Anda di halaman 1dari 30

TUGAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Dibuat untuk memenuhi tugas Ilmu Kesehatan Masyarat


Dosen Pengampuh matakuliah : Arif Budiman, MPH., Apt.

Dibuat oleh :
NURRAMADHANI A. SIDA
1808020145

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
SOAL :

1. Jelaskan pembiayaan kesehatan

2. Perkembangan pembiayaan kesehatan

3. Model sistem pembiayaan kesehatan

4. Bentuk pembayaran fasilitas kesehatan

5. Permasalahan yang dihadapi pembiayaan kesehatan saat ini dan

solusinya
1. Pembiayaan Kesehatan

A. Definisi

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 72 tahun 2012

tentang Sistem Kesehatan Nasional, pasal 3, disebutkan bahwa pembiayaan

kesehatan merupakan salah satu subsistem atau komponen pengelolaan kesehatan

yang disusun dalam Standar Kesehatan Nasional (Tim Kepresidenan RI, 2012).

Subsistem pembiayaan kesehatan didefinisakan sebagai bentuk dan cara

penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan

dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sedangkan biaya

kesehatan didefinisikan sebagai besarnya dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Setyawan,

2017). Berdasarkan hal diatas, disimpulkan bahwa pembiayaan kesehatan

merupakan cara-cara untuk mendapatkan biaya kesehatan guna tercapainya target

derajat kesehatan masyarakat.

Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu (Setyawan, 2017) :

a. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana

yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka

dilihat pengertian ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan

adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-

pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi


penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi

(investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost).

b. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang

harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini

biaya kesehatan menjadi persoalan utama para pemakai jasa

pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni

dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa

pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of

pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

B. Tujuan pembiayaan kesehatan

Pelayanan kesehatan akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara

maju maupun pada negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh penggunaan

teknologi tinggi dalam pelayanan kesehatan. Misalnya alat-alat operasi yang

semakin canggih menyebabkan biaya kesehatan meningkat. Oleh sebab itu

pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk :

1) Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko

biaya sepanjang waktu sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap

rumah tangga. Artinya sebuah sistem pembiayaan harus mampu

memprediksikan resiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam

jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun). Kemudian besaran tersebut

diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi premi (iuran,

tabungan) bulanan yang terjangkau.


2) Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan

tidak merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis

(jantung koroner) yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk

spreading). Sistem pembiayaan harus mampu menghitung dengan

mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan biaya yang mahal antar

individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan

tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan

kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan

pelayanan kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem pembiayaan akan

menghitung resiko terjadinya masalah kesehatan dengan biaya mahal dalam

satu komunitas, dan menghitung besaran biaya tersebut kemudian membaginya

kepada setiap individu anggota komunitas. Sehingga sesuai dengan prinsip

solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang mahal tidak ditanggung

dari tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.

3) Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan antara

kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus mampu

memastikan bahwa orang miskin juga mampu pelayanan kesehatan yang layak

sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus mengeluarkan pembiayaan

yang besarnya tidak proporsional dengan pendapatan. Pada umumnya di

negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi. Orang miskin harus

membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh penghasilan

mereka dan juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar.


4) Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan dasar

dimana individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status kesehatan yang

baik.

C. Implementasi strategi pembiayaan kesehatan

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan

kepada beberapa hal pokok yakni;

1. Kesinambungan pembiayaan program 4. pemerataan dalam akses


kesehatan prioritas pelayanan, peningkatan
efisiensi
2. reduksi pembiayaan kesehatan secara 5. efektifitas alokasi sumber daya
tunai perorangan (out of pocket (resources)
funding)
3. menghilangkan hambatan biaya untuk 6. kualitas pelayanan yang
mendapatkan pelayanan kesehatan memadai dan dapat diterima
pengguna jasa

D. Sumber dana biaya kesehatan

Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis

besar berasal dari:

1) Anggaran pemerintah. Tergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut,

ditemukan negara yang sumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung

oleh pemerintah.Pada negara yang seperti ini, tidak ditemukan pelayanan

kesehatan swasta.Seluruh pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh

pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan secara cuma-

cuma.

2) Anggaran masyarakat. Pada beberapa negara lain, sumber biaya

kesehatannya juga berasal dari masyarakat. Pada negara yang seperti ini,
masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya

kesehatan ataupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan,

3) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri.

4) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat.

Pada literatur lainnya disebutkan abhwa sumber pembiayaan kesehtaan dapat

diperoleh dari pemerintah, swasta, masyarakat dalm bentuk pembiayaan langsung

dan asuransi, serta sumber-sumber lain yang berbentuk hibah atau pinjaman luar

negeri (Effendi dan Makhfudli, 2009).

2. Perkembangan pembiayaan kesehatan

Pembiayaan Pembiayaan
Masa Pembiayaan Pembiayaan
Kesehatan Kesehatan
Penjajahan kesehatan Kesehatan
Masa Indonesia
(Colonial pada masa Masa
Kemerdekaan Masa
Period) orde baru Reformasi
dan Orde Lama Sekarang

a. Masa Penjajahan (Colonial Period)

Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan

Belanda pada abad ke-19. Pada tahun 1807 dimasa pemerintahan Gubernur Jenderal

Deandles pembiayaan kesehatan dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada

masa itu pembiyaan kesehatan bersumber dari pajak dan hasil bumi yang dihasilkan

dari bumi Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya

berada dalam kendali penuh pemerintah Hindia Belanda, warga Indonesia yang

sedang terjajah tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses
masyarakat pribumi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki

pemerintah Hindia Belanda juga dibatasi.

b. Pembiayaan Kesehatan Masa Kemerdekaan dan Orde Lama


Pada bulan Nopember 1967, dilakukan seminar yang membahas dan

merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai pada konsep Bandung

( Bandung Plan ) mengajukan konsep pusat kesehatan masyarakat. Hasil seminar

pada waktu itu menyepakati konsep puskesmas tipe A, B dan C. Pembiayaan

kesehatan pemerintah pada waktu itu bersumber hampir seluruhnya dari anggaran

pemerintah. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada

dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Soekarno. Warga Indonesia sudah

mulai dilibatkan dan ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses

masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai

dibuka. Pada masa ini Pemerintah orde lama belum mampu menjamin pelayanan

kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap

penduduk memiliki status kesehatan yang baik.

c. Pembiayaan kesehatan pada masa orde baru

Pada masa orde baru, Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam

bidang ekonomi yang juga memberikan dampak positif terhadap pembiayaan

sektor kesehatan. Lahirnya konsep puskesmas dan posyandu yang bertujuan untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat. Pembiayaan kesehatan pada masa ini tidak lagi sepenuhnya

bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga mulai dilakukan oleh sektor

swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang
didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan

masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan Presiden

Soeharto. Pada zaman orde baru juga dikenal 3 macam asuransi kesehatan: (1)

Perum Husada Bakti (sekarang PT. Askes, yang menangggung pembiayaan

kesehatan bagi pegawai negeri sipil, pensiunan, veteran dan anggota keluarganya)

(2) PT. ASTEK, yang didirikan pada tahun 1977 berdasarkan PP Nomor 33 Tahun

1977 (yang kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek pada tahun 1995

berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 1995) yang menanggung pembiayaan kesehatan

bagi tenaga kerja sektor swasta dan BUMN (3) PT. Asabri, yang menanggung

pembiayaan kesehatan bagi anggota TNI, Kepolisian RI, PNS Departemen

Pertahanan beserta anggota keluarganya ( dibentuk berdasarkan PP Nomor 44

Tahun 1971 yang disempurnakan lagi dengan PP Nomr 67 Tahun 1991) (

Kementerian Kesehatan RI ; 2011 )

d. Pembiayaan Kesehatan Masa Reformasi

Pembiayaan kesehatan pada masa ini juga mengalami masalah sebagai imbas

terjadinya krisis ekonomi. Anggaran pemerintah disektor kesehatan pada periode

awal reformasi juga menurun. Peran sektor swasta juiga meningkat pada masa ini

yang ditandai dengan bertambahnya jumlah sakit swasta yang didirikan di berbagai

wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah lebih dititik

beratkan pada program untuk mengurangi dampak krisis ekonomi yang langsung

dirasakan oleh masyarakat, salah satu bentuknya adalah program JPS-BK.

Pelaksanaan otonomi daerah juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam

kebijakan pembiayaan kesehatan. Bidang kesehatan sejak masa ini tidak lagi
sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah pusat tetapi diserahkan pada

pemerintah daerah, pemerintah pusat lebih banyak mengambil peran sebagi

regulator dalam bidang kesehatan.

e. Pembiayaan Kesehatan Indonesia Masa Sekarang


Beberapa kebijakan dalam pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah antara lain pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU Nomor

40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (UU SJSN). Tahun 2005

pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang disempurnakan

bentuk dan operasionalnya pada tahun 2008 menjadi Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas). Tahun 2010 pemerintah kembali memperkenalkan

program baru yaitu Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dananya

disalurkan ke seluruh puskesmas yang ada di Indonesia. Pengaruh lembaga

Internasional seperti PBB yang Indonesia menjadi anggotanya dengan konsep

Millenium Development Goals (MDGs) menekankan beberapa target

pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang di

dunia termasuk Indonesia. Salah satu komponen dalam MDGs adalah bidang

kesehatan yaitu target penurunan Angka Kematian Ibu melahirkan atau AKI pada

tahun 2015 yang harus menurun hingga 102 / 100.000 kelahiran hidup dan Angka

Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 / 1000 kelahiran hidup. Untuk mempercepat

pencapaian target tersebut pemerintah melalui Kementerian Kesehatan

meluncurkan program baru yang dilaksanakan.


Keterlibatan pemerintah daerah pada masa ini juga ditunjukkan dengan

adanya program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diperuntukkan bagi

warga suatu daerah yang belum tercakup dalam program Jamkesmas. Masa

sekarang pembiayaan sektor kesehatan mulai menjadi prioritas pembangunan.

Pembiayaan kesehatan pada masa ini tidak lagi sepenuhnya bersumber dari

anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan

meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di

Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat tidak lagi sepenuhnya

berada dalam kendali penuh pemerintahan pusat, seiringnya berjalannya sistem

otonomi daerah, setiap daerah otonom berhak menentukan perencanaan sendiri

pembangunan kesehatan di daerahnya.Partisipasi masyarakat terus meningkat

dalam upaya kesehatan yang bersumber masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan

kader kesehatan.

Lahirnya UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

merupakan harapan baru bagi sistem pembiayaan kesehatan Indonesia dimasa yang

akan datang. Dalam UU tersebut terdapat empat Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial yaitu ; (1) PT. Askes, yang diperuntukan bagi semua PNS, penerima pension,

perintis kemerdekaan, veteran dan anggota keluarganya dengan jumlah peserta

tahun 2010 mencapai 3,7 juta PNS ( belum termasuk anggota keluarga yang ikut

ditanggung biaya kesehatannya yaitu 1 orang isteri/suami dan 2 orang anak ) ; (2)

PT. Jamsostek, yang diperuntukkan bagi semua pekerja sektor BUMN dan swasta

yang telah bekerjasama dengan Jamsostek ; (3) PT. Asabri, yang diperuntukkan

bagi anggota TNI dan POLRI ; (4) PT. Taspen, yaitu dana tabungan pegawai negeri
sipil (Kementerian Kesehatan RI ; 2011). UU SJSN No. 40 Tahun 2004

menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial untuk

pemenuhan kebutuhan dasar hidup yg layak dan meningkatkan martabatnya menuju

terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Ini merupakan

cikal bakal terbentuknya Sistem Jaminan Sosial Nasional Bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Pada tanggal 28 Oktober 2011, DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-

undang tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial ( BPJS ) yang di bagi menjadi ;

(1) UU BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari

2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh

rakyat Indonesia, termasuk menampung pengalihan program Jamkesmas, Askes,

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek dan PT. Asabri ; (2) UU BPJS 2

yang diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan

pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan

kecelakaan, jaminan pensiun dan kematian yang merupakan transformasi dari PT.

Jamsostek. Pemerintah bersama DPR baru saja mengesahkan UU tentang Badan

Pelaksana Jaminan Sosial ( BPJS ) yag mengatur tentang Badan Publik yang akan

melaksanakan sistem jaminan sosial nasional sperti yang telah dimanatkan dalam

UU No. 40 Tahun 2004.


Tabel Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan Di Indonesia
Komponen Masa Masa Masa Orde Masa Orde Masa
yang dikaji Penjajajahan Kemerdekaan Baru Reformasi Sekarang
dan Orde
Lama
Jumlah Tidak Tidak diketahui 678 Milyar 5,6 Triliun 27,8 Triliun
Anggaran diketahui
Sistem Diatur Berubah GBHN, Berubah Setiap Tahun
Perencanaan Pemerintah seiring terarah karena dalam APBN
Anggaran Hindia perubahan peta dalam peralihan
Belanda politik PELITA kekuasaan
Persentase Tidak Tidak diketahui 0,8-1 % 1,2% 2,4 %
terhadap diketahui
PDB
Pengambil Pemerintah Pemerintah Presiden Presiden Kesepakatan
Keputusan Hindia Orde Lama Soeharto Bersama Bersama
Belanda berkuasa DPR Pemerintah
penuh dan dan DPR
cenderung
otoriter
Pengaruh Kerajaan Sering berubah Pemerintah Lebih Sangat Kuat
Politik Belanda cenderung Demokratis,
Berkuasa otoriter Sangat Kuat
penuh Sangat Kuat
Kebijakan Pelatihan Konsep Mulai Indonesia Jamkesmas,
Pembiayaan Dukun Bayi, Bandung Plan ( merata, Sehat 2010 BOK,
Kesehatan pendirian cikal bakal konsep Jampersal
STOVIA dan puskesmas ), Puskesmas
sekolah dokter laboratorium
lainnya kesehatan
Sasaran Warga Pejabat Mulai Belum Akses belum
Belanda, pemerintah, merata, Menjangkau merata,
Miliiter sebagian rayat Belum seluruh terutama
Belanda Menjangkau rakyat warga daerah
seluruh terpencil,
rakyat kepulauan
dan
perbatasan
Kondisi Sangat miskin Miskin Stabil Defisit Meningkat
Keuangan
Negara
Sumber :BAPPENAS RI, 2009, “Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium Indonesia “, Penerbit BAPPENAS RI, Jakarta
3. Model sistem pembiayaan kesehatan (managed care/ indemnity)

a. Model sistem pembiayaan kesehatan beberapa negara

Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang

dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya (Setyawan,

2017) :

1) Direct Payments by Patients

Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara

langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya.

Pada umumnya sistem ini akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara

lebih hati-hati, serta adanya kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan

untuk menarik konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun

transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien sebagai

konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga

tingkat kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh provider.

Sehingga free market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan

peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi

yang berlebihan.

2) User payments

Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan

kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya

dengan model informal adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga kelompok

yang menjadi pengecualian telah diatur secara formal oleh pemerintah dan

provider. Bentuk yang paling kompleks adalah besaran biaya yang bebeda setiap
kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya terjadi

untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang umum digunakan

adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.

3) Saving based

Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak

terjadi risk pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan

ditanggung oleh individu sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu

tersebut mendapatkan bantuan dalam mengelola pengumpulan dana (saving) dan

penggunaannya bilamana membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini

hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan

kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung

oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga model ini tidak

dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain yang

menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.

4) Informal

Ciri utama model ini adalah pembayaran yang dilakukan oleh individu pada

provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider

kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara

formal atau tidak diatur besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran

biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga

dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara

berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan


pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis

pelayanan.

5) Insurance Based

Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan

utama dimana individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan.

Konsep asuransi memiliki dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko

kesakitan pada satu individu pada satu kelompok serta adanya sharing looses secara

adil. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa satu kelompok individu

mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis, frekuensi dan besaran

biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi antar

anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota

kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang

diperhitungkan akan ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama.

Besaran premi dan jenis pelayanan yang ditanggung serta mekanime pembayaran

ditentukan oleh organisasi pengelola dana asuransi.

b. Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia

Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalah

Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap

menuju ke Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara

umum yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. JKN memiliki beberapa prinsip

pelaksaan, salah satunya menerapkan prinsip managed care (Indawati dkk., 2018).
Indonesia dengan kondisi yang sangat turbulensi dalam berbagai hal pada saat

ini, serta dengan keterbatasan resources yang ada, maka sistem managed care

merupakan pilihan yang tepat dalam mengatasi masalah pembiayaan kesehatan.

Managed care dianggap tepat untuk kondisi di Indonesia, kemungkinan karena

sistem pembiayaan managed care dikelola secara terintegrasi dengan sistem

pembiayaan, dengan managed care berarti badan pengelola dana (perusahaan

asuransi) tidak hanya berperan sebagai juru bayar, sebagaimana berlaku pada

asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua hal penting, yaitu pengawasan

mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya (cost containment)

(Setyawan, 2017).

Managed care

Asuransi kesehatan yang paling mutakhir adalah managed care, dimana

sistem pembiayaan dikelola secara terintegrasi dengan sistem pelayanan. Asuransi

kesehatan dengan model managed care ini mulai dikembangkan di Amerika. Hal

ini timbul oleh karena sistem pembiayaan kesehatan yang lama, inflasi biaya

kesehatan terus meningkat jauh diatas inflasi rata-rata, sehingga digali model lain

untuk mengatasi peningkatan biaya kesehatan. Managed care pada dasarnya sudah

mulai diterapkan pada tahun 1983 yaitu oleh kaisar Permanente Medical Care

Program, tetapi secara meluas mulai diterapkan pada tahun 1973, yaitu dengan

diberlakukannya HMO Act, pada periode pemerintahan Noxon.

Managed care adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang

disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari

perencanaan pelayanan serta meliputi kontrak dengan penyelenggara pelayanan


kesehatan untuk pelayanan yang komrehensif, penekanan agar peserta tetap sehat

sehingga utilisasi berkurang, unit layanan harus memenuhi standar yang telah

ditetapkan dan terdapat program peningkatan mutu pelayanan. Managed Care

dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu :

- HMO (Health Maintanance Organization).

Pada sistem HMO ini jaminan kesehatan, dokter dan rumah sakit berada dalam

satu organisasi. Ciri pembayaran kesehatan dengan HMO yaitu pembayaran

premi didasarkan pada perhitungan kapitasi. Kapitasi adalah pembayaran

terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah sasaran

anggota, biasanya didasarkan atas konsep wilayah dan bukan erdasarkan

jumlah pelayanan yang diberikan.

- Preferred provider Organization (PPO)

Pada sistem ini, dibuat persetujuan kontrak antara pemiliki layanan kesehatan

dan dokter yang terfokus kepada harga. PPO ini dapat menarik lebih banyak

pasien karena premi yang ditawarkan lebih rendah. Dokter dibayar dengan

sistem fee for service, dengan negosiasi sebelumnya mengenai setiap

pelayanan yang ditawarkan.

- Point of Service (POS)

Pada sistem ini, pembayaran berdasarkan sistem kapitasi untuk setiap

pendaftar. Kompensasi POS adalah per pasien per tahun.


Keuntungan managed care :

Manajemen Dengan sistem manage care, sistem pembiayaan fee for service
penyakit dimana provider membayar untuk suatu penyakit, berubah ke
sistem kapitasi dimana keuntungan dapat diperoleh jika
penduduk dalam keadaan sehat. Pengobatan juga semakin
efektif dengan melibatkan pasien dan keluarga pasien dalam
menangani penyakit kronik dan melakukan promosi manfaat
dari regimen obat yang digunakan. Selain itu, target utama
lainnya adalah program manajemen penyakit seperti asma
pada anak, diabetes, cedera tulang belakang, nyeri tulang
belakang, penyakit ginjal kronik dan kesehatan mental dengan
biaya yang masuk akal.
Pengukuran Salah satu teknik dalam managed cre adalah guideline yang
kualitas berdasarkan praktik klinik terbaik, buku laporan yang
berkualitas yang berisikan informasi evidance-based-medicine
yang berhubungan dengan penemuan kedokteran, dan berisi
data efektivitas biaya
Penyelarasan Melakukan beberapa cara untuk membayar provider dengan
insentif harga terbaik dan membuat kerangka agar pembiayaan
kesehatan menjadi efektif, produktif dan berkualitas. Biaya
juga dibatasi dengan cara mengeliminasi hal yang tidak sesuai
dan tidak penting dalam sistem pelayanan kesehatan

kekurangan dari sistem managed care :

Cost savings Penghematan biaya yang diklaim oleh managed care dianggap
(penghematan tidak benar atau tidak berkelanjutan
biaya)
Provider Reimbursement (proses penggantian sejumlah uang oleh
reimbursement perusahaan ke karyawan terhadap klaim pengeluaran yang
dilakukan karyawan untuk kepentingan perusahaan) rumah
sakit dan kompensasi untuk dokter terlalu rendah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang baik
Quality of care Kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi managed
(kualitas care di bawah standar, termasuk
pelayanan) penolakan pelayanan, akses yang sulit untuk konsultasi dengan
dokter spesialis dan batas waktu untuk rawat inap
Berikut merupakan tabel perbedaan antara asuransi konvensional dengan managed

care (Suhanda, 2015):

Konvensional Managed Care


Menghindari kerugian Meningkatkan status kesehatan
Cara penentuan premi dengan Menggunakan community rating yaitu
experience rating yaitu risiko dihitung risiko dihitung berdasarkan data
dengan memakai data community
biologis individu. Orang risiko tinggi
akan membayar lebih mahal
Tidak ada cost containment Ada cost containment
Tidak ada manajemen utilisasi Ada manajemen utilisasi
Risk transfer Risk sharing
Resiko terpilih Komprehensif

4. Bentuk pembayaran fasilitas kesehatan (FFS, capitation system, budget

tariff, INA DRG’S)

Secara umum, terdapat dua metode pembayaran yang digunakan yaitu metode

pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif. Metode retrospektif

adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan

kepada pasien berdasar pada setiap aktivitas layanan yang diberikan, semakin

banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus

dibayarkan (PMK No. 27 tahun 2014). Contoh pembayaran retrospektif adalah Fee

for service (FFS). Sedangkan metode prospektif adalah metode pembayaran

dimana tarif pelayanan kesehatan telah ditetapkan sebelum pelayanan kesehatan

diberikan kepada pasien. Dengan sistem ini, pasien memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada pengurangan kualitas. Bagi

pembayar, keuntungan sistem ini adalah terdapat pembagian resiko keuangan

dengan provider, biaya administrasi lebih rendah, serta dapat mendorong


peningkatan sistem informasi. Contoh pembayaran prospektif adalah Case-base,

sistem kapitasi, dan budget tariff (Rusli, 2017).

Dengan diberlakukannya JKN dirumah sakit maka terjadi perubahan sistem

pembayaran dari pembayaran secara retrospektif menjadi sistem pembayaran

prospektif. Sistem pembayaran era BPJS :

1. Pola pembayaran restrospektif menjadi prospektif

2. Sistem pembayaran dari berbasis kuantitias pelayanan menjadi sistem

pembayaran berbasis kinerja (Pay for performance)

Gambar perbedaan persyaratan informasi dalam metode pembayaran penyedian


layanan (MPPL) (Wilson dkk., 2013).
• Sistem pembiayaan prospektif menjadi pilihan karena (Indawati dkk., 2018) :

- Dapat mengendalikan biaya kesehatan


- Mendorong pelayanan kesehatan tetap bermutu sesuai standar
- Membatas pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan berlebihan atau under
use
- Mempermudah administrasi klaim
- Mendorong provider untuk melakukan cost containment

a) Fee for service (FFS)

FFS merupakan metode pembayaran rumah sakit berjenis retrospektif,

dimana pembayaran ditetapkan setelah pelayanan kesehatan diberikan. Dengan

sistem tarif ini, pihak provider, atau penyedia layanan kesehatan seperti rumah

sakit, dapat memperoleh income yang tidak terbatas. Sebab, provider dapat

menawarkan segala macam pelayanan kesehatan kepada pasien, bahkan termasuk

pelayanan kesehatan yang sebenarnya tidak diperlukan sekalipun. Sehingga, hal ini

berpotensi menimbulkan terjadinya over treatment (pemeriksaan yang berlebihan),


over prescription (peresepan obat yang berlebihan), serta over utilility (penggunaan

alat pemeriksa yang berlebihan).

b) Indonesia Diagnostic Related Groups (INA-DRGs)

DRG merupakan cara pembayaran dengan biaya satuan per diagnosis, bukan biaya

satuan per jenis pelayanan medis maupun non medis yang diberikan kepada seorang

pasien dalam rangka penyembuhan suatu penyakit. Sebagai contoh, jika seorang

pasien menderita demam berdarah, maka pembayaran ke rumah sakit sama

besarnya untuk setiap kasus demam berdarah, tanpa memperhatikan berapa hari

pasien dirawat di sebuah rumah sakit dan jenis rumah sakitnya. Pembayaran

dilakukan berdasarkan diagnosis keluar pasien. Konsep DRG sederhana saja yaitu

rumah sakit mendapat pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan

oleh berbagai rumah sakit untuk suatu diagnosis. Jika di Jakarta misalnya terdapat

10 ribu kasus demam berdarah di tahun 2017 dan dari hasil analisis biaya diperolah

rata-rata biaya per kasus adalah Rp 2 juta, maka setiap rumah sakit di Jakarta yang

mengobati pasien demam berdarah akan dibayar Rp 2 juta untuk setiap pasien

Keuntungan INA-DRGs :

1 Memudahkan administrasi pembayaran bagi rumah sakit dan pihak


pembayar
2 Menudahkan pasien memahami besaran biaya yang harus dibayarnya
3 Memudahkan penghitungan pendapatan (revenue) rumah sakit
4 Memberikan insentif kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk
menggunakan sumberdaya seefisien mungkin
5 Memudahkan pemahaman klien dalam melakukan sosialisasi/pemasaran
pelayanan rumah sakit
6 Memberikan surplus atau laba yang lebih besar kepada rumah sakit yang
lebih efisien dan menimbulkan kerugian bagi rumah sakit yang tidak efisien.
Iritnya cara pembayaran DRG akan mendorong rumah sakit menjadi lebih
professional dan lebih efisien.

kekurangan INA-DRGs :

1 Penerapannya membutuhkan pembayar pihak ketiga yang cukup dominan,


misalnya dengan system asuransi kesehatan nasional atau pemerintah yang
membayar pelayanan medis bagi rakyatnya
2 Penerapannya membutuhkan system informasi kesehatan, khususnya
pencatatan rekam medis yang akurat dan komprehensif
3 System pembayaran DRG di dalam lingkungan rumah sakit yang mayoritas
pasiennya membayar dari kantong sendiri sulit dilaksanakan kecuali jika ada
komitmen kuat pemerintah yang diwujudkan dalam peraturan yang
ditegakkan pelaksanaannya
4 Pasien yang tidak memiliki asuransi tidak akan sanggup membayar suatu
biaya pelayanan medis untuk kasus-kasus katastrofik (yang biaya pengobatan
atau perawatannya besar)

c) Kapitasi

Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengendalian biaya dengan

menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko, seluruhnya atau

sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang

ditanggung. Metode pembayaran Kapitasi diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan

Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah Daerah. Pada BAB II PEMANFAATAN DANA KAPITASI JKN Pasal

3 ayat 1 menyebutkan bahwa Dana Kapitasi yang diterima oleh FKTP dari Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk


pembayaran jasa pelayanan kesehatan; dan dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan (Indawati dkk., 2018)

Keuntungan kapitasi :

1 Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi, dengan


menegakkan diagnosis yang tepat dan memberikan pengobatan atau tindakan
yang tepat

2 Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan promotif dan proventi untuk


mencegah insiden kesakitan
3 Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih dan tidak
kurang, untuk mempertahankan efisien operasi dan tetap memegang jumlah
pasien jaminan kesehatan sebagai income security

kekurangan kapitasi :

1 Jika kapitasi yang dibayarkan terpisah-pisah (parsial) antara pelayanan rawat


jalan primer, rawat jalan rujukan dan rawat inap rujukan dan tanpa diimbangi
dengan insentif yang memadai untuk menguranfi rujukan, fasilitas kesehatan
akan dengan mudah merujuk pasiennya ke spesialis atau merawat dirumah
sakit
2 Fasilitas kesehatan dapat mempercepat waktu pelayanan sehingga tersedia
waktu lebih banyak untuk melayani pasien non jaminan atau yang membayar
dengan JPP yang dinilai membayar lebih banyak

3 Fasilitas kesehatan dapat tidak memberikan pelayanan dengan baik, supaya


kunjungan pasien kapitasi tidak cukup banyak.

d) Budget tariff

Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu badan

asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana untuk membiayai

seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun. Alokasi dan ke rumah sakit tersebut

diperhitungkan dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun sebelumnya,


kegiatan lain yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja rumah sakit tersebut.

Manajemen rumah sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana anggaran global

tersebut untuk gaji dokter, belanja operasional, pemeliharaan rumah sakit dan lain-

lain.
5. Permasalahan yang dihadapi pembiayaan kesehatan saat ini dan solusinya

Masalah Solusi

Kurangnya dana yang tersedia : Upaya meningkatkan jumlah dana


1. Terhadap pemerintah, meningkatkan alokasi biaya
kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja
Di banyak negara terutama di negara yang sedang berkembang,
negara
dana yang disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan
2. Terhadap badan-badan lain di luar pemerintah,
kesehatan tidaklah memadai. Rendahnya alokasi anggaran ini
menghimpun dana dari sumber masyarakat serta bantuan
kait berkait dengan masih kurangnya kesadaran pengambil
luar negri.
keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan dari
pengambilan keputusan menganggap pelayanan kesehatan tidak
bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif dan karena itu
kurang diprioritaskan. Kita dapat mengambil contoh di Indonesia
misalnya, jumlah dana yang disediakan hanya berkisar antara 2 –
3% dari total anggaran belanja dalam setahun.
Penyebaran dana yang tidak sesuai Upaya memperbaiki penyebaran, pemanfaatan dan pengelolaan
dana :
1. Penyempurnaan sistem pelayanan, misalnya lebih
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana yang tidak
mengutamakan pelayanan kesehatan masyarakat dan atau
sesuai, karena kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan.
Padahal jika ditinjau dari penyebaran penduduk, terutama di
negara yang sedang berkembang, kebanyakan penduduk melaksanakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
bertempat tinggal di daerah pedesaan terpadu.
2. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga
Pemanfaatan dana yang tidak tepat : pengelola.

Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan salah satu


masalah yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah
mengejutkan bahwa di banyak negara tenyata biaya pelayanan
kedokterannya jauh lebih tinggi dari pada pelayanan kesehatan
masyarakat. Padahal semua pihak telah mengetahui bahwa
pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif dari pada
pelayanan kesehatan masyarakat

Pengelolaan dana yang belum sempurna :

Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan


pemanfaatannya belum begitu sempuma, namun jika apa yang
dimiliki tersebut dapat dikelola dengan baik, dalam batas-batas
tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan masih dapat dicapai.
Sayangnya kehendak yang seperti ini sulit diwujudkan. Penyebab
utamanya ialah karena pengelolaannya memang belum
sempurna, yang kait berkait tidak hanya dengan pengetahuan dan
keterampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya
dengan sikap mental para pengelola

Biaya kesehatan yang makin meningkat : Upaya mengendalikan biaya kesehatan :


1. Tingkat inflasi 1. Memperlakukan peraturan sertifikasi kebutuhan, dimana
2. Tingkat permintaan penambahan sarana atau fasilitas kesehatan hanya dapat
3. Kemajuan ilmu dan teknolog dibenarkan jika dibuktikan dengan adanya kebutuhan
4. Perubahan pola penyakit masyarakat. Dengan diberlakukannya peraturan ini maka
5. Perubahan pola pelayanan kesehatan dapat dihindari berdiri atau dibelinya berbagai sarana
kesehatan secara berlebihan
2. Memperlakukan peraturan studi kelayakan, dimana
penambahan sarana dan fasilitas yang baru hanya dibenarkan
apabila dapat dibuktikan bahwa sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut dapat menyelenggarakan
kegiatannya dengan tarif pelayanan yang bersifat sosial.
3. Memperlakukan peraturan pengembangan yang terencana,
dimana penambahan sarana dan fasilitas kesehatan hanya
dapat dibenarkan apabila sesuai dengan rencana
pengembangan yang sebelumnya telah disetujui pemerintah
4. Menetapkan standar baku pelayanan, dimana pelayanan
kesehatan hanya dibenarkan untuk diselenggarakan jika tidak
menyimpang dari standar baku yang telah ditetapkan.
5. Menyelenggarakan program menjaga mutu.
6. Menyelenggarakan peraturan tarif pelayanan.
7. Asuransi kesehatan.
Daftar Pustaka
Effendi, F. dan Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Praktik Dalam Keperawatan. Salemba Medika.
Indawati, L., Dewi, D.R., Pramono, A.E., dan Maryati, Y., 2018. Manajemen Informasi Kesehatan V : Sistem Klaim Dan Asuransi
Pelayanan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Rusli, N.T., 2017. Analisis Biaya dan Faktor-Faktor Penentu Inefisiensi Layanan Hemodialisis pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Rumah
Sakit Rk Charitas Palembang Tahun 2016 3: 11.
Setyawan, E.., 2017. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Saintika Medika, 11: 119.
Suhanda, R., 2015. Jaminan Kesehatan Dan Managed Care 15: 10.
Tim Kepresidenan RI, 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Wilson, K., Latko, B., Cashin, C., dan Hesp, C., 2013. Reformasi Metode Pembayaran Penyedia Layanan dan Sistem Teknologi
Informasi: Mempertanyakan - Ayam atau Telur dulu – dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional 31.

Anda mungkin juga menyukai