Anda di halaman 1dari 8

PAPER KEPERAWATAN ANAK 1

Kwashiorkor pada Anak


Dosen Pembimbing :
Fitri Fujiana, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Siti Oktaviani I1031171001 Nabila Viandarisa I1031171029


Mardiana Safitri I1031171006 Muhammad Ihza Faridzi I1031171030
Purnita Wulandari I1031171008 Yossy Wulandari I1031171032
Marina I1031171023 Dedi Ismatullah I1031171036
Suparwati I1031171024 Kalista Ita I1031171040
Muhammad Rifaldi I1031171025

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
KWASHIORKOR

A. Definisi
Kwashiorkor merupakan salah satu bentuk kekurangan asupan energi protein di
mana kondisi ini banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun (Kemenkes, 2015).
Menurut Anggraeny dkk (2016), kwashiorkor merupakan masalah kurang gizi
khususnya kekurangan energi protein di mana usia paling rawan terkena kwashiorkor
adalah 2 tahun. Hal ini disebabkan pada usia 2 tahun mulai terjadi peralihan dari ASI
ke makanan pengganti ASI. Kwashiorkor memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas
yang lebih tinggi dengan penanganan yang lebih sulit karena penderita kwashiorkor
lebih rentan terkena infeksi.

B. Etiologi
Etiologi kwashiorkor adalah (Abraham, 2008):
1. Kekurangan intake protein
2. Gangguan penyerapan protein pada diare kronik
3. Kehilangan protein secara berlebihan seperti pada proteinuria dan infeksi kronik
4. Gangguan sintesis protein seperti pada penyakit hati kronis

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya protein yang berlangsung


kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain (Abraham, 2008):
1. Pola makan
Protein (asam amino) zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang
masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu,
telur, keju, tahu, tempe, dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu
mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor social
Hidup di Negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
social dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun temurun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

1
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Seperti gejala malnutrisi protein disebabkan oleh gangguan penyerapan protein,
misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronis, kehilangan protein secara
tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran pencernaan, serta
kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kwashiorkor menurut Anggraeny dkk (2016) adalah sebagai
berikut
1. Hipoalbuminemia
2. Edema
3. Penurunan imunitas
4. Dermatitis
5. Anemia
6. Apatis
7. Penipisan rambut
Menurut Kemenkes (2015), penderita kwashiorkor ditandai dengan adanya
pembengkakan di seluruh tubuh sehingga si anak tempak gemuk terutama di bagian
wajah yang membulat dan sembab (moon face), selain itu terdapat pula
pembengkakan pada punggung kaki. Otot-otot mengecil sehingga menyebabkan
lengkan atas tampak kurus sehingga ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) kurang dari
14 cm. muncul ruam-ruam berwarna merah muda pada kuliit yang kemudian berubah
menjadi warna coklat kehitaman dan mengelupas. Nafsu makan berkurang, rambut
menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tapi tidak
menimbulkan rasa sakit, sering terjangkit infeksi, anemia dan diare, anak menjadi
rewel serta perut membesar akibat timbunan cair pada rongga perut.

2
D. Pathway

Ekonomi rendah, Kegagalan menyusui ASI, tidak


pendidikan kurang, memulai makanan tambahan,
hygiene rendah terapi puasa karena penyakit

Kekurangan Energi
Protein (KEP)

Penurunan jumlah
protein tubuh

Terjadi perubahan
biokimia dalam
tubuh

KWASHIORKOR

Gangguan absorpsi Hipoalbuminemia


dan transportasi zat-
zat besi

Pengambilan energi Penurunan tekanan Gangguan pembentukan


selain dari protein osmotic plasma lipoprotein dari hepar

Cairan dari Penurunan


Penyusutan otot
intravaskuler ke detoksifikasi hepar
intersisial

Penurunan Berat
Badan (BB) Edema Risiko Infeksi

Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang dari Kekurangan Volume Gangguan Integritas
kebutuhan tubuh Cairan Kulit
3
E. NCP
Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 Do : Penurunan asupan Kekurangan volume
 Klien terlihat lemah peroral dan cairan
 klien tampak kurus peningkatan
 Mukosa bibir kering kehilangan akibat
diare
Ds :
 Ibu klien mengatakan anaknya
muntah,diare dan batuk yang
tidak kunjung sembuh
2 Do: Asupan yang tidak Ketidakseimbangan
 Klien terlihat lemah adekuat, diare Nutrisi : kurang dari
 Klien tampak kurus kebutuhan tubuh

Ds :
 Ibu klien mengatakan bahwa
anaknya sulit makan
 Ibu klien mengatakan anaknya
sering muntah dan mual
 Berat badan klien tidak naik
3 Do : Tidak adanya Gangguan Integritas
 Kulit klien kering kandungan makanan Kulit
 Kulit klien bersisik yang cukup
 Adanya pembengkakan pada
tubuh
Ds:
 Ibu klien mengatakan kulit klien
terasa kasar

Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pemberian
b/d Penurunan asupan keperawatan selama 1x24 jam, cairan per
peroral dan peningkatan diharapkan klien akan infuse/sonde/oral sesuai
kehilangan akibat diare menunjukkan keadaan hidrasi program rehidrasi.
yang adekuat dengan kriteria 2. Jelaskan kepada keluarga
hasil sebagai berikut. tentang upaya rehidrasi
1. Asupan cairann adekuat dan partisipasi yang
sesuai kebutuhan ditambah diharapkan dari keluarga

4
deficit yang terjadi. dalam pemeliharaan
2. Tidak ada tanda atau gejala potensi pemberian
dehidrasi (tanda-tanda vital infuse/selang sonde.
dalam batas normal, frekuensi 3. Kaji perkembangan
defekasi 1x24 jam dengan keadaan dehidrasi klien.
konsistensi padat/semi padat). 4. Hitung balance cairan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan kepada
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 2x24 jam, keluarga tentang
tubuh b/d Asupan yang diharapkan klien akan penyebab malnutrisi,
tidak adekuat, diare menunjukkan peningkatan status kebutuhan nutrisi
gizi dengan kriteria hasil sebagai pemulihan, susunan
berikut : menu dan pengolahan
1. Keluarga klien dapat makanan sehat
menjelaskan penyebab seimbang, tunjukkan
gangguan nutrisi yang contoh jenis sumber
dialami klien, kebutuhan makanan ekonomis
nutrisi pemulihan, susunan sesuai status social
menu dan pengolahan ekonomi klien.
makanan sehat seimbang. 2. Tunjukkan cara
2. Dengan bantuan perawat, pemberian makanan per
keluarga klien dapat sonde, beri kesempatan
mendemonstrasikan keluarga untuk
pemberian diet (per sonde/ melakukannya sendiri.
per oral) sesuai program diet 3. Laksanakan pemberian
etik. roborans sesuai program
terapi.
4. Timbang berat badan,
ukur lingkar lengan atas
dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.
3. Gangguan integrasi kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan kepada
b/d tidak adanya keperawatan selama 2x24 jam, keluarga pentingnya
kandungan makanan yang diharapkan integritas kulit klien merubah posisi sesering

5
cukup. kembali normal dengan kriteria mungkin.
hasil sebagai berikut. 2. Anjurkan keluarga lebih
1. Gatal hilang atau berkurang. sering mengganti
2. Kulit kembali halus, kenyal, pakaian anak bila basah
dan utuh. atau kotor dan kulit anak
tetap kering.
3. Anjurkan kepada klien
makan makanan yang
bergizi khususnya yang
mengandung protein.

F. Daftar Pustaka
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010
Behrman, L. Richard dkk. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta:EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Petunjuk Teknis Tata Laksana
Anak Gizi Buruk: Buku II . Jakarta: Departemen Kesehatan.
Hidajat, Irawan dan Hidajati. Pedoman Diagnosis dan Terapi: Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya: RSU dr. Soetomo.
Golden M.H.N., (2001). Severe Malnutrition. Dalam: (Golden MHN ed).Childhood
Malnutrition: Its consequences and mangement. What is theetiology of
kwashiorkor. Surakarta: Joint symposium between Departement of Nutrition &
Departement of Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and
the Centre for Human Nutrition,University of Sheffielob UK, 1278-1296.
NANDA . (2015) . Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi
10. Jakarta : EGC.
Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
Puone T, Sanders D, Chopra M,. (2001). Evaluating the ClinicalManagement of
Severely Malnourished Children. A Study of Two RuralDistrict Hospital. Afr
Med J 22: 137-141.
6
Rudolph, Abraham M. dkk. (2006). Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta:EGC.
M. William. (2004). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
WHO. (1999). Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians and
Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization
WHO Indonesia. (2009). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai