PENDAHULUAN
Zigomrkosis adalah infeksi yang disebabkan oleh golongan filum
zygomicota. Infeksi ini sangat jarang pada manusia maupun hewan. Pada
umumnya kasus zigomikosis pada manusia dihubungkan dengan kondisi
imunologisnya (asidosismetabolik, imunosupresi, trauma). Pada hewan
kondisi demikian kurang jelas, tetapi kurangnya nutrisi dan hewan yang
dengan populasi padat dapat menjadi predisposisi terinfeksi jamur tersebut.
Istilah zigomikosis lebih disukai dibandingkan dengan mukormikosis dan
fikomikosis. Istilah fikomikosis dulu di gunakan ketika zigomikosis,
oomycetes, dan chytrid digolongkan bersama-sama kedalam divisi tunggal.
Taksonomi modern membuat kelompok ini tidak beranggota (kosong) dan
oleh sebab itu istilah fikomikosis tidak dipakai lagi. Kelas zigomikosis terdiri
atas dua ordo, yaitu mucorales dan entomophthorales. Mucorales biasanya
menyerang orang yang immunocompromised dan entomophthorales
menyerang orang imunokompeten. Beberapa penulis lebih rnenyukai
penggunaan istilah mukormikosis dan entomoftoromikosis, karena istilah
tersebut telah digunakan secara luas dan masih tetap digunakan sebagai judul
dalam indeks di National Library of Medicine di Amerika Serikat.
SEJARAH
Laporan tentang infeksi zigomycetes telah ada sejak lebih dari 150
tahun yang lalu, namun banyak kasus yang tidak didukung dengan
pemeriksaan mikologik. Tahun 1855, dilaporkan oleh Kurchenmeinster
adanya jamur mirip mucor pada kanker paru, berupa sporangia dan hifa tidak
bersekat. Padat ahun 1876, Fubringer melaporkan dua kasus mukormikosis
pulmoner, dengan ditemukannya infark hemoragik pada paru disertai hifa dan
beberapa sporangia. Fubringer menduga jamur.
EPIDEMIOLOGI
Jamur ini mempunyai distribusi yang luas di seluruh dunia dan merupakan
penyebab infeksi oportunistik yang dapat memberi gambaran klinis
bermacam- macam bergantung pada faktor predisposisinya. Juga tidak
dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, ras dan geografis. Pada umumnya
jamur ini tumbuh pada bahan yang mengandung karbohidrat. Jamur ordo
Mucorales dapat ditemukan dalam jumlah besar pada sayuran yang
membusuk, dan timbunan kompos. Jamur ini tumbuh cepat, kemudian
membentuk spora yang menyebar melalui udara dan dapat menjadi jamur
kontaminan di laboratorium atau infeksi nosokomial pada perban dan plester
di rumah sakit. Juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui alat suntik
yang terkontaminasi, kateter, jarum infus intravena, dan luka operasi. Bila
manusia mengkonsumsi maka
nan yang terkontaminasi spora jamur,
dapat terjadi zigomikosis primer pada saluran cerna.
2,3
Jamur ordo Entomophthorales juga dapat ditemukan pada sayuran dan buah-
buahan yang membusuk, tanah dan dalam saluran cerna hewan reptil, ikan,
binatang amfibi, dan kelewar. Diduga trauma kecil dan, sengatan serangga
dapat menjadi tempat masuknya jamur ini ke dalam tubuh manusia. Pada
umumnya infeksi lebih banyak terjadi pada pria muda. Di Uganda dilaporkan
perbandingan pria dan wanita adalah 3 : 2 dan di Negeria 3 : 1, sedangkan
Clark dan Martinson yang meneliti secara retrospektif kasus- kasus
konidiobolomikosis di Afrika dan Amerika Selatan, melaporkan rasio pria :
wanita sebesar 10 : 1.
Di Indonesia infeksi zigomikosis subkutan pernah dilaporkan di Semarang,
Jakarta dan Surabaya. Kasus yang ditemui hanya sedikit mungkin karena lesi
kecil dapat diobati dengan eksisi dan banyak kasus yang tidak terdiagnosis
dengan cepat.
ETIOLOGI
Zigomikosis biasanya disebabkan oleh jamur ordo Mucorales,misalnya :
Rhizomucor pussilus, Absidia corimbifEra, Cokeromyees recurvatus, Mucor
circinelloides, Mortierella wolfii, Cuninghamella bertholletiae, SaksanaeA
sp., dan Apophysomyces elegans. Jamur-jamur tersebut sering menginfeksi
pasien immunocompromised, sedangkan ordo Entomophthorales misalnya
Basidiobolus ranarum, Basidiobolus meristoporus, Canidiobolus coronatus,
Canidiobolus incongruus,lebih sering menginfeksi pasien imunokompeten.
Pernah dilaporkan infeksi Entomohpthoralespada pasien
immunocompromise, dengan invasi vaskuler dan trombosis seperti infeksi
oleh Mucorales. Demikian pula infeksi Mucorales dapat Terjadi pada pasien
imunokompeten, seperti yang dilaporkan oleh Prevood dkk
Rhizous arrhizus
Sinonimnya adalah R. Oryzae, terdapat 60% dari kasus penyakit manusia dan
±90% dari penyakit rhinocerebral. Seviour dkk, menyimpulkan bahwa
moriblogi, efek temperatur, dan lain-lain terlalu bervariasi untuk memisah-
misahkan spesies. Ellis menemukan 95% hubungan dengan hibridisasi DNA
antara strain. Roryzae dan R. arrhizus var arrhizus. Di Inggris, dua pasien
yang menerima kartikosteroid (karena nefitis) dari dokter yang sama,
keduanya kemudian menderita zigomikosis rhinoserebral. Dengan analisis
epidemiologi, organisme itu ditemukan dalam AC (Air Conditioner) di kantor
dokter itu.
Mucor circinelloides
Bersama dengan anggota genus Mucor lain, dapat menghasilkan bentuk
“yeast like” dalam pertumbuhannya, ditemukan dalam urine manusia. Ada
juga yang ditemukan pada spesimen feses, dan dari katak dalam bentuk
“yeast”. Infeksi pada manusia jarang.
Mortierella wolfill
Pada pertama kali diisolasi di India dari tanah, mirip penyebab pneumonia
dan aborsi dari sapi. Wabah penyakit ini terjadi di Selandia Baru, Australia,
Inggris, Amerika Serikat. Dibandingkan dengan spesies lain, relatif tidak
sangat virulen kecuali diberikan darirute intraserebral.
Cunninghamella bertholletiae
Ditemukan pertama kali pada pasien kanker (1959) dan sampai 1987 ada 9
kasus yang telah dilaporkan. Karakteristik adalah invasi vaskular yang
progresif dan agresif, trombosis dan infark jaringan. Kebanyakan
pasienadalah pasien yang sangat immunocompromised walaupun ada 2 pasi
en thalassemia dan 1 diabetes. Histopatologi dari penyakit kronis sepertinya
selalu bergabung dengan infeksi Basidiobolus dan Conidiobolus.
Saksenaea
Genus monotype Saksenaea ditemukan oleh Saksena (1953) berdasarkan
isolan dari tanah di India dan tempat lain. S Vasiformis dicatat dari infeksi
manusia tahun 1976, dimana pasiennya menderita trauma kepala yang parah,
dan infeksi suborbital berkembang ketika pasien mendapat steroid. Terapi
Amphotericin-B gagal. 3 kasus dilaporkan Ellis dan Kominski. Yang pertama
terjadi pada lengan atas kiri, berupa makula yang berulkus dan progresif,
Amphotericin B berhasil. Kasus kedua terjadi pada wanita Goth berupa
makula eritema di tungkai tanpa riwayat luka sebelumnya, dibutuhkan
amputasi karena terjadi kerusakan jaringan kutan yang progresif. Tidak ada
detail yang diberikan pada kasus ketiga.
Apophysomyces elegans
Didapat dari tanah di India. Ellis dan Ayelb menemukannya dari hapusan
bronkus pasien (1982). Winn dkk (1982) melaporkan 3 kasus pada manusia
dengan lesi invasif yang mengikuti trauma. Debridement yang agresif dan
Amphotericin B dibutuhkan; 1 pasien meninggal. Kasus Wiedendkk terjadi
pada pasien diabetes yang tidak terkontrol. Lawrence dkk melaporkan infeksi
sistemik pada host yang imunocompromised. Pada semua kasus,
jalanNmasuknya diperkirakan melalui kulit atau paru.
GAMBARAN KLINIS
Zigomikosis adalah penyakit yang sangat bergantung pada kondisi
imunologis tubuh pejamu dan kemampuan organisme penyebab untuk
tumbuh pada lingkungan tertentu. Dengan demikian infeksi dapat
berlangsung kronis bahkan dorman, tetapi dapat pula akut dan fulminan.
Demikianpula organ tubuh yang diserang dapat bermacam-macam,
bergantung pada tempat masuknya organisrne.
Gejala klinis pada hidung : dari hidung keluar sekret berwarna hitam dengan
sedikit bercak darah. Pada septum dan konka tampak bercak-bercak merah
kehitaman sebagai area nekrotik. Kerokan yang diambil dari sekret/nanah
hidung diperiksa dengan Potassium hydroxida yang akan menunjukkan
mivelium bersepta lebar dan jarang dan mengkonfirmasikan diagnosa. Ku
ltur juga harus dikerjakan, dan jika berhasil akan menunjukkan Rhizopus sp.
Jika sinus terlibat, penampakan berawan, dengan air fluid level pada
pemeriksaanX -Ray.
Zigomikosis kutan
Zigomikosis kutaneus primer paling sering terjadi pada pasien
imunocompromised, misalnya :
-transplantasi ginjal yang diobatidengan azatioprin dan steroid.
-diabetes melitus
-kelainan hematologik
-granulositopenia yang lama
-penggunaan steroid yang lama
-terapi antibiotika spektrum luas
-terapi imunosupresi
-luka bakar stadium 2 dan 3
-trauma lokal karena kateter intravena, maserasi akibat plester dan keringat
yang berlebihan, serta gigitan serangga
-gagal ginjal kronis.
Serologi
Pemeriksaan serologis tidak dilakukan pada golongan Mucorales, karena
spornya terdapat dimana- mana dan merupakan infeksi oportunistik. Bila
dilakukan tes suntikan intradermal, maka penderitamaupun orang normal
akan memberi reaksi yang sama. Untuk membedakan Basidiobolus ranarum
dengan Conidiobolus coranatus dapat dilakukan tes imunodifusi. Melalui tes
ini dapat dideteksi pita presipitin antigen spesifik dari masing masing genera.
Tes ini berguna untuk memonitor resolusi kedua penyakit tersebut.
DIAGNOSIS BANDING
Zigomikosis dengan keterlibatan sinus paranasalis harus didiagnosis banding
dengan sinusitis bakterial. Bila ada perluasan ke orbita, perlu dibedakan
dengan trombosis sinus kavenosus. Zigomikosis pulmonal sulit dibedakan
dengan aspergilosis dan pneumonia karena Pseudomonas aeruginosa
terutama pada pasien immunocompromised. Midline granuloma dan
granulomatosis wagner dapat
menimbulkan obstruksi hidung dan rinore, tetapi pada kelainan ini ada va
skulitis dan nekrolisis jaringan, yang tidak ada padazigomikosis. Zigomikosis
subkutan harus dibedakan dengan sarkoma jaringan lunak dan misetoma yang
mempunyai derajad indurasi yang sama. Perbedaanya terletak pada sinus-
sinus yang mengeluarkan sekret dan adanya fiksasi pada jaringan di
bawahnya, terutama bila ada perluasan ke tulang. Selulitis bakterial lebih
akut dan nyeri,sedangkan zigomikosis subkutan kronis dan tidak nyeri.
Semua kelainan di atas dapat disingkirkan dengan pemeriksaan langsung,
biopsi, dan kultur.
PENGOBATAN
Pengobatan tepat dan cepat dapat menyelamatkan penderita. Pengobatan
harus segera diberikan, terutama pada pasienimunocompromised.
Dapatdiobati dengan cara:
1.Operatif/debriedement
khususnya pada kasus zigomikosis kutan, perawatan luka sangat penting.
Pada beberapa kasus dapat terjadi penyembuhan tanpa pengobatan spesifik.
2.Kombinasi dengan amfoterisin B.
3.Kontrol penyakit yang mendasari. Bila diabetes dengan asidosis, maka
asidosis harus dikoreksi. Penggunaan steroid, azatiaprin dan obat-obat lain
yang imunosupresif harus dihentikan.
4 Menurut Prevo dkk, pengobatan dengan griseofulfin dan ketokonazol tidak
memberikan hasil yang memuaskan.Amfoterisin B diberikan secara intravena
dengan dosis I mg/kg berat badan sampai infeksi mereda. Setelah itu dapat
diturunkan 0,5-0,6 mg/kb berat badan atau dua kalinya setiap dua
hari.Peneliti lain memberikan amfoterisin B dengan
kombinasi rifampisin, karena bersifat sinergistik. Ada pula yang
mengkombinasikan amfoterisin B dengan golongan triazole, kare
na dalam satu laporan percobaan pada hewan dengan kandidiasis obat-obat
ini bekerja sinergistik. Kadang kala amfoterisin B resisten, tetapi masih tetap
dapat dipakai karena mempunyai efek menstabilkan dinding sel. Dengan
demikian obat golongan azol dapat masuk ke intrasel dan menghambat
enzym P-450 yang dibutuhkan oleh jamur untuk perbaikan dinding selnya.
Pengobatan dilanjutkan hingga 8- l0 minggu. Tidak ada patokan lama
pemakaian dan dosis amfoterisin B. pernah dilaporkan kekambuhan, tetapi
jarang.
Basidiobolus sp
. dapat diobati dengan larutan KJ dengan dosis 30 mg/kg
berat, diberikan sebagai dosis tunggal alau terbagi. Pembagian
biasanyadimulai dengan 3 x 3 tetes dan perlahan-lahan dinaikkan sampai
tampak tanda-tanda intoksikasi. Dosis maksimum tidak bergantung pada
usiadan bersifat perorangan. Pengobatan biasanya dilanjutkan 6 -12 bulan.
Bila tidak ada perbaikan, dapat diberi ketokonazol 400 mg, selama 1 bulan.
Laporanlainnya berhasil dengan trimetropim-sulfametoksasol, demikian pula
itrakonasol 100-200 mg/hari selama l-2 bulan.
Penyembuhan spontan pernah dilaporkan.3,4,8,9 Belum ada pengobatan yang
memuaskan untuk Conidiobulus. Pengobatan dengan amfoterisin
Bmemberikan hasil kurang baik dengan kekambuhan. Terapi operatif dapat
mengurangi gejala untuk sementara. Kalium yodida tidak memberikan hasil
baik pada infeksi oleh golongan Mucorales.
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis tergantung kondisi pejamu dan cepatnya dimulai
pengobatan. Prognosis zigomikosis rinofasial belum ada pengobatan yang
sesuai.
PENUTUP
Zigomikosis merupakan infeksi jamur yang terjadi, tetapi dapat fatal.
Penyakit ini perlu diwaspadai terutama karena semakin banyaknya penderita
imunocompromised, misalnya penderita dengan transplantasi organ,
penggunaan obat-obat imunosupresif dan antibiotik spektrum luas. Akibat
kurangnya kasus, maka belum cukup penelitian terhadap obat-obat anti
jamur, terutama untuk pengobatan
zigomikosis karena golongan Canidiobolus.