Anda di halaman 1dari 8

Makna Indonesia Sebagai Negara Hukum dan Prinsip-Prinsipnya

Artikel Jurnal

Untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Dosen : Moh. Zaini, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :
1. Bagas Danadipa 201910330311017
2. Syahirah 201910330311050
3. Vania Nabila Putri Bakhari 201910330311085
4. Alifia Salsabila Teka 201910330311018
5. Maulida Izzatul Masyita 201910330311138
6. Nadia Safadilamarsha Aurelia 201910330311103

Kelas : A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
1. Definisi Negara hukum
Plato adalah orang yang pertama kalinya mengemukakan pemikirannya
tentang cita negara hukum. Lalu kemudian dipertegas oleh seorang filsuf Yunani,
yang mana adalah murid dari Plato sendiri. Yang kita kenal dengan nama
Aristoteles.1 Dengan pemikirannya, Plato memiliki konsep bahwa
“penyelenggaraan negara yang baik didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik
yang disebut dengan istilah “nomoi”.
Dalah sejarah, dapat kita Tarik bahwa lahirnya gagasan negara hukum
berawal dari Plato. Yang pada usia tuanya ia menuliskan karya tulisnya yang ketiga
yaitu konsep nomoi. Gagasan itu lalu didukung oleh Aristoteles dalam bukunya
Politica. Mengutip dari buku Politica, menurut Aristoteles pengertian negara
hukum dikaitkan dengan arti dan perumusan yang masih melekat kepada “Polis”.2
Dalam polis menjelaskan bahwa segala urusan negara dilakukan dengan
musyawarah (ecclesia), dimana seluruh masyarakat atau warga negaranya, ikut
ambil serta dalam penyelenggaraan negara.3
Maka dari itu, meskipun konsep negara hukum menganut konsep yang
universal, namun pada pengimpelentasiannya juga dipengaruhi oleh karakteristik
negara dan manusianya yang beragam. Secara historis, dan praktis atas dasar itu
konsep negara hukum kita banyak didasari oleh Al-Quran, Pancasila, dan Undang-
Undang Dasar 1945. Dimana pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undan Dasar 1945
dengan tegas mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,
sebagaimana dipahami dengan rechsstaat menurut Eropa Kontinental dan rule of
law menurut Anglo Saxon.4
Sebelumnya kita kembali lagi kepada hakikat negara hukum. Yang pada
awalnya didasarkan kepada konsep teori Kedaulatan Negara (Soeverignty) yang
pada prinsipnya menyatakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah
hukum. Mengacu pada konsep tersebut semua unsur apa pun dan siapa pun
namanya harus dan wajib tunduk kepada hukum. Konsep hukum seperti ini pada
dasarnya telah muncul sejak abad XIX hingga abad XX. Secara sederhana, negara
hukum dapat diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya berdasarkan pada sebuah hukum.5
Negara hukum dikenal dengan beberapa istilah dari berbagai belahan dunia
dengan system dan tradisinya masing-masing. Ada dua istilah yang cukup dikenal

1
Åke Frändberg, From Rechtsstaat to Universal Law-State. An Essay in Philosophical
Jurisprudence (Cham, Heidelberg, New York, Dordrecht, and London: Springer, 2014). Hlm. 103.
2
Aristotle, Politics, ed. C.D.C. Reeve (Indianapolis: Hackett Publishing Company, 1998). Hlm.65.
3
Ibid. Hlm. 40
4
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Bandung: C.V. Maju Mandar,
2012). Hlm. 18.
5
Lubis, Yusnawan 2017, PPkn untuk SMA, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
yaitu rechtstaat. Paham rechtstaat dikembangkan oleh ahli-ahli dari Eropa
continental, yang mulai populer pada abad XVII sebagai akibat dari situasi politik
Eropa pada saat itu. Istilah selanjutanya yaitu paham the rule of law yang bertumpu
pada system hukum anglo saxon atau common law system.6
Singkatnya konsep rechstaat dan the rule of law memiliki beberapa
perbedaan yang sangat mendasar yaitu antara lain :
 Konsep Rechstaat :

1. Berasal dari tradisi hukum negara Eropa Kontinental yang berdasarkan pada
civil law dan legisme.
2. Rechstaat memiliki sifat Administratif.
3. Mengutamakan prinsip Wetmatigheid yang kemudian disamakan dengan
Rechtmatigheid.

 Konsep Rule of Law :

1. Berasal dari tradisi hukum negara Anglo Saxon yang berdasarkan pada
common law system.
2. Rule of Law memiliki sifat Yudisial.
3. Pengoperasian Rule of Law mengutamakan Equality before the Law.

Dibalik banyaknya perbedaan antara konsep rechstaat dan rule of law, juga
terdapat beberapa persamaan. Kedua konsep ini sama-sama didasarkan kepada nilai
social patembayan (Gesellschaft) bukan paguyuban (Gemeinschaft). Nilai sosial
Paguyuban (Gemeinschaft) merupakan bentuk-bentuk kehidupan yang di mana
para anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat ilmiah,
dan kekal. Sedangkan patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang
bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu (yang pendek) atau bersifat kontraktual.
Dalam filsafat hukum sebenarnya ada 3 aliran utama yaitu : 1. Aliran Eropa
Kontinental; 2. Aliran Anglo Saxon, dan 3. Komisi Juris International. International
Commision of Jurist pada dasarnya bukanlah suatu lembaga internasional yang
memiliki kewenangan untuk menentukan bagaimana bentuk penyelenggaraan
pemerintahan pada suatu negara. Akan tetapi setidaknya dari berbagai macam
rumusan masalah yang dihasilkannya bisa menjadi pedoman bagi penyelenggaraan
pemerintahan suatu negara.
Meskipun dalam hal ini tidak ada peraturan yang mengatur larangan bagi
suatu negara untuk menetukan bentuk formal penyelenggaraan pemerintahannya

6
Ricardo Gosalbo-Bono, “The Significance of the Rule of Law and Its Implications for the
European Union and The United States,” University of Pittsburgh Law Review Vol 72, no. 2
(2010). Hlm.232.
dengan tidak melupakan materi-materi yang dihasilkan melalui badan
internasional.7 International Congress of Jurist beberapa kali melaksanakan
kongres atau pertemuan yang berfungsi untuk membahas masalah-masalah tentang
unsur-unsur suatu negara hukum. Total pernah dilaksanakan dua kali kongres yaitu
yang pertama di Athena tahun 1955 dan yang kedua di Bangkok tahun 1965. Hasil
nya dari kongres diatas dapat dipahami bahwa negara hukum itu meliputi adanya
jaminan yang kuat terhadap hak-hak asasi manuisa tanpa diskriminatif, adanya
penempatan hukum pada posisi supreme dalam negara, adanya legimitasi
kekuasaan yang diberikan secara bebas oleh rakyat (kedaulatan rakyat) dan adanya
badan peradilan (judiciary) yang bebas dan tidak memihak.
Dalam buku karya Niccolò Machivelli yang berjudul II Principe (the
Prince) dengan visi nya, untuk menyelesaikan konflik dan menyatukan kembali
bangsa Italia yang pada XIV Masehi mengalami perpecahan, ia berpendapat bahwa
harus ada seorang pemimpin atau raja yang dapat memperbesar dan
mempertahankan kekuasaan, meskipun dalam upaya tersebut mengesampingkan
nilai-nilai moral dan kesusilaan.8 Hal tersebut untuk dapat mempersatukan kembali
bangsa Italia. Dengan demikian, menurut Niccolò Machivelli terpaksa untuk
mencapai tujuan negara maka tindakan-tindakan amoral atau asusila pun dapat
dibenarkan.9
Tolak ukur suatu negara menganut paham negara hukum, setidaknya
memiliki sembilan konsep dasar, yaitu :
1. Faktor-faktor yang membatasi kekuasaan pemerintah
2. Tidak adanya korupsi
3. Ketertiban dan keamanan
4. Hak dasar
5. Pemerintah terbuka
6. Penegakan peraturan yang efektif
7. Akses terhadap keadlian sipil
8. Peradilan pidana yang efektif
9. Keadilan informal10
Teori dari Juan C. Botero dan Alejandro Ponce dijadikan patokan dari tulisan ini
karena merupakan penggabungan dan penyederhanaan dari ketiga teori hukum

7
International Commission of Jurists, De velopment, Human Rights and the Rule of Law: Report
of a Conference held in The Hague on 27 April – 1 May 1981, (Oxford, New York, Toronto,
Sydney, Paris, Frankfurt: Pergamon Press, 1981), Hlm. 3.
8
Niccolò Machiavelli, The Prince, ed. James B. Atkinson (Indianapolis: Hackett Publishing
Company, Inc, 2008). Hlm. 281.
9
Ibid. Hlm. 282.
10
Juan C. Botero and Alejandro Ponce, Measuring the Rule of Law (Washington, D.C: The World
Justice Project, 2011). Hl. 8.
sebelumnya yang dianut oleh negara Eropa Kontinental, Angle Saxon dan
International Commission of Jurist.
1. Faktor-faktor yang Membatasi Kekuasaan Pemerintah
Unsur ini menggunakan prinsip dasar bahwa sejauh mana mereka mengatur
dan tunduk pada dasar hukum. Hal ini merupakan sarana (checks and balances),
entah itu konstitusional maupun institusional dimana pemerintah, pejabat, dan
agennya dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan undang-undang.
Unsur ini sangat sulit diukur karena tidak adanya formula tunggal untuk
distribusi kekuatan yang tepat di antara organ-organ pemerintah untuk
memastikan agar masing-masing saat diadakan pemeriksaan. Yang lebih utama
yaitu wewenang itu didistribusikan baik dengan formal atau konvesi.11
2. Tidak Adanya Korupsi
Unsur yang selanjutnya yaitu tidak adanya korupsi. Bisa didefinisikan
sebagai penggunaan kekuatan public untuk kekuatan pribadi. Untuk penilaian
rule of law korupsi itu sangat penting karena sebagai manifestasi dari sejauh
mana pejabat pemerintah menyalahgunakan kekuasaan mereka atau memenuhi
kewajibannya berdasarkan hukum. Ada 3 bentuk jenis korupsi: penyalahgunaan
dana publik, pengaruh yang tidak tepat oleh kepentingan publik, dan
penyuapan.12
3. Ketertiban dan Keamanan
Unsur ketiganya yaitu ketertiban dan keamanan. Keamanan adalah suatu
aspek yang menentukan dari setiap aturan masyarakat hukum dan fungsi dasar
negara.13 Unsur ini mecakup tiga dimensi : tidak adanya kekerasan sebagai cara
yang dapat diterima secara social untuk memperbaiki keluhan pribadi; tidak
adanya kejahatan terutama kejahatan konvensional; dan tidak adanya kekerasan
politik termasuk terorisme dan konflik bersenjata.
4. Hak Dasar

11
John Samples, James Madison and the Future of Limited Government (Washington, D.C: Cato
Institute, 2002). Hlm. 6.
12
Seumas Miller, Corruption and Anti-Corruption in Policing – Philosophical and Ethical Issues
(Cham: Springer, 2016). Hlm. 23. Serta dalam Peter Larmour and Nick Wolanin, Corruption and
Anti-Corruption (Canberra: ANU E Press, 2003). Hlm. 15.
13
Menurut teori kontrak sosial klasik Thomas Hobbes dan John Locke, peran mendasar
pemerintah adalah memberikan keamanan, perdamaian, dan pertahanan dalam masyarakat sipil.
Thomas Hobbes, Leviathan (London: Oxford University Press, 1998). Hlm. 58 dan dalam John
Locke, Two Treatises of Government and A Letter Concerning Toleration, ed. Ian Shapiro (New
Haven: Yale University Press, 2003). Hlm. 39.
Ukuran yang keempat mengukur perlindungan HAM. Secara umum, HAM
dapat dibagi tidak kategori : hak sipil dan hak politik; hak sosial, ekonomi, dan
budaya; dan hak-hak lingkungan dan pembangunan.14
5. Pemerintah Terbuka
Dalam proses pelaksanaan pemerintahan terbuka ada 5 unsur yang bisa jadi
pertimbangan dan empat unsur dasar di antaranya : undang-undang yang jelas,
dipublikasikan dan stabil; proses administrasi yang terbuka untuk partisipasi
publik; rancangan undang-undang dan peraturan resmi yang tersedia untuk
umum; dan tersedianya informasi resmi.
6. Penegakan Peraturan yang Efektif
Unsur keenam yaitu mengukur keadilan dan efektivitas dalam menegakkan
peraturan pemerintahan. Fokus pada kerangka kerja ini yaitu pada seberapa baik
peraturan diterapkan dan diberlakukan. Yang terdiri dari unsur seperti
penegakan peraturan yang efektif, kepatuhan terhadap proses hukum, dan lain-
lain.
7. Akses Terhadap Keadilan Sipil
Akses terhadap keadilan sipil memiliki fokus keadilan sipil dan mengukur
apakah masyarakat bisa menyelesaikan masalah mereka melalui institusi formal
keadilan secara efektif dan damai. Kerangka ini sangat penting karena dalam
aturan hukum masyarakat, semua orang harus bisa mendapatkan pemulihan
sesuai dengan hak-hak dasar.15
8. Peradilan Pidana yang Efektif
Sebagai aspek kunci dari rule of law sistem ini merupakan mekanisme alami
untuk memperbaiki keluhan dan membawa tindakan terhadap individu atas
pelanggaran yang terjadi dalam masyarakat.16
9. Keadilan Informal
Pada praktiknya sistem ini seringkali memainkan peran besar dalam budaya
di mana lembaga hukum formal gagal memberikan pemulihan yang efektif
untuk segmen populasi yang besar.17 Faktor ini mencakup 2 konsep; 1. Sejauh
mana sistem peradilan informal menghormati dan melindungi hak-hak dasar;

14
Scott Nicholas Romaniuk and Marguerite Marlin, Development and the Politics ofHuman Rights
(Boca Raton: CRC Press, 2015). Hlm. 4.
15
Laura Ervo and Anna Nylund, The Future of Civil Litigation: Access to Courts and Court-Annexed
Mediation in the Nordic Countries (Cham: Springer, 2014). Hlm 325.
16
Anthony Amatrudo and Leslie William Blake, Human Rights and the Criminal Justice System
(New York: Routledge, 2015). Hlm. 109.
17
D. Pimentel, “Rule of Law Reform Without Cultural Imperialism? Reinforcing Customary Justice
Through Collateral Review in Southern Sudan,” Hague Journal on the Rule of Law Vol. 2, no. 1
(n.d.). Hlm. 8.
dan 2. Apakah mekanisme penyelesaian sengketa tradisional, komunal dan
religius terbukti tidak memihak dan efektif.
4. Ciri-ciri Negara hukum
5. Sejarah Indonesia Sebagai Negara Hukum
6. Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi
7. Prinsip-prinsip Negara Hukum
8. Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai