Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

Sindroma Susac

Disusun Oleh:
Stephen Alexander 201806010153

Pembimbing:
dr. Esdras Ardi Pramudita, M.sc, Sp.S

Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi


RS Panti Rapih
Fakultas Kedokteran Atma Jaya
Periode: 16 September – 19 Oktober 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan journal reading mengenai “Sindroma Susac” sebagai salah satu
tugas dalam Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Esdras Ardi Pramudita, M.Sc, Sp.S atas
waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama proses pembuatan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan journal reading
ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan karya
tulis ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari. Semoga
referat ini dapat membantu pembaca untuk memahami lebih mendalam mengenai sindroma
Susac. Atas perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Oktober 2019

Penulis
Sindroma Susac : Karakteristik Klinis, Klasifikasi Klinis, dan Prognosis Jangka
Panjang

Abstrak :

Sindroma Susac adalah kelainan bersifat jarang yang dikarakterisasikan berdasarkan


trias yaitu disfungsi sistem saraf pusat, gangguan pendengaran sensorineural, dan oklusi cabang
arteri retina. Tujuan dari studi ini adalah memperoleh data demografis, karakteristik klinis,
tatalaksana, dan prognosis jangka panjang dari sindroma Susac. Data yang diperoleh
didapatkan dari Sheba Medical Center pada tahun 1998 – 2014 yang terdiri dari data
demografis, karakteristik klinis, tatalaksana dan prognosis.

Sindroma Susac terdiagnosis pada 10 pasien (usia 30-45 tahun). Hanya 2 pasien yang
memiliki gambaran klinis lengkap dari trias yang ada, dan pada 7 pasien ditemukan
perkembangan sindroma Susac hingga mencapai gambaran klinis lengkap berdasarkan trias
yang ada saat follow up dalam waktu 35 bulan. Waktu rata-rata untuk mencapai trias lengkap
adalah 7 bulan. Berdasarkan observasi peneliti dari presentasi klinis, peneliti menklasifikasikan
penyakit ini menjadi suspek, inkomplit, dan komplit sindroma Susac. Seluruh 10 pasien yang
diteliti diberikan tatalaksana dosis tinggi metilprednisolon. Terdapat peningkatan pada
ketajaman penglihatan dan lapang pandang di akhir follow dibandingkan dengan kondisi awal,
namun tidak bermakna secara statistik (P=0,479 dan P=0.053) 5 pasien tetap memiliki
kerusakan neurologis, dan 5 pasien tidak mengalami perbaikan pada kemampuan pendengaran
di akhir studi. Kesimpulannya, sindroma Susac adalah kelainan bersifat jarang yang dapat
meniru gambaran klinis penyakit lainnya. Diagnosis dari penyakit ini cukup menantang karena
kebanyakan pasien tidak memiliki keseluruhan dari trias yang ada. Peneliti menyarankan untuk
dibuatnya klasifikasi klinis dari sindroma Susac untuk membantu diagnosis penyakit ini ke
depannya.

Daftar Singkatan : BRAO : Branch Retinal Occlusion, CNS : Central Nervous System, FA :
Flueorescin Angiography, MD : Mean Deviation, MRI : Magnetic Resonance Imaging, VA :
Visual Acuity

Kata Kunci : Oklusi cabang retina, disfungsi CNS, gangguan pendengaran sensorineural,
sindroma Susac
PENDAHULUAN

Sindroma Susac adalah kelainan bersifat jarang yang pertama kali dilaporkan pada
tahun 1973. Sebelumnya, penyakit ini diistilahkan sebagai infark pada koklear, retina, dan
jaringan otak (sindroma SICRET) atau retinopati, ensefalopati, dan tuli mikroangiopati
(sindroma RED-M). Susac et al. Mendeskripsikan kelainan-kelainan tersebut pada tahun 1979
dan Hoyt menamakannya “Susac’s Syndrome” pada tahun 1986.

Sindroma ini dikarakterisasikan sebagai trias berupa ensefalopati, kehilangan


pendengaran sensorineural, dan gangguan penglihatan akibat oklusi dari cabang arteri retina
(BRAO). Ensefalopati bermanifestasi sebagai nyeri kepala, defisiensi motorik, defisiensi
sensorik, afasia, gangguan kognitif, dan penurunan berkemih. Hilangnya pendengaran
biasanya bersifat bilateral dan dapat diasosiasikan dengan vertigo dan tinitus. Oklusi cabang
arteri retina dapat menyebar atau tetap dan dapat bersifat unilateral atau bilateral. Etiologi dari
sindroma ini belum diketahui secara pasti, namun diduga sindroma ini disebabkan oleh kondisi
autoimun yang menyebabkan mikroinfark akibat oklusi pembuluh darah kecil di sistem saraf
pusat, bagian dalam telinga, dan retina. Meskipun prevalensinya jarang, sindroma Susac
merupakan diagnosis banding penting untuk beberapa keadaan neurologis, psikologis, kelainan
telinga, hidung, tenggorokan dan mata. Diagnosis penyakit ini sulit dilakukan oleh karena
presentasi klinis dari trias yang ada jarang untuk muncul pada awal penyakit.

Sebuah studi kasus komprehensif dari literatur-literatur di Inggris melaporkan terdapat


100 case reports dan beberapa case series dari sindroma Susac. Semua case series yang telah
dipublikasikan terdapat lebih dari 2 pasien dianalisa dan dimasukkan ke dalam tabel 1.
Mengingat adanya keterlibatan penglihatan dan pendengaran dapat menjadi presentasi awal
dari sindroma ini, penting bagi dokter mata dan THT untuk mengenal dan memahami sindroma
ini. Tujuan dari studi ini adalah mempelajari demografis, karakteristik klinis, tatalaksana, dan
prognosis jangka panjang pada pasien dengan sindroma Susac yang dirawat di pusat kesehatan
peneliti.

METODE

Penelitian ini merupakan case series retrospektif pada pasien-pasien yang dirawat di
satu pusat kesehatan. Studi ini disetujui oleh Institutional Review Board (IRB) lokal dari Sheba
Medical Center.
2.1. PASIEN

Semua pasien yang terdiagnosis sindroma Susac dan dirawat di fasilitas kesehatan
tingkat tiga (Sheba Medical Center, Tel Hashomer, Israel) pada tahun 1998 hingga 2014
dimasukkan dalam penelitian ini.

Data-data dari parameter-parameter dalam penelitian ini diperoleh dari database


kesehatan dan telah dianalisa : data demografik pasien (jenis kelamin dan usia saat diagnosis),
riwayat medis dan pengobatan, ada atau tidaknya kelainan neurologis, telinga, hidung,
tenggorokan dan mata,hasil MRI, evaluasi pendengaran dan Fluorescin Angiography,
ketajaman penghilatan, lapang pandang, modalitas tatalaksana, respon pengobatan, dan
prognosis jangka panjang. Pengukuran hasil utama adalah tingkat kekambuhan penyakit dan
komplikasi, dan pengukuran hasil minor adalah ketajaman penglihatan dan lapang pandang.
Durasi rata-rata follow up yang dilakukan adalah 35 bulan.

2.2 ANALISIS STATISTIK

Ketajaman penglihatan yang diukur menggunakan Snellen chart dikonversikan untuk

mencatat nilai MAR. Penyimpangan rata-rata (MD) pada uji VF dianalisis dalam nilai numerik.

Distribusi untuk berbagai kategori parameter diukur dan analisis pasangan yang cocok (ukuran

sampel kecil) untuk log MAR dan MD pada presentasi dan pada akhir follow up dilakukan.

Tingkat signifikansi keseluruhan diatur ke alfa 0,05. Analisis statistik dilakukan dengan

menggunakan JMP Statistical Discovery Software 7.0 (SAS Institute, Cary, NC).

2.3 HASIL
Case series ini terdiri dari 10 pasien (4 laki-laki, 6 perempuan) dengan usia rata-rata

38 ± 10,99 tahun (sekitar 30-45 tahun). Riwayat medis dari semua pasien adalah negatif untuk

penyakit neurologis dan defisit pendengaran. Dua pasien memiliki riwayat gangguan

penglihatan positif (glaukoma dan sindrom Duane). Dua kasus pada wanita terjadi selama

periode postpartum kehamilan mereka (sekitar 2 bulan setelah melahirkan bayi mereka).

3.1 KARAKTERISTIK KLINIS

Hanya 2 (20%) pasien yang awalnya mempunyai gambaran trias penuh sindroma

Susac. Tujuh pasien kemudian mennggambarkan trias lengkap selama periode follow up, dan

waktu rata-rata untuk mencapai gambaran klinis trias lengkap adalah 7 bulan. Semua pasien

pria dalam case series ini mempunya gambaran trias yang lengkap. Manifestasi paling umum

pada sindroma ini adalah gangguan SSP (80%), gangguan penglihatan (50%), dan gangguan

pendengaran (30%). Semua 10 pasien memiliki gangguan SSP dan penglihatan.


Tabel 2 merangkum tanda-tanda pada gejala klins masing-masing pasien. Tabel 3

menampilkan perkembangan gejala neurologis dan penglihatan selama periode follow up untuk

setiap pasien, dan Tabel 4 menampilkan perkembangan tersebut untuk semua pasien.

Semua pasien menjalani pemeriksaan MRI kepala (dengan dan tanpa gadolinium 1,5

atau 3 T), pengujian audiometri dan Fluorescin Angiography retina. Pemindaian MRI

menunjukkan corpus callosum dan lesi periventrikular pada semua kasus (Gambar 1). Dua

pasien memiliki gangguan pendengaran sensorineural frekuensi rendah.

3.2 KARAKTERISTIK NEUROLOGIS

Delapan pasien (80%) memiliki manifestasi neurologis pada gambaran klinis yang

ada, dan semua pasien mengalami defisit neurologis dari waktu ke waktu. Enam pasien (60%)

mengalami kelainan berjalan dan 6 pasien (60%) mengalami sakit kepala. Lima pasien (50%)

mengembangkan gangguan kognitif, 4 pasien (40%) mengembangkan afasia, dan 3 pasien

(30%) mengalami disfungsi urin. Lima pasien (50%) memiliki kerusakan neurologis persisten

pada akhir masa follow up (Tabel 2 dan 3).

3.3 KARAKTERISTIK PENGLIHATAN

Oklusi arteri cabang arteri retina diamati pada semua kasus selama perjalanan

penyakit. Oklusi terletak di arteri superotemporal di 10 kasus (Gambar 2A) dan di arteri

infratemporal dalam 3 kasus.

Kedua mata terlibat dalam 3 kasus, dan pada hanya mata kanan yang terlibat dalam

7 kasus. Ada lebih dari satu oklusi dalam 6 kasus. Jumlah rata-rata oklusi adalah: 1.6. Log

MAR rata-rata pada presentasi adalah 0,149 ± 0,21 (kisaran 0,00-0,69) untuk mata kanan dan
0,062 ± 0,143 (kisaran 0,03-0,15) untuk mata kiri. Cacat lapang pandang termasuk cacat

altitudinal (n = 3), skotoma sentral (n = 3), dan skotoma parasentral (n = 7). MD rata-rata pada

presentasi adalah 12,49 ± 6,95 (kisaran 25,53 hingga 4,74) untuk mata kanan dan 10,01 ± 5,59

(kisaran 15,08 hingga 4,93) untuk mata kiri.

3.4 TATALAKSANA

Semua pasien diberikan terapi berupa metilprednisolon intravena dosis tinggi (1000

mg) diikuti dengan pemberian tappering off prednison oral. Segera setelah kejadian akut, 3

pasien juga diobati dengan siklofosfid oral harian (2,5-3 mg / kg), dan 4 pasien dengan

imunoglobulin intravena (0,4 g / kg berat badan / hari). Perawatan untuk setiap pasien

dirangkum dalam Tabel 2. Mereka semua dirawat dengan obat antitrombotik dan antikoagulasi

profilaksis jangka panjang: 7 pasien menerima pengobatan bersamaan dengan pengobatan

antitrombotik dan antikoagulasi, 2 pasien hanya menerima pengobatan antitrombotik dan 1

pasien hanya menerima pengobatan antikoagulasi.

3.5 HASIL TATALAKSANA DAN PROGNOSIS

Waktu rata-rata dilakukannya follow up adalah 35 ± 25,58 bulan (kisaran 16-53

bulan). Selama waktu ini, 4 pasien mengalami penyakit berulang dengan keluhan baru (2

neurologis dan 2 gangguan penglihatan). Ada juga temuan baru pada MRI pada 2 pasien, dan

2 pasien memiliki 1 episode tambahan oklusi cabang arteri retina. Lima pasien (50%)

ditinggalkan dengan kerusakan neurologis residual pada akhir penelitian: 5 memiliki gangguan

kognitif, 1 mengalami defisiensi motorik dan 1 memiliki defisiensi sensorik. Lima pasien

(50%) tidak mengalami perbaikan defisit pendengaran mereka. Hasil setiap pasien dirangkum

dalam Tabel 2.
Rata-rata ketajaman penglihatan pada akhir follow up adalah 0,071 ± 0,141 (kisaran

0,00-0,47) di mata kanan dan 0,164 ± 0,31 (kisaran 0,00-1) di mata kiri. Rata-rata pada studi

kelainan lapang pandang pada akhir follow up adalah 9,11 ± 7,94 (kisaran 22,61 hingga 4,3,62)

di mata kanan dan 10,26 ± 6,60 (kisaran 18,85 hingga 1,44) di mata kiri. Ada peningkatan

ketajaman penglihatan di kedua mata pada akhir penelitian tetapi tidak mencapai tingkat

signifikansi (P = 0,247 dan P = 0,284 untuk mata kanan dan kiri, masing-masing, pasangan

yang cocok). Ada peningkatan yang signifikan dalam lapang pandang mata kanan pada akhir

follow up (P = 0,01). Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam lapang pandang mata kiri

pada akhir follow up (P = 0,807). Arteri tersumbat diidentifikasi pada Fluorescin Angiography

di semua mata tanpa dilakukan rekanalisasi sama sekali pada akhir follow up (Gambar 2B).

4. DISKUSI

Sindroma Susac adalah kelainan yang bersifat jarang, sulit terdiagnosis, dan

etiologinya tidak diketahui. Beberapa penulis berpendapat bahwa patofisiologi sindroma Susac
adalah endoteliopati yang dimediasi oleh sistem imun. Penyakit autoimun biasanya lebih

banyak terjadi pada wanita. , dan sindrom Susac juga ditemukan pada penelitian sebelumnya

yang lebih umum pada wanita, dengan rasio pria / wanita 1: 3,5. Dalam case series peneliti saat

ini, rasio pria / wanita adalah 1: 1,5. Sindroma ini bermanifestasi sebagai trias penuh hanya

pada laki-laki, sebuah temuan yang dapat menunjukkan bahwa meskipun lebih umum pada

perempuan, naum lebih parah pada laki-laki. Hal menarik pada penelitian ini adalah temuan

sindrom yang terjadi selama periode postpartum dari 2 pasien wanita peneliti. Ada 11 kasus

yang diterbitkan yang mendokumentasikan terjadinya sindrom dalam konteks kehamilan. Oleh

karena itu peneliti berspekulasi bahwa kehamilan mungkin menjadi faktor risiko untuk

terjadinya penyakit.

Sindrom Susac ditandai oleh trias gejala klinis, tetapi hanya 2 dari pasien peneliti

yang memiliki trias lengkap pada awal terjadinya penyakit dan trias lengkap dicapai dalam

rata-rata 7 bulan pada 7 pasien lainnya. Temuan ini sesuai dengan laporan metaanalisis yang

diterbitkan oleh Dorr et al yang menemukan bahwa hanya 13% pasien yang mengalami trias

klinis saat onset penyakit. Fakta bahwa trias tidak ditemukan secara lengkap pada pasien dan

bahwa gejala klinis dapat meniru gangguan lain yang lebih umum membuat diagnosis sindrom

bahkan lebih menantang.

Berdasarkan pengamatan peneliti dan informasi yang berasal dari literatur yang

dilaporkan (case report, ulasan dan meta-analisis), peneliti mengusulkan klasifikasi sindrom

Susac sesuai dengan presentasi klinis: dicurigai, tidak lengkap, dan lengkap (Tabel 5).

Sindroma Susac yang dicurigai akan mengacu pada pasien tanpa faktor risiko yang diketahui

untuk arteriosklerosis atau koagulopati dengan satu manifestasi dari trias (oklusi cabang arteri

retina / masalah pendengaran / gejala neurologis) dan salah satu dari faktor risiko berikut:

perempuan berusia antara 20 dan 40 tahun, perempuan dalam 1 tahun kehamilan, dan adanya

karakteristik corpus callosum atau lesi periventrikular pada MRI. Sindrom Susac yang tidak
lengkap akan didefinisikan sebagai pasien dengan 2 manifestasi dari triad, dan sindrom Susac

lengkap akan didefinisikan ketika ketiga gejala muncul (Tabel 4).

Klasifikasi klinis pasien dapat berubah selama perjalanan penyakit ketika manifestasi

klinis lainnya muncul. Yang perlu diperhatikan, pasien yang masuk dalam kategori dugaan

sindroma Susac dan sindroma Susac yang tidak lengkap dapat memenuhi kriteria diagnosis

lainnya. Rentang diagnosis banding luas, termasuk penyakit demielinasi (misalnya, multiple

sclerosis, ensefalomielitis akut), penyakit autoimun (misalnya, lupus erythematosus, penyakit

neuro-Behçet) dan oklusi vaskular (seperti dari embolus atau aterosklerosis). Selain itu,

diagnosis sindrom Susac harus dimasukkan dalam diagnosis banding dan jika kemungkinan

dianggap tinggi, pengobatan dengan obat antiinflamasi dan antitrombotik harus

dipertimbangkan. Temuan pada pencitraan MRI dapat meniru gangguan neurologis lainnya,

seperti multiple sclerosis. Namun, ketika lesi corpus callosum diamati, seperti terlihat dalam

semua kasus peneliti, kecurigaan sindroma Susac harus tinggi, terutama ketika ada masalah

pendengaran bersama atau oklusi cabang arteri retina.

Sampai saat ini, tidak ada pedoman terapi untuk sindroma Susac. Strategi pengobatan

yang dilaporkan saat ini didasarkan pada pengalaman klinis, laporan kasus, dan serangkaian

kasus kecil. Pasien peneliti menerima perawatan antiinflamasi dan antitrombotik intensif, tetapi

6 dari mereka memiliki kerusakan permanen pada sistem neurologis, auditori, dan / atau okular.

Temuan serupa telah dilaporkan oleh peneliti lain. Hasil ini menekankan perlunya untuk
mengevaluasi strategi pengobatan dan prognosis jangka panjang. Beberapa penelitian telah

menyarankan bahwa diagnosis dini dapat mengarah pada prognosis yang lebih baik pada

pasien-pasien muda tersebut. Peneliti percaya bahwa diagnosis dapat diterima lebih awal

dengan menerapkan sistem klasifikasi yang peneliti usulkan. Keterbatasan penelitian ini

termasuk ukuran sampel yang kecil dan bersifat retrospektif. Keduanya disebabkan oleh jarang

terjadinya sindroma tersebut. Singkatnya, case series retrospektif ini meneliti karakteristik

sindroma Susac dan prognosis jangka panjang pasien. Pengamatan peneliti harus

meningkatkan kesadaran akan pentingnya diagnosis dini dan sindrom Susac yang tepat pada

pasien-pasien usia muda. Peneliti mengusulkan klasifikasi klinis yang dapat membantu dokter

untuk mendiagnosis sindroma tersebut sejak awal. Penelitian prospektif multisenter di masa

depan diperlukan untuk pemahaman yang lebih baik tentang sindroma, validasi klasifikasi yang

diusulkan, dan perencanaan strategi pengobatan yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai