler=100−( L1+ L 2+ L3+ L 4+ L 5+ L6 + L7+ L8 )…….…(2.3)

Keterangan :
ƞ boiler = efisiensi boiler (%)
L1 = Rugi-rugi gas buang kering (panas sensible)
L2 = Rugi-rugi hidrogen dalam bahan bakar (H2)
L3 = Rugi-rugi kandungan air dalam bahan bakar (H2O)
L4 = Rugi-rugi kandungan air dalam udara pembakaran (H2O)
L5 = Rugi-rugi pembakaran tidak sempurna (CO)
L6 = Rugi-rugi radiasi permukaan, konveksi, dan yang tak tehitung
lainnya.
L7 = rugi-rugi karena fly ash
L8 = rugi-rugi karena bottom ash

30
Pengujian efisiensi boiler dengan metode tidak langsung tidak
memperhitungkan kerugian-kerugian seperti dibawah ini:
 Kerugian standby.
Kerugian standby akan terjadi apabila boiler tidak beroperasi
dibawah beban stabil sehingga hal ini harus dihindari.
 Kerugian blowdown.
Kerugian blowdown akan menyebabkan terbentuknya endapan padat
CaCO3 dan CaCO4 dalam boiler sehingga harus dihindari agar tidak
menyumbat pipa-pipa boiler. Jumlah energi yang terbuang oleh
blowdown bervariasi dalam berbagai keadaan.
 Soot blower steam.
Jumlah uap yang digunakan oleh soot blower merupakan variabel
yang bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan.
 Peralatan konsumsi energi tambahan.
Pengujian efisiensi pembakaran boiler tidak memperhitungkan
jumlah energi yang digunakan oleh peralatan tambahan seperti burner,
kipas, dan pompa.
Untuk mengetahui efisiensi boiler dengan metode tidak langsung maka
dibutuhkan parameter-parameter seperti berikut ini:
 Analisis ultimate dan proximate bahan bakar.
 Jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam gas buang.
 Temperatur gas buang lingkungan sekitar.
 Persentase kelembaban udara.
 Nilai kalor bahan bakar.
 Jumlah bahan bakar yang dapat terbakar menjadi abu.
 Nilai kalor abu yang dapat terbakar.
Efisiensi boiler dapat dihitung setelah mengetahui parameter yang
dibutuhkan. Langkah-langkah perhitungan efisiensi boiler dengan metode
indirect yaitu sebagai berikut:
1. Menghitung kebutuhan udara teoritis

31
O2
Udara teoritis
¿
( (
(11,6 x C )+ 34,8 x H 2−
8 ))
+(4,35 x S)
………..……
100
(2.3)
Keterangan:
C = kandungan karbon (%)
O2 = kandungan oksigen (%)
H2 = kandungan hidrogen (%)
S = kandungan sulfur (%)

2. Menghitung % CO2
Wt of N 2 ∈theoritical air Wt of N 2∈ fuel
Moles N2 ¿ + …………….(2.3)
mol . Wt of N 2 mol . Wt of N 2
Wt of C∈fuel
Moles C = ……………………...……………..…..
mol .Wt of C
(2.3)
moles of C
% CO2 = ………………………….....………
moles N 2 +moles of C
(2.3)

3. Menghitung % excess air (EA)


% Excess Air ¿ 7900 x ¿ ¿ ………………………....(2.3)

4. Menghitung massa udara sebernanya yang dipasok (AAS)


Massa sebernarnya ¿ ¿) x udara teoritis ………...……....(2.3)

5. Menghitung massa aktual gas buang kering

Massa gas buang kering = Mass of CO2 + mass of N2 content in the


fuel + mass of N2 in the combustion air
supplied + mass of oxygen in flue gas
……………....(2.3)

6. Menghitung rugi-rugi yang terjadi pada boiler

32
 Kerugian karena gas buang kering (L1)
Kerugian karena ga buang kering merupakan kehilangan panas
terbesar yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
ṁ x Cp x (T f −T a )
L 1= x 100 ………………………….…..........(2.3)
GCV BB
Keterangan:
ṁ = massa dry flue gas (kg/kg batubara)
Cp = panas spesifik flue gas = 0,23 kCal/kg0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV BB = nilai kalor bahan bakar (kCal/kg)

 Kerugian karena hidrogen dalam bahan bakar (L2)


Kerugian karena hidrogen dalam bahan bakar dapat
menyebabkan hilangnya panas karena produk utama dari
pembakaran adalah air. Air akan diubah menjadi uap dan akan
membawa panas keluar dalam bentuk panas laten. Kerugian karena
hidrogen dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
9 x H 2 x {584+ Cp ( T f −T a ) }
L 2= x 100 ………………................(2.3)
GCV batu bara
Keterangan:
H2 = persen massa hydogen dalam 1 kg bahan bakar (kg)
Cp = panas spesifik superheater = 0,45 kCal/kg 0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV BB = nilai kalor atas bahan bakar (kCal/kg)
9 = konstanta
584 = panas laten sesuai dengan tekanan parsial uap air

 Kerugian karena kadungan air dalam bahan bakar (L3)


Kerugian kandungan air dalam bahan bakar terjadi karena panas
sensibel membawa uap air pada titik pemanasan, panas laten dari

33
penguapan air yang mendidih, dan panas superheat yang diperlukan
untuk membawa uap ke temperatur gas buang. Kerugian karena
kandungan air dalam bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan
berikut ini:
M x {584+Cp(T f −T a)
L 3= x 100 ……………………………....(2.3)
GCV batu bara
Keterangan:
M = massa moisture dalam 1 kg basis bahan bakar (kg)
Cp = panas spesifik superheater = 0,45 kCal/kg 0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV BB = nilai kalor atas bahan bakar (kkal/kg)
584 = panas laten sesuai dengan tekanan parsial uap air

 Kerugian karena kandungan air dalam udara H2O (L4)


Uap yang terbentuk saat melewati boiler yang terjadi karena
kelembaban udara yang masuk merupakan uap superheat. Rugi-rugi
pada boiler dapat terjadi pada saat panas melewati cerobong.
Kandungan kelembaban udara pembakaran dan jumlah udara yang
disuplai per satuan massa batubara harus diketahui agar dapat
menghubungkan kerugian moisture dengan massa batubara yang
dibakar.
Massa uap merupakan kandungan udara yang dapat diperoleh
dari grafik psychrometric dengan parameter temperatur dan relatif
humidity sehingga nilai faktor humidity dapat diketahui seperti tabel
dibawah ini:

Tabel 2.6 Parameter hasil pembacaan grafik psychrometric


Dry-bulb Wet-bulb Relative Kilogram water per kilogram
Humidity dry air
Temp 0C Temp 0C (%)
(Humidity Factor)
20 20 100 0,016
20 14 50 0,008

34
30 22 50 0,014
40 30 50 0,024
(Sumber: UNEP, 2006)
Kerugian karena kandungan air dalam udara dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini:
AAS x humidity factor x C p x (T f −T a)
L 4= x 100 ………..............(2.3)
GCV batubara
Keterangan:
AAS = massa udara aktual yang disuplai (kg)
Cp = panas spesifik superheater (kkal/kg 0C)
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (dry-bulb) (0C)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kkal/kg)
Humidity factor = massa air yang terkandung dalam setiap
kilogram udara kering (kg)

 Kerugian karena pembakaran yang tidak sempurna (L5)


Kerugian karena pembakaran yang tidak sempurna disebabkan
oleh produk yang tidak terbakar dalam residu. Produk-produk seperti
CO, H2, dan berbagai hidrokarbon yang umumnya ditemukan dalam
gas buang boiler yang terbentuk oleh pembakaran yang tidak
sempurna dapat dicampur dengan oksigen dan dibakar lagi dengan
pelepasan energi lanjutan. Karbon monoksida merupakan satu-
sayuna gas yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan mudah
dalam pengujian pabrik boiler.
Kerugian karena pembakaran yang tidak sempurna dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini:
% CO x C 5744
L 5= x 100 ……………....…………….....
% CO+% CO2 GCV BB
(2.3)
Ketika karbon monoksida diperoleh dalam bentuk ppm selama
analisis gas buang, maka:

L5 = CO (in ppm) x 10−6 x M f x 28 x 5744…………..............(2.3)

35
Keterangan:
CO = volume CO dalam flue gas yang meninggalkan
ekonomizer
CO2 = volume CO2 aktual dalam flue gas
C = kandungan karbon dalam kg batubara (kg)
GCV BB = nilai kalor bahan bakar (kCal/kg)
Mf = konsumsi bahan bakar (kg/h)

 Kerugian karena radiasi permukaan, konveksi, dan yang tak


terhitung (L6)
Kehilangan panas yang disebabkan oleh radiasi dan konveksi
aktual sulit dikaji karena daya emisifitas permukaan yang bervariasi
kemiringan, pola aliran udara dan sebagainya. Kerugian permukaan
dan kerugian lain pada boiler yang tidak terhitung diasumsikan
berdasarkan jenis dan ukuran boiler yang relatif kecil. Kerugian
akibat radiasi dan konveksi boiler jenis Pulverized Coal dan
Fluidized Bed Combustion dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.7 Kehilangan panas radiasi dan konveksi

36
Area permukaan boiler dan suhu permukaan boiler dapat
mempengaruhi rugi-rugi yang terjadi akibat radiasi, konveksi, dan
yang tidak terhitung sehingga dapat menggunakan rumus dibawah
ini:
Ts 4 4
Ta 196,85 V m +68,9
L 6=0,548 x
55,55

[( ) ( ) ]
55,55
+1,957 x ( T s−T a )1,25 x √ of [ 68,9 ]
................................................(2.3)
Kehilangan panas yang terjadi pada boiler berada pada kisaran
0,3 – 0,8 % (Djokosetyardjo, 2006).

 Kerugian karena fly ash (L7)


Kerugian karena fly ash dan bottom ash terjadi karena adanya
beberapa kandungan karbon yang tertinggal dalam abu sehingga ini
merupakan kehilangan panas dalam bahan bakar. Kehilangan panas
yang terjadi dalam boiler dapat dilakukan dengan menganalisis

37
kandungan karbonnya sehingga jumlah abu yang dihasilkan per unit
bahan bakar dapat diketahui.
Kehilangan panas karena fly ash dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini:
100 %
L7 =kandungan fly ash x GCV fly ash x …..................(2.3)
GCV BB
Keterangan:
GCV BB = nilai kalor bahan bakar (kCal/kg)
GCV fly ash = nilai kalor fly ash (kCal/kg)

 Kerugian karena abu dasar (bottom ash) %


Kerugian karena bottom ash dapat dihitung dengan persamaan
berikut ini:
100 %
L8 =kandungan bottom ash x GCV bottom ash x ….....(2.3)
GCV BB
Keterangan:
GCV BB = nilai kalor bahan bakar (kCal/kg)
GCV bottom ash = nilai kalor bottom ash (kCal/kg)

7. Menghitung efisiensi boiler


Efisiensi perlu dihitung untuk mengetahui seberapa baik kinerja
dari boiler. Efisiensi dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Efisiensi Boiler (ƞ)= 100 -(L1+L2+L3+L4+L5+L6+L7+L8).....(2.3)

Adapun keuntungan dari metode tidak langsung yaitu sebagai


berikut:
- Akurasi pendekatan cukup baik sehingga ketelitian alat ukur
memiliki pengaruh yang cukup kecil terhadap efisiensi.
- Pendekatan ini tidak hanya mengetahui efisiensi tetapi juga
mengetahui besarnya losses yang terjadi pada boiler.
- Mengetahui neraca massa dan energi yang lengkap untuk setiap
aliran sehingga dapat memudahkan dalam mengidentifikasi opsi-
opsi untuk meningkatkan efisiensi boiler.
Sedangkan kerugian dari metode langsung yaitu sebagai berikut:

38
- Perlu waktu lama;
- Memerlukan fasilitas laboratorium untuk analisis.

2.8 Rasio Evaporasi


Rasio evaporasi boiler didefinisikan sebagai perbandingan antara kilogram
steam generator per kilogram konsumsi bahan bakar.
Quantity of steam generation
Rasio evaporasi= ………….....................(2.3)
Quantity of fuel generator
Keterangan:
Quantity of steam generation : massa steam (kg)
Quantity of fuel generator : massa konsumsi bahan bakar (kg)

39

Anda mungkin juga menyukai