Anda di halaman 1dari 96

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan
keutuhan dalam membina rumah tangga. Reproduksi merupakan salah satu
hukum alam yang terjadi untuk seluruh makhluk hidup termasuk manusia.
Pengetahuan kesehatan reproduksi bukan saja penting dimiliki oleh bidan
atau spesialis tetapi penting pula dimiliki khususnya oleh para istri-istri atau
wanita sebagai ibu atau calon ibu dari anak-anaknya demi kesehatan, dan
kesejahteraan mereka. Di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial,
pola pendidikan orangtua kepada remaja tidak berubah. Informasi tentang
kesehatan reproduksi dan seksualitas masih tabu untuk dibicarakan, akibatnya
remaja justru mendapat informasi yang salah yang menjerumuskan mereka.
Pada masa remaja mereka mengalami yang namanya pubertas (Irianto,
2015;1).
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Antara kedua masa ini tidak ada batasan yang terlihat, hanya saja
pada masa pubertas diawali dengan berfungsinya ovarium dan berakhirnya
pada saat ovarium berfungsi dengan mantap dan teratur (Irianto, 2015;247).
Pubertas pada remaja putri umumnya terjadi pada usia 9-16 tahun, tergantung
berbagai faktor, yaitu kesehatan perempuan, status nutrisi dan berat tubuh
terhadap tinggi. Walaupun begitu pada kenyataannya banyak perempuan yang
mengeluhkan sakit atau ketidaknyamanan ketika mengalami menstruasi.
Gejala tersebut antara lain adalah ketidakstabilan emosi, sakit kepala, tidak
bergairah, nafsu makan menurun, rasa tertekan pada daerah kemaluan dan
dismenore(Benson, 2009;76).
Pubertas merupakan masa awal pematangan seksual, yaitu suatu
periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal, dan
seksual serta mampu mengadakan proses reproduksi. Pada awal pubertas,
kadar hormon LH (luteinzing hormone) dan FSH (follicle-stimulating

1
2

hormone) akan meningkat, sehingga merangsang pembentukan hormon


seksual. Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia
yang sering disebut pubertas, pada tahap ini remaja putri terjadi peningkatan
hormon yang dapat menyebabkan pematangan payudara, ovarium, rahim dan
vagina serta dimulainya siklus menstruasi. Disamping itu juga timbulnya ciri-
ciri seksual sekunder, misalnya tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut
ketiak (Mansjoer, 20013;121).
Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri sering terjadi pada
usia 11 tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-
16 tahun. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan
seorang perempuan, yang dimulai dari menarche sampai terjadinya
menopause. Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya perdarahan pada
hari ke-1 dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Umumnya,
siklus menstruasi yang terjadi berkisar antara 21-40 hari. Hanya 10-15%
wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang
biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause.
Menstruasi adalah perubahan fisiologi pada tubuh wanita yang terjadi
secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Secara normal
wanita mengalami menstruasi dari semenjak usia remaja hingga menopaue
pada usia dewasa akhir. Perubahan fisiologis ini tidak jarang menimbulkan
rasa nyeri pada awal menstruasi maupun ketika akhir menstruasi.
Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan nyeri menusuk yang terasa
di perut bagian bawah dan paha. Pada hal ini terjadi akibat
ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga
mengakibatkan rasa nyeri timbul. Hampir seluruh perempuan dan juga
termasuk didalamnya remaja putri pasti pernah mersakan gangguan pada saat
menstruasi dengan berbagai tingkatan, mulai dari yang sekedar pegal-pegal di
panggul dari sisi dalam hingga rasa nyeri yang luar biasa sakitnya. Umumnya
nyeri yang biasa terasa dibawah perut itu terjadi pada hari pertama dan kedua
menstruasi. Rasa nyeri akan berkurang setelah keluar darah yang cukup
banyak (Proverawati dan Misaroh, 2014;56).
3

Dismenore atau nyeri saat menstruasi dibedakan menjadai dua yaitu


dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer timbul sejak
menstruasi hari pertama sampai hari ketiga dan biasanya akan hilang sendiri
seiring berjalannya waktu. Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri
menstruasi yang diakibatkan adanya anatomi ataupun makroskopik yang
patologis dari pelvic, seperti yang terjadi pada wanita dengan endometriosis
atau pelvic inflammatory disease (PID) yang kronik.
Nyeri pada dismenore primer sangat mengganggu aktivitas sehari-hari,
sehingga berbagai upaya dilaukan baik secara farmakologis maupun non
farmakologis untuk mengatasi nyeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya dismenore antara lain faktor psikis atau kejiwaan, faktor endokrin
yang disebabkan karena kontraksi uterus yang berlebihan dan faktor
prostaglandin yaitu teori yang menyatakan bahwa nyeri saat menstruasi
timbul karena peningkatan produksi prostaglandin oleh dinding rahim saat
menstruasi (Wiknjosastro, 20013;86).
Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan fakta dan data yang
menarik pada dismenore sehingga diperlukannya intervensi untuk mengatasi
hal tersebut. Didunia rata-rata 50% perempuan disetiap negara mengalami
nyeri menstruasi. Berdasarkan sebuah studi longitudinal secara kohort pada
wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia
19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari usia 24
tahun yang dilaporkan tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu
kegiatan sehari-hari (French, 2005), dan 75-85% wanita yang mengalami
dismenore ringan (Abbaspour, 2015;64).
Di Amerika Serikat, Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenore
mencapai 59,7%. di Indonesia angka kejadian prevalensi nyeri menstruasi
sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36%
dismenore sekunder (Info sehat, 2008). Angka kejadian nyeri menstruasi
berkisar 45-95% dikalangan wanita usia produktif dengan upaya penanganan
dismenore dilakukan 51,2% dengan terapi obat, 24,7% dengan relaksasi dan
24,1% dengan distraksi atau pengalihan nyeri (Depkes RI, 2010).
4

Angka kejadian dismenore di Indonesia mencapai 64,25%, Di Jawa


Barat sendiri angka kejadian dismenore mencapai 61%. (Info Sehat, 2012). Di
daerah Cianjur masalah dismenore sering terjadi sekitar 70% anak SMK tidak
masuk sekolah akibat sakit perut akibat hari pertama haid (Info Cianjur,
2016). Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun acapkali dirasa
mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar
gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita, ada yang masih bisa bekerja
walaupun dengan sesekali meringis adapula yang tidak kuasa untuk
beraktifitas saking nyerinya (Anugroho, 2014;167).
Rasa nyeri pada saat menstruasi tentu saja sangat menyiksa bagi
kebanyakan wanita termasuk para remaja putri. Banyak remaja putri terpaksa
harus berbaring karena terlalu menderita sehingga tidak dapat mengerjakan
sesuatu apapun. Ada yang pingsan, dan ada yang merasa mual, ada juga yang
benar-benar muntah, kadang-kadang remaja putri sampai membungkukkan
tubuh atau merangkak lantaran tidak mampu menahan rasa nyeri bahkan ada
yang sampai berguling-guling ditempat tidur. Hal ini sangat mengganggu
aktivitas belajar mereka dan dapat berdampak pada turunnya prestasi sekolah.
Sehingga para rermaja putri harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri
mereka mampu menghadapi keadaan tersebut (Kingston, 2013;238).
Ini dibuktikan dari penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi
dismenore yang cukup tinggi pada remaja. Menurut French (dalam
Handayani, 2012) dismenore merupakan penyebab utama remaja perempuan
di Amerika Serikat tidak masuk sekolah (14%-52%). Di Indonesia sendiri
hasil penelitian tahun 2002 di 4 SLTP di Jakarta (733 subyek) sekitar 74,1%
siswi mengalami dismenore ringan sampai berat.
Data yang ada dari BKKBN menyatakan, pengetahuan remaja putri
tentang nyeri haid atau dismenore dan cara penanganannya masih rendah. Hal
itulah yang membuat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) membentuk Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-KRR) memasukkan materi Kesehatan reproduksi Remaja ke
sekolah, universitas ataupun organisasi kepemudaan yang salah satunya
5

didalamnya termasuk menjelaskan gangguan-gangguan yang menyertai haid


seperti dismenore, hipermenorea, dan lai-lain. Karena memang pada
kenyataannya belum ada penelitian pasti yang menunjukkan seberapa besar
remaja putri yang tahu dibandingkan dengan yang tidak tahu mengenai
dismenore (Sudibyo, 2013;1)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di beberapa
sekolah diwilayah Puskesmas Karang Tengah terdapat jumlah siswi sebanyak
310 Siswi dari jumlah tersebut sebanyak 30% dari tiap kelas siswinya
mengalami dismenore, hampir setiap minggu ada 1 sampai 2 siswi pulang
saat belajar karena mengalami dismenore.
Nyeri merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual atau potensial . Untuk
mengatasi nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi dan non
farmakologi (Suzannec, 2014;76). Dismenore pada remaja harus ditangani
meskipun hanya dengan pengobatanh sendiri atau non farmakologis,
pengobatan sederhana yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
relaksasi dan distraksi seperti pengalihan nyeri dengan menarik nafas
panjang, mendengarkan musik, membaca buku ataupun melakukan kegiatan
yang disukai.
Menurut Huges dkk (2015) teknik relaksasi melalui olah nafas
merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuuh untuk
membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan
nyeri, disamping itu juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam
tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan keseimbangan tubuh dan pikiran,
karena olah nafas dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga
berdampak pada keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanana darah.
Menurut smeltzer and bare (2014:78) menyatakan bahwa teknik
relasasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
dilakukan dengan cara melakukan nafas dalam, nafas lamabat (menahan
inspirasi secra maksimal) dan bagaimana menghebuskan nafas secara
perlahan. Selain dapat mengurangi intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas
6

dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi


darah. Selain itu manfaat yang didapat setelah melakukan teknik relaksasi
nafas dalam adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri yang
terjadi pada individu tersebut, ketentraman hati, dan berkurangnya rasa
cemas, juga praktis dalam melakukan teknik relaksasi nafas dalam tersebut
tanpa harus mengeluarkan biaya (Arfa, 2013;56).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marni (2014) didapatkan
bahwa setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalama nyeri ringan naik dari
10% menjadi 53,3% dan nyeri sedang dari 73,3% menjadi 47,7% serta tidak
terdapat lagi nyeri berat.
Hal terpenting dalam menangani pasien dalam asuhan keperawatannya
dengan masalah nyeri akibat menstruasi adalah perawatan secara non
farmakologis dan farmakologis seperti memberikan pendidikan kesehatan
tentang kesehatan reproduksi remaja, asupan makanan yang baik, pola hidup
sehat serta bagaimana penanganan pertama yang cepat untuk mengatasi nyeri.
Pentingnya pengetahuan dan tindakan tersebut dapat menghilangkan atau
membantu mengurangi nyeri haid yang mengganggu (Diah, 2017:87).
Oleh karena itu Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Intensitas Nyeri Dismenore Pada Remaja Putri Di Puskesmas Karang Tengah
Cianjur”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas
nyeri dismenore pada remaja putri di Puskesmas Karang Tengah Cianjur ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan penerapan teknik
relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja
putri di Puskesmas Karang Tengah Cianjur
7

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien remaja putri yang
mengalami dismenore di Puskesmas Karang Tengah Cianjur
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien remaja putri yang
mengalami dismenore di PuskesmasKarang Tengah Cianjur
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien remaja putri yang
mengalami dismenore di PuskesmasKarang Tengah Cianjur
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien remaja putri yang
mengalami dismenore di PuskesmasKarang Tengah Cianjur
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien remaja putri yang
mengalami dismenore di PuskesmasKarang Tengah Cianjur
f. Menganalisis aplikasi tindakan penerapan teknik relaksasi nafas dalam
terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja putri di Puskesmas
Karang Tengah Cianjur.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu kesehatan di
Pelayanan Kesehatan Khususnya peningkatan Kesehatan di Puskesmas
Karang Tengah Cianjur
2. Manfaat Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi
keperwatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan
reproduksi wanita khususnya remaja wanita dan dapat digunakan sebagai
referensi penelitian selanjutnya yang terkait dengan penerapan teknik
relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja
putri

.
8

3. Bagi Klien
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan pada
remaja putri tentang penerapan teknik relaksasi nafas sebagai salah satu
tindakan yang paling cepat untuk membantu mengurangi nyeri pada saat
terjadi dismenore.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dismenore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore adalah nyeri saat haid disertai rasa kram dan berpusat
pada abdomen bagian bawah. Dismenore yang dapat dirasakan di perut
bawah atau di pinggang dapat bersifat seperti mules-mules atau ngilu
bahkan seperti ditusuk-tusuk. Rasa nyeri itu dapat timbul menjelang haid,
sewaktu dan setelah haid selama satu atau dua hari bahkan lebih lama
(Anwar, Baziad, Prabowo, 2014; 114-182).
Mansjoer et al (2008:372) menyatakan bahwa dismenore adalah
nyeri haid selama haid atau menjelang haid sampai membuat seorang
wanita yang mengalami tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri haid
ini sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan ingin
pingsan, serta diikuti dengan perasaan mudah marah.
Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu
kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong wanita untuk melakukan
pemeriksaan atau konsultasi dokter, puskesmas, atau mendatangi bidan.
Dismenore memiliki gejala klinis seperti nyeri abdomen menjalar ke
daerah pinggang dan paha disertai mual dan muntah, sakit kepala, diare
dan mudah tersinggung (Manuaba, 2010;547).
Dismenore yaitu nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai
nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi. Nyeri ini
berlangsung selama satu sampai beberapa hari selama menstruasi
(Reeder, 2014;264).
Varney (2008: 341) menyatakan bahwa dismenore adalah menstruasi
yang sangat menyakitkan terutama terjadi pada perut bagian bawah dan
punggung, biasanya terasa seperti kram.

9
10

2. Klasifikasi Dismenore
Anwar, Baziad, Prabowo (2014:182) menyatakan bahwa dismenore
dapat di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang tidak ditemukan
kondisi patologi pada panggul. Dismenore primer berhubungan
dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium
sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang diproduksi
oleh endometrium pada fase sekresi. Prostaglandin F2αmerupakan
molekul yang berperan pada dismenore, molekul ini yang selalu
menstimulasi kontraksi uterus. Sedangkan prostaglandin E
menghambat kontraksi uterus. Pada saat perubahan dari fase
proliferasi ke fase sekresi terdapat peningkatan kadar prostaglandin.
Wanita yang mengalami dismenore primer memiliki kadar
prostaglandin lebih tinggi di bandingan wanita tanpa dismenore. Saat
haid, pada 48 jam pertama terjadi peningkatan prostagalndin tertinggi.
Hal tersebut bersamaan dengan awal muncul dan besarnya intensitas
keluhan nyeri haid yang disertai dengan mual, muntah, nyeri kepala,
atau diare diperkirakan karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi
sistemik (Anwar,Baziad, Prabowo,2014;182). Prostaglandin mirip
komponen hormon yang bertindak sebagai mediator berbagai respon
fisiologis sepertiperadangan, kontraksi otot, pelebaran pembuluh
darah, dan agregasi platelet ( Cunninghamet al, 2014 dalam Runjati et
al, 2017;199).
Kadar vasopresin sirkulasi mengalami peningkatan selama
menstruasi pada wanita yang mengalami disminore primer. Apabila
disertai dengan peningkatan kadar oksitosin maka kadar vasopresin
yang lebih tinggi menyebabkan ketidakaturan kontraksi uterus yang
menimbulkan hipoksia dan iskemia uterus. Wanita yang mengalami
dismenore primer tanpa disertai peningkatan prostaglandin akan
terjadi peningkatan aktivitas alur 5-lipoksigenase. Kondisi ini
11

menyebabkan peningkatan sintesis leukotrien, vasokontriksi sangat


kuat yang menginduksi kontraksi otot uterus (Reeder, 2014;264).
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder digambarkan sebagai rasa sakit pada waktu
menstruasi yang muncul setelah wanita mengalami siklus menstruasi
tanpa adanya rasa sakit yang bermakna. Dismenore sekunder bukan
disebabkan oleh prostaglandin, tetapi disebabkan faktor-faktor
anatomis atau patologis. Faktor-faktor tersebut termasuk
endometriosis, miomauteri, polip endometrium, kanker uteri, serta
adanya penyakit radang panggul (PRP). Adanya alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) dapat berperan terjadinya dismenore (Varney,
2008; 342).

3. Derajat Dismenore
Manuaba (2010:518) menyatakan bahwa secara klinis dismenore
dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Disminore Ringan
Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan klien masih
dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari.
b. Dismenore Sedang
Dismenore ini membuat klien memerlukan obat penghilang rasa
nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktivitas.
c. Dismenore Berat
Dismenore berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa
hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa
tertekan, mual, dan sakit perut.

4. Etiologi dismenore
Diduga faktor psikis sangat berperan terhadap timbulnya nyeri.
Dismenore primer umumnya dijumpai pada wanita dengan siklus
berovulasi. Etiologi dismenorea primer meliputi beberapa faktor resiko,
12

seperti menarche usia dini (<12 tahun), nullipara, aliran menstruasi yang
berat, merokok, riwayat keluarga dismenorea, obesitas.
Penyebab tersering dismenore sekunder adalah endometriosis dan
infeksi kronik genitalia intens. Dismenore sekunder lebih jarang
ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore.
Penyebab dari dismenore sekunder adalah: endometriosis, fibroid,
adenomiosis, peradangan tuba falopii, perlengketan abnormal antara
organ didalam perut, dan pemakaian IUD, faktor psikologis yaitu stres.

5. Patofisiologi Nyeri dismenore


Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer adalah sebgai
berikut : korpus luteum akan mengalami bregresi apabila tidak terjadi
kehamilan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan
mengakibatkan labilisasi membran lisosom. Sehingga mudah pecah dan
melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 akan menghidrolisis
senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium dan
menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat bersama dengan
kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan
menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGF2 alfa.
Wanita dengan dismenore primer didapatkan adanya peningkatan
kadar PGE dan PGF2 alfa didalam darahnya, yang merangsang
miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan disritmi uterus,
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan mengakibatkan
iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga meyebabkan
sensitif, selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung
saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo,
1989).
13

Bagan 2.1
Pathway Dismenore
14

6. Manifestasi Klinis Dismenore


a. Dismenore primer
1) Usia lebih muda
2) Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
3) Sering pada nulipara
4) Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spesifik
5) Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama
atau kedua
6) Tidak dijumpai keadaan patologik pelvic, hanya terjadi pada
siklus haid yang ovulatorik
7) Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa
8) Pemeriksaan pelvic normal
9) Nause
10) Muntah
11) Diare
12) Kelelahan
13) Nyeri kepala.
b. Dismenore Sekunder
1) Usia lebih tua
2) Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
3) Nyeri tidak berhubungan dengan siklus paritas
4) Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul
5) Nyeri dimulai dari haid dan meningkat bersamaan dengan
keluarnya darah
6) Berhubungan dengan kelainan pelvic
7) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
8) Sering kali memerlukan tindakan operatif
9) Terdapat kelainan pelvic.

(FKUI, 2001).
15

Gejala-gejala nyeri haid diantaranya yaitu : rasa sakit datang


secara tidak teratur, tajam dan kram dibagian bawah perut yang
biasanya menyebar ke bagian belakang, terus kekaki, pangkal paha
dan vulva (bagian luar alat kelamin wanita). Biasnya nyeri mulai
timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya
dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Gejala-
gejala tersebut meliputi tingkah laku seperti kegelisahan, depresi,
iritabilitas/semsitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah,
mengidam makanan dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang
sangat cepat. Selain itu juga keluhan fisik seperti payudara terasa sakit
atau membengkak, perut kembung, atau sakit, sakit kepala, sakit
sendi, sakit punggung, mual, muntah, diare atau sembelit dan masalah
kulit seperti jerawat.

7. Faktor-Faktor Penyebab Dismenore


Menurut Manuaba (2010), faktor-faktor penyebab dismenore adalah :
a. Menstruasi ovulator
b. Faktor psikologis
c. Faktor hormon steroid
d. Faktor vasopressin
e. Faktor saraf simpatikus dan parasimpatikus
f. Berdasarkan teori prostaglandin
Menurut Ovedoff (1995), patologi dan penyebab dismenore adalah :
a. Etiologi dismenore primer tidak diketahui tetapi hanya terjadi pada
siklus yang disertai ovulasi
b. Mungkin terkait dengan fleksi uterus akut, tidak seimbnagnya
hormonal atau faktor psikogenik
c. Dismenore sekunder akibat penyakit inflamasi pelvis, endometriosis,
tumor pelvis, adenomiosis stenosi serviks vagina
d. Faktor yang mungkin menyebabkan nyeri antara lain : kontraksi dan
spasme otot uterus atau kelainan vaskular
16

e. Pengeluaran prostaglandin meningkat pada saat menstruasi, mungkin


dapat menyebabkan spasme otot
f. Bekuan menstruasi mungkin menyebabkan nyeri karena obstruksi
aliran tekanan intra uterin meningkat.

8. Faktor resiko Dismenore


Menurut IMCW (2007), biasnaya dismenore primer timbul pada
masa remaja, yaitu bersamaan atau beberapa waktu setelah menstruasi
pertama, sedangkan dismenore sekunder seringkali timbul pada usia 20
tahun. Faktor lain yang dapat memperburuk adalah :
a. Rahim yang menghadap kebelakang (retroversi)
b. Kurang berolahraga
c. Stres psikis dan psikososial

9. Pemeriksaan Penunjang Dismenore


Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan
untuk menunjang penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau
mengatasi gejala yang timbul, Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan
untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea :
a. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
b. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
c. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.
d. Sedimentation rate.
e. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang
terbatas dalam mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai
prediktif negatifnya yang relatif rendah.
f. Laparoscopy
g. Hysteroscopy
h. Dilatation
i. Curettage
17

10. Penanganan Dismenore


a. Secara farmakologis
Menurut Potter & Perry (2006) upaya farmakologis yang dapat
dilakukan dengan memberikan obat analgesik sebagai penghilang rasa
sakit.
Menurut Smeltzer & Bare (2008) penangangan nyeri yang
dialmai oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis,
dilakukan kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama
lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan
menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang
mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri
untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya,
contoh obat anti inflamasi non steroid adalah aspirin, ibuprofen,
naproxen, asitamenofen, ketorolac dan lain sebagainnya.Menurut
Prawirohardjo (1999), Penanganan disminore primer adalah:
1) Penanganan dan nasehat, penderita perlu dijelskan bahwa
dismenore adalah gangguan yang tidak berbahaya untuk
kesehatan, hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai
cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita. Salah
satu informasi yang perlu dibicarakan yaitu mengenai makanan
sehat, istrahat yang cukup, dan olahraga mungkin berguna, serta
psikoterapi.
2) Pemberian obat analgesic, dewasa ini banyak beredar obat-obat
analgesik yang dapat diberikan sebagai terapi simtomatik, jika
rasa nyeri hebat diperlukan istarhat di tempat tidur dan kompres
panas pada perut bawah untuk mengurangi penderita. Obat
analgesik yang sering diberikan adalah preprat kombinasi aspirin,
fansetin, dan kafein. Obat-obatan paten yang beredar dipasaran
antara lain novalgin, ponstan, acetaminophendan sebagainya.
3) Terapi hormonal, tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi,
bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan benar-
18

benar dismenore primer atau untuk memungkinkan penderita


melakukan pekerjaan penting waktu haid tanpa gangguan. Tujuan
ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil
kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat nonsteroid anti prostaglandin, endometasin,
ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70% penderita
dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan.
Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga
hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
5) Dilatasi kanalis servikalis, dilatasi kanalis servikalis dapat
memberikan keringanan karena dapat memudahkan pengeluaran
darah dengan haid dan prostaglandin didalamnya. Neurektomi
prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan
susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi ovarial
(pemotongan urat saraf sensorik pada diligamentum
infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha
lainnya gagal.
b. Secara Non farmakologis
Menurut Smeltzer & Bare (2008) penangangan nyeri secra non
farmakologis terdiri dari :
1) Stimulasi dan massage kutaneus
Massage adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Massage dapat nenbuat pasien
lebih nyaman karena massage membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamsi. Terapi panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan.
19

3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimolaton (TENS)


TENS dapat menurunkan nyeri dangan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut
yang mentranmisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang
menjalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit
untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung
pada area nyeri.
4) Distraksi
Distraksi dalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan
nyeri, contoh : menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto
dengan kertas, mendengar musik dan bermain suatu permainan.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat berirama. Teknik relaksasi nafas
dalam contoh : bernafas dalam-dalam dan yoga.
6) Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau membanyangkan hal yang lebih
baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.

B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang
mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan
mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin,
dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk,
2009).
20

Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang


menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang
mengalaminya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik
atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri
dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara
nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya
membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari
stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri
adalah suatu pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan
menyakitkan bagi 9 tubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau
trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan secara
subjektif oleh individu yang mengalaminya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri


Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis
yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri
dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur,
sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber nyeri
dan dasar pengetahuan pasien. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri
dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah,
cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan
obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual
(Le Mone & Burke, 2008). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
nyeri tersebut antara lain :
a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula
individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan
diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit
mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan
sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan
21

pengalaman nyeri berulang dapatmengetahui ketakutan peningkatan


nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2005).
b. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan
dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar
serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil
dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang
mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone & Burke, 2008).
c. Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen
alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani
oleh petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat
pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa
tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan
mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta
peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih
umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan,
kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi
impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008). Diperkirakan lebih dari
85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis
yang dapat menyebabkan nyeri.
Lansia cenderung mengabaikan lama sebelum melaporkannya
atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari mereka
menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian
lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut
nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang
nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri
pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia (Potter & Perry,
2005).
22

d. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.
Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis
kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai
pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan
alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam Di beberapa
kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa
memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan
nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan.
Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan
laki-laki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan
untuk nyeri (Potter & Perry, 2005).
e. Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan
lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku
pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang
lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji
nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn
menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2005).
f. Nilai agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan
penderitaan sebgai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini
membantu individu mengahdapi nyeri dan menjadikan sebgai sumber
kekuatan. Pasien dengan kepercayaan itu mungkin menolak analgetik
23

dan metode penyembuhan lainnya, karena akan mengurangi


persembahan mereka (Potter & Perry, 2005).
g. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat
mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami
nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri
tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat
meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau
teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin
tertekan. Pada anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua
sangat penting (Potter & Perry, 2005).

3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi
terjadinya nyeri.
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang
singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi
secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi
sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, emdokrin dan
immunologik (Potter & Perry,
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6
bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini
biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008).
Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang
24

dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan


ketidakmampuan.

4. Fisiologi Nyeri
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan
hingga pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri,
terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu
transduksi, transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses
dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung
saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam
proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang
meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang
meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis
ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara
thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf
yang yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu
telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat
transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini diaktifkan jika terjadi
relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto, 2003).
Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang
ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama
sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi
tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar
merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat
sulit untuk memahaminya (Dewanto, 2003). Nyeri diawali sebagai pesan
yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin,
prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer,
membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak.
Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia
di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang
menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke
25

thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin,


nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke
cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan
nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di
bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi
nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup.
Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang
juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau
mengelus secara lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang
sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat
menutup gerbang, misalnya motivasi dari individu yang bersemangat ingin
sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan
(Potter & Perry, 2005).
Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan
respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon
otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan
pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat,
diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat ,
berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan,
kelelahan, dan pucat .
Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan
ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk
beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap
keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari
reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary
dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan
fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan
hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise
untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
26

menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat


penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor
(nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun
pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah
dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Potter & Perry,
2005).

5. Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda
oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
a. Skala Wajah (Wong-Baker Faces Pain Rating Scale)
Penilaian nyeri menggunakan skala Wong-Baker sangatlah
mudah namun perlu kejelian sipenilai pada saat memperhatikan ekprei
wajah penderita karena penilaian menggunakan skala ini dilakukan
dengan hanya melihat ekspresi wajah penderita pada saat bertatap muka
tanpa menanyakan keluhannya.Skala Wong-Baker (berdasarkan
eksperesi wajah) dapat dilihat dibawah :
Gambar 2.1
Skala Wong-Baker

Keterangan :
ekspresi wajah 1 : tidak merasa nyeri sama sekali\
27

ekspresi wajah 2 : nyeri hanya sedikit


ekspresi wajah 3 : sedikit lebih nyeri
ekspresi wajah 4 : jauh lebih nyeri
ekspresi wajah 5 : jauh lebih nyeri sangat
ekspersi wajah 6 : sangat nyeri luar biasa hingga penderita
menangis
b. Skala Angka nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale)
Gambar 2.2
Skala Angka nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale)

Keterangan :
0 : tidak ada rasa nyeri / normal
1 : nyeri hampir tidak terasa (sangat ringan) seperti gigitan
nyamuk,
2 :tidak menyenangkan (nyeri ringan) seperti dicubit
3 : bisa ditoleransi (nyeri sangat terasa) seperti ditonjok
bagian wajah atau disuntik
4 : menyedihkan (kuat, myeri yang dalam) seperti sakit gigi
dan nyeri disengat tawon
5 : sangat menyedihkan (kuat, dalam, nyeri yang menusuk)
seperti terkilir, keseleo
6 : intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat
sehingga tampaknya mempengaruhi salah satu dari panca
indra) menyebabkan tidak fokus dan komunikasi terganggu.
7 : sangat intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu
kuat) dan merasakan rasa nyeri yang sangat mendominasi indra
sipenderita yang menyebabkan tidak bisa berkomunikasi
dengan baik dan tidak mampu melakukan perawatan sendiri.
28

8 : benar-benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat) sehingga


menyebabkan sipenderita tidak dapat berfikir jernih, dan sering
mengalami perubahan kepribadian yang parah jika nyeri datang
dan berlansung lama.
9 : menyiksa tak tertahankan (nyeri yang begitu kuat)
sehingga sipenderita tidak bisa mentoleransinya dan ingin
segera menghilangkan nyerinya bagaimanapun caranya tanpa
peduli dengan efek samping atau resiko nya.
10 : sakit yang tidak terbayangkan tidak dapat diungkapkan
(nyeri begitu kuat tidak sadarkan diri) biasanya pada skala ini
sipenderita tidak lagi merasakan nyeri karena sudah tidak
sadarkan diri akibat rasa nyeri yang sangat luar biasa seperi
pada kasus kecelakaan parah, multi fraktur.
dari sepuluh skala diatas dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu
1) Skala nyeri 1 - 3 (nyeri ringan) nyeri masih dapat ditahan dan
tidak mengganggu pola aktivitas sipenderita.
2) Skala nyeri 4 - 6 (nyeri sedang) nyeri sedikit kuat sehingga
dapat mengganggu pola aktivitas penderita
3) Skala nyeri 7 - 10 (nyeri berat) nyeri yang sangat kuat
sehingga memerlukan therapy medis dan tidak dapat
melakukan pola aktivitas mandiri.

C. Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Pengkajian Keluarga merupakan suatu tahapan dimana perawat
dimana suatu perawat mengambil informasi dari keluarga dengan
pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat di ketahui kebutuhan keluarga yang di binanya. Metode
dalam pengkajian bisa melalui wawancara, observasi vasilitas dan
29

keadaan rumah, pemeriksaan fisik dari anggota keluarga dan


measurement dari data sekunder (hasil lab, papsmear, dll). (Susanto,
2012: 93)
Pengkajian keluarga meliputi (Susanto, 2012: 100) :
a. Data umum
1) Identitas
Pada data ini yang perlu dikaji adalah tentang nama, usia, pendidi
kan, pekerjaan, alamat, dan genogram.
2) Komposisi keluarga
Dikaji tentang daftar anggota keluarga dan genogram.
3) Tipe keluarga
Pada tipe keluarga ini yang dikaji yaitu tentang jenis keluarga
beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan tipe tersebut.
4) Suku bangsa
Kaji identifikasi budaya suku bangsa terebut.
5) Agama
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji yaitu panutan keluarga
tersebut dan bagaimana keluarga tersebut menjalankan ibadahnya.
6) Status sosial ekonomi keluarga
Pada status sosial ekonomi yang dikaji yaitu tentang pekerjaan ,
tempat kerja, dan penghasilan setiap anggota yang sudah bekerja,
sumber penghasilan, berapa jumlah yang dihasilkan oleh setiap
anggota keluarga yang bekerja.
7) Aktivitas rekreasi kelurga
Dimana pengkajian ini berisi tentang kegiatan keluarga dalam
mengisi waktu luang dan kapan keluarga pergi bersama ketempat
rekreasi.
b. Riwayat dan perkembangan keluarga (Susanto, 2012: 105)
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
30

Pada tahap ini yang dikaji adalah hubungan keluarga saat ini, dan
komunikasi antar keluarga tersebut, apaka ada pertengkaran,
perdebatan dan sebagainya antar keluarga.
2) Tahap perkembangan keluarga yg berlaku yg belum terpenuhi
Pada tahap ini yang dikaji adalah tugas perkembangan keluarga
saat ini yg belum belum dilaksanakan secara optimal oleh
keluarga.
3) Riwayat keluarga inti
Pada tahap ini yang dikaji adalah hubungan keluarga inti, dan apa
latar belakang sebelum menjalani sebuah kelurga.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Pada tahap ini yang dikaji adalah bagaimana keaadan keluarga
sebelumnya, sampai keadaan sekarang.
c. Lingkungan (Susanto, 2012: 114)
1) Karakteristik rumah
Pada tahap ini yg dikaji adalah letak posisi rumah pada denah
perkampungan yg ditinggali keluarga dengan jelas.
2) Karakteristik tetangga dan komunitas
Pada tahap ini yg dikaji adalah gambaran tentang rumah keluarga
dan apa yg dilakukan keluarga setiap harinya, misalnya berbaur
dengan tetangga.
3) Mobilitas geografis keluarga
Pada tahap ini yg dikaji adalah letak daerah rumah keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi keluarga
Pada tahap ini yg dikaji adalah tentang interaksi dengan tetangga,
misalnya apakah keluarga mengikuti pengajian atau perkumpulan
ibu-ibu rumah tangga lainnya ataupun kegiatan lainya
5) Sistem pendukung keluarga
Pada tahap ini dikaji adalah tentang kesulitan keungan yang
keluarga dapat diatasi dengan dukungan keluarga.
31

d. Struktur Keluarga (Mubarok, 2010: 98)


1) Pola-pola komunikasi keluarga
Menjelaskan komunikasi antar anggota keluarga, termasuk pesan
yang disampaikan, bhsa yang digunakan, komunikasi secara
langsung atau tidak, pesan emosional(positif/negatif), frekuensi
kualitas komunikasi yg berlangsung. Adakah hal – hal yang
tertutup dalam keluarga dan untuk didiskusikan.
2) Strukrur kekuatan keluarga
Keputusan dalam keluarga, siapa yang membuat yang
memutuskan dalam penggunaan keuangan, pengambilan
keputusan dalam pekerjaan tempat tinggal, serta siapa yang
memutuskan kegiatan dan kedisiplinan anak – anak. Model
kekuatan atau kekuasaan yang digunakan adalah membuat
keputusan.
3) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing – masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal (Mubarok, 2010: 98)
4) Struktur nilai atau norma keluarga menjelaskan mengenai nilai
norma yang dianut keluarga dengan kelompok atau komunitas.
e. Fungsi keluarga (Harnilawati, 2013: 09)
1) Fungsi afektif
Mengkaji diri keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,
kehangatan kepada keluarga dan keluarga mengembangkan sikap
saling menghargai
2) Fungsi sosialisasi
Mengkaji tentang otonomi setiap anggota dalam keluarga, saling
ketergantungan keluarga, yang bertanggung jawab dalam
membesarkan anak. Fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
32

3) Fungsi perawatan kesehatan


Mengkaji tentang sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, dan perlindungan terhadap anggota yang sakit.
4) Fungsi reproduksi
Mengkaji tentang beberapa jumlah anak, merencanakan jumlah
anggota keluarga serta metode yang digunakan keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang
pangan dan papan.
f. Stres dan koping keluarga (Mubarok, 2010: 102)
1) Stesor jangka pendek
Stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaikan
dalam waktu lebih dari 6 bulan. Strategi koping yang digunakan
yaitu mengkaji tentang strategi koping apa yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan.
2) Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi atau stresor,
Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau
stresor.
3) Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga metode ini
sama dengan pemerikasaan fisik di klinik.
h. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
33

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diri
diagnosis ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil
pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk
masalah kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang
memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya
berdasarkan pendidikan dan pengalaman. (Friedman, 2010 : 170)
a. Perumusan diagnosa
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapat pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan yang
akan berhubungan dengan etiologi yang berasal dan pengkajian fungsi
perawatan keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan
PES dimana untuk problem dapat menggunakan rumusan NANDA.
Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari : actual
(terjadi defisit atau gangguan kesehatan), resiko (ancaman kesehatan)
dan keadaan sejahtera (Wellness).
b. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien.
Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada disminore:
1) Gangguan rasa aman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan merawat anggota keluarga dengan disminore
2) Gangguan rasa aman (takut) terhadap komplikasi berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat dan mengenal masalah
anggota keluarga dengan disminore.
3) Risiko terjadinya stress berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memodifikasi masalah.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga
5) Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal
masalah anggota keluarga dengan disminore.
34

c. Prioritas Masalah
Setelah menentukan masalah atau diagnosa keperawatan, langkah
selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga. Faktor yang dapat mempengaruhi peentuan
prioritas masalah adalah :
1) Sifat masalah, bobot yang paling berat diberikan pada tidak/
kurang sehat yang pertama memerlukan tindakan segera dan
biasanya disadari, dirasakan oleh keluarga.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu
memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut :
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan
untuk menangani masalah.
b) Sumber daya keluarga: dalam bentuk fisik, keuangan, dan
tenaga.
c) Sumber daya perawat: dalam bentuk pengewtahuan
keterampilan dan waktu.
d) Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas dalam
masyarakat.
3) Potensial masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah :
a) Kepekaan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit
atau masalah.
b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah.
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan yang tepat
dalam mempengaruhi masalah.
d) Adanya kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk
mencegah masalah.
e) Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai presepsi atau
bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.
35

d. Menentukan skala Prioritas Asuhan Keperawatan Keluarga (Susanto,


2012 : 63

Tabel 2.1
Skoring

No. Kriteria Skore Bobot


1 Sifat masalah
Skala :

 Aktual (Tidak / kurang sehat) 3


 Ancaman kesehatan 2 1
 Sejahtera 1

2 Kemungkinan masalah dapat


diubah
Skala :

 Mudah 2
2
 Sebagian 1
 Tidak dapat diubah 0

3 Potensi masalah untuk dicegah

 Tinggi 3
 Sedang 2 1
 Rendah 1
36

4 Menonjolnya masalah
S
k  Masalah berat, harus segera

o ditangani 2
1
r  Ada masalah, tidak perlu 1

i segera ditangani

n  Masalah tidak dirasakan 0

g
:
1) Tentukan skore untuuntuk setiap kinerja
2) Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.
Skor x bobot
Angka tertinggi

3. Intervensi
Menurut (Susanto, 2012, p. 63) Perencanaan keperawatan keluarga
merupakan kumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat bersama-
sama sasaran yaitu keluarga untuk dilaksanakan, sehingga masalah
kesehatan dan masalah keperawatan yang telah diidentifikasi dapat
diselesaikan.
a. Menetapkan tujuan keperawatan
Tujuan keperawatan harus mewakili status yang diinginkan yang
dapat dicapai atau dipertahankan melalui program intervensi
keperawatan (mandiri). Dalam penyususnan tujuan keperawatan
keluarga perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan harus berorientasi pada keluarga, dimana keluarga
diarahkan untuk mencapai suatu hasil.
2) Kriteria hasil atau standar hasil pencapaian tujuan harus benar-
benar bisa diukur dan dicapai oleh keluarga.
3) Tujuan menggambarkan alternatif-alternatif pemecahan masalah
yang dapat dipilih oleh keluarga.
37

4) Tujuan harus bersifat spesifik atau sesuai dengan konteks


diagnosa keperawatan keluarga dan faktor-faktor yang
berhubungan.
5) Tujuan harus menggambarkan kemampuan atau tanggung jawab
keluarga dalam pemecahan masalah.
6) Penyusunan tujuan harus bersama-sama dengan keluarga
Dalam menyusun tujuan terdapat dua macam yaitu tujuan jangka
pendek (khusus), dan tujuan jangka panjang (umum). Hal ini
bertujuan untuk membedakan masalah yang dapat diselesaikan
sendiri oleh keluarga dan masalah yang harus diserahkan pada tim
keperawatan atau kolektif.
a) Tujuan jangka pendek (tujuan khusus) sifatnya spesifik, dapat
diukur, dapat dimotivasi atau member kepercayaan pada
keluarga bahwa kemajuan sedang dalam proses dan
membingbing keluarga kearah tujuan yang jangka panjang atau
umum.
b) Tujuan jangka panjang (umum) merupakan tujuan akhir yang
menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh
keluarga agar dapat tercapai.
b. Rencana tindakan keperawatan keluarga
Rencana tindakan keperawatan adalah menyusun alternatif-alternatif
dan mengidentifikasi sumber-sumber kekuatan dari keluarga
(kemampuan perawatan diri, sumber pendukung atau bantuan yang
bisa dimanfaatkan) yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
dalam keluarga.
Rencana tindakan keperawatan terhadap keluarga meliputi kegiatan
yang bertujuan :
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan.
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang
tepat.
38

3) Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga


yang sakit.
4) Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi) lingkungan
yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga.
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada
39
40
41
42
43
44
45

4. Implementasi/Pelaksanaan asuhan keperawatan


Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal berikut :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah-
masalah kesehatan dengan cara :
1) Memberikan informasi.
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
3) Mendiskisikan tentang konsekuensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit dengan cara :
1) Mendemonstrasikan cara perawatan.
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di dalam rumah.
3) Mengawasi keluarga dalam melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara:
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada, dengan cara:
1) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga.
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

5. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandungkan antara hasil
implementasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Membandingkan respon keluarga dengan kriteria hasil
dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian
tujuan keperawatan. Bila hasil evaluasi tidak atau berhasil sebagian, perlu
46

disusun rencana keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga evaluasi


perlu dilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga sehingga perlu
pula direncanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan keluarga.
S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan, misalnya: keluarga
mengatakan nyeri berkurang.
O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan, misalnya BB naik 1 kg daalm satu
bulan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan yang terkait dengan diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari
keluarga pada tahap evaluasi.
Evaluasi juga dapat disusun menggunakan format SOAPIER secara
operasional. Format ini digunakan jika implementasi keperawatan dan
evaluasi didokumentasikan dalam satu catatan perkembangan.
S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan.
O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan yang terkait dengan diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari
keluarga.
I adalah implementasi dari perencanaan dengan mencatat waktu tindakan
dan tindakan keperawatan.
E adalah evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dicaapi
keluarga.
R adalah revisi apabila perubahan dalam rencana keperawatan.
47

D. Konsep Relaksasi Nafas Dalam


1. Pengertian
Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yangdalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
caramelakukan nafas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secaramaksimal) dan bagaimana cara menghembuskan nafas secara
perlahan Teknik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2008).
Menurut Djohan (2006) relaksasi merupakan salah satu teknik
pengelolaan diri yangdidasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan
parasimpatis.
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selai dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga
dapat meingkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenanasi darah
(Setyoadi, Kushariyadi, 2011)
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem
pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan
frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi
peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008:138).
Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan
diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi
kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan
refleks baroreseptor (Gohde, 2010, Muttaqin, 2009:12-17).
Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perilahan dan dada mengembang penuh (Parsudi, dkk., 2010).
Latihan nafas dalam adalah suatu cara yang diiakukan melatih
pernafasan untuk menggunakan otot-otot pernaiasan dengan baik. Latihan
48

napas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik. ini merupakan teknik jiwa
dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna
mendapatkan efek relaks. Praktik jangka panjang dari latihan pernapasan
dalam akan memperbaiki kesehatan. Bernapas pelan adalah bentuk paling
sehat dari pernapasan dalam (Suddarth & Brunner, 2014).
Teknik relaksasi nafas dalam rnerupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalan hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah (Smeltzer & Bare, 2008).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan teknik napas daJam adalah
teknik yang dapat meningkatkan ventilasi sehingga lebih efisien dan dapat
meningkatkan retaksasi otot.

2. Jenis-Jenis Teknik Relaksasi


Relaksasi ada beberapa macam. Miltenberg (2004) mengemukakan
4 macam relaksasi, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation),
pernafasan (diafragmatic breathing), mediatasi (attention-focusing
exercises), dan relaksasi perilaku (behavioral relaxation training).
Lichstein (1988), mengemukakan jenis-jenis relaksasi antara lain :
a. Autogenic relaxation
Merupakan jenis relaksasi yang diciptakan sendiri oleh individu
bersangkutan. Cara seperti dilakukan dengan menggabungkan imajinasi
visual dan kewaspadaan tubuh dalam menghadapi setres. Tehnik ini
dapat dlakukan dengan cara :
1) Memberikan sugesti sendiri dengan kata-kata tertentu yang dapat
memberikan ketenangan.
2) Mengatur pernafasan dan rileks (memberikan rasa nyaman) pada
tubuh.
49

3) Membayangkan sesuatu atau tempat-tempat yang indah dan tenang


secara fokus dan terkontrol sambil merasakan sensasi berbeda yang
muncul dalam pikiran.
4) Tangan saling melipat pada masing lengan yang berlawanan.
b. Muscle relaxation
Teknik ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada otot-
otot. Ketika terjadi stress otot-otot pada beberapa bagian tubuh akan
menjadi menegang seperti otot leher, punggung, lengan. Teknik
dilakukan dengan cara merasakan perubahan dan sensasi pada otot
bagian tubuh tersebut. Teknik dapat dilakukan dengan meletakkan
kepala diantara kedua lutut (kira-kira selama 5 detik) dan merebahkan
badan kebelakang selama perlahan selama 30 detik, sikap ini dilakukan
terus secara berulang sambil merasakan perubahan pada otot-otot tubuh.
c. Visualisasi
Teknik ini merupakan bentuk kemampuan mental untuk
berimajinasi seperti melakukan perjalanan ke suatu tempat yang damai,
atau situasi yang tenang. Teknik visualisasi seolah-olah menggunakan
beberapa indera secara bersamaan. Beberapa teknik relaksasi lainnya
yang familiar dapat dilakukan seperti : Yoga, Tai chi, meditasi,
mendengar musik, pijit (spa), zikir, dan sebagainya.
Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas terdiri atas :
a. Pernafasan Diafragma
1) Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di
rumah.
2) Posisi penderita bisa duduk, te!entang, setengeh duduk, tidur
miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
3) Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian
tengah, Langan yang Iain di alas dada. Akan dirasakan perut
bagian atas mengembang dan tuiang rusuk bagian bawah
membuka. Penderita periu disadarkan bahwa diafragma
50

memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi)


dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi.
4) Penderita menarik napas meJalui hidung dan saat ekspirasi
pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama
inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan
protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan
dibuai berkonttaksi selama inspirasi untuk memudahkan
gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks
bagian bawah.
5) Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot
perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban
seberat kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk
membantu aktivitas ini.
Gambar 2.3
pernapasan Diafgragma

b. Pursed lips breathing


1) Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui
hidung (bukan menarik napas daiam) dengan mulut tertutup
2) Kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui
mulut dengan posisi seperti bersiul
3) PLB diiakukan dengan arau tanpa kontraksi otot abdomen
setama ckspirasi
51

4) Selama PI-B tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui


hidung
5) Dengan pursed lips breathing (PLB) akan teriadi peningkatan
tekanan pada rongga mutüt. kemudian tekaaan ini akan
diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada
waktu ekspiras (Parsudi. dkk., 2007)
Gambar 2.4
Proses Inspirasi dan Ekspirasi

3. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam


a. Meningkatkan aliran udara dan oksigen dalam darah
b. Membantu mengeluarkan gas anastesi yang tersisa didalam jalan nafas
c. Meningkatkan relaksasi
d. Mengurangi rasa nyeri
e. Meningkatkan kualitas tidur
f. Membantu relaksasi
4. Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam
a. Retentraman hati
b. Berkoyangnya rasa cemas, khawatif dan gelisah)
c. Tekanan dan ketegangan jiwa meniadi rendah
d. Detak jantung lebih tendah
e. Mengurangi tekanan darah
52

f. Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit


g. Tidur lelap
Melakukan relaksasi dapat memberikan keuntungan secara emosional dan
psikologis ketika stress terjadi ;
a. Keuntungan emosional
2) Memberikan pengalaman positif tentang rasa sakit
3) Mengurangi ketegangan dan ketakutan
4) Membantu tumbuhnya hubungan antara orang tua dan anak
b. Keuntungan fisiologis
1) Dapat mengurangi rasa sakit tanpa menggunakan obat-obatan
2) Mencegah terjadinya komplikasi seperti nyeri sampai dengan
menurunnya oksigen
3) Pasien dapat bekerjasama pada saat pemeriksaan
4) Pasien tidak merasa lelah

5. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Terhadap Penurunan Nyeri
Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas
nyeri melalui mekanisme yaitu:
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasmeyang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemic.
b. Teknik relaksasi nafas dapat dipercayai mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat
d. Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan
alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak
pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem
syaraf perifer yang mempertahankan homeostasis lingkungan internal
53

individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin,


prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga
menyebabkan vasokontriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang
menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan
pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan
metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari
medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

6. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam


a. Persiapan melakukan relaksasi nafas dalam
1) Pastikan anda dalam keadaan tenang dan santai (rileks).
2) Pilih waktu dan tempat yang sesuai. (duduk di kursi jika anda di
kerjaan atau di rumah).
3) Anda boleh melakukan teknik relaksasi ini sambil membaca doa,
berzikir aiau shoiawat. (Parsudi, dkk., 2007)
b. Persiapan dan prosedur tindakan napas daiam
1) Pra interaksi
a) Cuci tangan.
b) Persiapan
2) Interaksi
a) Kontrak waktu dengan pasien
b) Jelaskan prosedur yang akan kita lakukan pada pasien.
3) Intervensi
a) Atur posisi nyaman bagi pasien dengan posisi setengah duduk
ditempat tidur atau telentang.
b) Flexikan lutut klien untuk merileksasikan otot abdominal.
c) Letakkan I atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang
iga.
d) Anjurkan pasien untuk mulai latihan dengan cara menarik nafas
dalam melalui hidung dengan bibir tertutup.
54

e) Kemudian anjurkan klien untuk menahan napas sekitar 1-2 detik


dan disusul dengan menghembuskan napas bibir dengan bentuk
mulut seperti orang meniup ( purse lips breathing)
f) Lakukan 4-5 kali latihan, lakukan minimal 3 kali
4) Terminasi
a) Tanyakan bagaimana perasaan pasien setelah dilakukan
tindakan
b) Catat respon yang terjadi setiap kali melakukan lat-ihan nafas
dalam.
c) Cuci tangan.
55

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif (qualitative research). Bogdan dan Taylor (Moleong,
2013;4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada
latar dari individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak
boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, tapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Menurut Nasution (2009:5) penelitian kualitatif adalah mengamati
orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan
pendapat mereka tentang dunia sekitar, kemudian Nana Syaodih Sukmadinata
(2013;60) menyatakan bahwa penelitian kualitatif (qualitative research)
adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada
penggunaan metode studi kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba
(Sayekti Pujosuwarno, 2014;34) yang menyebutkan bahwa pendekatan
kualitatif dapat juga disebut dengan case study ataupun qualitative, yaitu
penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu
yangberhubungan dengan subjek penelitian. Lebih lanjut Sayekti
Pujosuwarno (2016:1) mengemukakan pendapat dari Moh. Surya dan
Djumhur yang menyatakan bahwa studi kasus dapat diartikan sebagai suatu
teknik mempelajari seseorang individu secara mendalam untuk membantunya
memperoleh penyesuaian diri yang baik.

55
56

Metode ini dipilih oleh Peneliti untuk mengaplikasikan tindakan


keperawatan penerapan teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri
dismenore pada remaja putri di Puskesmas Karag Tegah Cianjur.

B. Subjek Penelitian
Menurut Suharsismi Arikunto (2014;200) subjek penelitian adalah
benda, hal atau organisasi tempat data atau variabel penelitian yang
dipermasalahkan melekat. Tidak ada satu pun penelitian yang dapat dilakukan
tanpa adanya subjek penelitian, karena seperti yang telah diketahui bahwa
dilaksanakannya penelitian dikarenakan adanya masalah yang harus
dipecahkan, maksud dan tujuan penelitian adalah untuk memecahkan
persoalan yang timbul tersebut. Hal ini dilakukan dengan jalan
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari informan.
Dalam penelitian ini, pengambilan sumber data penelitian
menggunakan teknik “purpose sampling”. Nana Syaodih Sukmadinata
(2013;101) menyatakan, sampel purposive adalah sampel yang dipilih karena
memang menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang fenomena yang
ingin ditiliti. Pengambilan sampel ini didasarkan pada pilihan peneliti tentang
aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu dan saat
ini terus-menerus sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu
tergantung pada tujuan fokus suatu saat. Dalam penelitian ini yang diajadikan
sebagai subjek adalah 2 remaja putri yang sedang mengalami dismenore di
kawasan Desa Karag Tegah Kabupaten Cianjur.

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Karang Tegah tepatya di Kampung
Sindaglaka Kabupaten Cianjur dengan pertimbangan tempat tersebut
merupakan salah satu kawasan yang banyak memilki tempat sekolah
Menengah dengan demikian kemungkinan akan banyak remaja putri yang
akan mengalami masalah resproduksi dismenore. Penelitian ini dimulai pada
Febuari 2018, lalu dilanjutkan dengan menyusun proposal dan melaksanakan
57

seminar proposal kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data selama 3


hari, penyusunan hasil penelitian dan persiapan sidang hasil, kemudian KTI
dikumpulkan pada bulan Juli 2018.

D. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah pasien yang berada di Desa
Sindanglaka Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Sarana dan
prasaran yang dimiliki puskesas nagrak antara lain : 1 Poned, 6 Pustu, 2
Polindes, 1 Poskesdes, 1 Pusling, 16 Motor, 1 Ambulance, dan 1 IGD 24 Jam
Situasi di puskesmas karang tengah ramai dengan banyak pasien rawat
jalan, pelayanan nyaman, kondusif saat pelayanan, pelayanan ramah, dan
tempat nya bersih.
Situasi rumah saat dilakukan pengkajian lingkungan kasus I ramai,
lingkungan kurang nyaman, kurangnya tempat tenang/ nyaman. Karakteristik
rumah terdiri dari 1 lantai, jenis permanen, 2 kamar, 1 wc, dan terdapat 1
ruang tamu untuk kasus I dan situasi rumah saat dilakukan pengkajian
nyaman, tidak adanya keributan, dan suasana hening. Karakteristik terdiri dari
2 lantai, jenis permanen, 3 kamar tidur, 2 wc, 1 ruang tamu pada kasus II.

E. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik
yang akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moloeng, 2013;186).
Wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan subjek
penelitian sehingga diperoleh data-data yang diperlukan. Teknik
wawancara mendalam ini diperoleh langsung dari subyek penelitian
melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait
58

langsung dengan pokok permasalahan.


Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin yaitu
cara mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas, artinya pertanyaan
tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok
2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi) pada sistem tubuh klien.
3. Studi Dokumentasi Dan Angket
4. Selain wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta
yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip, hasil raport,
cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen
seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi yang terjadi dimasa
silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoritik untuk memaknai semua
dokumen tersebut sehingga tidak sekedar barang yang tidak bermakna
(Creswell, 1998) dalam penelitian ini peneliti menuliskan dalam asuhan
keperawatan dan catatan perkembangan.

F. Metode Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen
utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan triangulasi
sumber/metode yaitu menggunakan klien, perawat, keluarga klien sebagai
sumber informasi, sumber dokumentasi dan lain-lain. Jika informasi yang
didapat dari sumber klien sama dengan yang didapat dari perawat dan
keluarga klien maka informasi tersebut valid.
Keabsahan hasil penelitian merupakan kredibilitas hasil riset dan
kekuatan ilmiah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dibahas dengan strategi yang disusun untuk meningkatkan validitas dan
realibilitas untuk itu digunakan :
1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan
59

2. Sumber informasi menggunakan triangulasi dari tiga sumber utama yaitu


pasien, perawat, dan keluarga partisipan yang berhubungan dengan
masalah.
Menurut Norman K Denkin dalam Maleong (2009) Triangulasi : sebagai
gabungan / kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji
fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan persfektif yang
berbeda.
a. Triangulasi metode
Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan
cara yang berbeda, dalam penelitian kialitatif penelitian menggunakan
metode wawancara (bebas/terstruktur), observasi dan survei.
Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh
dari subjek atau informasi penelitian diragukan kebenarannya
(pasien,perawat,keluarga)
b. Triangulasi sumber data
Menggali kebenaran informal tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data, miasalnya selain wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi.

G. Metode Analisa Data


Metode analisis dalam penelitian kualitatif penulisan deskriptif
sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2014) mengikuti prosedur
sebagai berikut :
a. Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan
dengan tujuan
b. Penafsiran atas hasil analisis deskriptif dengan berpedoman dengan teori
yang sesuai
c. Mengacu pada pendapat tersebut maka dalam penelitian ini data yang
terkumpul dilah dan diinterpresentasikan secara kualitatif dengan maksud
menjawab masalah penelitian, data tersebut ditafsirkan menjadi kategori-
60

kategori yang berarti menjadi bagian dari teori yang diinformulasikan


secara deskriptif

ANALISIS PICOT
PICOT adalah salah satu dari materi evidence base of nursing.
Dimana PICOT menyeleksi jurnal atau EBN yang kita dapatkan, seperti
layak tidaknya dan terkait atau apa saja system penelitian, jenis,
pembanding dan hasilnya.
Problem/ Masalah Populasi/pasien, merujuk pada
sampel subjek yang akan digunakan
didalam studi penelitian. Pada
penelitian ini pasien yang digunakan
adalah 2 keluarga klien yang
terdapat remaja putri yang
mengalami disminore

Intervention/ Intervensi merujuk pada penanganan yang


akan diberikan kepada subjek yang
telah diikut sertakan dalam studi
penelitian. Pada intervensi
dipenelitian ini adalah teknik
relaksasi nafas dalam.

Comparasion/ Perbandingan Intervensi yang digunakan dalam ini


ada 2 referensi jurnal yang
digunakan. Teknik relaksasi nafas
dalam ini terdapat teori dalam jurnal
pengaruh pemberian teknik
relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri haid
(disminore) pada mahasiswi
diasrama sanggau landing sari
61

malang (Aningsih, 2018)


menunjukkan adanya pengaruh
pemberian teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan intensitas
nyeri haid (disminore). Dalam
penelitian ini terdapat jurnal
pembanding pengaruh teknik
relaksasi nafas dalam terhadap
nyeri menstruasi pada siswi 3 kota
padangsimpuan ( siregar, 2014)
terdapat keefektifan teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan
skala nyeri menstruasi.
Out Come/ Hasil merepresentasikan hasil apa yang
peneliti rencanakan dalam
pengukuran untuk memeriksa
keefektifan intervensi peneliti. Pada
penelitian ini outcome yang
diharapkan adalah setelah dilakukan
intervensi teknik relaksasi nafas
dalam.
Time/ Waktu mendeskripsikan durasi dalam
pengumpulan data. Penelitian ini
tidak dicantumkan waktu dari
penelitian, namun hanya
mencantumkan lamanya proses
penelitian yakni selama 3 hari.
62

H. Etika Penelitian
Etik penelitian merupakan perilaku peneliti atau perlakuan peneliti
terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan peneliti bagi
masyarakat. Hal ini menyangkut masalah tata aturan dan nilai bagi peneliti
maupun yang diteliti agar tidak terjadi benturan antarnilai yang dianut oleh
kedua belah pihak atau untuk menghindari eksploitasi dan manipulasi yang
berdampak merugikan salah satu pihak (Herdiansyah, 2009:30). Penelitian ini
dilakukan dengan menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :

1. Informed Concent (lembar persetujuan)


Informed Concent merupakan sebuah serangkaian pernyataan yang
disepakati dan ditandatangani oleh subjek penelitian sebelum subjek
berpartisipasi dalam penelitian. Pernyataan ini harus secara eksplisit
menyatakan bahwa peneliti akan menjamin hak-hak dari subjek penelitian
selama keterlibatan subjek dalam penelitian yang dilakukan (Creswell
dalam Herdiansyah, 2009:37).
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan inisial nama pasien pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan (Herdiansyah, 2009: 38).
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
Iainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti (Herdiansyah, 2009:38).
Dalam proses penelitian ini sebelum melakukan penelitian peneliti
akan melakukan informed consent atau perjanjian kesepakatan antara
peneliti dengan subjek penelitian yang dibuat oleh peneliti tentang
keterlibatan seseorang secara formal dalam suatu rangkaian penelitian
63

yang disertai dengan hak dan kewajiban selama penelitian berlangsung.


Setelah itu peneliti akan memberikan jaminan kerahasian nama dengan
menuliskan inisial pada proses pendokumentasian serta dapat menjamin
segala bentuk kerahasian data mengenai subjek yang diteliti.
64

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian
1. Pengkajian
1) Data Umum Keluarga Kasus 1
Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 23 April 2018 di
rumah keluarga Tn. H. Tn. H adalah seorang laki-laki berusia 37
tahun, serta bersekolah sampai SLTA Tn. H beragama Islam dan
bersuku Sunda. Tn. H bekerja sebagai wiraswasta. Tn.H bekerja
sebagai wiraswasta yang penghasilan keluarga ± 1,7 juta/ bulan
sehingga menurut pengakuan keluarga penghasilannya hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Keluarga Tn.H tinggal
Babakan hilir Rt01 Rw.03 Sindanglaka Karang tengah Cianjur.
Tn.H mengatakan An. N sering megeluh nyeri pada saat haid
pertama dan kedua. Dari pengakuan keluarga tidak ada anggota
keluarga yang mengalami sakit selama setahun terakhir ini. Keluarga
Tn.H mempunyai masalah kesehatan yaitu An.N. yang mengeluh
tidak selera makan, merasa mual dan muntah, pusing, nyeri perut pada
saat haid sehingga keluarga tidak mampu mengenal masalah yang
dialami oleh ibu E. Bila ada keluarga Tn.H yang sakit, keluarga
langsung membeli obat dari warung dan membawa ke puskesmas. Ibu
E mengatakan tidak mengetahui cara merawat dan pemahaman
tentang dismenore, namun kalau dirinya merasa tidak nyaman dengan
perutnya An.N hanya meminum obat yang di belinya.
An.N sangat gelisah karena masalah kesakitan yang dialaminya
sangat menggangu kebiasan rutinitasnya sehari-hari. Keluarga juga
mengatakan kesulitan dalam hal perawatan An.N karena tidak ada
yang mampu merawat saat An.N mengeluh kesakitan. Keluarga An.N
berharap sakit yang dialami An.N dapat cepat sembuh dan tidak
kambuh kembali. Tn.H mengatakan ini sakit haid yang paling berat

63
65

yang dirasakan An.N. Tn.H dan keluarga berkeyakinan dan selalu


berharap bahwa An.N bisa sembuh dan bisa kembali beraktivitas
dengan nyaman dan jika An.N mengeluh sakit perut dan lain
sebagainya keluarga dengan segera membawa An.N berobat ke klinik
atau puskesmas. An.N dalam menghadapi masalah kesehatan maupun
masalah lainnnya selalu musyawarah dengan keluargaya. Keluarga
tidak menunjukkan sikap maupun tindakan yang maladaptif dalam
menghadapi masalah. Keluarga Tn.H berharap dengan kehadiran
perawat dapat membantu mereka dalam hal kesehatan dan untuk
mengurangi masalah kesehatan yang sedang dialaminya.
Pada saat dikaji, ibu klien mengatakan klien An.N mengeluh
nyeri perut bawah karena hari pertama menstruasi. Nyeri dirasakan
pada hari pertama menstruasi yaitu pada suuh dini hari tanggal 23
April 2018. Nyeri terjadi setiap saat. Nyeri berkurang bila pasien
tiduran, ibu klien juga mengatakan sebelumnya klien sering
mengalami ini namun baru kali ini klien di bawa ke puskesmas, Pada
riwayat penyakit sebelumya, Ibu klien mengatakan bahwa sebelumnya
An. N tidak memiliki riwayat penyakit menular dan tidak pernah
terserang penyakit yang parah. An. N tidak memiliki riwayat alergi
dan riwayat pengobatan. An. N juga belum pernah menjalani rawat
inap di Rumah Sakit. Selain itu klien tidak memiliki penyakit
regeneratif.
Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentise
dengan GCS 15 (E4V5M6). Tekanan Darah 100/70 mmHg, nadi klien
76x/menit, respirasi 18x/menit, suhu tubuh klien 36,7ºC, BB 60 kg
dan TB 159 cm, terdapat nyeri tekan dibagian bawah perut klien
dengan skala 3 dari 0-5, nyeri terasa seperti diremas-remas, perut
terasa kembung, klien mengatakan sudah 2 kali ganti pembalut,warna
darah menstruasi bewarana merah encer dan agak menggumpal
lamanya haida biasanya 6-7 hari dengan haid yang teratur. Pola
kebiasaan sehari-hari An.N pada saat sakit sulit makan karena mual,
66

tidak ada nafsu makan dan hanya menghabiskan 3 sendok bubur,


asupan minum berkurang, sehingga menjadi lemas.
2) Data Umum Keluarga Kasus 1
Pengkajian dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28 April 2018 di
rumah keluarga Tn. B. Keluarga Tn.B beralamat di Jalan Pramuka
Sindanglaka Karang tengah Cianjur. Tn. B adalah seorang laki-laki
berusia 38 tahun, serta bersekolah sampai SMP Tn.B beragama Islam
dan bersuku Sunda. Tn. B bekerja sebagai wiraswasta. Tn.B
mengatakan An. R sering megeluh nyeri pada saat haid pertama. Dari
pengakuan keluarga An.R pernah mengalami Thypoid setahun yang
lalu dan dirawat di Rumah sakit selama 4 hari. Keluarga Tn.B berlatar
pendidikan rendah sehingga pemahaman tentang kesehatan sangat
minim, terlihat jelas saat penulis mencoba bertanya bagaimana sikap
keluarga bila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga tidak dapat
mengambil keputusan yang tepat dalam merawat. Keluarga ingin
anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga mereka
tidak mau anak-anaknya seperti dirinya yang putus sekolah.
Keluarga Tn.B mempunyai masalah kesehatan yaitu An.R. yang
mengeluh nyeri perut pada saat haid sehingga keluarga tidak mampu
mengenal masalah yang dialami oleh An.R. Bila ada keluarga Tn.B
yang sakit, keluarga langsung membawa ke puskesmas atau pelayanan
kesehatan. Ny.K mengatakan tidak mengetahui cara merawat dan
pemahaman tentang dismenore, namun kalau dirinya merasa tidak
nyaman dengan perutnya An.R hanya menyuruhnya untuk
beristirahat. An.R sangat gelisah karena masalah kesakitan yang
dialaminya sangat menggangu kebiasan rutinitasnya sehari-
hari. Keluarga juga mengatakan kesulitan dalam hal perawatan An.R
karena tidak ada yang mampu merawat saat An.R mengeluh
kesakitan. Keluarga An.R berharap sakit yang dialami An.R dapat
cepat sembuh dan tidak kambuh kembali. Ny.K mengatakan An.R
sering mengalami nyeri haid pada hari pertama. Tn.B dan keluarga
67

berkeyakinan dan selalu berharap bahwa An.R bisa sembuh dan bisa
kembali beraktivitas dengan nyaman dan jika An.R mengeluh sakit
perut dan lain sebagainya keluarga dengan segera membawa An.R
berobat ke klinik atau puskesmas. An.R dalam menghadapi masalah
kesehatan maupun masalah lainnnya selalu musyawarah dengan
keluargaya. Keluarga tidak menunjukkan sikap maupun tindakan yang
maladaptif dalam menghadapi masalah. Keluarga Tn.B berharap
dengan kehadiran perawat dapat membantu mereka dalam hal
kesehatan dan untuk mengurangi masalah kesehatan yang sedang
dialaminya.
Pada saat dikaji, klien An.R mengatakan nyeri perut bawah,
nyeri dirasakan seperti diremas-remas. nyeri dirasakan semenjak hari
ini. Nyeri terjadi setiap saat tepatnya pada hari pertama . nyeri
berkurang bila klien beristirahat,skala nyeri 2 dari 0-5, klien
mengatakan sebelumnya klien sudah diberikan obat pereda nyeri yang
di beli dari apotik, namun nyeri masih berlanjut kemudian di bawa ke
UKS. Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentise
dengan GCS 15 (E4V5M6). Tekanan Darah 120/80 mmHg, nadi klien
80x/menit, respirasi 19x/menit, suhu tubuh klien 36,6ºC, 45 kg dan
TB 155 cm, adanya nyeri tekan dengan skala nyeri 2 dari rentang 0-5.
Klien mengatakan sudah 1 kali ganti pembalut, warna darah
menstruasi bewarana merah encer dan agak menggumpal lamanya
haida biasanya 5-6 hari dengan haid yang teratur. Pola kebiasaan
sehari-hari An.R pada saat sakit makan berkurang karena tidak ada
nafsu makan, hanya menghabiskan 1/2 porsi saja.

2. Diagnosa Keperawatan
Kasus I
68

Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama pada An.N, yaitu;


Rasa aman (nyeri) berhubugan dengan ketidakmampuan merawat anggot
keluarga dengan dismenore

Tabel 4.1
Skoring Diagnosa Pertama kasus I

No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah An.N dan


a. Aktual 3 keluarga
b. Ancama 2 1 2/3 kurang
kesehatan memahami
c. Keadaan 1 cara merawat
sejahtera nyeri pada
dismenore

2. Kemungkinan Dengan
masalah dapat kompres panas
diubah kering dan
a. Mudah 2 2 1 teknik
b. Sebagian 1 relaksasi nafas
c. Tidak 0 dalam nyeri
dapat dapat
berkurang

3. Potensial Rasa nyeri


masalah bias berkurang
a. Tinggi 3 1 1/3 dengan
b. Cukup 2 mengkonsumsi
c. Rendah 1 obat
pengurang
69

rasa nyeri

4. Menonjolnya Keluarga Tn.


masalah H menyadari
a. Masalah 2 1 ½ ada masalah
berat dan nyeri
harus dismenore tapi
segera tidak harus
ditangani 1 segera
b. Ada ditangani
masalah,
tidak perlu
segera 0
ditangani
c. Kedaan
sejahtera
Jumlah 1 3/2

Gangguan rasa aman (takut) terhadap komplikasi berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga merawat dan mengenal masalah
anggota keluarga dengan nyeri dismenore
Tabel 4.2
Skoring Diagnosa Kedua kasus I

No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah Keluarga Tn.H


a. Aktual 3 merasakan
b. Ancama 2 1 2/3 kekhawatiran
kesehatan akan nyeri
c. Keadaan 1 yang
sejahtera berkepanjangan
70

2. Kemungkinan Keluarga Tn.H


masalah dapat harus
diubah mendapatkan
a. Mudah 2 2 1 pendidikan
b. Sebagian 1 kesehatan
c. Tidak dapat 0 untuk
memudahkan
mengatasinya

3. Potensial masalah Kurang


a. Tinggi 3 pengetahuan
b. Cukup 2 1 1/3 dapat berubah
c. Rendah 1 asal keluarga
mau ada
keinginan
berubah

4. Menonjolnya Keluarga Tn.H


masalah tidak
a. Masalah berat 2 menyadari
dan harus masalah yang
segera dirasakan
ditangani
b. Ada masalah, 1 0
tidak perlu 1
segera
ditangani
c. Masalah tidak
dirasakan 0

Jumlah 2
71

Risiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan


ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan

Tabel 4.3
Skoring Diagnosa Ketiga kasus I
No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah Keluarga


a. Aktual 3 Tn.H tidak
b. Ancaman 2 1 2/3 tahu
kesehatan bagaimana
c. Keadaan 1 cara
sejahtera membuat
lingkungan
yang nyaman
bagi An. N

2. Kemungkinan Buat salah


masalah dapat satu ruangan
diubah yangnyaman
a. Mudah 2 2 1 dan tidak ada
b. Sebagian 1 suara berisik
c. Tidak dapat 0
3. Potensial An.N harus
masalah membuat
a. Tinggi 3 dirinya
b. Cukup 2 1 1/3 nyaman di
c. Rendah 1 dalam
ruangan itu
dan relaks

4. Menonjolnya Keluarga
masalah menyadari
72

a. Masalah berat 2 kalu harus


dan harus membuat
segera ruangn
ditangani nyaman
b. Ada masalah, 1 1 1/2 tanpa
tidak perlu kebisingan
segera
ditangani
c. Keadaan 0
sejahtera
Jumlah 1 3/2

Kasus II
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama pada An.A, yaitu;
Rasa aman (nyeri) berhubugan dengan ketidakmampuan merawat anggot
keluarga dengan dismenore,

Tabel 4.4
Skoring Diagnosa Pertama kasus II

No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah An.R dan


a. Aktual 3 keluarga
b. Ancaman 2 1 2/3 kurang
kesehatan memahami
c. Keadaan 1 cara merawat
sejahtera nyeri pada
dismenore

2. Kemungkinan Dengan
masalah dapat kompres panas
diubah kering dan
73

a. Mudah 2 2 1 teknik
b. Sebagian 1 relaksasi nafas
c. Tidak 0 dalam nyeri
dapat dapat
berkurang

3. Potensial Rasa nyeri


masalah bias berkurang
a. Tinggi 3 1 1/3 dengan
b. Cukup 2 mengkonsumsi
c. Rendah 1 obat
pengurang
rasa nyeri

4. Menonjolnya Keluarga Tn.


masalah B menyadari
a. Masalah 2 1 ½ ada masalah
berat dan nyeri
harus dismenore tapi
segera tidak harus
ditangani segera
b. Ada 1 ditangani
masalah,
tidak perlu
segera
ditangani
c. Kedaan 0
sejahtera
Jumlah 1 3/2
74

Gangguan rasa aman (takut) terhadap komplikasi berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat dan mengenal masalah anggota keluarga
dengan nyeri dismenore.

Tabel 4.5
Skoring Diagnosa Kedua kasus II

No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah Keluarga Tn.B


a. Aktual 3 merasakan
b. Ancama 2 1 2/3 kekhawatiran
kesehatan akan nyeri
c. Keadaan 1 yang
sejahtera berkepanjangan

2. Kemungkinan Keluarga Tn.B


masalah dapat harus
diubah mendapatkan
a. Mudah 2 2 1 pendidikan
b. Sebagian 1 kesehatan
c. Tidak dapat 0 untuk
memudahkan
mengatasinya

3. Potensial masalah Kurang


a. Tinggi 3 pengetahuan
b. Cukup 2 1 1/3 dapat berubah
c. Rendah 1 asal keluarga
mau ada
keinginan
berubah

4. Menonjolnya Keluarga Tn.B


75

masalah tidak
a. Masalah berat 2 menyadari
dan harus masalah yang
segera dirasakan
ditangani
b. Ada masalah, 1 1 0
tidak perlu
segera
ditangani
c. Masalah tidak 0
dirasakan
Jumlah 2

Tabel 4.6
Skoring Diagnosa Ketiga kasus II
No. Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran

1. Sifat masalah Keluarga


d. Aktual 3 Tn.H tidak
e. Ancaman 2 1 2/3 tahu
kesehatan bagaimana
f. Keadaan 1 cara
sejahtera membuat
lingkungan
yang nyaman
bagi An. N

2. Kemungkinan Buat salah


masalah dapat satu ruangan
diubah yangnyaman
d. Mudah 2 2 1 dan tidak ada
76

e. Sebagian 1 suara berisik


f. Tidak dapat 0
3. Potensial An.N harus
masalah membuat
d. Tinggi 3 dirinya
e. Cukup 2 1 1/3 nyaman di
f. Rendah 1 dalam
ruangan itu
dan relaks

4. Menonjolnya Keluarga
masalah menyadari
d. Masalah berat 2 kalu harus
dan harus membuat
segera ruangn
ditangani nyaman
e. Ada masalah, 1 1 ½ tanpa
tidak perlu kebisingan
segera
ditangani
f. Keadaan 0
sejahtera
Jumlah 1 3/2
77

3. Intervensi
Kasus I
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri
perut berhubungan dengan endometriosis, penulis membuat rencana
asuhan keperawatan pengobatan pada nyeri, dengan tindakan teknik
relaksasi nafas dalam dan monitor tanda-tanda vital. Tujuan dari
intervensi ini adalah nyeri berkurang atau hilang, tanda-tanda vital dalam
batas normal. Dengan kriteria hasil skala nyeri berkurang sampai 0 dari
rentang (0-5).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Gangguan
rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah anggota keluarga dengan nyeri dismenore,
penulis membuat rencana asuhan keperawatan Anjurkan pada keluarga
untuk jadwal istirahat klien dan anjurkan pada keluarga untuk
memeriksakan kesehatan klien. Tujuan dari intervensi ini adalah
diharapkan rasa takut teratasi /hilang. Dengan kriteria hasil Wajah An.N
tampak relask dan tenang.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu Resiko
terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan ketidaknyamanan
keluarga memodifikasi lingkungan, penulis membuat rencana asuhan
keperawatan Ciptakan lingkungan yang tenang dan anjurkan kepada
keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk An.N agar dapat
beristirahat. Tujuan dari intervensi ini adalah keluarga mampu
memodifikasi lingkungan yang tenang. Dengan kriteria hasil Keluarga
dapat menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman dan klien dapat
beristirahat dengan nyaman.
Kasus II
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri
perut berhubungan dengan endometriosis, penulis membuat rencana
asuhan keperawatan pengobatan pada nyeri, dengan tindakan teknik
relaksasi nafas dalam dan monitor tanda-tanda vital. Tujuan dari
78

intervensi ini adalah nyeri berkurang atau hilang, tanda-tanda vital dalam
batas normal. Dengan kriteria hasil skala 0 dan klien tampak segar.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Resiko
terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan ketidaknyamanan
keluarga memodifikasi lingkungan, penulis membuat rencana asuhan
keperawatan Ciptakan lingkungan yang tenang dan anjurkan kepada
keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk An.N agar dapat
beristirahat. Tujuan dari intervensi ini adalah keluarga mampu
memodifikasi lingkungan yang tenang. Dengan kriteria hasil Keluarga
dapat menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman dan klien dapat
beristirahat dengan nyaman.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu Resiko
terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan ketidaknyamanan
keluarga memodifikasi lingkungan, penulis membuat rencana asuhan
keperawatan Ciptakan lingkungan yang tenang dan anjurkan kepada
keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk An.N agar dapat
beristirahat. Tujuan dari intervensi ini adalah keluarga mampu
memodifikasi lingkungan yang tenang. Dengan kriteria hasil Keluarga
dapat menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman dan klien dapat
beristirahat dengan nyaman.

4. Implementasi
Kasus I
Diagnosa I: Nyeri pada An N berhubungan dengan ketidamampuan
merawat anggota keluarga dengan dismenore
Hari pertama: 23 April 2018 10.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan berkolaborasi pemberian
obat antipiretik. Memberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam.
Hari kedua: 24 April 2018 11.00 WIB
79

Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur


tanda-tanda vital klien, memberikan penjelasan pada keluarga tentang
cara mengurangi nyeri, mendemonstrasikan pada keluarga tentang cara
mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam.
Hari ketiga: 25 April 2018 10.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan teknik relaksasi nafas
dalam. memberikan penjelasan tentang diet yang sesuai dengan tumbuh
kembang anak remaja.
Diagnosa II:Gangguan rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga dengan
nyeri dismenore.
Hari pertama: 23 April 2018 10.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan klien untuk
menganjurkan klien banyak beristirat dan jangan banyak pikiran.
Hari kedua: 24 April 2018 11.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan pada keluarga untuk jadwal istirahat klien
Hari ketiga: 25 April 2018 10.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan pada keluarga untuk memeriksakan kesehatan klien
Diagnosa III:Resiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan
ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan
Hari pertama: 23 April 2018 11.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan meniptakan
lingkungan yang tenang
Hari kedua: 24 April 2018 12.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan kepada keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk
An.N agar dapat beristirahat
Hari ketiga: 25 April 2018 11.00 WIB
80

Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan


menganjurkan kepada keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk
An.N agar dapat beristirahat

Kasus II
Diagnosa I: Nyeri pada An N berhubungan dengan ketidamampuan
merawat anggota keluarga dengan dismenore
Hari pertama: 28 April 2018 10.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan berkolaborasi pemberian
obat antipiretik. Memberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam.
Hari kedua: 29 April 2018 10.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan penjelasan pada keluarga tentang
cara mengurangi nyeri, mendemonstrasikan pada keluarga tentang cara
mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam.
Hari ketiga: 30 April 2018 11.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan teknik relaksasi nafas
dalam. memberikan penjelasan tentang diet yang sesuai dengan tumbuh
kembang anak remaja.
Diagnosa II: Gangguan rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga dengan
nyeri dismenore
Hari pertama: 28 April 2018 10.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan klien untuk
menganjurkan klien banyak beristirat dan jangan banyak pikiran.
Hari kedua: 29 April 2018 11.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan pada keluarga untuk jadwal istirahat klien
Hari ketiga: 30 April 2018 11.30 WIB
81

Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan


menganjurkan pada keluarga untuk memeriksakan kesehatan klien
Diagnosa III: Resiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan
dengan ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan
Hari pertama: 23 April 2018 11.30 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan meniptakan
lingkungan yang tenang
Hari kedua: 24 April 2018 12.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan kepada keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk
An.N agar dapat beristirahat
Hari ketiga: 25 April 2018 13.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan kepada keluarga untuk membuat ruangan khusus untuk
An.N agar dapat beristirahat

5. Evaluasi
Kasus I
Diagnosa I: Nyeri pada An N berhubungan dengan ketidamampuan
merawat anggota keluarga dengan dismenore.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 23 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya ibu An.N mengatakan An.N nyeri
berkurang . Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.N tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 18x/menit, dan suhu 36,8ºC.
Skala nyeri 2 dati 0-5. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan dengan ajarkanteknik relaksasi nafas
dalam dan monitor tanda-tanda vital
Evaluasi pada hari kedua tanggal 24 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.N mengatakan nyerinya sudah berkurang.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.N tekanan darah 110/79
mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 18x/menit, dan suhu 36,6ºC. Skala
82

nyeri 1 dati 0-5. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning


intervensi dilanjutkan dengan ajarkanteknik relaksasi nafas dalam dan
monitor tanda-tanda vital
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 25 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.N mengatakan nyerinya sudah berkurang.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.N tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 18x/menit, dan suhu 36,6ºC. Skala
nyeri 0 dati 0-5. Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi
dihemtikan.
Diagnosa II:Gangguan rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga dengan
nyeri dismenore
Evaluasi pada hari pertama tanggal 23 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami
tentang cara merawat keluarga fengan dismenore dengan memperhatikan
diet, pola istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga
dapat mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan
Evaluasi pada hari kedua tanggal 24 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami tentang cara
merawat keluarga fengan dismenore dengan memperhatikan diet, pola
istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga dapat
mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan
Evaluasi pada hari kedua tanggal 25 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami tentang cara
merawat keluarga fengan dismenore dengan memperhatikan diet, pola
istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga dapat
mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
83

dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa


masalah teratasi , dengan planning intervensi dihentikan.
Diagnosa III: Resiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan
ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan
Evaluasi pada hari pertama tanggal 23 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 24 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 25 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi dihentikan.

Kasus II
Diagnosa I: Nyeri pada An.R berhubungan dengan ketidamampuan
merawat anggota keluarga dengan dismenore.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.R mengatakan nyeri berkurang. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 82 x/menit, respirasi 19x/menit, dan suhu 36,9ºC. Skala nyeri 1 dari
0-5. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dilanjutkan dengan ajarkanteknik relaksasi nafas dalam dan monitor
tanda-tanda vital
84

Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan


adalah data subyektifnya An.N mengatakan nyerinya sudah berkurang.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 36,8ºC. Skala
nyeri 0 dari 0-5. Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi
dihentikan.
Diagnosa II: Gangguan rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga dengan
nyeri dismenore.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami tentang cara
merawat keluarga fengan dismenore dengan memperhatikan diet, pola
istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga dapat
mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami tentang cara
merawat keluarga fengan dismenore dengan memperhatikan diet, pola
istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga dapat
mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya keluarga sudah mulai memahami tentang cara
merawat keluarga dengan dismenore dengan memperhatikan diet, pola
istirahat dan control secara teratur. Data Objektifnya keluarga dapat
mengungkapkan kembali cara merawat keluarga dengan dismenore
dengan memperhatikan diet, pola istirahat dan control teratur. Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi dihentikan
85

Diagnosa III: Resiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan


ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 29 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 30 April 2018 yang
didapatkan adalah data subyektifnya keluarga mengatakan akan
menciptakan suasa yang tenang data objektifnya An.N dapat beristirahat
di kamar sendiri tanpa ada kebisingan An.N tampak Tenang Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi dihentikan..

6. Aplikasidari tindakan utama


Penelitian ini dilakukan pada An.N berusia 15 tahun dan An.R
berusia 15 tahun dengan dismenore di Wilayah Puskesmas Karang
Tengah Kabupaten Cianjur. Masing-masing pengkajian dilakukan selama
3 hari tetapi implementasi utama yaitu teknik relaksasi nafas dalam
hanya dilakukan pada An.N, sedangkan An.R hanya menjadi
perbandingan saja.
Kasus yang pertama yaitu pada An.N hari pertama 23 April 2018
pukul 10.00 WIB diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama
5 menit dan nafas dalam selama 3 detik disertai kolaborasi pemberian
antipiretik. Sebelum diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam
An.N rasa nyeri dismenore berada di skala nyeri 3. Setelah diberikan
tindakan, skala nyeri berkurang menjadi 2 dari asalnya 3 dengan rentang
86

0-5 . Dan hari kedua tanggal 24 April 2018 pada jam yang sama
diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama 5 menit dan nafas
dalam selama 3 detik, sebelum diberikan tindakan skala nyeri berada
pada 2 dan setelah klien diberikan kembali tindakan yang sama dan
mengalami penurunan skala nyeri menjadi 1. Kemudian hari ketiga
tanggal 25 April 2018 pada jam yang sama juga diberikan tindakan
teknik relaksasi nafas dalam selama 5 menit dan nafas dalam selama 3
detik, sebelum diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam skala
nyeri berada pada 1. Setelah diberikan tindakan yang sama mengalami
penurunan skala nyeri menjadi 0 dari 0-5 (nyeri hilang).
Kasus yang kedua yaitu pada An.R skala nyeri 2 dari 0-5,
dilakukan tindakan hari pertama tanggal 28 April pada pukul 09.00 WIB
diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama 5 menit dan nafas
dalam selama 3 detik disertai kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Sebelum diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam skala nyeri 2
rentang 0-5, setelah diberikan tindakan menjadi 1 dari sebelumnya 2 dari
skala nyeri 0-5. Dan hari kedua tanggal 29 April 2018 pada jam yang
sama diberikan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama 5 menit dan
nafas dalam selama 3 detik. Sebelum diberikan tindakan skala nyeri 1,
setelah klien diberikan kembali tindakan yang sama dan mengalami
penurunan nyeri menjadi 0 atau nyeri hilang.

B. PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan-
kesenjangan yang terjadi antara praktek yang dilakukan pada keluarga Tn.H
dan keluarga Tn.B di wilayah Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur
dengan teori yang ada. Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil suatu
kesimpulan dan pemecahan masalah dari kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi sehingga dapat digunakan sebagai tindakan lanjut dalam penerapan
asuhan keperawatan keluarga yang meliputi :
87

1. Pengkajian
Sesuai teori pengkajian adalah pengumpulan semua data yang
diperlukan baikdata subjektif maupun objektif untuk keseluruhan
evaluasi terhadap pasien (Suprajitno, 2008:29). Menurut (FKUI, 2010)
gejala-gejala dismenore berupa rasa sakit yang tajam di daerah perut,
sakit kepala, mual dan muntah dan datangnya jerawat pada muka serta
mengalami gangguan tidur.
Pada kasus An.N umur 15 tahun dengan data subjektif yaitu sakit
pada perut bagian bawah, lemas, mual dan muntah, sulit tidur dan pusing
serta menstruasi teratur sifat darah encer agak menggumpal. Dan data
objektif yaitu keadaan compos mentis, Tekanan Darah 110/80 mmHg,
Nadi 76x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,70C, muka pucat menahan
sakit mata tampak anemis dan terdapat nyeri tekan didaerah perut dengan
skala 3 dari 0-5. Dari data yang ditemukan tidak ada kesenjangan antara
teori dengan kasus.
Pada kasus An.R umur 15 tahun dengan data subjektif yaitu sakit
pada perut bagian bawah, lemas, serta menstruasi teratur sifat darah encer
agak menggumpal. Dan data objektif yaitu keadaan compos mentis,
Tekanan Darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/meit, respirasi 19x/menit, suhu
36,6 oC, dan terdapat nyeri tekan didaerah perut dengan skala 2 dari 0-5.
Dari data yang ditemukan tidak ada kesenjangan antara teori dengan
kasus.
Dari kedua kasus tersebut ada perbedaan yang terjadi antara An.N
dan An.R, An. N lebih banyak mengalami tanda dan gejala dismenore
dibandingkan dengan An.R ini dikarenakan karena An.N kurang
memperhatikan status nutrsinya, dilihat dari berat badannya yang lebih
gemuk dibandingkan An.R, ini sesuai dengan teori menurut (Vaney,
2008;342) bahwa sesorang yang mengalami obesitas cenderung lebih
berat terkena dismenore.
88

2. Diagnosa keperawatan
Bahwa sesuai teori diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan
yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok. Sesuai teori menurut
(Wahyuni dewi, 2012) diagnosa asuhan keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga yang mengalami dismenore yang mungkin timbul
adalah:
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan
merawat anggota keluarga dengan dismenore
b. Gangguan rasa aman (cemas) keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga
dengan nyeri dismenore
c. Resiko terjadinya stress pada keluarga berhubungan dengan
ketidaknyamanan keluarga memodifikasi lingkungan.
Ini sesuai dengan yang terdapat pada kasus An.N dan An.R,
terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus. Namun pada kasus An. R
tidak muncul diagnosa ketiga yaitu resiko terjadinya stress pada keluarga
berhubungan dengan ketidaknyamanan keluarga memodifikasi
lingkungan karena di lingkungan An.R lingkungannya sangat tenang
tidak berisik dan An.R punya kamar sendiri sehingga An.R dapat
beristirahat dengan tenang.

3. Intervensi keperawatan
Pada kasus An.N dan An.R penulis mengaplikasikan sesuai dengan
teori. Jadi tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus.

4. Implementasi keperawatan
Pada kasus An.N dan An.R penulis melakukan tindakan sesuai
dengan teori. Disini penulis sebagai perawat lebih menekankan teknik
relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyerinya kepada klien karena
lebih mudah dan praktis, ini sesuai dengan teori menurut (Smeltzer &
89

Bare, 2007) bahwa teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk


asuhan keperawatan, yang dalam halini perawat mengajarkan kepada
klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat dan
bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah, dan
dapat disimpulkan teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dapat
meningkatkan ventilasi sehingga lebih efisien.
Pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada dismenore merupakan
dari rencana tindakan yang menyeluruh. Semua rencana sudah
dilaksanakan dengan baik sesuai rencana dan remaja mendapatkan
perawatan yang baik sehingga tidak ada kesenjangan pada pelaksanaan
kasus ini.

5. Evaluasi keperawatan
Menurut teori evaluasi Atikah dan Siti (2009) evaluasi yang
diharapkan dari asuhan keperawatan pada pasien dengan dismenore
adalah keluhan dismenore berkurang bahkan hilang dan pasien nyaman.
Pada kasus yang ditemukan antara kasus An.N dengan Kasus An.R
selama 3 hari terdapat perubahan yang terjadi, masalah teratasi sebagian
dan ada yang teratasi semua, pada diagnose keperawatan nyeri pada
An.N skala nyeri An. N berkurang menjadi 1 dari 3 sedangkan pada
kasus An.R skala nyerinya juga berkurang dari 2 menjadi 1. Evaluasi dari
studi kasus ini diperoleh hasil pasien sembuh dalam 3 hari, tanda dan
geja pada dismenore tidak ada, nyeri perut, mual dan muntah, sulit tidur,
pusing, dan lemas sudah hilang. Kedua remaja ini sudah melakukan
teknik relaksasi nafas dalam, klien dan keluarga lebih memperhatikan
nutrisi yang bergizi bagi tumbuh kembang anak serta menciptakan
lingkungan yang tenang. Pada kedua kasus ini tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan praktek.
90

6. Analisis PICOT
Tabel 7.4
Analisis PICOT

UNSUR KASUS

Pasien/kasus pasien Kasus 1


Seorang remaja putri berumur 15
tahun mengalami dismenore
mengeluh nyeri perut bagian
bawah, tidak nafsu makan, mual
dan muntah, pusing dan lemas. Dari
hasil pemeriksaan terdapat nyeri
perut dibagian bawah dengan skala
nyeri 3 dari 0-5, konjungtiva
anemis, tekanan darah
100/70mmHg, ramai, lingkungan
kurang nyaman, kurangnya tempat
tenang.
Kasus 2
Seorang remaja putri berusia 15
tahun mengalami dismenore
mengeluh nyeri perut bagian
bawah, dari hasil pemeriksaan
terdapat nyeri perut dibagian bawah
dengan skala nyeri 2 dari 0-5,
konjungtiva anemis, situasi rumah
nyaman, tidak adanya keributan,
dan suasana hening
Intervensi Rencana yang akan dilakukan
adalah tindakan Penerapan Teknik
Relaksasi nafas dalam pada pasien
91

kasus 1 dan 2

Comparasi/perbandingan Pemberian teknik relaksasi nafas


intervensi dalam harus diberikan selama 5-10
menit untuk mendapatkan hasil
yang optimal dan menahan nafas
selama 3 detik.

Teknik relaksasi nafas dalam


adalah bernafas dengan perlahan
dan menggunakan diagfragma,
sehingga abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang
penuh. Dalam teknik ini merupakan
suatu bentuk asuhan keperawatan,
bagaimana perawat mengajarkan
cara melakukan teknik relaksasi
nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara
perlahan, selain dapat intensitas
nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah. Selain
itu manfaat yang didapat setelah
melakukan teknik relaksasi nafas
dalam adalah mengurangi atau
bahkan menghilangkan rasa nyeri
yang terjadi pada individu tersebut,
ketemtraman hati, dan
92

berkurangnya rasa cemas, juga


praktis dalam melakukan teknik
relaksasi nafas dalam tersebut tanpa
harus mengeluarkan biaya (Arfa,
2013) di kutip dari aningsih,
sudiwati, dan dewi, 2018.

Hasil setelah dilakukan tindakan


penerapan teknik relasasi nafas
dalam selama 30 menit nyeri dapat
berkurang. Pada kasus I dan kasus
II setelah dilakukan teknik relaksasi
nafas dalam tidak terdapat rasa
nyeri atau berkurang, rasa cemas
tidak ada, tidak terdapat mimik
muka yang meringis
Waktu Selama 3 hari pasien pada An.N
nyeri dismenore hilang dan pada
An.R nyeri dismenore hilang
setelah 2 hari setelah dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam.
93

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pengkajian pada kasus I dan II pada kasus nyeri disminore
didapatkan kesimpulan bahwa terdapat kesenjangan. Data yang didapatkan
adalah nyeri pada bagian bawah perut, mual, muntah, pusing dan lemas.
Diagnosa yang digunakan sesuai dengan teori, didapatkan kesimpulan
bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan praktik. Diagnosa praktik 3
sedangkan diagnosa teori 5.
Intervensi keperawatan yang digunakan dalam kasus I dan kasus II sesuai
dengan teori Doengoes, 2014. Semua intervensi yang digunakan saat praktik
sesuai dengan teori.
Implementasi yang digunakan dalam kasus I dan kasus II sesuai dengan
teori Doengoes, 2014. Hanya tidak semua intervensi yang digunakan dalam
praktik akan tetapi sesuai dengan kebutuhan kasus I dan kasus II.
Evaluasi dari studi kasus ini diperoleh hasil pasien sembuh dalam 3
hari, tanda dan geja pada dismenore tidak ada, nyeri perut, mual dan muntah,
sulit tidur, pusing, dan lemas sudah hilang. Kedua remaja ini sudah
melakukan teknik relaksasi nafas dalam, klien dan keluarga lebih
memperhatikan nutrisi yang bergizi bagi tumbuh kembang anak serta
menciptakan lingkungan yang tenang. Pada kedua kasus ini tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktek.
Penerapan teknik relaksasi nafas dalam lebih efisien dan mudah
dilakukan dibandingkan dengan penerapan aplikasi yang lain, namun
membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhannya.
Menurut analisis PICOT dalam teori dimana penurunan intensitas nyeri
rata-rata sebesar hampir 1 skala jika dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam
secara berkala selama 30 menit pada kasus I dan kasus II.

92
94

B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan lebih mengutamakan upaya promotif dalam kasus
dismenore, misalnya pemberian pendidikan kesehatan tentang kesehatan
reproduksi remaja sehingga dapat berperilaku hidup sehat dan memahami
tentang kesehatan reproduksi remaja.
2. Bagi Puskesmas
Pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas sudah baik diharapkan
untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dalam pengelolaan asuhan
keperawatan pada remaja dengan dismenore.
3. Bagi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Cianjur
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana prasarana yang
merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam melalui praktik klinik dan
pembuatan laporan
4. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan keluarga dapat berpartisipasi dalam tindakan Penerapan
teknik relaksasi nafas dalam dan dapat merawat anggota keluarga yang
menderita dismenore.
95

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mubarak. 2010. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :


Bumi Aksara

Anwar M, Baziad A, Prabowo P. 2014. Ilmu Kandungan: Edisi Keempat. Jakarta


: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Arikunto, Suharsismi. 2014. “Penelitian tindakan kelas”. Jakarta : PT Bumi


Aksara.

Arif Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 2. Jakarta : Media


Aesculapius

Berman, Snyder, Kozier, Erb. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb.
Edisi 5. Jakarta : EGC

Doengoes, Marlyn E, dkk. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Ahli
Bahasa I Made Kriasa. EGC : Jakarta

Hidayat, 2007. Metode penelitian keperawatan dan Teknik analisis Data. Jakarta;
Salemba Medika

Irianto Koes. 2015. Kesehatan Reproduksi reproductive health teori dan


praktikum. Bandung; Alfabeta

J Lexy, Meoleong. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Manauba,IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses, dan


Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Nasution. 2009. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara

Pasurdi Suparlan. 2010. Bahasa dan Budaya. Yogyakarta : Intan Pariwara.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Keperawatan : Fundamental


Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2 Alih
Bahasa: Renata Komalasari, et all. Jakarta : EGC.

94
96

Reeder, Martin dan Koniak-Griffin. 2014. Volume 3 Keperawatan Maternitas


Kesehatan Wanita, Bayi, dan keluarga edisi 18. Jakarta : EGC.

Setadi. 2012. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta; Graha Ilmu

Smeltzer, Suzanne; and Benda G Bare. 208. Buku Saku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta; EGC

Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, Nana Sayodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya

Suprajitno. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta; EGC

Suharsimi Arikunto. 2012. Manajemen Penelitian. Jakarta; Rineka Cipta

Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC

Taylor. 2008. Journal Of Occupational and vironment Medicine. 6 oktober 2011

Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC

Sumber lain :

Aningsih, Sudiwarti, dan Dewi. 2018. Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi


Nafas Dalam terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Disminore) pada
Mahasiswi diasrama Sanggau Landungsari Malang. Diakses pada tanggal
27 Juni 2018

http://sripangestudianhusada.co.id diakses 25/05/2018

http://hildayanti23.co.id diakses 20/05/2018

http://googleweblight.com diakses pada 05/06/2018

http://depkes.co.id/dismenore.html diakses 26/05/2018

http://gangguan-nyeri-haid-padawanita. Posted by Sisca share 2010 diakses 23


juni 2018

Siregar, Nasution dan Harahap. 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Nyeri Menstruasi pada Siswi SMA 3 Kota Padangsimpuan.
Diakses pada tanggal 27 Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai