Anda di halaman 1dari 2

Stadium I (analgesia) dimulai dari saat pemberian eter sampai hilangnya kesadaran.

Pada stadium ini hewan coba masih belum kehilangan kesadaran dan rasa sakit hilang
(analgesia). Pada stadium ini dapat dilakukan percobaan analgesia yaitu dengan menjepit
telinga hewan coba menggunakan alat penjepit. Bila hewan coba tidak menunujukkan reaksi
saat telinganya dijepit, maka efek analgesi telah tercapai. Dalam praktikum ini, efek analgesia
tercapai 33 detik setelah pemberian eter dimulai. Hilangnya rasa nyeri dapat terjadi
dikarenakan adanya gangguan transmisi sensorik dalam traktus spinotalamikus.

Stadium II (delirium/eksitasi) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan


stadium III. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak, hewan coba mengalami hipersalivasi, pupil mata midriasis, pernapasan tidak teratur,
hipertensi dan takikardi; hal ini terutama terjadi karena adanya hambatan pada pusat hambatan.
Dari pengamatan diameter pupil, hewan coba mengalami mydriasis pada menit ke 1 lebih 11
detik ditandai dengan melebarnya pupil dari semula 0,7 mm menjadi 1,7 mm saat mengalami
mydriasis. Dari pengamatan detak jantung menggunakan stetoskop, hewan coba mengalami
peningkatan heart rate pada menit ke 1 lebih 21 detik.

Menurut Guedel (1920) stadium III atau disebut dengan stadium operasi ditandai dengan mulai
teraturnya pernafasan sampai pernafasan secara spontan hilang. Umumnya prosedur operasi
menerapkan anestesi sampai ke stadium ini. Untuk memudahkan identifikasi atau penilaian
kedalaman anestesi, stadium III ini dibagi menjadi 4 plana (Vandam, 1977). Namun pada
praktikum ini kami hanya melakukan anestesi sampai pada stadium III plana 2.

a. Plana 1

Ciri khas plana 1 adalah refleks kelopak mata hilang dan pernafasan mulai teratur. Terkadang
durasi inspirasi lebih panjang dibandingkan durasi ekspirasi. Pada plana ini awalnya bola mata
akan bergerak-gerak tidak teratur sehingga kelopak mata akan tetap terbuka, namun lama-
kelamaan gerakan bola mata akan berhenti bersamaan dengan kelopak mata yang tertutup.
Dilatasi pada pupil akan terjadi beberapa saat sebelum akhirnya akan mengalami miosis. Pada
plana ini masih ada refleks mata pada sinar/cahaya. Pada plana ini refleks muntah dan menelan
lama-kelamaan akan menghilang. Sekresi cairan lakrimal juga akan menurun pada plana ini.
Pada plana ini juga mulai terjadi dilatasi pada vena daerah perifer sehingga terjadi bradikardi
dan tekanan darah menurun (Vandam, 1977).
Hasil praktikum yang telah kami lakukan kira-kira sudah sesuai dengan teori yang ada namun
kami hanya berhasil mengidentifikasi miosis yang terjadi setelah 3 menit 2 detik dan bradikardi
yang terjadi setelah 5 menit 8 detik.

b. Plana 2

Plana 2 dimulai dengan berhentinya gerakan bola mata dan terfikasi di tengah. Refleks mata
terhadap cahaya tidak ada, Pada plana ini tonus otot bergaris mulai menurun. Pernafasan
torakal-abdominal mengalami penurunan volume tidal namun frekuensinya meningkat. Pada
plana ini refleks laring akan menghilang. Mulai terjadi midriasis atau dilatasi pupil. Pembuluh
nadi akan mengalami takikardi sedangkan tekanan darah akan terus menurun. Pada stadium ini
dapat dilakukan operasi besar (Vandam, 1977).

Hasil praktikum yang telah kami lakukan kira-kira sudah sesuai dengan teori yang ada namun
kami hanya berhasil mengidentifikasi takikardi yang terjadi setelah 7 menit 57 detik dan
midriasis yang terjadi setelah 8 menit 42 detik. Namun pada praktikum ini tonus otot bergaris
belum menurun, kemungkinan yang terjadi adalah pada praktikum ini kami masih mencapai
tahap awal plana 2, sehingga tahap dimana tonus otot bergaris menurun belum tercapai.

Setelah diperkirakan mencapai stadium III plane 2, maka pemberian eter dihentikan
karena pada percobaan ini hanya dilakukan hingga pada tahap dapat dilakukan pembedahan
(stadium II plane 2). Setelah pemberian eter dihentikan maka tanda vital pada hewan mulai
kembali seperti semula, seperti pada menit ke 9 lebih 47 detik rasa nyeri mulai terasa kembali,
lebar pupil mulai mengecil, serta adanya reflek kornea dan pada menit 14 lebih 14 detik kelinci
mulai sadar dan dapat bangun hingga pada menit ke 22 lebih 07 detik kelinci sudah mulai aktif
kembali. Pada pelaksanaan praktikum ini detemukan adanya hipersalivasi dan juga ronki pada
saat proses anasthesi. Ronki sendiri terjadi karena tertutupnya jalan nafas oleh adanya sekresi
cairan lendir. Ronki dan hipesalivasi terjadi karena adanya rangsangan aktivitas parasimpatis
pada obat anasthesi.

Dapus : Vandam. 1977. Introduction to Anesthesia : The Principle of Safe Practice. 5th ed.
W.B.Saunders Company. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai