PENDAHULUAN
Bioetanol adalah adalah bahan bakar paling dikenal baik sebaik biofuel dan
merupakan alkohol yang dihasilkan dari jagung, sorgum, kentang, gandum, tebu,
bahkan biomassa seperti batang jagung dan limbah sayuran. Hal ini biasanya dicampur
dengan bensin. Namun, tanaman secara khusus untuk jenis biofuel tidak ideal karena
energi yang dibutuhkan berhadapan dengan masalah dampak lingkungan, dan emisi
yang terkait dengan panen dan transportasi, belum lagi keterkaitannya dengan
peningkatan harga pangan global. Namun, produksi bioetanol di Amerika Serikat telah
meningkat sejak tahun 1990-an. Hampir semua bensin saat ini dijual di AS dicampur
10% ethanol karena menjadi standar bahan bakar terbarukan (renewable fuel standard-
rfs). Kebutuhan itu diberlakukan pada tahun 2005, tetapi diperluas sebagai bagian dari
2007 ketergantungan energi dan security act. Pada 2012, 12,95 milyar galon bioetanol
diproduksi di dalam negeri. Industri mendapat dukungan yang kuat ( termasuk subsidi )
dengan UU Pertanian AS Tahun 2008 (Farm Bill 2008), namun dukungan ini mungkin
akan menurun pada tahun 2014. Sampai saat ini produksi bioetanol dalam bentuk FGE
(Fuel Grade Etanol) besar dilakukan oleh pabrik berskala besar. Sebaiknya masyarakat
tidak hanya sekedar menjadi penonton dan menikmati bioetanol yang diproduksi oleh
para industriawan besar,kita harus lebih kreatif untuk berinovasi menciptakan sumber
daya alternatif guna mengurangi kelangkaan sumber daya alam lainnya dan kita dapat
memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekarang dengan sebaik- baiknya.Tanaman
yang berpotensi untuk dijadikan bioethanol adalah tanaman yang mengandung
karbohidrat atau glukosa salah satu nya Tebu.
Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya, dari mana
asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang memang berkompeten
dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal dari Papua New Guinea. Pada
8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru (Ditjenbun,
2004).Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia rumput-
rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat
tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari
daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl) (Ditjenbun,
2004).Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika yang asal usulnya diperkirakan dari
Papua New Guinea pada 8000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina
dan India (Ditjenbun, 2004).Defisit gula Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi gula Indonesia mulai dirasakan Produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh
berbagai faktor tidak hanya tipe lahan (sawah/tegalan) tetapi juga penggunaan sarana
1
produksi ,dan teknik budidayanya. Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan
kesuburan tanah, dengan pemberian pupuk pada tanaman tebu, tebu dapat tumbuh
dengan baik dan subur (Hakim, 2008).
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bioetanol
Bioetanol merupakan istilah dari etanol yang berasal dari serangkaian proses
pengolahan bahan-bahan hayati yang mengandung karbohidrat seperti ubi kayu, sagu,
jagung, molase (sari tetes tebu) dll. Bioetanol dimanfaatkan dalam industri kosmetik,
parfum, farmasi, sebagai pelarut maupun energi. Bioetanol atau ethyl alcohol
C2H5(OH) adalah cairan yang tidak berwarna, memiliki titik didih 78,4°C, tidak
mudah menguap, dapat terurai di alam(biodegredable), kandungan racunnya rendah
serta sedikit menimbulkan polusi lingkungan.
Proses pembuatan bioetanol terdiri dari beberapa tahap, yakni: gelatinasi,
sakharifikasi, fermentasi dan destilasi. Bahan baku yang akan dibuat bioethanol
dihancurkan dan dicampur dengan air sehingga menjadi bubur. Bubur pati tersebut
dipanaskan sampai suhu 130°C selama 30 menit, kemudian setelah didinginkan
hingga 55°C dilakukan proses sakharifikasi, yaitu proses pemecahan gula kompleks
menjadi gula sederhana atau glukosa (gula larut air). Dan dilanjutkan dengan
fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cereviseae untuk mengubah glukosa
tersebut menjadi bioetanol. Untuk memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari
95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol(ethanol/bioethanol) yang
mempunyai kemurnian 40% tadi harus melalui proses destilasi untuk memisahkan
alkohol dengan air (Indonesian Commercial Newsletter 2008). Proses destilasi dapat
juga menghasilkan bioetanol dengan kadar kemurnian sebesar 99% (fuel grade
ethanol(FGE)) jika digunakan sebagai energi.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan standar spesifikasi bioetanol
berdasarkan SNI DT 27-000102006, yang meliputi beberapa parameter seperti rapat
massa, liquidation point, residu karbon, kandungan air dan lain-lain. Sehingga
bioetanol yang diproduksi memiliki kualitas yang sesuai dengan kebutuhan sebagai
bahan bakar.
Bioetanol sebagai energi memiliki nilai oktan yang tinggi sebesar 129 sehingga
pembakarannya relatif stabil dan sempurna yang dapat mengurangi emisi karbon
monoksida. Bioetanol juga memiliki kandungan oksigen yang cukup tinggi sebesar
35% yang dapat menghasilkan pembakaran yang bersih(emisi karbon monoksida
lebih rendah 19-25% dari bensin). Dari spesifikasi yang dimiliki bioetanol diatas,
energi terbarukan ini memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar
alternatif pengganti BBM, khususnya bensin.
Biofuel telah dikembangkan di banyak negara sebagai salah satu sumber energi
untuk subsitusi energi yang berasal dari fosil seperti minyak bumi. Negara-negara
3
seperti Amerika Serikat, Brazil, Korea Selatan, India dan Jepang telah melakukan
penelitian yang intensif untuk mengembangkan biofuel (Kementerian ESDM 2014).
Industri biofuel dunia saat ini masih didominasi oleh produksi bioetanol, yang
mencapai sekitar 700.000 barel per hari, sementara itu biodiesel produksinya hanya
sekitar 75.000 barel per hari pada tahun 2006. Amerika serikat dan Brazil adalah
negara utama produsen dan konsumen bioetanol, dengan produksi 80% dari total
produksi dunia. Dan konsumsi bioethanol oleh Amerika Serikat dan Brazil mencapai
75% dari total konsumsi dunia. Bioetanol juga berkembang pesat di negara-negara
Uni Eropa seperti Jerman, Spanyol dan Swedia. Sementara itu Honggaria, Lithuania
dan republik Czech adalah negara baru produsen bioetanol. Di Asia, bioetanol mulai
berkembang di beberapa negara antara lain India, Thailand, China, Malaysia dan
Indonesia (Indonesian Commercial Newsletter 2008).
Amerika Serikat
Sejak tahun 1979, pemerintah Amerika Serikat telah menerapkan insentif pajak
terhadap pengguna biofuel dalam bentuk Federal Excise Tax Exemption, dan
saat ini sedang meningkatkan penggunaan Fuel Flexible Vechicles, dan
memberikan insentif terhadap pembangunan SPBU. Beberapa negara bagian
seperti Minnesota, Hawaii, Montana, dan Oregon saat ini telah menerapkan E10
(bioetanol yang dicampur dengan bensin dengan perbandingan 10:90), dengan
bahan baku jagung.
Brazil
Menurut data dari kementerian ESDM, Brazil telah mengembangkan
bioetanol yang bersumber dari tebu dengan melakukan ujicoba pada kendaraan
sejak tahun 1925, dan dikembangkan dalam periode cukup lama dengan
dukungan penuh dari pemerintah dalam bentuk regulasi dan insentif, dan saat ini
pengembangan biofuel di Brazil telah menggunakan mekanisme pasar. Dari
seluruh produksi tebu, perbandingan untuk pemanfaatan sebagai gula dan
bioetanol adalah sekitar 50:50.
Tebu sudah ditanam di Brasil sejak tahun 1532, semenjak gula adalah salah satu
komoditas pertama yang diekspor ke Eropa oleh orang-orang Portugis. Tebu digunakan
pertama kali sebagai bahan bakar etanol di akhir 1920-an dan awal 1930-an, dengan
masuknya mobil pertama kali ke negara itu. Produksi bahan bakar etanol mencapai
puncak selama Perang Dunia II, dan karena kapal selam Jerman menghancurkan
pasokan minyak, maka campuran etanol sebagai bahan bakar meningkat sampai 50%
4
pada tahun 1943. Setelah perang usai, harga minyak yang murah menyebabkan
campuran etanol pada bahan bakar hanya digunakan secara sporadis, kebanyakan hanya
dipakai untuk mengambil keuntungan dari surplus stok gula di negara itu. Pada tahun
1970-an, tepatnya saat Krisis minyak 1973, pasokan minyak berkurang dan kesadaran
publik akan pemenuhan energi sendiri kembali meningkat. Sebagai hasilnya,
pemerintah Brasil mulai mempromosikan bioetanol sebagai bahan bakar. Program
Alkohol Nasional -Pró-Álcool- (bahasa Portugis: 'Programa Nacional do Álcool'),
diluncurkan pada tahun 1975, merupakan program nasional yang dibiayai oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Etanol ini diproduksi dari tebu.
Sejak bulan Juli 2007, campuran wajib dalam bahan bakar adalah 25% etanol
dan 75% bensin atau disebut E25. Tapi, pada tahun 2010, pemerintah mengurangi batas
campuran wajib etanol ini dari E25 menjadi E20 selama 90 hari (mulai 1 Februari 2010)
karena pasokan etanol berkurang sehingga harganya naik. Setelah melalui berbagai
rangkaian uji coba dengan berbagai rangkaian prototipe yang dikembangkan oleh
perusahaan otomotif lokal, ditambah lagi dengan adanya Krisis energi 1989, akhirnya
Fiat 147 diluncurkan ke pasar pada bulan Juli 1979. Fiat 147 merupakan mobil yang
sepenuhnya menggunakan bahan bakar etanol (E100) Pemerintah Brasil sendiri
menjanjikan 3 kemudahan pada industri etanol: pemerintah menjamin akan membeli
etanol yang dihasilkan melalui perusahaan minyak negara Petrobras, pinjaman dengan
bunga rendah untuk perusahaan-perusahaan yang bekerja di bidang industri etanol, serta
menentukan harga bensin dan etanol yang dijual. Etanol dijual hanya seharga 59% dari
harga bensin yang dijual di pom bensin. Produksi etanol yang disubsidi, ditambah
dengan harganya yang murah menjadikan etanol muncul sebagai bahan bakar alternatif
di negeri itu.
5
Tabel Sejarah Bioetanol Molase Tebu di Brazil
Fiat 147 Brasil 1979 merupakan mobil modern pertama yang diluncurkan dengan memakai
bahan bakar etanol murni saja (E100).
6
VW Gol 1.6 Total Flex 2003 merupakan mobil pertama yang berbahan bakar fleksibel yang
bisa berjalan dengan campuran bensin dengan etanol.
Honda CG 150 Titan Mix 2009 diluncurkan ke pasar Brasil dan menjadi motor berbahan bakar
fleksibel yang pertama dijual di dunia.
Produksi etanol di Brasil menggunakan tebu sebagai bahan baku utamanya, serta
mengandalkan teknologi generasi pertama dari pengolahan etanol yaitu memanfaatkan
kandungan sukrosa pada tebu. Ada 378 pabrik etanol di seluruh dunia yang beroperasi
di Brasil pada bulan Juli 2008, 126 di antaranya memproduksi etanol saja dan 252
memproduksi gula sekaligus etanol. Ada 15 pabrik tambahan lagi yang hanya
memproduksi gula. Semua pabrik ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 538 juta
metrik ton tebu per tahunnya, dan ada 25 pabrik lagi yang sedang dibangun yang akan
beroperasi tahun 2009 yang akan menambah kapasitas produksi 50 juta ton per tahun.
7
2.5 Proses produksi
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol dari tetes molase, yaitu:
8
c. Tangki pencampur (mixing tank)
d. Pompa
e. Pipa decanter
g. Pre-fermentor tank
h. Fermentor tank
9
2.6 Flowsheet Proses Pembuatan Bioetanol Secara Umum
Disiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol, antara lain: molase
(kadar gula 50%), urea, NPK, fermipan, air. Molase yang digunakan berasal dari limbah
pabrik gula pasir. Ketika pabrik gula sedang berhenti menggiling karena periodisasi
(pabrik gula hanya beroperasi 6 bulan), maka molase yang digunakan berasal dari
cadangan yang telah disimpan sebelumnya pada beberapa tangki berukuran 5000 –
16000 ton yang terdapat pada gudang penyimpanan tetes.
Kadar gula dalam molase terlalu tinggi untuk proses fermentasi. Oleh karena itu, molase
perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan dalam molase kurang
lebih 14%. Penambahan air harus disesuaikan dengan kadar gula awalnya lalu diaduk
hingga merata. Tahap ini detailnya terbagi menjadi 3, yaitu:
10
Pada penimbangan tetes ini dipakai jenis timbangan cepat dengan kapasitas timbang
tertentu dilengkapi dengan alat pembuka dan penutup berupa katup buangan yang
dioperasikan secara manual. Dan juga panel on-off pompa tetes yang diatur secara
otomatis. Cara kerjanya dengan menimbang tetes yang dipompa dari gudang
penyimpanan tetes untuk setiap harinya.
Tahap pencampuran tetes ini menggunakan tangki pencampur tetes dengan kapasitas
tertentu yang dilengkapi dengan pancaran uap air panas (steam), yang berfungsi sebagai
pengaduk dan pemanas tetes. Cara kerjanya yaitu air panas bersuhu 70OC dimasukkan
ke dalam tangki pencampur tetes (mixing tank), kemudian disusul dengan tetes yang
telah ditimbang. Setelah itu disirkulasi dengan menggunakan pompa hingga tetes dan
air tercampur dengan baik. Setelah pencampuran selesai, campuran dipanaskan hingga
suhunya mencapai 90OC. Tujuan diberikannya air panas adalah untuk mempercepat
proses pelarutan, sedangkan pemanasan dengan uap air panas adalah untuk sterilisasi
larutan tetes. Setelah semua tercampur dengan baik, ditambahkan asam sulfat (H2SO4)
dengan kepekatan 96,5% sampai pH mencapai 4,5 – 5. Pemberian asam sulfat bertujuan
untuk mengendapkan garam-garam mineral di dalam tetes dan untuk memecah
disakarida (sukrosa) di dalam tetes menjadi monosakarida berupa senyawa d-glukosa
dan d-fruktosa.
c. Tahap pengendapan
Pada tahap pengendapan ini menggunakan tangki yang dilengkapi dengan pipa
decanter. Larutan tetes dari tangki pencampur ditampung dalam tangki ini dan
diendapkan selama 5 jam untuk mengendapkan kotoran-kotoran tetes (sludge), terutama
endapan garam. Pengendapan ini bertujuan untuk mengurangi kerak yang terjadi pada
mash column (kolom distilasi pertama). Setelah 5 jam, cairan tetes dipompa menuju
tangki fermentor melalui decanter dan heat exchanger (HE). HE ini berfungsi untuk
menurunkan suhu sampai 30OC sebagai syarat operasi fermentasi. Sedangkan cairan
sisa yang berupa endapan kotoran-kotoran dan sebagian cairan tetes dipompa ke tangki
pencuci endapan kotoran tetes (tangki sludge).
Sisa cairan tetes sebanyak ±5% volume dari tangki pengendap tetes yang berupa
endapan kotoran-kotoran dipompa keluar dari tangki pengendap melalui pipa decanter
untuk ditampung di tangki sludge hingga mencapai volume tertentu. Kemudian cairan
tetes diendapkan hingga waktu tertentu untuk selanjutnya dipompa kembali ke tangki
mixing. Tujuan pencucian kotoran tetes ini adalah untuk efisiensi bahan baku berupa
tetes agar bahan baku dapat dipakai semaksimal mungkin tanpa harus membuang
sebagian yang tersisa.
11
4) Tahap Pembiakan Ragi
Tahap ini menggunakan tangki prefermentor yang dilengkapi pipa aliran udara dan pipa
aliran air pendingin pada bagian luar dinding tangki. Tahap ini bertujuan untuk
mengembangbiakkan ragi jenis Saccharomyces cerevisiae dengan menggunakan media
tetes. Untuk pembuatan larutan ragi, mula-mula diawali dengan cara memasukkan air
proses bersuhu 15OC dan tetes dari tangki pengendap tetes ke dalam tangki seeding dan
mencampurkannya, yang disertai dengan aliran udara dari blower dengan fungsi ganda
yaitu untuk mempercepat tercampurnya tetes dengan air dan juga untuk konsumsi
kebutuhan oksigen bagi ragi Saccharomyces cerevisiae yang berlangsung pada suasana
aerob. Selain itu juga menjaga suhu tangki konstan pada 30OC dengan mengalirkan air
pada dinding luar tangki. Jika tidak dijaga, maka ragi yang sedang dikembangbiakkan
akan terganggu kelangsungan hidupnya dan kemudian akan mati. Kemudian
memasukkan ragi roti (gist) yang telah dilarutkan dengan air secukupnya. Bahan aktif
yang terkandung dalam ragi roti yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi roti) yang dapat
memfermentasi gula menjadi etanol. Kebutuhan ragi sebanyak 0,2% dari kadar gula
dalam larutan molase.
Untuk keperluan nutrisi ragi, ditambahkan urea dan NPK. Kebutuhan urea sebanyak
0,5% dari kadar gula larutan fermentasi. Sedangkan kebutuhan NPK sebanyak 0,1%
dari kadar gula larutan fermentasi. Urea dan NPK dihaluskan dengan penggerusan lalu
dimasukkan. Ditambahkan pula PHP dengan tujuan untuk mempertahankan pH agar
tetap konstan yaitu 4.5 – 5. Dari hasil campuran ini didapatkan biakan ragi.
5) Tahap fermentasi
Tahap ini menggunakan tangki fermentor dengan dilengkapi pipa aliran udara dan pipa
aliran air pendingin yang berasal dari air sungai untuk menjaga suhu fermentasi pada 30
– 32OC. Fermentasi ini bertujuan untuk mendapatkan alkohol dengan kadar 8,5 – 9%
atau lebih. Pertama dimulai dengan sterilisasi tangki fermentor yang masih kosong
dengan uap air panas (steam) sampai suhu 121OC lalu membiarkan suhu di dalam tangki
turun sampai 30OC. Setelah itu memasukkan air proses dengan suhu 30OC, larutan tetes,
dan proses fermentasi ini berjalan secara aerob. Selanjutnya biarkan ragi yang telah
dibiakkan pada tangki pre-fermentor dipompa masuk ke tangki fermentor. Setelah itu,
tetes dipompa masuk ke tangki dan proses berlangsung selama 36 jam. Untuk pH
larutan ini dijaga sekitar 4,5 – 5. Untuk nutrisi ragi dimasukkan urea dan NPK.
Sedangkan turkey red oil ditambahkan sebagai anti foam untuk mencegah pembentukan
foam selama proses terjadi. Tahap fermentasi berlangsung hingga kadar alkohol
mencapai 8,5 – 9%. Setelah kadar tersebut terpenuhi, larutan hasil fermentasi dipompa
12
menuju separator untuk dipisahkan antara hasil fermentasi (cairan mash) dengan ragi
(yeast cream). Separator ini menggunakan alat rotary vacuum filter yang merupakan
alat dengan prinsip vacuum sehingga ragi (yeast cream) dengan cairan hasil fermentasi
(cairan mash) yang memiliki perbedaan massa jenis dapat dipisahkan. Dari hasil
fermentasi, tidak semuanya dipisahkan raginya, hanya sekitar 80 – 90% saja. Sisanya 10
– 20 % tidak diambil raginya karena mengandung kotoran-kotoran sisa berupa endapan
garam mineral. Hasil fermentasi yang telah dipisahkan ini langsung masuk ke tangki
mash (mash tank). Dan selanjutnya didestilasi sehingga menjadi alkohol prima (fine
alcohol) dengan kadar mencapai 96,5%.
Pada tahap fermentasi terjadi reaksi hidrolisa, di mana sukrosa diubah menjadi glukosa.
Persama reaksi hidrolisa yaitu:
Sedangkan reaksi utama adalah reaksi fermentasi, yaitu glukosa diubah menjadi etanol
dan air.
Selain reaksi utama terjadi pula reaksi samping yang menghasilkan asam asetat,
asetaldehid, dan funel oil.
Setelah proses fermentasi selesai, berlanjut ke tahap purifikasi yang terdiri dari unit
destilasi. Cairan fermentasi dimasukkan ke dalam evaporator. Panaskan evaporator dan
suhunya dipertahankan 79 – 81OC. Pada suhu ini, etanol sudah menguap, sedangkan air
tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa
pengeluaran distilator. Distilasi pertama biasanya kadar etanol masih di bawah 95%.
Apabila kadar distilasi masih di bawah 95% maka perlu dilakukan distilasi ulang hingga
kadar etanolnya 95%.
Proses distilasi ini dilakukan dengan metode distilasi bertingkat dengan jumlah 5 buah
kolom distilasi. Tiap-tiap kolom distilasi memiliki beberapa jumlah dan ukuran tray
tertentu dengan jenis plate bubble cup yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya
untuk memisahkan alkohol dari senyawa-senyawa pengikutnya. Alat untuk distilasi
terdiri dari 5 kolom distilasi utama yaitu:
13
1. Kolom pertama: Mash Column & Degasification Column
Setelah kadar etanol 95% tercapai, selanjutnya dilakukan dehidrasi atau penghilangan
air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis
Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah sebagai berikut:
1. Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada
waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking.
2. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas CO2
yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesa serta
emisi NO yang rendah
3. Efisiensi tinggi dibanding bensin
4. kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru sehingga
tidak menghanguskan alat masak.
5. Bahan bakar dari bioetanol juga tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air
Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat kelemahan-
,kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni pada
kendaraan
2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
c. Tahap pengendapan
15
5. Tahap fermentasi
7. Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah sebagai berikut:
1. Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada
waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking.
2. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas CO2
yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesa serta
emisi NO yang rendah
3. Efisiensi tinggi dibanding bensin
4. kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru sehingga
tidak menghanguskan alat masak.
5. Bahan bakar dari bioetanol juga tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air
Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat
kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni pada
kendaraan
2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun.
8.Industri etanol berbasis tebu di Brasil lebih efisien daripada industri etanol
berbasis jagung di Amerika Serikat. Etanol tebu memiliki nilai keseimbangan energi
7 kali lebih baik daripada etanol yang diperoleh dari jagung.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/kharisrama/552b8d866ea83413128b4591/proses-
produksi-bioetanol-dari-molase
http://eprints.uny.ac.id/12418/1/47.%20senam%202%28359-366%29.pdf
http://greensingkong.blogspot.com/2014/11/dinamika-pengembangan-industri.html
https://mahasiswanegarawan.wordpress.com/2007/08/18/membangun-industri-
bioetanol-nasional-sebagai-pasokan-energi-berkelanjutan-dalam-menghadapi-
krisis-energi-global/
http://equatornusantara.blogspot.com/2017/06/proses-bioetanol-molase-tebu.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar_etanol_di_Brasil
https://www.scribd.com/document/169934678/Molase
https://www.scribd.com/document/360180483/Proses-Produksi-Bioetanol-Dari-
Molase
https://www.researchgate.net/profile/Eny_Riyanti2/publication/242103122_BIOM
ASSA_SEBAGAI_BAHAN_BAKU_BIOETANOL/links/553059350cf2f2a588ab1
e3c/BIOMASSA-SEBAGAI-BAHAN-BAKU-
BIOETANOL.pdf?origin=publication_detail
https://www.slideshare.net/hermanibrahim1/penghitungan-yield-etanol
http://nurhabliridwan.blogspot.com/2016/09/budidaya-tanaman-tebu-
saccharum.html
https://www.scribd.com/doc/28702981/Makalah-tebu
https://tombomumet.wordpress.com/2011/03/29/keunggulan-dan-kelemahan-
bioethanol/
http://anieznurlaily.blogspot.com/2017/02/fermentasi-molase-menjadi-
bioetanol.html
17