Anda di halaman 1dari 7

LO 2

1. DHE (dental health education)


Dental Health Education (Pendidikan kesehatan gigi dan mulut) merupakan suatu
usaha atau aktivitas yang dapat mempengaruhi individu untuk memiliki perilaku
kesehatan gigi dan mulut yang baik. Tujuan akhir pendidikan kesehatan gigi dan
mulut yakni terjadinya perubahan perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap dan
tindakan yang mengarah kepada upaya hidup sehat (Tandilangi, et al, 2016).
Tujuan DHE:
a. Edukasi
- Menjelaskan apa itu kalkulus (karang gigi)
- Menjelaskan apa itu penyakit periodontal
- Menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut
- Menjelaskan bahaya akibat penyakit periodontal
- Menjelaskan pada pasien pentingnya kontrol enam bulan sekali ke dokter gigi
b. Motivasi
- Memberi penjelasan agar pasien dapat mengontrol plak dan kesehatan rongga
mulutnya
- Memberi penjelasan pada pasien agar meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat
menyebabkan terakumulasinya plak seperti mengunyah pada satu sisi
- Memberi penjelasan tentang bahay merokok bagi kesehatan rongga mulut khususnya
jaringan periodontal
c. Instruksi
- Mengajarkan cara mengontrol plak pada pasien dengan memperagakan bagaimana
cara menyikat gigi yang benar, penggunaan dental floss dan obat kumur
- Mengajarkan pada pasien pentingnya menyikat gigi secara rutin minimal dua kali
sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur
- Mengajarkan pada pasien bagaimana cara memilih makanan yang sehat dan bergizi
(Depkes, 1990).

Salah satu bentuk pendidikan kesehatan gigi dan mulut adalah pemeliharaan oral
hygiene yang dapat dilakukan dengan kontrol plak (Sunnati, 2014). Plak gigi (dental plaque)
adalah suatu lapisan lunak berwarna kuning keabu-abuan yang melekat erat pada permukaan
gigi dan terdiri atas mikroorganisme yang berkembang dalam suatu matriks. Matriks ini
terdiri atas glikoprotein saliva dan polisakarida ekstraseluler. Akumulasi bakteri plak pada
permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Akumulasi plak dan
terjadinya gingivitis dapat terjadi pada subjek yang tidak melakukan prosedur oral hygiene
secara teratur. Pada dasarnya kontrol plak dapat dilakukan secara mekanis dan kimia.
Menyikat gigi merupakan salah satu contoh kontrol plak secara mekanis. Kontrol plak secara
kimia digunakan sebagai tambahan pada kontrol plak secara mekanis, salah satunya adalah
obat kumur. Penggunaan obat kumur tidak dapat menggantikan kontrol plak secara mekanis
seperti menyikat gigi. Obat kumur direkomendasikan untuk mengobati infeksi, mengurangi
inflamasi, menghilangkan nyeri, mengurangi halitosis, dan mengurangi risiko terhadap karies
(Sunnati, 2014).
Tahapan DHE (Kontrol plak secara Mekanis)
Tindakan untuk memeriksa kebersihan gigi dari plak menggunakan bahan pewarna
(disclosing agent), hal ini bertujuan untuk menunjukkan gigi sudah bersih atau masih terdapat
akumulasi plak dan untuk melihat apakah cara menyikat gigi sudah baik dan benar.
Pemakaian disclosing agent, bila bahan berupa cairan atau gel, teteskan pada kapas atau
cotton bud kemudian aplikasikan pada seluruh permukaan gigi hingga merata, bila bahan
pewarna berupa tablet, kunyahlah dan ratakan dengan lidah keseluruh pemukaan gigi
(Depkes, 1990).
Kemudian, melakukan penilaian bias dengan cara melalui cermin dapat dilihat
keadaan gigi yang masih kotor. Bagian gigi yang masih berwarna merah menunjukkan
adanya plak, apabila hal tersebut terjadi maka pasien harus diberikan instruksi cara menyikat
gigi yang benar karena menggosok gigi tiap hari dengan cara yang salah tidaklah membantu
dalam mengurangi akumulasi plak pada gigi. Pemilihan sikat gigi dan pasta gigi merupkan
hal yang penting untuk pasien, pemilihan sikat gigi tergantung kenyamanan pasien asalkan
tidak menimbulkan trauma pada jaringan sekitar gigi. Selain itu, metode penyikatan gigi
harus dapat membersihkan semua permukaan gigi, khususnya daerah margin gingiva dan
daerah interdental. Gerakan sikat gigi tidak boleh melukai jaringan lunak maupun jaringan
keras. Metode harus tersusun dengan baik sehingga setiap bagian gigi geligi dapat disikat
bergantian dan tidak ada daerah yang terlewatkan (Depkes, 1990).

Beberapa metode penyikatan gigi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Tekhnik Horizontal
Semua permukaan gigi di gogok dengan maju mundur seperti menggosok lantai.
Teknik ini biasanya dianjurkan pada anak-anak.

2. Teknik Fone
Gigi dalam keadaan okulasi, bulu sikat ditekan kuat-kuat dan digerakan melingkar
selebar mungkin. Untuk permukaan oklusal, lingual digosok dengan gerakan maju
mundur. Teknik ini baik untuk gigi yang lengkap dan memiliki oklusi yang baik.

3. Teknik Charter
Bulu-bulu sikat mengarah ke permukaan oklusal membentuk sudut 45º, sikat
ditekan sehingga serabut-serabutnya melengkung dengan ujung ditekan diantara
kedua gigi kemudian dengan gerakan memutar pada gagangnya, ujung sikat
dipertahankan pada posisi ini. Tehnik ini dianjurkan untuk penderita dengan
daerah interdental yang terbuka.

4. Teknik Roll
Tehnik roll sangat bermanfaat bila digunakan pada gingival yang sensitive.
Bagian samping sikat diletakkan berkontak dengan bagian samping gigi dengan
bulu sikat mengarah ke apikal dan sejajar terhadap sumbu gigi. Sikat kemudian
diputar perlahanlahan ke bawah pada rahang atas dan keatas pada rahang bawah
sehingga bulu sikat menyapu daerah gusi dan gigi. Permukaan oklusal dapat
disikat dengan gerakan rotasi.

5. Teknik Stillman
Posisi bulu sikat sama dengan tehnik roll tetapi dekat dengan mahkota gigi,
digerakan maju mundur, Tehnik ini dilakukan sebanyak delapan kali tiap daerah
interproksimal, membersihkan dan memijat.

6. Teknik Fisiologik
Menggunakan bulu sikat yang halus, digerakkan dari arah servical ke oklusal
dengan gerakan untuk memijat gusi. Tehnik ini tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan penurunan gusi.

7. Teknik Bass
Teknik ini baik digunakan bila gingival dalam keadaan sehat, karena tehnik ini
dapat menimbulkan rasa sakit bila digunakan pada jaringan yang terinflamasi dan
sensititf. Pada tehnik ini ujung sikat harus dipegang sedemikian rupa sehingga
bulu sikat terletak 45º terhadap sumbu gigi, dengan ujung bulu sikat mengarah ke
margin ginggiva. Sikat kemudian ditekan kearah ginggiva dan digerakkan dengan
gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah margin
ginggiva dan juga terdorong masuk diantara gigi.
(Depkes, 1990).

2. SCALING DAN ROOTPLANING


1. Mendeteksi Kalkulus
a. Pemeriksaan Visual
Kalkulus supragingiva sering tidak telihat pada permukaan gigi yang basah oleh
saliva. Udara bertekanan dapat digunakan untuk mengerimgkan kalkulus
supragingiva, sehingga tampak lapisan putih seperti kapur. Udara bertekanan ini
juga dapat diarahkan pada poket untuk menyingkap margin gingiva dari gigi,
sehingga deposit kalkulus pada subgingiva dapat terlihat (Carranza, et al, 2018).
b. Eksplorasi Taktil (Perabaan)
Eksplorasi dapat dilakukan dengan mudah pada permukaan mahkota gigi, dan
lebih sulit saat dilakukan pada poket subgingiva, furkasi, dan cekungan-cekungan.
Hal ini membutuhkan keterampilan dalam menggunakan instrument sonde dan
probe. Sonde dapat dipegang dengan modified pen grasp, dengan ringan dan
stabil. Hal ini akan menyediakan sensitivitas taktil yang maksimum untuk
mendeteksi kalkulus subgingiva atau struktur-struktur yang tidak beraturan.
Kamudian, ujung instrument diinsersikan pada dasar poket subgingiva. Instrumen
diaktifkan dengan ringan secara vertikal dari apical ke koronal. Jarak antara ujung
apical kalkulus dengan dasar poket berkisal 0,2-1,0 mm. diusahakan instrumen
menempel pada permukaan gigi untuk mengurangi resiko trauma. Untuk
pemeriksaan di daerah proksimal, gerakan harus melebar atau menyeberangi
separuh daerah kontak gigi, agar memungkinkan mendeteksi daerah
interptoksimal. Untuk adaptasi sonde pada daerah line angle pada daerah
cembung atau cekung, sonde harus diputar sehingga ujungnya dapat beradaptasi
sesuai dengan kontur gigi tersebut (Carranza, et al, 2018).
2. Teknik Scaling Supragingiva
Kalkulus supragingiva biasanya kurang keras dan kurang mengalami kalsifikasi
dibandingkan sengan kalkulus subgingiva. Instrumentasi pada kalkulus supragingiva
dilakukan di koronal margin gingiva dan gerakan scaling tidak dibatasi oleh jaringan
sekitarnya. Hal ini mempengaruhi adaptasi dan angulasi blade instrument lebih
mudah, dan memungkinkan pengelihatan atau pandangan secara langsung (Carranza,
et al, 2018)..
Instrumen yang sering digunakan untuk menghilangkan kalkulus supragingiva ialah
sickle, kuret, dan instrument ultrasonic. Hoe dan chisel jarang digunakan. Cara
memegang sickle atau kuret dengan metode modified pen grasp dengan tumpuan jari
pada gigi sekitar daerah kerja. Blade diadaptasikan dengan angulasi kurang dari 90º
terhadap permukaan gigi. Ujung instrument diletakkan pada apical kalkulus
supragingiva. Aktivasi instrument dengan gerakan vertikal kea rah koronal atau
miring. Apabila jaringan gingiva mudah diretraksi dan dapat dimasuki oleh blade
instrument, maka sickle dapat digunakan pada daerah apikal free gingiva. Bila akhiran
scaling adalah dengan sickle, maka tetap dilakukan rootplaning dengan kuret
(Carranza, et al, 2018).
3. Teknik Scaling Subgingiva dan Root Planing
Kalkulus subgingiva lebih keras dan sering terkunci di dalam struktur yang tidak
beraturan. Sehingga hal ini membuat kalkulus lebih cekat dan sulit untuk dihilangkan.
Selain itu, terdapat jaringan sekitar yang menutupi kalkulus tersebut juga dapat
menimbulkan kesulitan selama instrumentasi. Lapang pandang terhalang oleh
genangan darah, dan jaringan sekitarnya. Operator harus konsentrasi dalam adaptai
blade dalam hal sensitivitas taktil sebagai petunjuk blade dalam mendeteksi kalkukus
dan struktur yang tidak beraturan (Carranza, et al, 2018).
Dalam mengadaptasikan blade instrument operator wajib mengatahui masing-masing
morfologi gigi, sehingga operator mampu mereka-reka gambaran permukaan gigi
untuk mengantisipasi variasi-variasi kontur, memperkirakan sensitivitas taktil dan
gambaran visual, sehingga operator mampu menentukan adaptasi dan angulasi
intrumen (Carranza, et al, 2018).
Intrumen yang sering digunakan pada scaling subgingiva dan root planning adalah
kuret. Alasannya adalah desain instrumennya, blade melengkung, ujungnya
membulat, bagian belakang melengkung, memungkinkan kuret dapat di insersikan
pada dasar poket dan dapat beradaptasi dengan berbagai kontur gigi dengan resiko
trauma dan kerusakan jaringan yang minimal. Kemudian, instrument lainnya seperi
hoe, file dan instrument ultrasonik juga dapat digunakan untuk scaling subgingiva
akan tetapi hasil akhir dari instrumen ini permukaan kar tidak sehalus menggunakan
kuret dan penggunaan instrument ultrasonic lebih berbahaya karena akan
menimbulkan traumapermukaan akar dan jaringan sekitarnya, serta instrument ini
tidak dianjurkan untuk root planning (Carranza, et al, 2018).
Prosedur penggunaan kuret pada scaling subgingiva dan root planning pertama kuret
dipegang dengan metode modified pen grasp disertai tumpuan jari. Ujung instrument
diadaptasikan ke permukaan gigi dan shank lebih rendah dijaga agar paralel dengan
permukaan gigi. Kemudian shank digerakan ke gigi sehingga blade hamper
menempel pada permukaan gigi. Blade di insersikan pada gingiva dan dilanjutkan
sampai dasar poket dengan gerakan eksplorasi ringan. Bila ujung kerja instrument
mencapai dasar poket, angulasinya 45º-90º dan tekanan diberikan dari lateral
terhadap permukaan gigi. Kalkulus diambil secara bertahap dan terkontrol. Kemudian
dilanjutkan gerakan root planning yang lama, ringan, dan tekananlateral lebih ringan
sampai permukaan akar benar-benar halus dan keras. Besarnya tekanan lateral
tergantung sifat kalkulus dan apakah gerkan tersebut untuk menghilangkan kalkulus
atau menghaluskan akar/mengakhiri root planning (Carranza, et al, 2018).
Gerakan scaling dan root planning harus dibatasi pada daerah dimana ditemukan
kalkulus atau sementum yang nekrosis, daerah ini disebut sebagai instrumentation
zone (Carranza, et al, 2018).

Sumber Gambar: Newmen and Carranza’s Clinical Periodontology 13th Edition, 2018.
DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F.A., Newman, M.G., Takel, H.H., dan Klokkevold, P.R. 2018. Newmen and
Carranza’s Clinical Periodontology 13th Edition. Canada: Elsevier.

Depkes R.I. 1990. Pedoman Penyelenggara Upaya Kesehatan Gigi di PUSKESMAS. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Gigi, DEPKES R.I.

Sunnati, 2014. Efektifitas Berkumur dengan Obat Kumur Kombinasi Minyak Esensial dan
Teh Hijau. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala. Cakradonya Dent J;
6(1):619-677.

Tandilangi, M., Christy, M., dan Vonny, NSW. 2016. Efektivitas Dental Health Education
Dengan Media Animasi Kartun Terhadap Perubahan Perilaku Kesehatan Gigi dan
Mulut Siswa SD Advent 02 Sario Manado. Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-GiGi (eG);
4(2):106-110.

Anda mungkin juga menyukai