Anda di halaman 1dari 16

I.

KONSEP TEORI
A. Anatomi & fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak
dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi
tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2016).
Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh


dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis (Price dan Wilson, 2016). Tulang ekstrimitas bawah atau
anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara
gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang
femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan
Wilson, 2016).
1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar
di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus. c. Osteum tibialis dan
fibularis (tulang kering dan tulang betis)
3. Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.

4. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai


bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi.
5. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang
pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan
dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang
pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari
banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua
buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).

B. Definisi
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan
jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas
tulang primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma
merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang
rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. (Brunner and
Suddart. 2012)
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri dari
kondrosit anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer
atau sentral
Kondrosarkoma femur adalah tumor ganas yang terdiri dari
kondrosit anaplastik yang tumbuh di area tulang femur

C. Etiologi
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti.
Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun
berdasarkan penelitian yang terus berkembang didapatkan bahwa
kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti
enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk
berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi
akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk
kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis
seperti Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk
terkena kondrosarkoma.

D. Tanda dan gejala


1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar
75% pasien kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang
ditimbulkan tergantung pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala
dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran
tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama. Saat istirahat
nyeri tidak menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya fraktur
patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap
kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya.
Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri
yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat
dan biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan
pembengkakan.
Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma berserta tanda
dan gejalanya :
1. Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
2. Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang
meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
3. Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.
4. Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang
meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
5. Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau
di luar tulang namun telah mengalami metastase.
6. Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka
disebut N1 sedangkan N0 apabila tidak didapatkan keterlibatan
kelenjar limfe regional. Jika didapatkan metastase disebut sebagai
M1 dan jika tidak didapatkan metastase disebut M0.
Kondrosarkoma biasa bermetastase pada paru-paru, namun dapat
juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal, payudara atau otak.

E. Epidemiologi
Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih
sering ditemukan pada pria dari pada wanita, sedangkan Jaffe
mengatakan, tidak ada perbedaan insidens. Dari segi ras penyakit ini
tidak ada perbedaan. Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh
lapisan usia, namun terbanyak pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh
puluh enam persen, kondrosarkoma primer berasal dari dalam tulang
(sentral) sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak ditemukan
berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang
mengalami transformasi. Pasien dengan ollier’s disease
(enkondromatosis multipel) atau maffucci’s syndrome (enkondroma
multipel + hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi
kondrosarkoma daripada orang-orang normal dan sering sekali muncul
pada dekade ketiga dan keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak
kedua dari 400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari
seluruh keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh
keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma

F. Patofisiologi
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah
terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis.
Sel tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan
abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis,
kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang
kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses
osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang
dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya
kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki
ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung
epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis
tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan
abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan
lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral.
Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri
dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer
apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal.
Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga
menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.
Pathway

Faktor faktor yang memungkinkan terjadinya tumor seperti genetik,


radiasi, bahan kimia, trauma dan infeksi

Pertumbuhan baru sel-sel tulang dan jaringan lunak

Berdiferensiasi menjadi beberapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas,


dan ,mieloblas

Bersifat osteeogenik, kondrogenik, atau mieologenik

Peningkatan poliferasi sel neurovaskularisasi, pertumbuhan jaringan,


pembengkakan, dan kerapuhan tulang

Ekspansi tumor Kelemahan Terjadi Peningkatan


yang cepat dan dan perasaan perubahan metabolisme
penekanan ke mudah lelah bentuk tubuh
jaringan
sekitarnya,
Kebutuhan energi
perdarahan atau Resiko Merasa malu akan meningkat
degenerasi tinggi perubahan bentuk
trauma tubuh

Nyeri akut Resiko ketidak


seimbangan
Hambatan mobilitas Gangguan nutrisi kurang
fisik citra tubuh dari
Penurunan kebutuhan
kemampuan tubuh
pergerakan

Terjadi peningkatan Kerusakan integritas


tekanan di kulit kulit
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan
destruksi tulang.
2. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi
tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai.
3. Skrening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
4. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan
alkalin fosfatase.
5. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang
dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnyaFoto konvensional
6. Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang
dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Baik
kondrosarkoma primer atau sentral memberikan gambaran
radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya
berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi
tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di
sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. Scallop
erosion pada endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor
yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada
kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3
korteks, maka hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan
enkondroma. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai
destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika
dibandingkan dengan enkondroma.
7. CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi
kalsifikasi matriks kartilago. Pada pemeriksaan CT scan
didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi
matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada
tumor intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan
dibandingkan dengan foto konvensional. CT scan ini juga dapat
digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan menyelidiki
adanya proses metastase di paru-paru.
8. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor
memperlihatkan sifat kartilaginosa; besar dengan penampilan
berkilau dan berwarna kebiru-biruan. Secara mikroskopis,
beberapa tumor berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan
enkondroma bila hanya berdasakan pada gambaran histologis saja.
Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti
multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas
dalam satu lakuna. Diantara sel tersebut terdapat matriks
kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau
osifikasi.
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan
optimalisasi manajemen terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai
langkah awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan
imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG
dilakukan sebagai penuntun biopsi jarum halus pada soft tissue,
sedangkan CT scan digunakan sebagai penuntun untuk biopsi
jarum halus pada tulang. Perubahan patologis antara tumor jinak
dan tumor ganas grade rendah sangat sulit dinilai. Biopsi jarum
halus kurang baik untuk memastikan diagnostik patologis dan
biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah terbuka.
Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi
sebagai berikut:
1. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah
dengan pertumbuhan yang lambat dan secara khas terdapat di
epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan
menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan
tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells,
multinucleated giant cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks
menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
2. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran
kecil/oval dari spindled neoplastic cells dengan gumpalan
ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan
mitosis dan penipisan kartilago.
3. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh
tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara
grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif,
di mana terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak
dapat diidentifikasi lagi sebagai keganasan kartilago. Biasanya
pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara
sel kartilago dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit
mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa
pembesaran.
4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari
seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak pada bagian
metafisis femur, jarang pada diafisis.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim
antara dokter dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist,
diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan
perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor.
Perawat dan ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping
dari penanganan kondrosarkoma dan memberikan dorongan kesehatan
makanan untuk membantu melawan efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada
beberapa hal seperti:
1. Ukuran dan lokasi dari kanker
2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.
3. Grade dari sel kanker tersebut.
4. Keadaan kesehatan umum pasien
Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi
pembedahan (surgery), kemoterapi dan radioterapi.
1. Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan
karena kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan
kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan
dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah
beku hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi
besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini
diperlukan jika kanker telah menyebar ke area tubuh lainnya.
Terapi ini menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat
memberikan efek samping yang tidak menyenangkan bagi tubuh.
Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan
sinar berenergi tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada
residu tumor, baik makro maupun mikroskopik. Radiasi diberikan
dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy
memberikan hasil bebas tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah
pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani operasi saja
menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general
radioterapi adalah nausea dan malasea. Efek samping ini dapat
diminimalkan dengan mengatur jarak dan dosis radioterapi.
4. Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi
dan grade dari tumor tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan
survival rate dan prognosis dari penyakit ini. Pasien anak-anak
memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
dewasa.
Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis
kondrosarkoma karena jika pengangkatan tumor tidak utuh maka
rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh tumor
diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi
kondrosarkoma biasa terjadi 5–10 tahun setelah operasi dan tumor
rekuren bersifat lebih agresif serta bergrade lebih tinggi dibanding
tumor awalnya. Walaupun bermetastasis, prognosis
kondrosarkoma lebih baik dibandingkan osteosarkoma.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Data biografi
Data biografi biasanya mencakup nama, umur, alamat, pekerjaan,
No. MR, agama dan lain-lain yang dianggap perlu.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada ekstremitas, sering berkeringat
pada malam hari, nafsu makan berkurang dan sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar
radio aktif dosis tinggi
2) Kemungkinan pernah mengalami fraktur
3) Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas
narmal
4) Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti :
makanan dengan zat pengawet, merokok dan lain-lain
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ada salah seorang keluarga yang pernah
menderita kanker.
3. Pemeriksaan fisik
a. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa
serta adanya pelebaran vena
b. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas
c. Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Pemeriklsaan TTV klien

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan destruksi jaringan
sekitar
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

C. Intervensi dan rasional


Dx 1 : Nyeri akut b/d agen cedera biologi
Tujuan:setelah dilakukan perawaran selama 1x6 jam klien mengalami
pengurangan skala nyeri dengan kriteria hasil :
1. Klien mengungkapkan nyeri berkurang
2. Sekala nyeri 0
3. Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
4. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status nyeri ( lokasi, 1. memberikan data dasar untuk
frekuensi, durasi, dan intensitas menentukan dan mengevaluasi
nyeri intervensi yang diberikan
2. Berikan lingkungan yang 2. Meningkatkan relaksasi klien
nyaman, dan aktivitas hiburan (
misalnya : musik, televisi )
3. Ajarkan teknik manajemen 3. Meningkatkan relaksasi yang
nyeri seperti teknik relaksasi dapat menurunkan rasa nyeri
napas dalam, visualisasi, dan klien
bimbingan imajinasi
4. Kolaborasi : Berikan 4. Mengurangi nyeri dan spasme
analgesik sesuai kebutuhan otot
untuk nyeri.

DX 2 : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan destruksi jaringan


sekitar
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Pasien mencapai mobilitas tertinggi
2. Rentang gerak psaien bebas
3. Skala otot 5: kekuatan penuh
4. Pasien mampu beraktivitas mandiri tanpa dibantu
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan
observasi terhadap kerusakan klien dalam melaksanakan
aktifitas
2. Gunakan alat bantu mobilitas 2. Menghindari cedera akibat
seperti kursi roda kecelakaan /jatuh
3. Ubah posisi setiap 2 jam sesuai 3. Untuk mencegah kerusakan
kebutuhan jaringan (dikubitus)
4. Dekatkan barang barang yang 4. Mempermudah pasien untuk
diperlukan pasien mengambil barang yang
diperlukan

DX 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan


penampilan
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Pasien menerima perubahan citra tubuh
2. Pasien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan
3. Pasien mengomunikasikan perasaan terhadap perubahan citra
tubuh
4. Pasien menyatakan perasaan positif terhadap dirinya sendiri
INTERVENSI RASIONAL
1. Ketika membantu pasien yang 1. Untuk mendapatkan nilai
sedang perawatan diri, kaji pola dasar pada pengukuran
koping dan tingkat harga dirinya kemajuan psikologisnya
2. Berikan kesempatan pada klien 2. Meningkatkan harga diri
untuk mengungkapkan perasaan klien dan membina hubungan
saling percaya diri dengan
ungkapan perasaan dapat
mambantu penerimaan diri
3. Terima persepsi diri pasien dan 3. Untuk memvalidasi
berikan jaminan bahwa ia dapat perasaanya
mengatasi permasalahan ini
4. Komunikasikan bersama dengan 4. Dukungan perawatan pada
klien mencari alternatif koping klien dapat menigkatkan rasa
yang positif percaya diri klien
5. Membangkan komunikasi dan 5. Memberikan semangat bagi
bina hubungan antara klien dan klien agar dapat memandang
keluarga dan perubahan citra diri dirinya secara positif dan
tidak merasa rendah diri.
III. DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8.
EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 2010, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Reeves, J. Charlene. Et al. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I.
Salemba medika. Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.2014, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai