Anda di halaman 1dari 10

MATAKULIAH INVESTASI DAN PAMBIAYAAN DAERAH

Artikel

Disusun oleh :
Fazlur Ihzanurahman
16130005

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERBANKAN
UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG
2018
Fungsi keuangan Negara dan Daerah

Keuangan Negara
Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, pengelolaan keuangan
negara diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 23C disebutkan bahwa hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur
dengan undang-undang.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, saat ini Indonesia telah
memiliki Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang menggantikan banyak ketentuan peninggalan jaman kolonial
Belanda yang sebelumnya berlaku, yakni:
 Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Staatsblad
Tahun 1925 Nomor 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran
Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku
pada tahun 1867;
 Indische Bedrijvenwet (IBW) Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 jo. Staatsblad
Tahun 1936 Nomor 445; dan
 Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Staatsblad Tahun 1933 Nomor
381
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 meliputi pengertian
dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan
negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai
penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan
pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah
dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan
pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 juga telah mengantisipasi perubahan
standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada
perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan
pengelolaan Keuangan Negara dimaksud meliputi kewenangan yang bersifat
umum dan kewenangan yang bersifat khusus:
 Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan
umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan
pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman
penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan
tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
 Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis
yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet
di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana
perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden:
 dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
 dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
 diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan
daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
 tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain
mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Yang dimaksud dengan lembaga dalam frase “kementerian negara/lembaga”
adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara. Di
lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah
pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang
bersangkutan.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan
bernegara. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai
tujuan bernegara dimaksud setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut.
Ruang Lingkup keuangan daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, ruang lingkup keuangan daerah
meliputi:
1. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3. penerimaan daerah;
4. pengeluaran daerah;
5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Asas Umung pengelolaan keuangan daerah Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Asas Umum
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:
1.Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
2.Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi
yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah menjabarkan Asas Umum Pengelolaan Keuangan
dengan menambahkan uraian sebagai berikut:
 Taat pada peraturan perundang-undangan adalah bahwa pengelolaan
keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
 Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
 Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan
tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
 Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pada tingkat harga yang terendah.
 Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang
keuangan daerah.
 Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
 Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya
dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan
yang obyektif.
 Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional.
 Manfaat untuk masyarakat adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Fungsi Keuangan Negara dan Daerah


anggaran mempunyai fungsi yang sangat dominan. Musgrave and Musgrave,
(1989) menyebutkan ada tiga fungsi keuangan negara, yaitu:
1.Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen keuangan negara)
dalam menggunakan sumberdaya nasional untuk keperluan penyediaan barang
publik, dalam rangka mengatasi kegagalan mekansime pasar, dan akibat
kurangnya minat sektor swasta dalam menghasilkan barang dan jasa bagi
konsumen.
2.Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen keuangan
negara) untuk meredistribusi pendapatan dalam mengatasi ketidakmerataan yang
diakibatkan oleh adanya kesenjangan dalam pemilikan faktor-faktor produksi
seperti tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan.
3.Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah (melalui manajemen keuangan
negara) dalam menstabilkan kondisi perekonomian negara. Jika kondisi
perekonomian sedang inflasi, maka pengeluaran dikurangi atau pajak dinaikkan.
Sebaliknya jika kondisi perekonomian deflasi, maka pengeluaran pemerintah
ditambah atau pajak dikurangi.

Otonomi daerah

Secara etimologi (harfiah), otonomi daerah berasal dari 2 kata yaitu "otonom"
dan "daerah". Kata otonom dalam bahasa Yunani berasal dari kata "autos" yang
berarti sendiri dan "namos" yang berarti aturan. Sehingga otonom dapat diartikan
sebagai mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Sedangkan daerah yaitu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Jadi, otonomi
daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan
suatu masyarakat atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus
daerahnya sendiri. Secara umum, pengertian otonomi daerah yang biasa
digunakan yaitu pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut berbunyi otonomi daerah
merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerapan (Pelaksanaan) otonomi daerah di Indonesia menjadi titik fokus penting


dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah bisa
disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan ciri khas daerah masing-
masing. Otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, serta tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah. Oleh karena itu maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sampai sekarang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah mengalami banyak perubahan. Salah satunya yaitu Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Otonomi daerah memberikan manfaat yang cukup efektif bagi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan hak dan wewenang kepada
suatu daerah dalam mengatur urusannya sendiri. Sehingga dapat memberikan
dampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Selain itu,
pemerintah juga bisa melaksanakan tugasnya dengan lebih leluasa dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Adapun tiga asas otonomi daerah yang meliputi:


1. Asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan dari
pemerintah kepada daerah otonom berdasarkan struktur NKRI.
2. Asas dekosentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah.
3. Asas tugas pembantuan yaitu penugasan oleh pemerintah kepada daerah dan
oleh daerah kepada desa dalam melaksanakan tugas tertentu dengan disertai
pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan
kepada yang berwenang.
Apa itu Dana Transfer dana pa kaitannya dengan otonomi daerah?

Dana transfer atau dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang
berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Kaitannya dana transfer dengan otonomi daerah adalah Hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam sistem otonomi daerah dicirikan
oleh adanya penerapan sistem desentralisasi, salah satunya adalah desentralisasi
keuangan.
Ada pemberian kewenangan kepada daerah otonom untuk mengelola pendapatan
daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) berupa pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan beserta lain-
lain PAD yang sah.
Selain tersedia ruang untuk mengelola otonomi daerah, dalam perspektif
hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah juga dikenal adanya
transfer keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Komitmen pemerintah pusat untuk memperkuat derajat desentralisasi fiskal dalam
skema hubungan keuangan antara pusat dan daerah diwujudkan dengan
ditetapkannya dana perimbangan melalui APBN setiap tahun berupa dana bagi
hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
Namun, sejak 2002 ternyata juga terdapat transfer fiskal yang ditetapkan di luar
ketiga jenis dana perimbangan tersebut yang nomenklaturnya berubah-ubah. Di
berbagai negara lain, transfer fiskal semacam itu dikenal dengan sebutan
intergovernmental fiscal transfer dan di Indonesia dikenal dengan nama dana ad
hoc.
Pada 2011, transfer dana ad hoc dilakukan melalui skema dana penyesuaian
infrastruktur daerah (DPID) yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No
25/PMK.07/2011 Tertanggal 11 Februari 2011 tentang Pedoman Umum dan
Alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah Tahun Anggaran 2011 dan
Peraturan Menteri Keuangan No 140/PMK.07/2011 Tertanggal 23 Agustus 2011
tentang Alokasi dan Pedoman Umum Penggunaan Dana Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Tahun Anggaran 2011.
Walaupun tujuannya baik, yaitu untuk mendorong percepatan dan penyesuaian
pembangunan infrastruktur di daerah, dalam perkembangannya DPID/DPPID
mengalami berbagai kendala. Berbagai kendala tersebut terkait dengan ketentuan
hukum, konsistensi program nama dana dan programnya, ketidakjelasan kriteria
daerah yang berhak memperolehnya, serta bagaimana formula ditentukan untuk
menentukan besaran transfer.
Keberadaan dana ad hoc tersebut di negara lain seperti di Amerika Serikat sering
dikaitkan dengan kepentingan dukungan politis bagi politisi yang sering dikenal
dengan sebutan pork barrel. Proyek Gravina Island Bridge yang juga dikenal
sebagai "Jembatan to Nowhere" di Alaska adalah contoh dari adanya pork barrel.
Rencana pembangunan jembatan itu, yang akhirnya dibatalkan, digunakan untuk
kepentingan konstituen yang menjadi pendukung senator Ted Stevens dari Partai
Republik.
Filipina pernah mengalokasikan anggaran yang cukup besar sampai sejumlah 200
juta peso untuk setiap senator dan 70 juta untuk setiap representatif yang sering
disebut dengan program Priority Development Assisstance Fund. Titik rawan dari
keberadaan pola transfer fiskal adalah absennya pengaturan pola pendanaan
semacam itu dalam UU No 33 Tahun 2004 yang mengatur perimbangan keuangan
antara pusat dan pemerintahan daerah.
Munculnya alokasi DPID/DPPID dalam APBN dalam tahun berjalan dan APBN
Perubahan merupakan persoalan berikutnya yang menyebabkan tidak adanya
keterpaduan dengan sistem perencanaan pemerintahan baik di Pusat maupun di
Daerah. Kasus yang menyeret sejumlah nama di lingkungan Badan Anggaran
DPR RI, termasuk Wa Ode Nurhayati (WON) dalam pemeriksaan Pengadilan
Tipikor bermula dari ketidakjelasan sistem pengaturan DPID/DPPID atau pork
barrel ala Indonesia tersebut.
PMK No. 25/PMK.07/2011 mendefinisikan DPID sebagai dana yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai
kegiatan infrastruktur di daerah yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk
membantu mendanai kegiatan infrastruktur di daerah dan ditujukan untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal.
Daerah provinsi, kabupaten dan kota yang menerima DPID beserta alokasinya
ditetapkan dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI. Penggunaan DPID/DPPID
selama ini pada level provinsi adalah untuk mendanai kegiatan infrastruktur
kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi dan prasarana pemerintah
daerah. Adapun pada level kabupaten dan kota, alokasi DPID dipergunakan untuk
mendanai 17 bidang infrastruktur dimulai dari bidang pendidikan hingga
transportasi perdesaan.
Di samping kemanfaatannya tersebut, terdapat sejumlah kelemahan dari dana ad
hoc berupa DPID tersebut. Pertama, adanya tumpang tindih antara
kegiatan/program pemda yang dibiayai dengan skema DAK dan DAU dengan
DPID. Hal itu menyebabkan kerumitan dalam sistem pelaporan dan proses
auditnya karena terjadinya pembiayaan yang bias dan tumpang tindih dalam
beberapa sektor (triple budget).
Kedua, ketidakjelasan kriteria dan formula dalam sistem pengalokasiannya
menyebabkan terjadinya ketidakadilan horizontal dalam alokasinya bagi daerah-
daerah meski tujuannya semula untuk mengatasi kesenjangan fiskal (fiscal gap)
antardaerah.
Ketiga, penentuan alokasi DPID yang cenderung diserahkan kepada Badan
Anggaran DPR telah menimbulkan kesan terjadinya pergeseran fungsi DPR dari
lembaga perwakilan menjadi terlalu jauh memasuki ranah kewenangan eksekutif.
DPR yang seharusnya dalam konstitusi disebut sebagai pengawas telah turut
menjadi pemain. Bias posisi tersebut menyebabkan potensi penyalahgunaan
wewenang (abuse of power). Ke depan,seharusnya praktik-praktik koruptif yang
memanfaatkan kelemahan aturan main dalam sistem transfer fiskal semacam itu
perlu dibenahi dan dilakukan penataan ulang. Hal itu dapat dilakukan dengan cara
memperjelas aturan main dalam penyaluran DPID/ DPPID sebagai bagian dari
dana ad hoc.
Hal itu bisa dilakukan dengan mengintegrasikan DPID menjadi salah satu varian
dari DAK yang telah memiliki mekanisme alokasi, formula,dan kriteria yang jelas
dalam mengatur sistem transfer fiskal dana ad hoc berdasarkan prinsipprinsip
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam sistem alokasinya beserta sistem
pengawasannya. Korupsi dengan memanfaatkan celah kelemahan DPID/DPPID
tak lain adalah korupsi dengan mengajak rakyat pembayar pajak untuk
mengorupsi uang yang dibayarkannya sendiri kepada negara.
Pentingnya insvestasi daerah bagi pembangunan daerah dan otonomi daerah
Investasi dapat menjadi pendorong roda perekonomian daerah dan meningkatkan
kesejahteraan ketika semua pihak mendapat manfaat (gain) maksimal dari
aktivitas tersebut. Dalam situasi ini, pengusaha mendapat keuntungan yang
memadai untuk melakukan penambahan modal, meningkatkan produktivitas,
meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan melakukan ekspansi usaha. Bagi tenaga
kerja dorongan kegiatan ekonomi melalui investasi dan perdagangan dapat
mengurangi pengangguran dan memperbaiki upah yang mereka terima. Kenaikan
upah diharapkan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tetapi
juga meningkatkan kemampuan menabung dan atau berinvestasi. Bagi
pemerintah, meningkatnya aktivitas produksi dan perdagangan, upah dan daya
beli berarti meningkatkan penerimaan pajak, yang memungkinkan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Tetapi pengaruh yang terjadi
tersebut tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan karena terdapat kendala-
kendala yang dihadapi dilapangan. Keberadaan perda-perda yang bermasalah
telah menghambat proses mendapatkan usaha dan akan mengganggu upaya
meningkatkan investasi didaerah. Kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha
di tingkat nasional dan daerah ternyata berbeda. Hasil Studi Bank Dunia (2006)
menyebuntukan bahwa persepsi para pelaku usaha ditingkat nasional menyoroti
masalah kepastian hukum, stabilitas ekonomi makro, dan perijinan sebagai tiga
hambatan paling utama dalam melakukan usaha. Hambatan lain yang mengurangi
minat investasi adalah masalah keamanan, perpajakan, ketenagakerjaan dan
infrastruktur. Persepsi pelaku usaha dipedesaan tentang perijinan usaha
menyebuntukan hambatan dalam usaha, yaitu infrastruktur, akses perkreditan dan
pemasaran. Hambatan lainnya adalah pungutan liar, perijinan, ketenagakerjaan,
stabilitas ekonomi makr0, serta kepastian hukum dan berusaha. Berbagai kendala
tersebut menegaskan perlunya prioritas kebijakan yang harus dilakukan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memperbaiki iklim invesatasi.

Anda mungkin juga menyukai