Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Stroke menurut WHO merupakan menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain
gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan
Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.1
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar kasus
dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur, resiko
terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi,
stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit,
orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit
putih.2
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.3
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia.2
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di
negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak
500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa
stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan
pekerjaan.2
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke dan kecacatan.2

1
1.2 Tujuan
Penulisan laporan kasus ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke non
hemoragik yang berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali dan
mengenai penatalaksanaan stroke sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan dan
pelayanan kepada pasien yang menderita stroke non hemoragik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.4
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.5

2.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.7
2.2.1 Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
3
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru bronkiektasis.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.7
2.2.2 Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.7
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).7

2.3 Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat dibagi dalam:
1. Jenis stroke non hemoragik yang mencakup8 :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke trombotik
c. Stroke embolik
d. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
4
2. Berdasarkan subtipe penyebab6
a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik

2.4 Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni:7,8
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

2.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh
total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah
arterial.4 Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100
gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah
700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan darah ke bagian depan
otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler,
yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.8
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
5
yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya dapat berupa:6
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai
darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik, sensorik, fungsi luhur,
yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

Trombosis Emboli
cerebral cerebral
Sumbatan pembuluh darah di otak

Suplai darah dan O2 ke otak


menurun Menurun > =18 ml/100gr
otak/mnt
Menurun 25 –30
ml/100 gr otak/menit
Gg perfusi jaringan
Infark serebri
Iskemik otak

24 jam –21 hari Stroke Komplit

<24 jam
Stroke In Evolution
(dalam perkembangan) Cerebrum (otak Cerebelum (otak
Transient Ischemic Batang
besar) kecil)
Otak
Attack
Gejala neurologik
bertambah
Kelainan neurologik
sementara

Sembuh total Pengobatan dan perawatan tidak


Sembuh total < 24 jam beberapa hari akurat

6
2.6 Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai dengan menggunakan skala koma
Glasgow yaitu :4

Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)


1. Tidak ada respons 1. Tidak ada gerakan 1.Tidak ada suara

2. Respons dengan 2. Ekstensi abnormal 2.Mengerang


rangsangan nyeri

3. Buka mata dengan 3. Fleksi abnormal 3.Bicara kacau


perintah

4. Buka mata spontan 4. Menghindari nyeri 4.Disorientasi tempat dan


waktu
5. Melokalisir nyeri 5.Orientasi baik dan sesuai

6. Mengikuti perintah

Tabel 2.1. Skala koma Glasgow 4

Penilaian skor skala koma Glasgow:

a. Koma (GCS = 3-8)

b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)

c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan motorik (hemiparese), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan
nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa,
orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi
(sindrom serebelar) :8
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang
akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.
Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak
gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu

7
gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak bisa gerak cepat yang arahnya
berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua
kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan
yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga
bergoyang-goyang.

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi


I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan kembar),
akomodasi ptosis; midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah; kelemahan
kepala, dan gigi; gerak otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya kemampuan mengecap
platum dan telinga luar; sekresi pada dua pertiga anterior lidah; mulut
kelenjar lakrimalis, submandibula kering; hilangnya lakrimasi; paralisis
dan sublingual; ekspresi wajah otot wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum pada Hilangnya daya pengecapan pada
faring dan telinga; mengangkat sepertiga posterior lidah; anestesi
palatum; sekresi kelenjar parotis pada farings; mulut kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum pada Disfagia (gangguan menelan) suara
farings, laring dan telinga; parau; paralisis palatum
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan Suara parau; kelemahan otot kepala,
bahu leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah
Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial9

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita stroke
non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga
terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese
dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus
bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.10
8
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin
berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut
sindrom neurovaskular :6
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria
serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin
mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia
ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering).
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
e. Disfagia
f. Disartria
g. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
h. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
i. Gangguan penglihatan dan pendengaran

9
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:7
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan

10
femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga
jalan napasnya sendiri.
2.7.3 Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa
dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.7
2.7.4 Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan
penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.11
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).11
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.11
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.11
2.7.5 Gambaran Radiologi
1. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).7
11
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.7
2. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.7
3. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah
yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.7
4. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.7
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR
T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-
weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk
meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut.
DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain
itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat
mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT
perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke
waktu serta dibandingkan.7

12
5. USG, ECG,Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.7

2.8 Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang
diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan.4
2.8.1 Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
 Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
 Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah
yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
 Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut,

13
ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada
hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.

2.8.2 Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut


a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di
berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam waktu 1 jam jika onset
di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infark yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas
infark dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
 Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna
(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
 Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan
arteri rata-rata >140 mmHg.
 Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah
yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus
dinaikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

14
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi:
 Kemungkinan besar stroke kardioemboli
 TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
 Stroke dalam evolusi
 Diseksi arteri
 Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke
non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien
agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus dinilai (perhatikan saat pasien
mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui
selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk
pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika:12
1) Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang
termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.
2) Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.

15
3) Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3
jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat
yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.13
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik terjadi meskipun agak jarang
(10-20%)
2. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder
dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang
lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.10 Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Mengendalikan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.4
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia
dengan diet rendah lemak dan obat anti dislipidemia, berhenti merokok, hindari
kegemukan dan kurang gerak.4

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


1) Nama : N.M.A.S
2) Tanggal Lahir : 12 Desember 1959
3) Usia : 59 tahun
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Bangsa : Indonesia
6) Suku : Bali
7) Agama : Hindu
8) Pekerjaan : Petani
9) Status Perkawinan : Menikah
10) Tanggal MRS : 25 juli 2019
11) Alamat : Karangasem
12) No RM : 243703

3.2 Anamnesa
1) Keluhan Utama :
Lemas separuh tubuh
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Klungkung dalam keadaan sadar diantar
keluarganya mengeluh lemah separuh tubuh sebelah kiri. Keluarga pasien
mengatakan kelemahan separuh tubuh terjadi sejak 6 hari sebelum masuk rumah
sakit, pada awalnya tangan dan kaki kiri terasa lemas, kesemutan, pasien masih
mampu berdiri dan masih dapat digerakan namun lama kelamaan, kelemahan
dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakan
sama sekali. Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring
ke kiri sejak tangan dan kaki kirinnya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala,
muntah, dan pingsan sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien. Keluhan
gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan trauma disangkal oleh
pasien

17
3) Riwayat Penayakit Dahulu
 Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu,
pasien kontrol ke dokter.
 Riwayat DM (+) GDS 600 mg/dL
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat Penyakit paru (-)
4) Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien,
tidak ada yang memiliki riwayat diabetes, hipertensi, penyakit jantung atau
keganasan lainnya.
5) Riwayat Pengobatan :
 Amlodipin 1 x 10mg
 Captopril 2 x 25mg
 Metformin 2xI
 Glibenclamide 1xI
6) Riwayat Ekonomi dan Sosial
Pasien tinggal dengan seorang suami, pasien biasanya melakukan aktivitas
sehari-hari dengan bekerja sebaga petani

3.3 Pemeriksaan Fisik


1) Status Generalis
 Keadaan Umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda Vital :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 76 x / menit
- Respirasi : 18 x / menit
- Suhu : 36,30 C
 Kepala : normochepali.
 Mata : anemis -/-, icterus -/-, reflek pupil +/+, isokor
 Hidung : deviasi -/-, secret -/-
 Mulut : sianosis (-)

18
 Leher : simetris (+), pembesaran KGB (-)
 Thorax
- Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular (+/+) ronchi (-/-), weezing (-/-)
 Abdomen : Bentuk perut datar, distensi (-), massa (-), lien tidak
teraba, hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)

+ +
 Ekstremitas : deformitas (-), akral hangat
+ +

2) Status Neurologis
 Saraf Kranial
HASIL PEMERIKSAAN
NI Penciuman tidak dievaluasi
N II Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
N III, Kanan Kiri
IV, VI Kedudukan bola mata Di tengah Di tengah
Pergerakan bola mata Ke segala arah Ke segala arah
Nistagmus (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks pupil
- R. cahaya langsung (+) (+)
- R.cahaya tidak (+) (+)
langsung
- R. akomodatif tidak dievaluasi tidak dieavaluasi
NV Kanan Kiri
Motorik DBN DBN
Sensibilitas tidak dievaluasi
Refleks kornea
- Langsung (+) (+)
- Tidak langsung (+) (+)
`N VII Kanan Kiri
Otot wajah dalam istirahat
Lipatan dahi Simetris
Sulkus nasolabialis Normal datar
Sudut bibir Normal Normal
Otot wajah saat kontraksi
Mengerutkan dahi Simetris

19
Menutup mata Normal Normal
Senyum Normal Datar
Meringis Normal Datar
Bersiul/ mencucu Normal Datar

N VIII Kanan Kiri


Tes suara Tidak dieavaluasi Tidak dieavaluasi
Tes garpu tala
- Rine Tidak dievaluasi
- Weber Tidak dievaluasi
- Swabah Tidak dievaluasi
Keseimbangan Tidak dievaluasi
N IX, X, Langit-langit lunak Tidak dapat dievaluasi
XI Menelan Normal
& XII Lidah Deviasi lidah ke kiri
- Tremor (-)
- Fasikulasi (-)
- Atrofi (-)
Reflex muntah Tidak dievaluasi
Gerakan kepala Normal

 Anggota Gerak Atas


Kanan Kiri
Simetris (+)
Tenaga :
- M. deltoid 5 3
- M. bisep 5 3
- M. trisep 5 3
- Fleksi pergelangan tangan 5 3
- Ekstensi pergelangan 5 3
tangan
- Membuka jari 5 3
- Menutup jari 5 3
Trofik Normal Normal
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps + +
- Triceps + +
- Radius + +
- Ulna + +
Reflek Patologis
- Hoffman Ttromner (-) (-)
Sensibilitas
- Raba N Normal
- Nyeri N Normal

20
 Anggota Gerak Bawah

Kanan Kiri
Simetris Simetris
Tenaga
- M. tibialis 5 3
- M. gastrocnemeus 5 3
Trofik Normal Normal
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Knee + +
- Ankle + +
Refleks Patologis
- Babinsky (-) (-)
- Chaddock (-) (-)
- Oppenheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaeffer (-) (-)
- Rossolimo (-) (-)
- Mendel Bechterew (-) (-)
Sensibilitas
- Raba N N
- Nyeri N N

3) Fungsi Vegetatif
 Miksi : tidak di evaluasi
 Defekasi : tidak di evaluasi
 Ereksi : tidak di evaluasi
4) Kolumna Vertebralis
 Kyphosis : (-)
 Lordosis : (-)
 Gibbus : (-)
 Deformitas : (-)
 Tumor : (-)
 Meningocele : (-)
 Hematoma : (-)
 Nyeri ketok : (-)
5) Rangsang Meningeal
 Kaku kuduk : (-)
 Kerniq : (-)
 Lasseque : (-)

21
 Brudzinsky : (-)
- Neck : (-)
- Cheek : (-)
- Symphisis : (-)
- Leg I : (-)
- Leg II : (-)

6) Gait Dan Keseimbangan


Keseimbangan dan Koordinasi
Gait
 Romberg : TDE
• Ataxia : TDE
 Dysmetri : TDE
• Hemiplegic : TDE
- jari-jari : Normal
• Scissor : TDE
- jari hidung : Normal
• Propulsion : TDE
- tumit-tumit : TDE
• Histeric : TDE
 Rebound phenomen : TDE
• Limping : TDE
 Dysdiadochokinesis : TDE
• Steppage : TDE
 Ataxia : TDE
• Astasia-Abasia : TDE
 Limb Ataxia : TDE
7) Gerakan Abnormal
 Tremor : (-)
 Chorea : (-)
 Athetosis : (-)
 Ballismus : (-)
 Dystoni : (-)
 Myocloni : (-)
8) Fungsi Luhur
 Afasia motorik : (-)
 Afasia sensorik : (-)
 Apraksia : (-)
 Agrafia : (-)
 Alexia : (-)

22
3.4 Resume
Seorang pasien perempuan beruisa 59 tahun datang sadar diantar keluarganya
ke UGD RSUD Klungkung mengeluh lemah pada anggota gerak kiri yang dirasakan
sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan awalnya hanya merasa lemah namun
lama kelamaan pasien tidak mampu menggerakan tangan dan kakinya. Pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dan kontrol untuk pengobatan darah tingginya, pasien juga
mempunyai riwayat diabetes melitus.
Dari hasil Pemeriksaan fisik, tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 76x/menit, laju pernafasan 18x/menit, suhu 36,30 C, Pada pemeriksaan
nervus kranialis tampak kesan kelemahan otoh wajah sisi kiri. Pada anggota gerak kiri
atas dan anggota gerak kiri bawah terdapat kelemahan kekuatan otot.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium
 Pemeriksaa Darah Lengkap (25-07-2019)
Hematologi Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Leukosit 9.5 10e3/uL 4.6-10.2 Normal
Eritrosit 4.73 10e6/uL 3.80-6.50 Normal
Hemoglobin 13.8 g/dL 11.5-18.0 Normal
Hematokrit 41.1 % 37-54 Normal
MCV 86.9 fL 80-100 Normal
MCH 29.2 pg 27-32 Normal
MCHC 33.6 % 31-36 Normal
RDW-CV 13.0 % 11.5-14.5 Normal
Trombosit 313 10e3/uL 150-400 Normal
MPV 7.9 fL 7.8-110 Normal
Lymp% 18.5 % 20-40 Low
MID% 6.4 % 1.7-9.3 Normal
Gran% 75 % 77-100 Low
Lymp# 1.80 10e3/uL 0.60-5.20 Normal
MID# 0.6 10e3/uL 0.10-0.60 Normal
Gran# 7 10e3/uL 2.0-6.5 Low

23
 Pemeriksaan Kimia Klinik (25-07-2019)
Kimia Klinik Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Ureum 50 mg/dL 10-50 High
Creatine 1.13 mg/dL 0.62-1.2 Normal
GDS 302 mg/dL 80-200 High
Cholesterol total 219 mg/dL <200 High
Cholesterl HDL 38 mg/dL >40 Low
LDL 136 mg/dL <150 Normal
Trigliserida 224 mg/dL <150 Highh

 Pemeriksaan Elektrolit (25-07-2019)


Elektrolit Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Natrium 141 mmol/L 135-145 Normal
Kalium 4,3 mmol/L 3.5-5.0 Normal
Chlorida 107 mmol/L 95-105 High

 Pemeriksaan Urin Rutin (25-07-2019)

Urin Rutin Hasil Nilai Normal


Warna Kuning -
Bau Khas -
Luekosit - -
pH 6,0 5,0-7,0
Protein - -
Glukosa 3+ -
Bilirubin - -
Urobilin - +
Keton - -
Nitrit - -
Darah + Trace -
Berat Jenis 1020
Sedimen Hasil Nilai Normal
Eritrosit 10-15 0-2
Leukosit 30-35 0-2
Epitel 6-8 0-5

24
Kristal - Negatif
Cast - Negatif
Bakteri + Negatif

2) CT- Scan Kepala

25
Hasil pemeriksaan CT Scan (25-02-2019)
- Tampak lesi hipodens di nucleus caudataus dan capsula externa kanan dan
tampak lesi Hiperdens abdnormal densitas darah di Nucleus Lentiform kiri
dengan volume 0,93cc
- Sulci dan gyri tampak normal diluar lesi
- System ventrilcel dan cysterna tampak normal
- Regio sella tursica dan sinus cavernosus tampak normal
- Tak tampak midline shift
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Pons, mecenphalon dan cerebellum tidak tampak kelainan
- Orbita, sinus ethmoidalis, sphenoidalis, mastoid kanan dan kiri tampak normal
- Tulang kalvaria tampak normal

Kesimpulan :
 Saat ini tampak gambaran intracerebral haemorrhage di nucleus lentiform kiri
dan tampak gambaran intracerebral infaction di nucleus caudatus dan capsula
externa kanan
 Tulang kalvaria dalam batas normal

26
3.6 Diagnosis
1) Diagnosis klinis : - Hemiparesis Sinistra
- Parese Nervus VII (s) UMN dan Nervus XII (s)
- Hiperglikemi
2) Diagnosis topis : Capsula externa Dextra
3) Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik

3.7 Diagnosa Banding


Stroke Hemoragik

3.8 Terapi
 IVFD RL 20 tpm
 Piracetam 2 x 3 gram (i.v)
 Aspilet 1 x 80 mg (po)
 Levemir 8 IU
 Cefotaxime 3 x 1 gr (i.v)
 Amlodipine 1x10 mg (p.o)
 Captopril 2 x 25 mg (p.o)

3.9 Follow Up

Tanggal S O A P
30/07/2019 Lemas separuh sisi KU : Lemah  Stroke non  IVFD RL 20 tpm
tubuh kiri (+), Kesedaran : CM Hemoragik  Piracetam 2 x 3
bicara pelo (+), TD : 120/80 mmhg  Hiperglikemi gram (i.v)
Nadi : 08x/m

27
mual/muntah (-), RR : 22x/m  Aspilet 1 x 80 mg
nyeri kepala (-) S : 36°C (po)
Nervus Cranialis :  Levemir 8 IU
- Paresis Nervus VII (s)  Cefotaxime 3 x 1
UMN gr (i.v)
- Paresis Nervus XII (s)  Amlodipine 1x10
Reflek fisiologis mg (p.o)
 Captopril 2 x 25
N N mg (p.o)
N N
Reflek patologis (-)
Motorik
Tenaga :
555 333
555 333
Tonus :
N N
N N
Klinis :
Hemiparesis Sinistra
31/07/2019 Lemas separuh sisi KU : Lemah  Stroke non  IVFD RL 20 tpm
tubuh kiri (+), Kesedaran : CM Hemoragik  Piracetam 2 x 3
bicara pelo (+), TD : 130/80 mmHg  Hiperglikemi gram (i.v)
mual/muntah (-), Nadi : 88x/m  Aspilet 1 x 80 mg
nyeri kepala (-) RR : 22x/m (po)
S : 36,7°C  Levemir 8 IU
Nervus Cranialis  Cefotaxime 3 x 1 gr
- Paresis Nervus VII (s) (i.v)
UMN  Amlodipine 1x10
- Paresis Nervus XII (s) mg (p.o)
Reflek fisiologis  Captopril 2 x 25
mg (p.o)
N N
N N
Reflek patologis (-)
Motorik
Tenaga :
555 333
555 333
Tonus :
N N
N N
Klinis :
Hemiparesis Sinistra

28
1/08/2019 Lemas separuh sisi KU : Lemah  Stroke non • IVFD RL 20 tpm
tubuh kiri (+), Kesedaran : CM Hemoragik • Piracetam 2 x 3
bicara pelo (+), TD : 120/70 mmhg  Hiperglikemi gram (i.v)
mual/muntah (-), Nadi : 60x/m • Aspilet 1 x 80 mg
nyeri kepala (-) RR : 22x/m (po)
S : 36°C • Levemir 8 IU
Nervus Cranialis • Cefotaxime 3 x 1
- Paresis Nervus VII (s) gr (i.v)
UMN • Amlodipine 1x10
- Paresis Nervus XII (s) mg (p.o)
Reflek fisiologis • Captopril 2 x 25
mg (p.o)
N N
N N
Reflek patologis (-)
Motorik
Tenaga :
555 333
555 333
Tonus :
N N
N N
Klinis :
Hemiparesis Sinistra

3.10 Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus

29
1) Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka pasien
didiagnosis Stroke Non Hemoragik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian. Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat
menjadikan terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana
yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem
motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana
yang terkena
Pasien mengeluh lemah pada anggota gerak kiri yang dirasakan sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan awalnya hanya merasa lemah namun lama
kelamaan pasien tidak mampu menggerakan tangan dan kakinya. Pasien memiliki
riwayat hipertensi terkontrol dan riwayat diabetes melitus. Pemeriksaan fisik, TD
130/80 mmHg, Nadi 76x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 36,3°C, Pada
pemeriksaan nervus kranialis tampak kesan kelemahan otoh wajah sisi kiri Pada
anggota gerak kiri atas dan anggota gerak kiri bawah terdapat penurunan kekuatan
otot.
2) Hubungan Faktor Resiko dengan diagnosis pasien
Penyebab diabetes melitus menjadi stroke iskemik salah satunya adalah
adanya suatu proses aterosklerosis. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak
terbukti adalah penderita diabetes. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan
kerusakan dinding pembulu darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping
itu juga akan meningkatkan agegrat platelet dimana kedua proses tersebut dapat
menyebabkan aterosklerosis. Hiperglikemia juga dapat meningkatkan viskositas
darah yang kemudian akan menyebabkan naiknya tekanan darah atau hipertensi dan
berakibat terjadinya stroke iskemik. Proses makroangiopati dianggap sangat relevan
dengan stroke dan juga terdapat bukti adanya keterlibatan proses makroangiopati
yang ditandai terjadinya stroke lakunar pada penderita diabetes melitus. Dari
gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat
suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik, sensorik,
fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.14
3) Bagaimanakah tatalaksana stroke non hemoragik?
30
Tujuan utama terapi dari stroke non hemoragik adalah untuk melindungi
jaringan yang terkena iskemik, dimana perfusinya akan berkurang tetapi masih dapat
menjaga agar tidak terjadi infark.jaringan pada daerah tersebut dapat di pertahankan
dengan mengembalikan aliran darah yang adekuat. Terapi Umum pada stroke
iskemik Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih
penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik
≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan
infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid,
penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl
0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Pasien diberikkan terapi:
 IVFD RL 20 tpm

31
Prinsip dasar penatalaksanaan cairan pada pasien stroke yaitu menghindari
hipovolemia atau hipotensi, menghindari cairan hipotonik dan hipoosmolar
karena dapat menyebabkan edema cerebral, dan menghindari hiperglikemia
(dapat menambah kerusakan pada otak dan kerusakan sawar darah otak). Ringer
laktat dapat digunakan, apabila resusitasi cairan yang dibutuhkan hanya sedikit.
Namun apabila volume cairan yang dibutuhkan besar, pemakaian Ringer laktat
tidak dianjurkan karena osmolalitasnya yang rendah (273 mOsm/L) dan risiko
penumpukan laktat.14
 Piracetam 2 x 3 gram
Piracetam adalah obat nootropik turunan asam gamma-aminobutirik
(GABA). Obat ini memiliki efek neuronal dan juga vaskular. Efek neuronal
piracetam antara lain adalah meningkatkan neuroplastisitas, memperbaiki proses
neurotransmisi, neuroprotektif, dan antikonvulsan. Piracetam bekerja dengan
mempengaruhi neurotransmiter serotonergik, noradrenergik, dan glutamanergik,
terutama pada reseptor post-sinaps. Obat ini juga dapat mempengaruhi fluiditas
dan plastisitas membran. Fluiditas dan plastisitas membran merupakan komponen
penting dalam mempertahankan struktur sel, sehingga dapat terproteksi dari
kerusakan (neuroproteksi).15
 Captopril 3 x 25 gram
Captopril masuk dalam golongan Angiotension-Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), yang memiliki aktivitas antihipertensi, dan antineoplastik.
Captopril adalah analog dari prolin yang mengandung sulfhidril, suatu inhibitor
poten dan spesifik dari Peptidil-peptidase. Captopril digunakan sebagai terapi lini
pertama pada hipertensi dan gagal jantung kongestif, dengan efek terapi
vasodilatasi secara sistemik dan menurunkan volume cairan intravaskular melalui
pencegahan retensi natrium dan air.16
 Amlodipin 1 x 10mg
Amlodipine memberikan efek farmakologis sebagai agen antihipertensi
dengan mekanisme kerja Calcium Channel Blocker (CCB). Amlodipine bekerja
dengan cara menghambat ion kalsium masuk ke dalam vaskularisasi otot polos
dan otot jantung sehingga mampu menurunkan tekanan darah.17
 Levemir

32
Levemir diberikan pada kondisi kadar gula darah pada penderita Diabetes
type 1 perlu memperoleh tambahan hormon insulin yang tepat agar kadar gula
darah terkontrol dalam 10-18 jam ke depan.
 Aspilet
Aspilet merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin
termasuk dalam kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID).
NSAID memiliki efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat
menghambat agregasi trombosit. Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2
(TXA2) didalam trombosit pada prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan
menghambat secara irreversible enzim sikloksidgenase (akan tetapi
siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambat enzim
siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin
dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi
pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antiplatelet dosis efektif aspirin 80-
320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama
perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga
menghambat pembentukan prostasiklin. Pada pasien TIA penggunaan aspirin
jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA, stroke
karena penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh darah.
Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria. Efek samping aspirin misalnya
resa tidak enak di perut, mual dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat
dihindari bila dosis perhari tidak melebihi 325 mg. penggunaan bersama antacid
atau antagonis H2 reseptor dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat
mengganggu homeostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama
heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan resiko perdarahan.18

BAB V
PENUTUP

33
5. 1 Kesimpulan
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita stroke
non hemoragik yang mengalami infark bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga
terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese
dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus
bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

34
1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono.
Yogyakarta: Gadjah Mada university press, 2007; hal: 81-115.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2007; hal: 1-13
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta kedokteran
fkui jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000; hal. 17-18.
5. Widjaja AC. Uji diagnostik pemeriksaan kadar d-dimer plasma pada diagnosis stroke
iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. Tersedia di
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (diakses 11 Maret
2019)
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 2. Jakarta:
EGC, 2006; hal. 1110-19.
7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Tersedia di :
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview diakses 11 Maret 2019)
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2010; hal
270, 287, 290-93.
9. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC, 2002; hal. 359-98.
10. Januar R. Karakteristik penderita stroke non hemorage yang di rawat inap di rsu herna
medan tahun 2002. FKM USU. Medan. 2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569
11. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. Tersedia di :
http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis diakses 11 Maret 2019)
12. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2005; hal. 98-99.Hassmann KA. Stroke Ischemic. Tersedia di :
http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup (Diakses 11 Maret 2019)
13. Aulya Farra Ramadany, Listyo Asist Pujarini, Anika Candrasari 2010. Hubungan Diabetes
Melitus Dengan Kejadian Stroke Iskemik Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2010.
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
14. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange Stamford.
2006

35
15. Ricci S, Celani MG, Cantisani AT, Righetti E. 2012, Piracetam for acute ischaemic stroke.
Cochrane.; CD000419 Tersedia di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22972044
(Diakses 12 Maret 2019)
16. PubChem, 2017, U.S. National Library of Medicine: Captopril.; Tersedia di:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/captopril#section=Top. (Diakses 12 Maret
2019)
17. Anand, B., Kumar, V. & Sivasubramanian, L., 2011. Simultaneous Estimation of Ramipril
and Amlodipine in Pharmaceutical Dosage Form by RP-HPLC Method. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(4), pp. 196-198. Tersedia di
http://www.japsonline.com/admin/php/uploads/565_pdf.pdf, (Diakses 04 Maret 2019)
18. Penggunaan antiplatelet (aspirin) pada akut stroke iskemik Said alfin khalilullah,
neurology departement dr. Zainoel Abidin Teaching Hospital, Faculty of Medicine
University of Syiah Kuala 2011

36

Anda mungkin juga menyukai