Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Pembangkit listrik tenaga uap merupakan sistem pembangkit yang
mengandalkan energi kinetik uap panas hasil dari proses pembakaran yang terjadi
dalam boiler sehingga menggerakkan turbin untuk menghasilkan energi listrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik tenaga uap adalah komponen turbin dan
generator berada pada poros yang sama. Pembangkit jenis ini menggunakan
berbagai macam bahan bakar salah satunya batu bara untuk proses kimiawi.
Proses konversi energi pada Pembangkit listrik tenaga uap terjadi melalui
tiga tahapan. Proses awal terjadi pada komponen Boiler, energi kimia dalam
bahan bakar diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap bertekanan dan
temperature tinggi. Proses selanjutnya terjadi pada Komponen Turbin, energi
panas dalam bentuk uap diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran
dan yang terakhir pada komponen Generator, energi mekanik diubah menjadi
energi listrik.
Siklus pembangkit listrik tenaga uap umumnya terdiri dari empat (4)
komponen utama yaitu Boiler, Turbin, Kondenser dan Pompa yang mempunyai
peranan masing – masing dalam suatu proses pembangkitan. Pada prinsip kerja
lainnya pembangkit listrik tenaga uap terdapat komponen pendukung tambahan
seperti heater, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pembangkit sehingga
dapat menghemat penggunaan bahan bakar tetapi menghasilkan daya listrik
keluaran yang besar.

4
Gambar 2.1. Siklus Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(Sumber : Fundamental Of Engineering Thermodynamics, Eighth Edition)

2.2 Komponen – Komponen Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap


2.2.1 Boiler
Boiler merupakan salah satu komponen utama dari sistem pembangkit
yang berfungsi mengubah air menjadi uap sebagai fluida kerja. Air adalah media
yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air
dididihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali,
menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak
sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan
sangat baik.
Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan
bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai
dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi
steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna.
Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur dan dipantau dengan alat pemantau
tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk
menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan

5
yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang
digunakan pada sistem.
Air yang disuplai ke boiler untuk dirubah menjadi steam disebut air
umpan. Dua sumber air umpan adalah kondensat atau steam yang mengembun
yang kembali dari proses dan air make up (air baku yang sudah diolah) yang harus
diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi
boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air
umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.
Boiler terdiri dari berbagai jenis diantaranya yang umum digunakan pada
pembangkit adalah Fire tube boiler dan Water tube boiler. Pada Fire tube boiler,
gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler ada didalam shell untuk
diubah menjadi steam. Fire tube boiler biasanya digunakan untuk kapasitas steam
yang relatif kecil dengan tekanan rendah sampai sedang. Sebagai pedoman, Fire
tube boiler kompetitif untuk kecepatan steam sampai 12.000 kg/jam dengan
tekanan sampai 18 kg/cm². Fire tube boiler dapat menggunakan bahan bakar
minyak bakar, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya. Untuk alasan
ekonomis, sebagian besar Fire tube boiler dikonstruksi untuk semua bahan bakar.

Gambar 2.2. Fire Tube Boiler


(Sumber : Google.com)

6
Pada Water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa
masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar
membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika kebutuhan
steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit
tenaga. Water tube boiler yang sangat modern dirancang dengan kapasitas steam
antara 4.500 – 12.000 kg/jam, dengan tekanan sangat tinggi. Banyak Water tube
boiler yang dikonstruksi secara paket jika digunakan bahan bakar minyak bakar
dan gas. Untuk water tube yang menggunakan bahan bakar padat, tidak umum
dirancang secara paket.

Gambar 2.3. Water Tube Boiler


(Sumber : Google.com)

2.2.2 Turbin
Komponen turbin pada sistem pembangkit daya uap berperan sebagai
penggerak mula yang mengubah energi panas yang terkandung dalam uap
menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran. Uap dengan tekanan dan
temperatur tinggi mengalir melalui nozzle sehingga kecepatan meningkat yang
mengarah dengan tepat untuk mendorong sudu – sudu turbin yang terpasang pada

7
poros. Pergerakan poros turbin akibat dorongan dari nozzle menghasilkan putaran
yang selanjutnya dimamfaatkan oleh generator untuk menghasilkan energi listrik.
Uap yang dibutuhkan tergantung pada besar kecilnya beban. Jika beban tinggi,
maka jumlah uap yang dibutuhkan juga banyak, begitu juga sebaliknya jika beban
yang diperlukan juga sedikit. Pengaturan kebutuhan uap yang masuk ke dalam
turbin bekerja secara otomatis tergantung dari permintaan beban pembangkitan.
Pada sistem pembangkit, terdapat 3 kategori tingkatan turbin uap yaitu :

1. Turbin tekanan rendah (Low Pressure Turbine)


2. Turbin tekanan sedang (Intermediate Pressure Turbine)
3. Turbin tekanan tinggi (High Pressure Turbine)

Uap superheater yang dihasilkan oleh boiler masuk ke turbin High Pressure
dan keluar pada sisi exhaust menuju kembali dalam boiler untuk proses reheater.
Uap air mengalami peningkatan temperatur yang kemudian dimasukkan ke turbin
Intermediate Pressure, dan keluarannya uap air tersebut akan langsung masuk ke
turbin Low pressure. Selanjutnya uap air keluaran dari Low pressure masuk ke
dalam kondenser untuk mengalami proses kondensasi.

Gambar 2.4. Turbin Uap


(Sumber : Wiranto Arismunandar, 1973)

8
2.2.3 Kondenser
Komponen dari sistem pembangkit yang berfungsi mengkondensasi uap
keluaran dari turbin menjadi air dengan bantuan media pendingin. Kebutuhan
pendinginan pada proses kondensasi sangat besar, sehingga umumnya sumber air
pendingin dimamfaatkan dari sumber yang menyediakan cukup banyak air seperti
danau atau laut. Untuk lebih efisien pada proses kondensasi, tekanan kondenser
harus rendah dengan cara divakumkan. Kevakuman didapatkan dengan jalan
mengisap ruang kondenser dengan steam jet air ejector. Air hasil kondensasi
dinamakan air kondensat (Condensat water) yang kemudian dialirkan kembali ke
siklus. Beberapa faktor yang mempengaruhi perpindahan panas pada condenser
diantaranya :
 Jumlah aliran air pendingin
 Kebersihan pipa saluran air pendingin
 Temperatur air pendingin

Gambar 2.5. Kondenser


(Sumber : Google.com)

9
2.2.4 Pompa
Penggunaan komponen pompa pada sistem pembangkit adalah untuk
mengalirkan fluida dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Jenis pompa yang
digunakan pada umunya adalah:
1. Condensate Pump adalah jenis pompa yang berfungsi memompa air
pengisi dari penampungan air kondensor ke dalam deaerator.
2. Boiler Feed Pump adalah jenis pompa tekanan tinggi yang berfungsi
memompa air dari deaerator ke dalam boiler.

Gambar 2.6. Boiler Feed Pump


(Sumber : Semantic Scholar)

2.2.5 Feedwater Heater


Komponen yang digunakan pada siklus pembangkit uap regenerative,
yang penggunaanya dapat mengurangi beban energi panas dalam boiler karena
temperatur air terlebih dahulu dinaikkan pada feedwater heater. Prinsip kerja
feedwater heater adalah menaikkan temperatur air hasil dari proses kondensasi
dengan memamfaatkan ekstraksi uap dari turbin. Pada instalasi tertentu
ditambahkan juga drain dari feedwater heater agar dimamfaatkan oleh feedwater
heater lainnya.

10
Pada pemamfaatannya, feedwater heater dibagi dalam 2 (dua) jenis, open
feedwater heater dan closed feedwater heater. Deaerator merupakan open
feedwater heater yang berfungsi menghilangkan kandungan oksigen terlarut yang
terdapat pada air kondensat dengan cara menyemburkan uap yang juga sekaligus
memanaskan air tersebut. Sistem kerja deaerator berdasarkan sifat oksigen yang
kelarutannya pada air akan berkurang dengan adanya kenaikan temperatur.
Close feedwater heater pada pembangkit terdiri dari low feedwater heater
dan high feedwater heater. Fungsi low feedwater heater untuk melakukan
pemanasan awal agar temperatur air meningkat pada air kondensat yang akan
digunakan sebagai fluida kerja sistem pembangkit. Sumber panas diperoleh pada
pada kinerja komponen ini berasal dari uap panas hasil ekstraksi turbin uap.
Sama halnya dengan high feedwater heater, berfungsi sebagai pemanasan
awal agar dapat meningkatkan temperatur air sebagai air umpan boiler. Perbedaan
antara low feedwater heater dengan high feedwater heater terdapat pada besarnya
tekanan dan temperature outlet.

Gambar 2.7. Feed Water Heater


(Sumber : Google.com)

11
2.3 Analisis Energi Dan Hukum Pertama Termodinamika
Energi merupakan kemampuan untuk melakukan suatu usaha. Kata
“Energi” berasal dari bahasa yunani yaitu “ergon” denga arti kerja. Dalam
melakukan usaha perlu adanya energi baik secara sadar maupun tidaknya. Namun
setiap aktivitas memerlukan energi dalam jumlah dan bentuk berbeda semua
dengan keperluan. Energi tidak dapat dilihat secara visual akan tetapi
pengaruhnya dapat dirasakan. Energi dapat juga dikonversi dari suatu bentuk
energi ke bentuk energi yang lain, selain itu energi juga bias dipindahkan antara
dari sistem dengan lingkungan atau sebaliknya.

Untuk sebuah sistem tertutup, energi dapat dipindahkan ke lingkungan


dalam bentuk kerja (work) dan perpindahan panas (heat transfer). Bentuk dari
energi dapat terdiri dari berbagai elemen seperti thermal, mekanik, kinetik,
potensial, listrik, magnetik, kimia dan nuklir yang keseluruhannya merupakan
energi total (E) dari sistem. Menurut Moran dan Shapiro. (2004) dalam sebuah
sistem tertutup perubahan energi total dalam sistem secara macroscopic
dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu energi kinetik (EK) , energi potensial (EP)
dan bentuk perubahan energi lainya disatukan sebagai energi dalam (U) sistem.
Sehingga proses perubahan energi total (∆𝐸) dari suatu sistem tertutup terdiri dari
perubahan energi kinetik, energi potensial dan energi dalam dinyatakan sebagai:

∆ E=∆ EK + ∆ EP + ∆ U … (2.1)

Hukum pertama termodinamika menyatakan tentang kekekalan energi


bahwa energi adalah sesuatu yang kekal, tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Oleh
karena itu jumlah energi total dalam suatu sistem nilainya sama dengan energi
yang masuk dan keluar di dalam sistem. Bentuk dari energi yang masuk dan
keluar sebuah sistem dapat terjadi berupa kerja (W) dan panas (Q).

Pernyataan diatas bisa dijabarkan ketika sistem mengalami perubahan


energi yang sama besar selama proses nonadiabatik maupun adiabatik, maka
jumlah neto energi yang dipindahkan ke sistem untuk setiap proses harus sama

12
besar. Jadi pada saat jumlah energi panas (Q) dan kerja (W) yang dipindahkan
dari sistem ke lingkungan atau sebaliknya maka nilainya harus sama besar dengan
jumlah perpindahan energi di dalam sistem. Proses ini menurut Moran dan
Shapiro,(2004) dapat dinyatakan sebagai :

∆ E=EOUT −E¿ =Q−W


… (2.2)
Untuk sebuah sistem tertutup persamaan perpindahan energi dalam sistem
dengan lingkungan dapat diperoleh dengan memasukan kedua persamaan diatas
diperoleh bentuk alternatif neraca energi (Moran dan Shapiro, 2004) sebagai
berikut :

∆ EK + ∆ EP+ ∆ U=Q−W … (2.3)

Sedangkan untuk sebuah sistem terbuka perubahan energi dalam (U)


dinyatakan dalam bentuk perubahan entalpi (∆𝐻), dimana entalpi adalah
penjumlahan energi dalam (U) dan perkalian antara tekanan (p) dan volume (V).
Karena U, p dan V adalah sifat, maka kombinasinya juga termasuk sifat. Entalpi
difinisi dapat ditunjukan sebagai :

H=U + pV … (2.4)

Kemudian sebuah sistem terbuka dalam menentukan keseimbangan energi


dapat diperoleh dengan persamaan (Moran dan Shapiro, 2004) berikut :

∆ EK + ∆ EP+ ∆ H=Q−W … (2.5)

Peralatan seperti turbin, kompresor dan nozzle merupakan peralatan yang


dioperasikan pada sistem terbuka. Kemudian peralatan tersebut juga beroperasi
secara steady state, dimana proses mengalirnya suatu fluida yang melewati
volume atur secara konstan.

Selama proses aliran tunak (steady state) tidak ada sifat insentif atau
ekstensif yang ada didalam volume atur yang berubah terhadap waktu. Jadi
volume, massa dan total energi pada volume atur tetap konstan.

13
Gambar 2.8. Massa dan Energi Volume Atur Kondisi Aliran Steady

Proses produksi energi pada pembangkit listrik tenaga uap berhubungan


dengan analisa termodinamika, yaitu menggunakan hukum konservasi energi atau
kekekalan energi. Energi pada sistem mengalami perubahan yang dapat
bertambah atau berkurang oleh pertukaran dengan lingkungan dan diubah dari
bentuk yang satu ke bentuk yang lainnya dalam sistem, sehingga dalam hukum ini
semua perubahan energi harus diperhitungkan.

Gamar 2.9 Skema Persamaan Energi Untuk Control Volume (Sontag, 2013)

14
persamaan hukum kekekalan energi untuk Control Volume secara lengkap
adalah sebagai berikut :

… (2.6)

Untuk keadaan Steady State dapat digunakan jika memenuhi asumsi berikut :

1. Diasumsikan bahwa Control Volume tidak bergerak relative menuju ke


luar boundary layer. Dan tidak ada kerja yang berasosiasi dengan
kecepatan Control Volume.
2. Diasumsikan bahwa tingkat keadaan massa pada tiap titik tidak bervariasi
terhadap waktu.
Sehingga persamaan dapat dilihat sebagai berikut :

… (2.7)

3. Diasumsikan bahwa variasi Mass Flow, tingkat keadaan dan rate dari
panas dan kerja yang bertentangan dengan Control Surface dianggap sama
pada setiap kuantitas. Sehingga untuk proses ini dapat dituliskan sebagai
berikut :

… (2.8)

15
2.4 Hukum Kedua Termodinamika
Hukum kedua termodinamika memberikan batasan arah suatu proses
apakah reversible atau irreversible, dan salah satu akibat dari hukum ini adalah
perkembangan dari suatu sifat fisik alam yang disebut dengan entropi. Dua
rumusan umum mengenai hukum kedua termodinamika yaitu pernyataan Clausius
dan Kelvin – Planck.
Clausius menyatakan dalam suatu sistem tidak mungkin memindahkan
kalor dari reservoir yang memiliki temperatur rendah ke reservoir yang memiliki
temperatur tinggi. Pernyataan ini juga tidak mengesampingkan adanya
kemungkinan memindahkan energi kalor dari reservoir yang dingin ke reservoir
yang panas. Hal ini terjadi jika terdapat pengaruh lain di dalam sistem mengalami
perpindahan kalor. Seperti pada alat refrigerator dan pompa yang membutuhkan
kerja dari luar atau lingkungan untuk dapat beroperasi. Pengaruh lain yang
dimaksud pada pernyataan Clausius ini dapat diartikan bahwa tidak mungkin
suatu sistem beroperasi dari reservoir dingin ke reservoir panas tanpa adanya
masukan berupa kerja. Pernyataan ini masuk dalam bahasan selanjutnya yaitu
pada ketidaksamaan Clausius.

Gambar 2.10. Pernyataan Clausius (Moran dan Shapiro, 2004)

Pernyataan Kelvin – Planck mengatakan bahwa tidak mungkin sebuah


sistem siklus termodinamika menghasilkan sejumlah kerja sementara sistem
hanya memperoleh kalor pada satu reservoir. Kelvin – Planck juga tidak
mengesampingkan suatu kemungkinan dari sistem untuk untuk menghasilkan

16
sejumlah kerja dari perpindahan kalor yang diambil dari reservoir tunggal.
Pembahasan seperti ini termasuk pada ketidaksamaan Kelvin – Planck. Hal seperti
ini terjadi pada peralatan seperti sistem puli pemberat yang bekerja pada sebuah
sistem didalamnya.

Gambar 2.11 Pernyataan Kelvin - Planck (Moran dan Shapiro, 2004)

Dalam hukum kedua termodinamika membahas ketidaksamaan Clausius.


Bahasan ini mendasari bagaimana menganalisis sistem yang mengalami proses
tetapi tidak selalu berupa siklus atau juga bisa dikatakan untuk mengetahui
tentang konsep sifat atau keadaan ketidakteraturan dalam sistem. Dapat diterapkan
pada setiap siklus tanpa memperhatikan dari benda mana siklus itu mendapatkan
energi atau kemana siklus itu melepaskan energi melalui perpindahan kalor.
Menurut Moran dan Shapiro, (2004) ketidaksamaan Clausius mendasari dua hal
yang digunakan untuk menganalisis sistem tertutup dan volume atur berdasarkan
hukum kedua termodinamika yaitu sifat entropi dan neraca entropi.
Ketidaksamaan clausius menyatakan bahwa :

… (2.9)

Dimana 𝛿𝑄 mewakili perpindahan kalor pada batas sistem selama


terjadinya siklus, T adalah temperatur absolut pada daerah tersebut. Subskrip “b”

17
menunjukkan bahwa integral dihitung pada daerah batas sistem yang mengalami
siklus. Integral ∮ dilakukan pada semua bagian dari batas tersebut dan siklus

secara keseluruhan. Sedangkan σsiklus dapat mewakili tingkat ketidaksamaan atau


nilai entropi yang dalam pembahasan selanjutnya menggunakan simbol S. Nilai

σsiklus positif pada saat terjadi ireversibelitas internal, nol saat tidak adanya
ireversibelitas internal, dan tidak mungkin bernilai negatif.

σSiklus = 0 Tidak ada ireversibelitas dalam sistem


σSiklus > 0 timbulnya ireversibelitas dalam sistem
σSiklus < 0 Tidak mungkin

Jadi σsiklus merupakan ukuran dari efek yang ditimbulkan oleh


ireversibelitas pada saat sistem menjalani suatu siklus. Kesamaan dan
ketidaksamaan memiliki penjabaran yang sama seperti pada pernyataan Kelvin -
Plank, yaitu kesamaan muncul pada saat tidak adanya ireversibelitas internal
ketika sistem mengalami siklus, sedangkan ketidaksamaan akan terjadi pada saat
sistem mengalami ireversibelitas internal.
Entropi sangat berperan penting dalam konsep hukum kedua
termodinamika. Entropi pada suatu sistem termodinamika merupakan sebuah
indikator ketidakberaturan suatu sistem dalam skala microscopic. Suatu sistem
tertutup yang diberi energi, nilai entropi pada sistem tersebut akan terus
meningkat. Berpindahnya entropi akan disertai dengan perpindahan panas.
Seperti halnya pada energi suatu sistem akan selalu menuju ke dalam suatu
kesetimbangan thermal terhadap lingkungannya (hukum ke nol termodinamika),
yaitu dengan melalui kesetimbangan entropi. Kesetimbangan tersebut terjadi
dengan berpindahnya entropi pada sistem kelingkungan. Analisis dengan
menggunakan volume atur pada keadaan tunak banyak digunakan dalam analisis
teknik. Moran dan Shapiro, 2004 neraca laju entropi dalam volume atur pada
keadaan tunak dapat diperoleh sebagai :

… (2.10)

18
Dimana ṁisi dan ṁoso adalah laju transfer entropi kedalam dan keluar
volume atur akibat adanya laju aliran massa, Qj dan Tj adalah laju perpindahan
panas pada batas sistem dan suhu pada saat terjadi pindah panas. Rasio Qj/Tj
menunjukan jumlah laju perpindahan panas dalam hubungannya dengan laju

transfer entropi, sedangkan σcv adalah laju produksi entropi persatuan waktu
selama terjadinya ireversibelitas pada volume atur.

2.5 Analisis Eksergi

Eksergi merupakan energi yang dapat dimanfaatkan (available energy)


atau ukuran ketersediaan energi untuk melakukan kerja. Eksergi suatu sumber
daya memberikan indikasi seberapa besar kerja yang dapat dilakukan oleh sumber
daya tersebut pada suatu lingkungan tertentu. Konsep eksergi secara eksplisit
memperlihatkan kegunaan (kualitas) suatu energi dan zat sebagai tambahan selain
apa yang dikonsumsi dalam tahapan-tahapan pengkonversian atau perpindahan
energi. Salah satu kegunaan utama dari konsep eksergi adalah keseimbangan
eksergi dalam analisis sistem termal. Kesetimbangan eksergi (analisis eksergi)
dapat dipandang sebagai pernyataan hukum energi degradasi. Analisis eksergi
adalah alat untuk identifikasi jenis, lokasi dan besarnya kerugian termal
Identifikasi dan kualifikasi kerugian ini memungkinkan untuk evaluasi dan
perbaikan desain sistem termal.

Banyak para peneliti yang menggunakan sebuah metode analisis eksergi


dalam hal merumuskan suatu konsep permasalahan dalam sistem thermal. Moran
dan Shapiro, 2004 metode yang meggunakan prinsip kekekalan massa dan energi
bersama dengan hukum kedua termodinamika untuk perancangan, analisis
thermal dan perbaikan energi. Istilah lain yang sering digunakan untuk
mengidentifikasi analisis eksergi adalah analisis ketersediaan (availability
analysis). Metode analisis eksergi ini dalam pengelolaan pengolahan sumber daya
yang efisien, dapat menentukan lokasi, jenis serta besarnya energi yang terbuang
dan yang termamfaatkan dengan baik.

19
Metode analisa eksergi dapat menunjukan kualitas dan kuantitas kerugian
panas dan lokasi degradasi energi. Ketidaksempurnaan termodinamika tidak dapat
diukur dengan analisa energi. Persamaan kerja aktual dan kerja reversible sering
diformulasikan dalam persamaan fungsi eksergi untuk sebuah sistem terbuka dan
tertutup. Saat ini sangat penting untuk menentukan kerja potensial dari sebuah
sistem pada keadaan tertentu menuju kesetimbangan dengan lingkungan
sementara sejumah kalor yang dipindahkan merupakan satu – satunya interaksi
dengan lingkungan.

Gambar 2.12. Sistem Kombinasi dari sistem tertutup dan lingkungan


(Moran dan Shapiro, 2004)

Dengan menerapkan neraca energi dan neraca entropi pada sistem


kombinasi, yang terdiri dari sistem tertutup dan sebuah lingkungan, seperti
tampak pada gambar 2.11 besarnya eksergi sebuah sistem, E x pada suatu keadaan
yang spesifik dapat dinyatakan sebagai berikut (Moran dan Shapiro, 2004) :

… (2.11)

Dimana E =( U + KE + PE ), V dan S masing – masing adalah energi,


volume dan entropi sistem, sementara U0, V0 dan S0 merupakan nilai sifat – sifat
tersebut, jika sistem berada pada keadaan lingkungan.

20
Eksergi tidak dapat bernilai negatif. Jika suatu sistem berada pada kondisi
berbeda dengan keadaan lingkungan, sistem dapat berubah keadaanya secara
spontan menuju keadaan lingkunga. Kecenderungan ini akan berhenti jika
keadaan lingkungan tercapai.

Dalam perhitungan analisis eksergi sering kali digunakan sebuah sistem


dalam volume atur. Persamaan umum neraca laju kesetimbangan eksergi dalam
volume atur adalah :

… (2.12)

Dimana suku adalah laju perubahan eksergi volume atur. Suku Qj adalah
laju waktu perpindahan kalor pada lokasi batas dimana temperatur sesaat adalah
Tj. Perpindahan energi yang menyertai adalah . W cv adalah laju waktu
perpindahan energi melalui kerja, selain dari kerja aliran. Laju perpindahan
eksergi yang menyertai adalah dimana adalah laju waktu
perubahan volume. Bentuk ṁi efi dan ṁ0 ef0 masing – masing menunjukan laju
waktu perpindahan eksergi yang menyertai massa dan kerja aliran pada sisi masuk
dan keluar.

2.5.1 Dead State

Ketika sistem dan lingkungan berada pada kondisi kesetimbangan, tidak


ada perubahan state pada sistem secara mendadak yang bias terjadi, dan dengan
demikian tidak ada kerja yang dilakukan. Karena proses kerja reversible
maksimum atau kerja potensial yang berhubungan dengan state sebuah sistem
maka pada saat sistem dan lingkungan telah berada pada kesetimbangan satu sama
lain, sistem dikatakan berada pada kondisi dead state. Sebuah sistem pada dead
state secara termal dan mekanikal setimbang dengan lingkungan pada T0 dan P0.
Nilai numerik (T0, P0) direkomendasikan untuk keadaan diam (dead state) adalah
berada pada tekanan atmosfer (1 atm dan 298.15 K).

21
Syarat tambahan dead state adalah kecepatan dari fluida sistem tertutup
atau laju fluida adalah nol dan energi gravitasi potensial juga nol. Syarat ini akan
dipenuhi degan merubah pengaturan beberapa ketinggian dari bumi seperti
ketinggian air, laut atau tanah menjadi nol. Pembatasan temperatur, tekanan,
kecepatan, dan karakter ketinggian adalah sebuah pembatasan dead state yang
berhubungan dengan kesetimbangan termomekanikal dengan atmosfer. Dengan
demikian pembatasan pada pengertian keseimbangan kimia dengan lingkungan.
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi eksergi dan pertukaran eksergi untuk
sistem tertutup dan sistem steady state terbuka.

Suatu laju eksergi Ėx berkaitan dengan laju perpindahan panas Q̇i dapat
dihitung dengan persamaan :

… (2.13)

Eksergi total suatu sistem dapat dibagi menjadi empat komponen yaitu :

… (2.14)

Analisis sistem termal terdapat 2 macam eksergi yaitu eksergi fisik dan
eksergi kimia. Eksergi fisik merupakan kerja yang diperoleh melalui substansi
melewati proses reversible dari kondisi temperatur dan tekanan awal ke kondisi
yang ditentukan berdasarkan temperatur T0 dan tekanan lingkungan P0.

… (2.15)

Dimana:

m : Laju Fluida (kg/s)

hi : Entalpi Fluida (kJ/kg)

22
h0 : Entalpi Lingkungan (kJ/kg)

T0 : Temperatur Lingkungan (ᵒC)

si : Entropi Fluida (kJ/kg ᵒC)

s0 : Entropi Lingkungan (kJ/kg ᵒC)

Eksergi kimia (EĊH ) seperti bahan bakar, campuran gas, dan hasil produk
pembakaran yang didapat dari table eksergi kimia standard dengan berdasarkan
spesifikasi lingkungan. Persamaan dari eksergi kimia adalah sebagai berikut :

… (2.16)

Dimana:

xi : Fraksi mol komponen ke – i

R : Konstanta Gas Ideal (J. K-1 . mol-1)

T0 : Temperatur Lingkungan ( ᵒC)


˙ ˙
Untuk nilai eksergi kimia air ECH CH
w dan uap E s masing – masing diberikan

sebagai 49,12 kJ/kg dan 526,33 kJ/kg. Sedangkan untuk eksergi kimia bahan
bakar didapat dari persamaan berikut.

… (2.17)

Nilai rasio eksergi bahan bakar hidrokarbon β terhadap nilai LHV bahan bakar
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

H O N … (2.18)
β = 1.0437 + 0.1882 ( ¿ + 0,0610 ( ¿ + 0.0404 ( ¿
C C C

23
Jika sistem terjadi proses irreversible, maka pada sistem tersebut terjadi
kerusakan dan dapat dihitung dengan mengambil perbedaan antara eksergi yang
masuk dan eksegi yang keluar dari sistem.

… (2.19)

… (2.20)

Persamaan menunjukkan rasio destruksi eksergi yang merupakan


perbandingan laju destruksi eksergi di dalam komponen sebuah sistem terhadap
laju eksergi dari bahan bakar yang diberikan ke seluruh sistem.
Efisiensi eksergetik adalah rasio dari produk terhadap bahan bakar yang dapat
dituliskan dengan persamaan berikut.

… (2.21)

2.6 Siklus Rankine


Siklus Rankine merupakan suatu siklus dalam ilmu termodinamika dengan
mengkonversikan energi panas menjadi energi gerak/mekanik. Setelah
dikembangkan pada abad ke – 19 oleh William John Macquorn Rankine, siklus
ini telah banyak diaplikasikan pada mesin – mesin uap salah satunya digunakan
pada pembangkit listrik.

2.6.1 Siklus Rankine Ideal


Merupakan siklus pembangkit paling sederhana yang terdiri dari 4
komponen utama yaitu boiler, turbin, Kondenser dan pompa. Pada boiler terjadi
proses pemanasan reversible pada tekanan konstan dan menghasilkan uap
bertekanan yang akan di ekspansikan ke turbin. proses pada turbin idealnya akan

24
terjadi ekspansi uap yang bersifat reversible adiabatic yang kemudian akan
memutar poros yang terhubung dengan generator listrik. Uap yang telah di
ekspansikan ke turbin uap akan dikondensasikan oleh kondenser. Proses uap di
kondenser akan mengalami pengurangan kalor secara reversible pada tekanan
konstan hingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair. Perubahan uap
menjadi cair akan dipompa kembali menuju boiler secara reversible adiabatic
compression dengan proses ideal. Begitu seterusnya siklus ini akan berlangsung.

Gambar 2.13. Siklus Rankine Ideal


Sumber : Frank Kreith, 1999

 Proses 1 – 2
Fluida kerja/air dipompa dari tekanan rendah ke tinggi. Tahapan ini
fluida kerja berfase cair sehingga tidak membutuhkan tenaga yang
besar untuk proses pemompaan. Pada proses ini dinamakan proses
kompresi isentropic karena secara ideal tidak ada perubahan entropi
yang terjadi
 Proses 2 – 3
Fluida kerja berfase cair/air bertekanan tinggi masuk ke dalam boiler
untuk proses pemanasan secara isobaric (tekanan konstan). Sumber
panas dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar seperti
batubara, solar atau juga reaksi nuklir. Di dalam boiler air mengalami
perubahan fase daric air, uap air, dan uap serta 100% uap kering.

25
 Proses 3 – 4
Terjadi pada turbin, uap kering hasil dari proses dalam boiler menuju
turbin dan mengalami proses ekspansi secara isentropic. Energi
kinetik uap kering dialirkan menuju turbin mengenai sudu – sudu pada
turbin sehingga menghasilkan energi mekanik yang selanjutnya
dikonversikan oleh generator yang seporos dengan turbin
menghasilkan energi listrik
 Proses 4 – 1
Uap air keluaran turbin menuju kondesor dan mengalami proses
kondensasi secara isobaric (tekanan konstan). Uap air mengalami
perubahan fasenya menjadi cair jenuh dan seterusnya digunakan
kembali pada proses siklus

Untuk memperoleh efisiensi suatu pembangkit terlebih dahulu harus


diketahui besarnya entalphi dari setiap tingkatan pada siklus yang dapat diperoleh
dari temperatur dan tekanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang
digunakan adalah steady flow energy equation (SFEE), yang dapat dilihat seperti
persamaan dibawah ini :

 Persamaan control volume pada Boiler


Q¿ =h3−h2
 Persamaan control volume pada Turbin
W T =h3 −h4
 Persamaan pada Kondenser
Qout =h4 −h1
 Persamaan pada Pompa
W P=h 2−h1
 Persamaan Efisiensi Siklus Rankine
W Net W T −W P ( h3−h 4 )−( h2−h 1) … (2.22)
η= = =
Q¿ Q¿ ( h3−h2 )

26
2.6.2 Sikus Rankine Regeneratif
Merupakan modifikasi dari siklus rankine untuk meningkatkan efisiensi
siklus secara keseluruhan. Modifikasi dilakukan pada turbin uap dengan
menggunakan tiga tingkatan yaitu High, Intermediate dan Low Pressure Turbine.
Untuk memaksimalkan efisiensi turbin uap dapat dilakukan dengan penambahan
beberapa komponen pendukung antara lain :
a. Superheater berfungsi untuk menaikkan temperatur uap yang telah
terbentuk di dalam Water Wall Boiler sehingga diperoleh temperatur yang
tinggi dan akan menghasilkan kerja turbin yang besar pada saat uap
diekspansikan.
b. Reheater berfungsi untuk menaikkan temperatur uap yang telah turun
ketika digunakan untuk ekstraksi turbin.
c. Feed Water Heater berfungsi menaikkan temperatur air sebelum masuk ke
boiler.

Gambar 2.14. Siklus Rangkine Regenerative


Sumber : Fundamental Of Engineering Thermodynamics, Eighth Edition

27
Langkah awal yang penting dalam menganalisa siklus regeneratif adalah
evaluasi terhadap laju aliran massa yang melalui setiap komponen. Dengan
menggunakan volume atur yang melingkupi tingkatan turbin, kesetimbangan laju
massa pada kondisi tunak sebagai berikut :

ṁ 2 + ṁ 3 = ṁ 1

Atau, … (2.23)
ṁ 2 ṁ 3
+ =1
ṁ 1 ṁ 1

Dengan :
ṁ1=¿ Laju aliran massa yang masuk ke dalam turbin tingkat pertama
ṁ2=¿ Laju aliran massa yang diekstrak dan keluar turbin
ṁ3=¿ Laju aliran massa yang keluar dari turbin tingkat kedua

ṁ 2
Jika fraksi dari aliran total yang diekstrak diwakili oleh variable y (y =
ṁ 1
), fraksi dari aliran total yang melewati turbin tingkat kedua adalah

ṁ3
=1− y … (2.24)
ṁ 1

Fraksi y dapat dihitung dengan menerapkan prinsip konservasi massa dan


konservasi energi pada volume atur di sekeliling open feedwater heater dan
closed feedwater heater. jika tidak terjadi panas dengan lingkungan sekitar serta
efek energi potensial dan kinetik diabaikan, kesetimbangan laju massa dan energi
pada kondisi tunak akan menghasilkan persamaan untuk kedua jenis feedwater
heater masing – masing adalah :
0 = y h2 + ( 1 – y) h5 – h6 )
… (2.25)
Dan
0 = y ( h2 – h5 ) + ( h5 – h6 )

28
2.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai analisa eksergi berdasarkan
hukum termodinamika dua oleh para peneliti adalah sebegai berikut :

Ayu Setya Ismawati [1] melalui penelitian dengan judul “ Analisa Eksergi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Siklus Biner dengan Regenerative
Organic Rankine Cycle (RORC)” menyimpulkan bahwa hasil perhitungan dan
simulasi diperoleh RORC dengan menggunakan IHE memiliki efisiensi yang
lebih tinggi , baik energi maupun eksergi dan daya yang lebih besar . Siklus ini
menghasilkan 18.19 % efisiensi energi, 20.49 % efisiensi eksergi dan daya netto
sebesar 596.1 kW.

Aries Karyadi, dkk [2] dengan judul penelitian “ Analisa Energi dan
Eksergi Pembangkit Listrik Tenaga Uap Banten 3 Lontar” menyimpulkan bahwa
komponen Boiler memiliki tingkat kerugian tertinggi sedangkan turbin,
kondenser, dan deaerator merupakan komponen yang berada dalam kondisi dapat
digunakan dengan perhatian khusus guna bertujuan untuk menjaga performa dari
pembangkit.

Nasruddin, dkk [3] dengan judul penelitian “ Analisa Energi, Eksergi dan
Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW.
Penelitian dilakukan dengan menganalisa nilai eksergi pada pembangkit guna
mendapatkan kondisi yang paling optimum dari pembangkit berdasarkan hukum
termodinamika. Menyimpulkan bahwa tingkat kerugian energi dan eksergi tertingi
terdapat pada komponen boiler dibandingkan dengan komponen lainnya yang
berada pada pembangkit yang bekerja pada beban 660 MW dengan kondisi
desain tekanan sebesar 250.1 bar dan laju aliran massa 590.8 Kg/s. Optimasi
energi dilakukan dengan memvariasikan tekanan dan laju aliran massa keluar
boiler. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa terjadi peningkatan efisiensi
termal pada tekanan 239 bar dan laju aliran massa 564.8 Kg/s dengan beban
sebesar 631 MW yang menghasilkan efisiensi termal terbesar yaitu 37.41 %.

29
Krisnakumar Dimak Pilankar [4] dengan judul penelitian “Energy and
Exergy Analysis of Steam and Power Generation Plant”, penelitian ini melakukan
analisis energi dan eksergi dari PLTU dan uap dalam industri kimia dan pupuk.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa dengan analisis energi, kehilangan energi
terbesar terjadi pada kondenser sebesar 47.16 MW yang mewakili 52.89% dari
total kehilangan energi di pabrik. Diikuti oleh boiler, kehilangan energi sebesar
30.26 MW yang mewakili 34% dari total kehilangan energi. Pada analisa eksergi,
penghancuran tertinggi eksergi terjadi pada boiler sebesar 238.6 MW yang
mewakili 90.8% dari total kehancuran eksergi pembangkit.

Mohamad Effendy, dkk [5] dengan judul penelitian “Analisa Energi dan
Eksergi Turbin Uap Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Unit 2 Tanjung Awar –
Awar, menyimpulkan hasil dari penelitian menunjukan besar efisiensi energi
turbin uap rata – rata sebesar 91.48% dengan laju kerugian energi rata – rata
sebesar 31.11.MW mewakili total energi yang masuk sistem. Untuk analisa
eksergi, rata – rata efisiensi pada turbin uap sebesar 94.08% dengan laju
kerusakan eksergi rata – rata pada turbin uap sebesar 25.98 MW dari total eksergi
masuk ke sistem. Dari total potensi energi yang masuk sistem rata – rata energi
yang teramfaatkan sebesar 93.30%, kemudian besar peluang energi yang dapat
ditingkatkan rata – rata 1.33% mewakili total potensi energi yang tersedia.

Ahmadi dan Toghraie [6] melakukan analisa energi dan eksergi


pembangkit listrik tenaga uap di Montazeri Iran kapasitas unit 200 MW. Hasil
penelitian menunjukan kehilangan energi terbesar pada komponen kondenser
sebesar 296.8 MW mencakup 69.8% energi total masuk sistem. Analisa eksergi
menunjukan komponen boiler membuang eksergi terbesar 315.39 MW mencakup
85.66% yang mewakili eksergi total masuk sistem pembangkit.

Priambodo dan Dewita [7] melakukan penelitian dengan judul analisa


energi dan eksergi pada sistem HTGR siklus turbin uap untuk mengetahui potensi
kerugian terbesar sehingga dapat dilakukan pembenahan. Hasil penelitian
menunjukan reactor merupakan komponen yang paling tidak efisien, persentase
ireversibelitas sebesar 61.8% diantara semua komponen dalam sistem

30

Anda mungkin juga menyukai