1
kenyataan berisi minyak atau gas dan sebaliknya akan dinyatakan sebagai
beban kalau cadangan tersebut tidak berisi minyak atau gas.
Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya perbedaan
pandangan dalam perlakuan biaya yang dikapitalisasikan, beban yang diakui
serta perhitungan amortisasinya. Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya
memperkenalkan konsep pencatatan biaya dengan dasar Full Cost Method
(FC) dan Successful Effort Method (SE) yang pada akhirnya mengakibatkan
perbedaan pada laporan keuangan yang dihasilkan.
2
a) Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
b) Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
c) Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat
bila dibandingkan data biaya kini.
FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai
dasar laporan keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh
perubahan harga seharusnya disajikan sebagai informasi tambahan dalam
laporan tahunan. Didukung dengan pendekatan dolar yang stabil akan sama
baiknya dengan pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan perusahaan
seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan
pendekatan pengukuran yang berbeda.
Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan pengungkapan atas:
1) Informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar
berbasis kos historis atau dolar konstan.
2) Keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak
tahunan.
Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah:
1) Informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak
tahunan berdasarkan basis biaya sekarang.
2) Jumlah dari biaya sekarang dari persediaan properti, tanah dan
perlengkapan di akhir peredaran pajak tahunan.
3) Peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga
sekarang sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada
saat inflasi.
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya
kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi
masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan
penggunaan untuk tujuan prediktif.
3
menggunakan nilai wajar. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai
amortisasi, premium dan diskon dimartisasi dengan menggunakan effective
interest rate.
Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase
agreement, dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa
financial asset tersebut akan dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada
harga jual semula ditambah keuntungan. Pada kasus tersebut walaupun terjadi
transfer financial asset dan juga arus kas atas aset yang ditransfer, perusahaaan
masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak
membeli financial asset tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial
asset yang telah ditransfer tersebut masih tetap dicatat di Balance sheet. Walaupun
sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas dari
financial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan
jika dia memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima
tersebut kepada satu atau pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi syarat
sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK No. 55 (revisi 2006) paragraf 16.
Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh IAS diistilahkan
sebagai “pass trough arrengement”. Transaksi ini biasanya ditemui pada
sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE).
Contoh: kasus Transfer of financial asset yang tidak memenuhi
derecognition. PT A menjual instrumen utang yang diterbitkan oleh PT B dengan
harga Rp 5.000.000 dan memberikan jaminan atas default asses atas instrumen
utang yang dijual tersebut. Hakikatnya PT A tetap menahan hampir seluruh resiko
dan manfaat dari instrumen tersebut sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai
pelepasan asset. Di sisi lain perusahaan akan mengakui kewajiban. Pengukuran
(Measurement) PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran telah banyak mengadopsi IAS 39 dibandingkan
PSAK No. 55 (1999). Ada perbedaan yang mendasar pada pengukuran awal
antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55 (revisi 2006). Sebelumnya, semua
instrumen keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar historical cost, namun
menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan
berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut
4
ditambah dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi
ataupun penerbitan instrumen keuangan tersebut.
Daftar Pustaka