Anda di halaman 1dari 13

Nama : Siti Alya Putri

NIM : 073001500087

FLOTASI

I. Definisi Flotasi
Konsentrasi flotasi adalah salah satu tahap operasi dalam pengolahan
bahan galian yang operasinya mempergunakan sifat perbedaan kemampuan
dibasahi oleh air/udara dari mineral-mineral yang akan dipisahkan.
Dalam pengolahan bahan galian, flotasi didefinisikan sebagai metoda
fisika kimia untuk memisahkan mineral berharga dari yang tidak berharga
dengan cara mengapungkan salah satu mineral ke permukaan pulp. Proses
pemisahan mineral berharga dari yang tidak berharga dengan cara
pengapungan ini didasarkan pada sifat permukaan mineral apakah suka
terhadap udara (takut air) atau suka terhadap air (takut udara). Mineral yang
diapungkan adalah mineral yang tidak dibasahi (suka udara) disebut mineral
hydrophobic, sedangkan mineral yang tidak diapungkan adalah mineral yang
dibasahi (suka air) disebut mineral hidrophilic.
Konsentrasi flotasi mendominasi proses pengolahan mineral pada
tambang tembaga, emas dan logam dasar skala besar. Hal ini disebabkan
karena proses ini tidak tergantung pada densitas dan perbedaan gaya gravitasi
serta mudah dikendalikan melalui reagenreagen tertentu dalam merubah sifat
permukaan mineral.
Selain pada logam, flotasi juga dapat diterapkan pada instalasi
pengolahan batubara yang berkukuran halus. Dalam industri pengolahan
mineral, umpan untuk proses flotasi terlebih dahulu melalui penggerusan dan
pengayakan. Karena operasinya dalam kondisi basah, maka penanganan
material hasil pengolahan memerlukan perhatian khusus.
II. Proses Pengapungan
Kondisi utama agar proses flotasi berlangsung dengan baik yaitu
adanya partikel-partikel tertentu (yang akan diapungkan) menempel pada
gelembung udara kemudian bersama-sama naik ke permukaan. Syarat agar hal
ini dipenuhi antara lain sebagai berikut:
 Ukuran partikel harus cukup kecil
 Ukuran partikel untuk proses flotasi biasanya lebih kecil dari 65 mesh tetapi
lebih besar dari 10 m, kecuali untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai
20 mesh.
 Gelembung harus cukup besar
 Sifat-sifat fisik yang menentukan apakah partikel menempel pada gelembung
atau tidak
Partikel yang akan diapungkan harus bersifat hidrophobic, sedangkan
partikel yang tidak diapungkan harus bersifat hidrophilic. Keterapungan
(floatability) dari suatu partikel ditentukan oleh kecenderungannya untuk
menempel pada permukaan gelembung udara, dan ini terutama tergantung pada
sifat-sifat permukaan partikel. Massa jenis dan sifat-sifat fisika lainnya
memegang peranan yang sangat kecil.

III. Operasi Flotasi


 Conditioning dan Aerasi
Operasi atau proses flotasi sebenarnya terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Conditioning
Conditioning merupakan tahapan dari flotasi dimana permukaan mineral yang
berada dalam pulp diolah dengan reagen kimia sedemikian rupa sehingga
apabila diberi udara maka mineral tertentu akan mengapung dan mineral
lainnya akan tenggelam agar proses flotasi berlangsung dengan baik. Proses
conditioning dilakukan dalam alat yang disebut conditioner. Mekanisme yang
diperlukan pada conditioning yaitu:
o Pengadukan
o Reagen terdispersi (tersebar) ke seluruh pulp
o Kontak berulang-ulang antara molekul-molekul reagen dengan partikel-partikel
mineral
o Harus cukup waktu kontak agar interaksi reagen dengan partikel berlangsung
baik. Waktu yang diperlukan di sini disebut waktu conditioning
o Tidak ada udara yang masuk

2. Proses aerasi
Proses aerasi merupakan tahapan proses flotasi dengan memasukkan aliran
udara ke dalam pulp yang telah mengalami conditioning, sehingga timbul
gelembung-gelembung udara dalam pulp. Pada proses aerasi ini partikel-
partikel mineral yang bersifat hidrofobik (suka udara) akan menempel pada
gelembung udara kemudian naik ke atas dan keluar bersama-sama. Apungan
ini selanjutnya ditampung, gelembung udara pecah dan tinggal padatannya.
Partikel-partikel mineral yang bersifat hidrofilik (suka air) akan tetap
tenggelam dan menjadi produktan berupa endapan. Dengan demikian dapat
dipisahkan antara apungan (froth) dan endapan (sink).

Gambar III.1
Proses Flotasi
IV. Jenis-Jenis Proses Flotasi
1. Flotasi ruah (bulk flotation)
Flotasi ruah merupakan proses flotasi yang mengapungkan sekelompok
mineral. Produkta berupa konsentrat dan tailing. Sebagai contoh adalah bijih
kompleks Pb-Cu-Zn. Jika pada bijih kompleks ini dilakukan flotasi ruah maka
akan didapatkan konsentrat dan tailing. Konsentrat tetap mengandung Pb-Cu-
Zn tetapi dengan kadar yang lebih tinggi.
2. Differential flotation
Pada differential flotation, dilakukan proses flotasi secara bertahap terhadap
konsentrat dari flotasi ruah. Flotasi tahap pertama akan dihasilkan apungan
berupa misalnya konsentrat Pb dan endapan yang masih banyak mengandung
Cu dan Zn. Pada tahap kedua, endapan diolah (dilakukan proses flotasi) untuk
menghasilkan apungan berupa konsentrat Cu dan endapan yang masih banyak
mengandung Zn. Pada tahap ketiga dilakukan proses flotasi pada endapan yang
masih banyakmengandung Zn, dihasilkan apungan berupa konsentrat Zn dan
endapan yang merupakan tailing akhir.
3. Selective flotation
Pada selective flotation, dilakukan proses flotasi seperti pada proses
differential flotation tetapi tanpa dilakukan proses flotasi ruah terlebih dahulu.
Berbeda dengan differential flotation, pada selective flotation pada setiap
tahapnya dilakukan dalam jumlah yang besar sehingga peralatan yang dipakai
juga lebih banyak.

V. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Proses Flotasi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses flotasi adalah sebagai berikut:

1. Ukuran partikel
Jika ukuran partikel terlalu besar maka partikel sulit untuk tertempel dan
terbawa ke atas oleh gelembung udara, sedangkan kalau partikel terlalu halus
maka sifat permukaan memberikan efek atau pengaruh yang hampir sama
antara partikel yang akan diapungkan dan partikel yang tidak diapungkan.
Dengan demikian jika ukuran partikel mineral terlalu besar atau terlalu kecil
maka recovery (perolehan) akan lebih kecil. Ukuran partikel untuk proses
flotasi biasanya lebih kecil dari 65 mesh tetapi lebih besar dari 10 m, kecuali
untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai 20 mesh.
2. Persen padatan
Persen padatan pulp yang optimum untuk flotasi mineral umumnya adalah
25%. Untuk flotasi batubara persen padatan sebesar 25% ini terlalu tinggi.
Umumnya persen padatan untuk flotasi batubara berkisar antara 3-20%,
dengan rata-rata sekitar 7%. Bilamana ukuran partikel lebih kasar maka persen
padatan juga tinggi, dan sebaliknya jika ukuran partikel lebih halus maka
persen padatan juga harus lebih rendah.

3. Derajat oksidasi
Derajat oksidasi mineral akan mempengaruhi sifat keterapungan mineral
tersebut. Sifat keterapungan akan menurun dengan adanya pengaruh oksidasi
pada permukaan mineral. Tingkat oksidasi akan semakin besar dengan semakin
meningkatnya dan lamanya mineral berada di udara terbuka.
4. pH pulp dan karakteristik air
Secara umum nilai pH pulp dan jumlah garam terlarut dalam air yang
digunakan pada proses flotasi merupakan faktor yang penting. Sifat permukaan
mineral bisa berbeda pada harga pH yang berbeda sehingga sangat
mempengaruhi perolehan dari proses flotasi. Adanya lempung atau slimes
dalam air dapat mencegah pengapungan mineral. Hal ini dapat dikendalikan
dengan penggunaan reagen kimia yang cocok sehingga slime tersebut dapat
digumpalkan kemudian dikeluarkan, atau dengan penggunaan air bersih dalam
sirkit flotasi.
5. Reagen flotasi
Reagen flotasi baik jenis maupun jumlah (dosisnya) seperti telah dijelaskan
sebelumnya akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses flotasi. Jenis
maupun jumlah reagen flotasi baik itu kolektor, frother, maupun modifier harus
betul-betul sesuai penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang optimal.
6. Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara
Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara pada proses flotasi
akan optimal pada harga-harga tertentu.

VI. Reagen Kimia


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa syarat utama
berlangsungnya flotasi denganbaik adalah adanya partikel yang bersifat
hidrofobik (suka udara) dan partikel lainnya bersifat hidrofilik (suka air).
Mineral-mineral yang bersifat suka udara (tidak dibasahi) terdapat di alam
dalam jumlah yang sangat terbatas, misalnya S (sulfur) dan batubara. Hampir
semua mineral di alam ini dapat dibasahi sehingga untuk memperoleh mineral
yang tidak dapat dibasahi maka perlu ditambahkan reagen kimia.
Reagen kimia digunakan dalam proses flotasi untuk menciptakan suatu
kondisi agar proses flotasi berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang
ditambahkan mempunyai fungsi yang spesifik. Ada tiga kelompok utama
reagen kimia yang biasa digunakan dalam proses flotasi yaitu kolektor, frother
(pembuih), dan modifier.

o Kolektor
Kolektor merupakan reagen kimia yang dapat mengubah permukaan mineral
yang semula hidrofilik (dapat dibasahi) menjadi hidrofobik (tidak dapat
dibasahi). Beberapa contoh kolektor yang sering dipakai dalam proses flotasi
dapat dilihat pada Gambar VI.1
Banyaknya pemakaian (dosis) kolektor yang dipakai tergantung pada faktor-
faktor berikut :
1. Total luas permukaan partikel yang akan diselimuti (merupakan fungsi dari
kadar dan ukuran partikel). Semakin besar kadar maka pemakaian akan
semakin banyak dan semakin halus ukuran partikel maka pemakaian juga
semakin banyak.
2. Ion-ion yang ada dalam pulp yang berinteraksi dengan kolektor. Ion-ion ini
mengganggu sehingga perlu dihilangkan terlebih dulu sebelum penambahan
kolektor. Ion-ion ini disebut ion-ion pengganggu.
3. Tingkat oksidasi permukaan mineral. Jika seluruh permukaan mineral
teroksidasi maka kolektor tidak lagi bekerja dengan baik (tidak berfungsi). Jadi
bijih sulfida yang masih segar harus disimpan dengan baik agar tidak
teroksidasi.

Gambar Vi.1
Kolektor yang umum digunakan dalam proses flotasi
Rectangular Suspended Magnet

o Frother (Pembuih)
Frother merupakan reagen kimia yang digunakan dalam proses flotasi yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga mudah membentuk
gelembung yang relatif stabil. Beberapa contoh frother yang banyak
digunakan dalam proses flotasi dapat dilihat pada Gambar VI.2
Gambar VI.2
Frother yang umum digunakan dalam
proses flotasi
Selama masa pengapungan, gelembung yang terbentuk harus stabil/ tidak
pecah dan setelah keluar dari sel flotasi gelembung tersebut pecah sehingga
partikel-partikel yang menempel pada gelembung tersebut bisa ditampung.
Jika setelah keluar dari sel flotasi gelembung masih tetap stabil atau
gelembung belum pecah maka akan menyulitkan dalam penanganan
material yang diapungkan maupun penanganan untuk proses berikutnya
seperti drying (pengeringan), filtering, dan lain-lain. Disamping dapat
menstabilkan gelembung, frother yang baik harus dapat larut dalam air
(mempunyai daya larut yang tinggi).

o Modifier
Modifier atau regulator merupakan reagen kimia lain (selain kolektor dan
frother) yang ditambahkan dalam proses flotasi yang berfungsi mengatur
lingkungan yang sesuai dengan lingkungan flotasi sehingga selektifitas
kolektor menjadi bertambah baik dan dengan demikian dapat memperbaiki
recovery (perolehan) proses flotasi. Modifier terdiri dari macam-macam
reagen, yaitu: pH regulator, depresant, activator, dan dispersant.

o pH Regulator
Reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur pH lingkungan flotasi. pH
regulator perlu ditambahkan dalam proses flotasi karena mineral mengapung
dengan baik pada pH tertentu, reagen lebih stabil pada pH tertentu, dan
kolektor juga bekerja dengan baik pada pH tertentu. pH dimana mineral-
mineral dapat mengapung dengan baik disebut pH kritis. pH kritis dari suatu
mineral tergantung pada macam kolektor yang dipakai dan konsentrasi
(jumlah pemakaian) dari kolektor. Ada dua jenis pH regulator, yaitu:
1. pH regulator asam, yaitu pH regulator dalam lingkungan asam.
Contoh: H2SO4
2. pH regulator basa, yaitu pH regulator dalam lingkungan basa.
Contoh: lime (CaO), soda abu (Na2CO3), NaOH
o Depresant
reagen kimia yang berfungsi untuk mencegah interaksi kolektor terhadap
mineral tertentu sehingga mineral tersebut tetap bersifat hidrofilik agar tidak
terapungkan. Beberapa contoh depresant adalah:
 ZnSO4 → untuk mendepress sphalerit (ZnS) pada pH cukup tinggi (sekitar
pH = 9-11)
 NaCN → untuk mendepress sphalerit, pirit, Au, Ag

o Activator
reagen yang berfungsi membantu kolektor agar interaksi kolektor dengan
mineral tersebut bekerja dengan baik. Contoh activator adalah:
 CuSO4 → ion-ion Cu++ diadsorpsi (diserap) oleh permukaan mineral yang
sebelumnya bekerja kurang baik dengan kolektor. Dengan diserapnya ion-
ion Cu++ pada permukaan mineral akhirnya mineral tersebut menjadi
hidrofobik (suka udara)
 Na2S.9H2O → ion-ion S2- diadsorp oleh permukaan mineral sulfida yang
berubah menjadi oksida sehingga permukaan mineral menjadi sulfida lagi.

o Dispersant
reagen kimia yang berfungsi untuk melepas penempelan partikel-partikel
halus (slimes coating) pada permukaan mineral yang akan diapungkan.
Contoh: sodium silikat (mNa2O.nSiO2) → penambahan sodium silikat tidak
boleh berlebihan karena mempunyai efek terhadap gelembung udara
(gelembung udara cepat pecah).
DAFTAR PUSTAKA

Rivaldo, Dedi. Makalah Pengolahan Bahan Galian (PBG) Konsentrasi dan


Dewatering.Yogyakarta. Diunduh dari
https://www.academia.edu/26044284/Makalah-pbg . Diakses pada
tanggal 25 September 2018 pukul 7:45 WIB
JURNAL FLOTASI

Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada


Batubara Menggunakan Metode Flotasi

Desulfurisasi adalah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas


batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaanya. Pencucian
batubara bertujuan untuk memisahkan dari material pengotornya. Pada dasarnya
proses pemisahan secara flotasi adalah sangat kompleks karena banyak
parameter operasi yang berpengaruh. Secara umum dapat disebutkan
parameter-parameter tersebut ditinjau dari dua faktor utama yaitu faktor
fisika dan faktor kimia. Faktor fisika seperti desain sel, dimensi kolom,
pengadukan, laju alir udara,ukuran butiran partikel dan ukuran gelembung
udara serta faktor kimia seperti pH, reagent, dan konsentrasi slurry.

Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar kedua di


dunia setelah Malaysia. Produksinya hingga tahun 2014 mencapai 29,5 juta
ton dan diperkirakan untuk tahun 2015 bisa mencapai 31 juta ton. Sebanyak
43% CPO di dalam daging buah sawit yang terdiri dari berbagai asam
lemak, seperti asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan
asam miristat. Surfaktan adalah suatu molekul yang sekaligus memiliki
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh
karena sifat ganda dari molekulnya yang memiliki bagian polar yang suka
akan air (hidrofilik) dan bagian nonpolar (hidrofobik). Senyawa sabun asam
lemak (RCOONa) pada CPO dapat digunakan sebagai surfaktan dalam
proses flotasi, mengingat struktur senyawa ini terdiri dari gugus anion
(COO-) yang bersifat polar (hidrofilik) dan gugus rantai karbon (R) yang
bersifat non polar (hidrofobik). Senyawa sabun tersebut dapat dihidrolisis
basa dari minyak/lemak kasar kelapa sawit (CPO).

Berdasarkan analisa batubara subituminus diperoleh kadar sulfur


mula-mula sebesar 0,3636 % dalam 1 gr Batubara. Setelah dilakukannya
proses flotasi pada batubara didapatkan hasil bahwa semakin cepat laju alir,
maka kadar sulfur yang terambil pada batubara semakin kecil. Hal tersebut
terjadi dikarenakan waktu tunggal batubara pada kolom flotasi semakin
cepat. sulfur dalam batubara berbentuk pirit (FeS2) terlebih dahulu
mengalami ionisasi (parsial) membentuk molekul polar dengan adanya ion
asam (H+), Pirit dalam bentuk terionkan ini (H+ : FeS2) akan bersifat lebih
hidrofilik sehingga lebih mudah tertarik dengan kompinen hidrofilik lainnya
karenanya akan lebih mudah dipisahkan dari campuran batubara (komponen
hidrofobik). Kondisi optimal pada pengurangan kadar sulfur pada proses
flotasi ketika laju alir umpan dengan kecepatan 0,3612 dengan perbandingan
CPO/Batubara pada 1:2. 


Anda mungkin juga menyukai