Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sampah merupakan permasalah lingkungan yang tidak ada habisnya. Hampir seluruh
kegiatan sehari-hari manusia menghasilkan bahan sisa yang kemudian dapat menjadi
sampah. Seiring waktu, jumlah sampah yang diproduksi pun terus meningkat. Jumlah
penduduk yang terus bertambah menjadi faktor utama peningkatan produksi sampah. Selain
itu, peningkatan produksi sampah juga dipengaruhi oleh budaya, daya beli masyarakat, gaya
hidup masyarakat dan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Data dari Kementrian Lingkungan menyatakan bahwa pada tahun 2012 rata-rata
penduduk Indonesia menghasilkan 2,5 liter sampah per harinya. Jumlah tersebut akan terus
meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Karenanya, sampah memerlukan pengelolaan
yang tepat agar tidak terjadi penumpukan sampah. Sampah yang ditumpuk tanpa
pengelolaan yang baik akan menjadi sumber bakteri dan vektor penyakit sehingga dapat
mengganggu kesehatan manusia. Selain itu, tumpukkan sampah pun dapat mengganggu
estetika dan mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat akibat bau yang tidak sedap.
Menurut UU No. 18 tahun 2008, pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan persampahan mempunyai beberapa tujuan yang sangat mendasar,
antara lain untuk menciptakan estetika lingkungan, meningkatan kesehatan masyarakat dan
lingkungan, melindungi sumber daya lama (khususnya air), melindungi fasilitas sosial
ekonomi, dan menunjang pembangunan sektor strategis lainnya (Damanhuri dan Tri Padmi,
2016). Hingga saat ini, sistem pengelolaan sampah di Indonesia rata-rata belum berjalan
dengan baik. Rata-rata, sampah hanya dikumpulkan, diangkut, kemudian di buang ke TPA
tanpa ada upaya pengolahan dan pengurangan lebih lanjut sebelum sampah mencapai TPA.
Padahal, minimasi sampah sudah dapat dilakukan sebelum sampah mencapai TPA, baik di
sumber sampah maupun di TPS.
Kota Bandung merupakan salah satu kota besar yang padat penduduk. Otomatis Kota
Bandung menjadi salah satu kota yang menyumbang sampah dalam jumlah besar di
Indonesia. Karenanya, Kota Bandung memerlukan sistem pengelolaan persampahan yang
efektif, efisien, dan tepat guna agar tidak terjadi penumpukan sampah yang tidak terkelola.
Maka dari itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pengelolaan persampahan di
Bandung. Evaluasi tersebut dapat dilakukan melalui TPS.
Evaluasi dilakukan di TPS Guntur yang terletak di daerah Dago. Dago merupakan salah
satu daerah yang sering menjadi pusat keramaian. Warga Kota Bandung maupun luar Kota
Bandung kerap hadir ke daerah ini untuk berwisata. Sampah yang dihasilkan di daerah
tersebut otomatis cenderung banyak dikarenakan penyumbang produksi sampah pun
banyak. Maka dari itu, Evaluasi terhadap TPS Guntur, Dago ini dilaksanakan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pewadahan dan penanganan sampah di sumber yang dilakukan
sehari-hari oleh warga?
2. Bagaimana proses pengumpulan sampah yang dilakukan dalam satu ritasi?
3. Berapa volume sampah yang terkumpul di TPS Guntur?
4. Apa saja jenis sampah yang terdapat di TPS Guntur?
5. Apa saja upaya pengelolaan sampah yang sudah di lakukan di TPS Guntur?
6. Bagaimana penyediaan sarana dan pra sarana persampahan di TPS Guntur?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi salah satu TPS di daerah Dago.
2. Mengidentikasi pola penanganan sampah yang telah dilakukan oleh warga di
daerah Dago.
3. Mengevaluasi sistem pengumpulan sampah di daerah layanan pada salah satu TPS di
daerah Dago.
4. Mengevaluasi sistem pengelolaan sampah pada salah satu TPS di daerah Dago.
1.4. Metode Penelitian
Pengambilan data yang dilakukan dalam pembuatan laporan ini dilakukan melalui dua
cara antara lain:
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mendatangi tempat yang akan diteliti. Kemudian
dilakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap
obyek yang akan diteliti. Pada hal ini, observasi dilakukan dengan mendatangi TPS
Guntur.
2. Wawancara
Pengambilan data dengan cara wawancara dilakukan dengan bertatap muka dan
berbincang dengan narasumber. Narasumber yang di wawancara pada proses
penelitian ini adalah pemulung, pengelola TPS, pengangkut sampah, dan warga.

Adapun sumber data yang digunakan, yaitu :

1. Data Primer
Data penelitian yang diperoleh berdasarkan dari hasil wawancara, observasi
langsung, sampling, dan pengukuran langsung.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

1.5. Ruang Lingkup


1. Ruang Lingkup Lokasi
Lokasi yang tempat kami lakukan penelitian, yaitu TPS Guntur yang terletak di daerah
Dago, di dekat terminal Dago.
2. Ruang Lingkup waktu
Penelitian dilakukan sejak awal bulan September hingga awal bulan Oktober.
3. Ruang Lingkup Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah masyarakat, pemulung di TPS, petugas
pengangkut sampah, dan pengelola TPS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Penggolongan Sampah


Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang
Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan
seharihari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan
sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk
kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak
termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang
tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan
manusia.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik
yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan
(sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, , kain bekas, kaleng-kaleng,
debu sisa penyapuan, dan sebagainya (SNI 19-2454-1991).
Ada beberapa penggolongan sampah, penggolongan ini berdasarkan atas beberapa
kriteria yaitu: sumbernya dan sifatnya.

1. Penggolongan sampah berdasarkan sumbernya, dibedakan berdasarkan pemukiman,


daerah komersial, institusi, konstruksi dan pembongkaran bangunan, fasilitas umum,
pengolah limbah domestic, kawasan industri dan pertanian.
2. Pengolongan sampah berdasarkan sifatnya. Dibagi menjadi sampah organik: terdiri
atas dedaunan, sisa makanan, kertas, sayur dan buah; dan sampah anorganik: terdiri
atas kaleng, besi, kaca dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersusun oleh senyawa
organik. Sampah ini tidak dapat terdegradasi oleh mikroba sehingga sulit diuraikan.
2.1.1. Sumber dan Jenis Sampah

1. Sumber-Sumber Sampah
Sampah terdiri dari berbagai macam sumber antara lain:

A. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)


Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang
sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan
sebagainya, pakaian-pakaian bekas,bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga,
daun-daunan dari kebun atau taman

B. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum


Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-
tempat hiburan,terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah
ini berupa kertas, plastik, botol,daun, dan sebagainya.

C. Sampah yang berasal dari perkantoran


Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen,perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas,
plastik, karbon, klip dansebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik,
dan mudah terbakar (rubbish).

D. Sampah yang berasal dari jalan raya


Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari :
kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-
onderdil kendaraanyang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.

E. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)


Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal
dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses
produksi, misalnya seperti sampah-sampah pengepakan barang, logam,
plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dansebagainya.
F. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan
sebagainya.

G. Sampah yang berasal dari pertambangan


Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung
dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas,
pasir, sisa-sisapembakaran (arang), dan sebagainya.

H. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan


Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-
kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003).

2. Jenis Sampah
A. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya dibagi menjadi:
- Sampah anorganik, sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
- Sampah organik, sampah yang pada umumnya dapat membusukmisalnya
sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
B. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
- Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain
bekas dansebagainya.
- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas,pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003).

C. Sampah berdasarkan karakteristiknya

- Abu (Ashes), merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar,
baik di rumah, dikantor maupun industri.
- Sampah Jalanan (Street Sweeping), berasal dari pembersihan jalan dan
trotoar, terdiri dari kertas-kertas, kotoran dan daun-daunan.
- Bangkai Binatang (Dead Animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena
bencana alam, penyakit atau kecelakaan.
- Sampah pemukiman (Household refuse), yaitu sampah campuran yang
berasal dari daerah perumahan.
- Bangkai Kendaraan (Abandoned vehicles), yang termasuk jenis sampah ini
adalah bangkai mobil, truk, kereta api, satelit, kapallaut dan alat
transportas lainnya.
- Sampah industri, terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri
pengolahan hasil bumi, tumbuh tumbuhan dan industri lainnya.
- Sampah hasil penghancuran gedung/bangunan (Demolotion waste), yaitu
sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan.
- Sampah dari daerah pembangunan, yaitu sampah yang berasal dari sisa
pembangunan gedung, perbaikan dan pembaharuan gedung. Sampah dari
daerah ini mengandung tanah batu-batuan, potongan kayu, alat perekat,
kertas dan lain-lain.
- Sampah Padat Pada Air Buangan (Sewage Solid), sampah yang terdiri dari
benda yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintumasuk
suatu pusat pengolahan air buangan.
- Sampah Khusus, yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus
dalam pengelolaannya,misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif dan
zat yang toksis. (Mukono, 2006).

2.2. Komposisi dan Karakteristik Sampah


Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang
sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah.
Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume atau satuan berat. Satuan berat
lebih baik karena ketelitiannya lebih tinggi dan tidak perlu memperhatikan derajat
pemadatan.
1. Komposisi Sampah
Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen yang
terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk mengevaluasi peralatan
yang diperlukan, sistem, pengolahan sampah dan rencana manajemen persampahan
suatu kota. Pengelompokan sampah yang paling sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu,
kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan sampah lain-lain (Damanhuri dan
Padmi, 2004). Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di setiap
kota bahkan negara hampir sama, yaitu :

Tabel 1. Komposisi Sampah

Sumber: http://jurnal.unimus.ac.id

Komposisi sampah merupakan penggambaran dan masing-masing komponen yang


terdapat pada sampah dan distribusinya. Komponen komposisi sampah adalah
komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kain-tekstil,
karet-kulit, logam besi maupun non besi, kaca dan lain-lain (misalnya tanah, pasir, batu,
keramik). Pengelompokkan sampah yang paling sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dan kertas, kayu,
karet, logam, kaca, kain, makanan dan sampah-sampah lain.

Komposisi sampah menurut SNI 19-3961-1994 adalah sampah makanan, kayu dan
sampah taman, kertas, karton, tekstil dan produk tekstil, karet dan kulit, plastik, logam,
gelas, limbah rumah tangga berbahaya (B3), abu dan limbah lainnya. Dengan
mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat dan yang
paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Tambah besar dan
beraneka ragam aktivitas sebuah kota, maka tambah kecil proporsi sampah yang berasal
dari kegiatan rumah tangga, yang umumnya didominasi sampah organik.
2. Karakteristik Sampah
Sampah memiliki karakteristik yang biasa ditampilkan dalam
penangananya.Karakteristik sampah dibedakan tinajuannya dari dua faktor yaitu secara
fisika dan kimia. Karakteristik tersebut sangat bervariasi, tergantung pada komponen-
komponen sampah. Ciri - ciri sampah dari berbagai tempat sumber serta jenisnya yang
berbeda-beda memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula. Karakteristik sampah dapat
dikelompokkan menurut sifat-sifatnya, seperti:
- Karakteristik fisika, yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar volatil,
kadar abu, nilai kalor, distribusi ukuran.
- Karakteristik kimia, khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb.

3. Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan dari
jenis sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu. (Departemen PU, 2004).
Timbulan sampah adalah sampah yang dihasilkan dari sumber sampah (SNI,
1995).Timbulan sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan mendesain peralatan
yang digunakan dalam transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan fasilitas
Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) sampah. Menurut SNI 19-3964-1995, bila
pengamatan lapangan belum tersedia,maka untuk menghitung besaran sistem, dapat
digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut:
- Satuan timbulan sampah kota sedang 2,75-3,25 L/orang/hari atau 0,070-0,080
kg/orang/hari.
- Satuan Timbulan sampah kota kecil = 2,5-2,75 L/orang/hari atau 0,625-0,70
kg/orang/hari
Keterangan :
1. Untuk kota sedang jumlah penduduknya 100.000 < p < 500.000.
2. Untuk kota kecil jumlah penduduknya < 100.000.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajiansistem pengelolaan
persampahan. Prakiraan timbulan sampah merupakan langkahawal yangbiasa dilakukan
dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulansampah biasanya dinyatakan sebagaI
satuan skala kuantitas perorang atau perunitbangunan dan sebagainya. Rata- rata
timbulan sampah tidak akan sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, atau suatu
negara dengan negara lainnya
Di Indonesia umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan volume
dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor kompaksi
(densitas) yang harus diperhitungkan. Prakiraan timbulan sampah akan merupakan
langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan.

Sumber: http://jurnal.unimus.ac.id
2.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Menurut Sumantri (2010) ada beberapa faktor yang dapat memengaruhijumlah sampah,
yakni:

1. Jumlah Penduduk
Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempatatau ruang
untuk menampung sampah semakin berkurang. Demikian dengansemakin meningkatnya
aktivitas penduduk, sampa yang dihasilkan juga semakinbanyak.Jumlah
PendudukSemakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempatatau
ruang untuk menampung sampah semakin berkurang. Demikian dengansemakin
meningkatnya aktivitas penduduk, sampa yang dihasilkan juga semakinbanyak.Sistem
Pengumpulan atau Pembuangan Sampah yang dipakai
2. Sistem Pengumpulan atau Pembuangan Sampah yang dipakai
Pengumpulan dengan menggunakan gerobak lebih lambat dibandingkandengan
truk, oleh sebab itu di daerah yang menggunakan gerobak sebagaipengangkut sampah
akan menumpuk lebih banyak sampah dibandingkan dengandaerah yang menggunakan
sistem angkut sampah lewat truk.
3. Pengambilan Bahan-Bahan pada Sampah untuk dipakai Kembali
Metode ini dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilaiekonomi bagi
golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi olehkeadaan, bila harganya
tinggi, tinggi pula tingkat pemakaiannya kembali, sehinggasampah yang tertinggal pun
semakin sedikit.
4. Faktor Geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah,pantai atau di
dataran rendah. Biasanya jumlah sampah lebih banyak ditemukan didaerah dataran
rendah yang padat penduduk.
5. Faktor Waktu
Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Jumlah sampah padavsiang
hari lebih banyak daripada di pagi hari. Namun, sampah di daerah pedesaantidak
bergantung terhadap waktu.
6. Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya
Keberagaman budaya di suatu negara juga memengaruhi jumlahsampah yang
dihasilkan. Beberapa suku di Indonesia contohnya, seringmelaksanakan upacara adat
yang memakai sesajen atau seserahan. Sisa dari acaraadat tersebut tentunya
menghasilkan lebih banyak sampah dibandingkan denganbeberapa suku yang tidak
menggunakan sesajen.
7. Faktor Musim
Pada musim hujan sampah tersangkut pada selokan pintu air. Contohlainnya, pada
musim buah tertentu yang menghasilkan sisa juga akanmenghasilkan jumlah sampah
yang lebih banyak dibandingkan saat tidak musimbuah apapun.
8. Kebiasaan Masyarakat
Bila suatu kelompok masyarakat suka mengonsumsi satu jenis makananatau
tanaman, maka sampah dari makanan itu akan meningkat.
9. Kemajuan Teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh,plastik,
kardus, rongsokan AC, TV, kulkas dan sebagainya.
10. Jenis Sampah
Makin tingkat kebudayaan suatu masyarakta, maka semakin komplekspula macam
dan jenis sampah yang dihasilkan.

2.4. Dampak Sampah


Sampah dapat memberikan dampak pada berbagai aspek sebagai berikut:

A. Terhadap kesehatan
Sampah yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan beberapa
fungsi baru yang berdampak bagi kesehatan masyarakat yang dijelaskan oleh Suprapto
(2005), di antaranya :

1. Sebagai sarana penularan penyakit


Sampah yang sewajarnya mengandung mikroorganisme pathogen dan zat kimia
yang berbahaya dapat menjadi sarana penularan penyakit, baik itu terjadi secara
langsung maupun tidak.
2. Sebagai tempat perkembang biakan vektor penyakit
Sampah yang dibiarkan tanpa pengelolaan yang berkelanjutan akan menjadi
sarang perkembang biakan dan habitat vektor penyakit, seperti nyamuk, lalat, kecoa,
tikus, cacing dan lain-lain.

3. Mengganggu atau menyebabkan kecelakaan


Selain menimbulkan penyakit, sampah juga mengganggu pemandangan dan
penciuman kita. Sampah yang dibiarkan berserakan tidak hanya mengurangi estetika
lingkungan, sampah seperti sampah organik menghasilkan gas Sulfur dan Methan dari
proses pembusukan sampah tersebut. Sampah juga dapat menimbulkan kecelakaan
apabila kita menyentuh ataupun menginjaknya, seperti pecahan kaca atau paku bekas.

B. Terhadap lingkungan
Tidak hanya membahayakan manusia, keberadaan sampah yang tidak tertangani
secara tepat juga menimbulkan perubahan keseimbangan dalam lingkungan. Sampah
anorganik yang sulit terurai dan sifatnya toksik dalam jumlah berlebih di lingkungan
akan merusak struktur tanah, perairan dan bahkan udara. Karena itulah sampah juga
sering diartikan sebagai pencemar lingkungan.Kerusakan pada lingkungan ini
mengakibatkan banyak perubahan yang tidak diinginkan baik kepada makhluk hidup
maupun komponen lingkungan yang berujung pada bencana alam, seperti banjir
bandang, tanah longsor, dan lain-lain.

2.5. Bank Sampah dan Pengepul


Menurut Andina (2014), bank sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk
mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang
sudah dipilah akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat
pengepul sampah.
Pengepul adalah lembaga pemasaran independen yang terlibat pada saluran distribusi
dengan motif ekonomi tertentu. [engepul sebagai perantara memanfaatkan selisih sebagai
keuntugan yang akan diperoleh dari harga penjualan. Sampah yang terkumpul akan dijual
kembali kepada pabrik atau lembaga pemasaran lainnya.
2.6. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Kementrian Lingkungan Hidup,
2007).Menurut UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan Pengelolaan sampah adalah kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah.
Menurut Chandra, Budiman (2006) pengelolaan sampah disuatu daerah akan
membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Banyak
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sampah, diantaranya yaitu pencemaran udara,
karena baunya yang tidak sedap, kesan jijik, mengganggu nilai estetika, pencemaran air
yaitu apabila membuang sampah sembarangan, misalnya di sungai, maka akan membuat
air menjadi kotor dan berbau. Teknik pengelolaan sampah dapat dimulai dari sumber
sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah.Tujuan pengelolaan sampah
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya (UU No 8 Pasal 4 tahun 2008). Upaya yang dapat ditempuh
dalam tujuan pengelolaan sampah:
(1) Mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis.
(2) Mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan
hidup.
Untuk itu manusia sebisa mungkin harus bisa mengurangi penggunaan sampah yang
dihasilkan tidak terlalu banyak dan mengurangi volume sampah di TPA.

2.6.1. Metode Pengelolaan Sampah


Menurut Damanhuri, 2004 Sistem pengelolaan sampah meliputi beberapa
tahapan, yaitu pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan akhir ke Lahan TPA. Berikut adalah penjelasannya:
(1) Pewadahan sampah adalah cara penampungan sampah sementara di
sumbernya.
(2) Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan
carapengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke
tempat pembuangan sementara atau langsung ke tempat pembuangan
akhir tanpa melalui proses pemindahan.
(3) Pemindahan sampah adalah tahap memindahkan sampah hasil pengumpulan
ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir.
(4) Pengangkutan sampah adalah membawa sampah dari lokasi pemindahan atau
langsung dari sumber sampah menuju tempat pembuangan akhir.
(5) Pengolahan sampah adalah upaya mengurangi volume atau merubah bentuk
sampah menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran dalam
incinerator, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan
pendaur ulangan.

Teknis operasional pengelolaan sampah di Kota dan penanganannya diatur


dalam SNI 19-2454-2002. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan
dapat dilihat pada gambar 2.5.1 dibawah ini

Gambar 1. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan


Permasalahan persampahan di setiap wilayah berbeda tingkat
kesulitannya.Oleh karena itu sebaiknya setiap daerah melakukan berbagai
pendekatan untuk menyelesaikan semua masalah persampahan yang ada di
wilayahnya. Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan teknis atau
pendekatan non teknis yang meliputi beberapa aspek antara lain :

1. Aspek institusi
Aspek institusi menyangkut masalah manajemen didalam pengelolaan
persampahan yang meliputi kejelasan status institusi pengelola
persampahan, struktur organisasi yang sesuai, sumber daya manusia yang
kompeten, fungsi, tangggung jawab dan wewenang serta koordinasi vertikal
maupun horizontal dari badan pengelola.

2. Aspek legal/hukum
Sistem pengelolaan persampahan sangat ditentukan oleh peraturan-
peraturan yang mendukung.

3. Aspek pembiayaan
Aspek pembiayaan erat kaitannya dengan pendapatan yang diterima
dari retribusi sampah untuk membiayai operasional pengelolaan sampah.

4. Aspek teknis operasional


Kegiatan dalam aspek teknis operasional adalah penentuan peralatan
atau teknologi yang dibutuhkan untuk mengolah sampah tetapi secara
umum kegiatan aspek teknis operasional meliputi perhitungan produksi
sampah, penentuan daerah pelayanan, penentuan cara pengumpulan dan
pengangkutan sampah ke tempat pemrosesan akhir sampah.
5. Aspek peran serta masyarakat
Aspek peran serta masyarakat merupakan hal terpenting dalam
pengelolaan sampah karena sampah yang dihasilkan bersumber dari
kegiatan masyarakat, maka dengan pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan sampah diharapkan dapat mereduksi jumlah timbulan
sampah yang masuk ke tempat pemrosesan akhir sampah.

6. Aspek peran serta swasta


Hal ini sangat terkait dengan keterbatasan dana dan sumber daya yang
dimiliki oleh pemerintah, peran swasta dapat dijadikan alternatif untuk
pengelolaan sampah perkotaan yang memiliki kompleksitas masalah
sangat tinggi terutama dalam proses pengangkutan dan pengumpulan
sampah.

2.6.2. Tempat Penampungan Sementara (TPS)


Tempat penampungan sementara dalam SNI 19-2454-1991 tentang Tata
Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah disebut sebagai pewadahan
komunal, yaitu aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu
wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum.Dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pasal 1, tempat
penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan terpadu.
Posisi TPS pada elemen sistem pengelolaan sampah (Gambar 2.3) berada
pada elemen pengumpulan, sehingga aspek teknis maupun non teknis mengenai
TPS sangat berhubungan erat dengan elemen sebelum dan sesudahnya, yaitu
elemen penyimpanan, pemindahan dan pengangkutan serta pengolahan sampah.
Untuk elemen penyimpanan sampah, tidak semua jenis pola pengumpulan sampah
menggunakan atau memanfaatkan sarana TPS.Dari 4 pola pengumpulan sampah
(individual langsung, individual tidak langsung, komunal langsung, dan komunal
tidak langsung), pola individual langsung tidak memerlukan sarana TPS karena
sampah hasil pengumpulan langsung dibuang ke lokasi TPA. (Darmasetiawan,
2004: III-11).
Dalam sistem pengelolaan sampah, TPS juga memiliki hubungan dengan
elemen pemindahan dan pengangkutan sampah. Jenis atau tipe TPS yang
digunakan akan berpengaruh khususnya terhadap jenis alat pengakutan dan sistem
operasional pengangkutan. Demikian juga halnya dengan elemen pengolahan dan
recovery dalam sistem pengelolaan sampah, tidak semua jenis atau tipe TPS
memiliki fungsi dan sarana untuk pengolahan sampah seperti pengomposan
sampah organik (Darmasetiawan, 2004: IV-7).
Sistem pemindahan sampah merupakan konsekuensi logis dari
digunakannya sistem pengumpulan secara komunal dengan menggunakan gerobak
sampah.Sistem pemindahan merupakan pertemuan antara gerobak sampah dengan
alat pengangkut sampah.Lokasi pemindahan sampah ini dikenal juga dengan
istilah tempat pengumpulan sementara atau TPS.
Dalam Revisi SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Pemukiman, TPS diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu :

(1) TPS tipe I, berfungsi sebagai tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul
ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan ruang pemilahan, gudang,
landasan kontainer, serta luas lahan tempat pemindahan sampah ± 10 m2 s/d 50
m2
(2) TPS tipe II, berfungsi sebagai tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul
ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan ruang pemilahan (10 m2),
pengomposan sampah organik (200 m2 ), gudang (50m2), landasan container
(60 m2), serta luas lahan tempat pemindahan sampah ± 60 m2 s/d 200 m2
(3) TPS tipe III, berfungsi sebagai tempat pemindahan sampah dari alatpengumpul
ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan ruang pemilahan (30 m2),
pengomposan sampah organik (800 m2), gudang (100m2), landasan kontainer
(60 m2), serta luas lahan tempat pemindahan sampah ± 200 m2

A. Aspek Teknis Penentuan Lokasi TPS


Terdapat berbagai teori lokasi yang umumnya digunakan dalam
perencanaan wilayah.Landasan yang digunakan dalam teori lokasi adalah ruang,
karena tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi, dan lokasi menggambarkan
posisi pada ruang tersebut. Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan satu
kegiatan dengan kegiatan lain dan bagaimana dampaknya terhadap kegiatan
masing-masing. Faktor yang digunakan dalam teori lokasi bervariasi dengan
berbagai pendekatan dan asumsi.Salah satu faktor yang umumnya digunakan
dalam teori lokasi adalah jarak dan aksesibilitas.Jarak menggambarkan kedekatan
suatu lokasi dengan kegiatan lainnya dan aksesibilitas menggambarkan
kemudahan dalam pencapaian suatu lokasi.Aksesibilitas dalam hal ini sangat
berkaitan dengan ketersediaan sarana prasarana (Tarigan, 2006: 77).
Lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk harus berada pada
tempat yang sentral.Tempat yang lokasinya sentral adalah tempat yang
memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya maksimum, baik bagi mereka
yang terlibat dalam aktifitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari
barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya.Tempat semacam itu oleh
Christaller dan Losch, diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk
geometrik yang heksagonal (Sumaatmadja, 1988).
Berdasarkan kondisi dan fungsinya, lokasi pemindahan sampah atau TPS
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (Darmasetiawan, 2004: IV-5):
(1) Terpusat, adalah sebagai sentralisasi proses pemindahan dan merupakan pos
pengendalian operasional. Dalam hal ini, transfer depo dapat berfungsi
sebagai pengendali operasional. Disarankan untuk setiap kota minimal
memiliki 1 unit transfer depo, dan khusus untuk kota besar atau metropolitan
memiliki 1 unit untuk setiap kecamatannya.
(2) Tersebar, adalah sebagai tempat penampungan atau pengumpulan sampah
yang sifatnya sementara dengan lokasi tersebar sesuai dengan wilayah
pelayanannya. TPS yang digunakan dalam hal ini disarankan menggunakan
jenis kontainer untuk mempermudah dalam proses pengangkutan serta
mempertahankan TPS dengan sifat sementara baik fungsi penampungannya
maupun lokasi penempatannya.
Darmasetiawan (2004: IV-6) menyampaikan bahwa kriteria lokasi
pemindahan sampah adalah sebagai berikut:
(1) Lokasi terpilih harus sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi sarana
pengumpul dan pengangkut untuk masuk dan keluar lokasi pemindahan
(tersedia jalan akses).
(2) Letak tidak jauh dari sumber sampah
(3) Transfer depo tipe I dan II yang membutuhkan lahan relatif luas harus
memperhatikan hal-hal seperti cukup tersedia lahan kosong, terletak di
tengah daerah pelayanan dengan radius 500 m, dan topografi
relatif datar.
(4) Peletakan kontainer harus memperhatikan kapasitas kontainer dan lebar
jalan serta dekat dengan daerah pelayanannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum pasal 21 ayat 1 mengisyaratkan bahwa penentuan
lokasi tempat pengumpulan dan pengolahan sampah serta TPA wajib
memperhatikan:
(1) Jarak dengan sumber air baku
(2) Hasil kajian analisa mengenai dampak lingkungan.
(3) Rencana tata ruang.
(4) Daya dukung lingkungan dan kondisi hidrogeologi daerah.
(5) Kondisi sosial budaya masyarakat.
Menurut Tchobanoglous (1977: 185), dalam penentuan lokasi TPS harus
memperhatikan beberapa aspek berikut, yaitu:
(1) Kedekatan terhadap pusat timbulan sampah yang akan dilayani.
(2) Memiliki aksesibilitas yang baik khususnya terhadap rute pengangkutan
menuju TPA.
(3) Memiliki dukungan dari masyarakat maupun lingkungan sekitar.
(4) Memiliki rencana pembiayaan pembangunan dan operasional yang paling
ekonomis.
Selanjutnya Tchobanoglous memberi pandangan bahwa yang perlu
diperhatikan dalam mendesain TPS adalah (Tchobanoglous, 1993: 353):
(1) Pola pengangkutan yang akan diterapkan.
(2) Kapasitas atau daya tampung sampah yang akan direncanakan.
(3) Peralatan atau fasilitas yang akan digunakan pada lokasi TPS.
(4) Sanitasi yang dipersyaratkan.
Selanjutnya Tchobanoglous memberikan pandangan lainnya mengenai
peletakan fasilitas sarana TPS yang mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu
Tchobanoglous (1977):
(1) Tipe atau jenis TPS yang akan digunakan serta luas wilayah
pelayanannya.
(2) Memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dan nilai estetika sarana
TPS.

Anda mungkin juga menyukai