Anda di halaman 1dari 18

NOV

21

Kebijakan Penyelenggaraan Wajar Dikdas di Pesantren Salfiyah


BAB. I
Di Posting Oleh Agus Subur PENDAHULUAN
Mhs. Pasca STAIN Jember

A. SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN


Era reformasi, perkembangan pendidikan yang tumbuh mengakar dikalangan
masyarakat muslim Indonesia mengalami babak baru yang berbeda dengan masa
sebelumnya. Hal ini tampak dari perkembangan dua lembaga pendidikan islam yang paling
tua dan dominan, yakni madrasah dan pesantren dalam aturan system pendidikan nasional
yang dijabarkan melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
UU Sisdiknas telah menempatkan madrasah sebagai bagian pendidikan sekolah
umum yang tidak lagi terikat dengan system penyetaraan. Sebab kedudukan madrasah sama
dengan sekolah umum lain. Sementara pendidikan pesantren digolongkan kedalam
pendidikan keagamaan non – formal yang diakui sebagai bagian system pendidikan nasional.
Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia,
merupakan system pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia
yang indigenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama is lam yang dimulai
sejak munculnya masyarakat islam di nusantara pada abad ke-13.
Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan
munculnya tempat-tempat pengajian ( nggon ngaji ). Bentuk ini kemudian berkembang
dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar ( santri ), yang kemudian
disebut pesantren . Meskipun bentuknya masih sangat sederhana , pada waktu itu pendidikan
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur , sehingga
pendidikan ini amat bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami
doktrin dasar islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.
Pesantren yang merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia,
didirikan kerena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan
sejarah, dimana bila diruntut kembali sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran
kewajiban dakwah islamiyah yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam sekaligus
mencetak kader-keder ulama’ atau da’i. Perkembangan pendidikan pondok pesantren antara
lain ditandai dengan munculnya berbagai pendidikan secara bertahap ( klasikal ) yang sudah
terhitung modern dan lengkap. Lembaga – lembaga diluar system tradisional yang sudah ada
sebagai bagian untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) santri, sehingga mampu
menjadi pendukung literatur-literatur klasik kitab kuning sebagai sumber refrensi persoalan-
persoalan agama. Maka keberadaan pondok pesantren memiliki fungsi yang selalu memiliki
dinamika yang selalu berinteraksi dengan konstelasi perkembangan zaman bisa terus eksis.
Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai yang
sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relative lama, tetapi
juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
berbasis masyarakat ( society based – education ). Dalam kenyataannya, pesantren telah
mengakar dan tumbuh dari masyarakat, kemudian dikembangkan oleh masyarakat, sehingga
kajian mengenai pesantren sebagai sentra pengembangan masyarakat sangat menarik
beberapa peneliti akhir-akhir ini.

B. TUJUAN
Tujuan diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Pondok Pesantren Salafiyah
2. Mengetahui Program Pondok Pesantren Salafiyah
3. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Tentang Program Wajar Dikdas 9 Tahun pada Pondok
Pesantren Salafiyah

C. MANFAAT
Manfaat dari pembahasan ini adalah :
1. Bagi kami pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
2. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan,
khususnya tentang Pondok Pesantren Salafiyah
3. Bisa memahami dan sekaligus dapat mengembangkan wahana berfikir bagi kita tentang
Kebijakan Pemerintah pada Pesantren Penyelenggara Program Wajar Dikdas 9 tahun.

D. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari ilustrasi tersebut, maka makalah ini, dapat ditarik rumusan masalah
Yaitu:
1. Pengertian Pondok Pesantren
2. Kebijakan Pemerintah pada pondok pesantren Salafiyah Penyelenggara Wajar Dikdas
BAB. II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PONDOK PESANTREN


Kata pondok berasal dari kata funduq yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan
dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, diantaranya adalah Madrasah tempat belajar
agama islam. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren . Di Sumatera Barat
dikenal dengan nama surau, sedangkan di Aceh dikenal dengan nama rangkang.
Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri
berasal dari kata cantrik ( bahasa sansekerta, atau mungkin jawa ) yang berarti orang selalu
mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Tinggi Taman siswa dalam
sistem asrama yang disebut pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil., berarti
guru mengaji, sedang C. C Bergman berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah
shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama hindu atau
seorang ahli kitab suci agama hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (
manusia baik ) dengan suku kata tra ( suka menolong ), sehingga kata pesantren dapat berarti
tempat pendidikan manusia baik-baik.
Secara terminologi dapat dikemukakan disini beberapa pandangan yang
mengarah kepada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren secara
teknis, pesantren adalah tempat dimana santri tinggal. Mahmud Yunus mendefinisikan
sebagai tempat santri belajar agama islam. Sedang Abdurrahman Mahmud mendefinisikan
pesantren refers to a place where the santri devotes most of his or her time to live in and
acquire knowledge.
Definisi diatas menunjukkan betapa pentingnya sosok pesantren sebagai sebuah
totalitas lingkungan pendidikan dalam makna dan nuansanya secara menyeluruh
Secara definitif imam zarkasyi, mengartikan pesantren sebagai lembaga
pendidikan islam dalam sistem asrama atau pondok, dimana kiyai sebagai figur sentralnya,
masjid sebagai kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama islam dibawah bimbingan
kiyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Secara singkat pesantren bisa juga
dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan
bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya.
Definisi pesantren yang dikemukakan oleh imam zarkasyi (pendiri pondok
modern darussalam gontor) sama dengan definisi yang dikemukakan oleh zamakhsyari
dhofier dalam menentukan elemen-elemen pesantren,seperti : kiyai, antri,masjid,pondok,dan
pengajaran agama islam.
Walaupun sama dalam menentukan elemen-elemen pesantren, namun keduanya
mempunyai perbedaan dalam menentukan materi pelajaran dan metodelogi pengajaran.
Zamakhsyari menentukan materi pelajaran pesantren hanya terbatas pada kitab-kitab klasik
dengan metodelogi pengajaran tradisional, yaitu sorogan dan wetonan, sedangkan imam
zarkasyi tidak membatasi pelajaran pesantren dengan kitab-kitab klasik serta menggunakan
metodelogi pengajaran sistem klasikal (madrasah).
Demikianlah pesantren didefinisikan oleh pengamatnya baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar pesantren, dimana varisi yang dihasilkan merupakan suatu
keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Hal tersebut disebabkan perbedaan semacam itu,
justru semakin menambah khazanah dan wacana yang diharapkan secara akademis. [1]
Pesantren yang tumbuh subur dan berkembang di Indonesia sejak zaman
majapahit hingga kini, merupakan warisan sistem pendidikan nasional yang paling merakyat.
Di masa penjajahan Belanda, pesantren merupakan pendidikan swasta nasional yang setiap
saat mengilhami jiwa patriotisme yang sewaktu-waktu membakar semangat perlawanan
menghadapi kelaliman pemerintah kolonial Belanda. Sejarah mencatat sejak pemerintahan
Trunojoyo hingga pemberontakan Pangeran Sambernyowo dan Pangeran Diponegoro
diilhami oleh pesantren, karena dipesantren-pesantren terdapat sejumlah besar para santri
yang ditempah semangat anti kelaliman dan penjajahan yang setiap saat bisa dikomandoi
untuk berjihad oleh para kiyai yang punya karisma tinggi dikalangan para santrinya. [2]
Ciri umum yang dapat diketahui adalah pesantren memiliki kultur khas yang
berbeda dengan budaya sekitarnya. Beberapa peneliti menyebut sebagai sebuah sub-kultur
yang bersifat idiosyncratic. Cara pengajarannya unik, sang kiyai yang biasanya adalah
pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik
berbahasa arab ( yang dikenal dengan sebutan kitab kuning ) sementara para santri
mendengarkan sambil memberi catatan (ngesahi, Jawa) pada kitab yang sedang dibaca.
Metode ini disebut bandongan atau layanan kelektif (collective learning process). Selain itu
para santri juga ditugaskan membaca kitab, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni
menyimak sambil megoreksi dan mengevaluasi bacaan performance para santri. Metode ini
dikenal dengan istilah sorogan atau layanan individual (invidual learning proces). Kegiatan
belajar mengajar tersebut berlangsung tanpa jenjang kelas dan kurikulum yang ketat, dan
biasanya dengan memisahkan jenis kelamin ( gender ) siswa. Perkembangan awal pesantren
inilah yang menjadi cikal bakal dan tipologi unik lembaga pesantren yang berkembang
hingga saat ini. [3]

B. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BALAJAR PENDIDIKAN


DASAR PADA PONDOK PESANTREN
Program wajib belajar pendidikan dasar dipondok pesantren salafiyah
mengacu pada: (1). Kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri
Agama RI Nomor: 1/U/KB/2000 dan Nomor: MA/86/2000 tentang Pondok Pesantren
Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Tertanggal 30
Maret 2000. (2). Keputusan bersama Direktur Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama
islam departmen agama ri dan direktur jenderal pendidikan dasar dan menengah Departemen
Pendidikan Nasional Nomor: E/83/2000 dan Nomor: 166/C/KEP/DS/-2000 tentang pedoman
pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar ,
tertanggal 06 Juni 2000. [4]
Sedangkan panduan teknis Penyelenggaraan Program Wajib belajar Pendidikan
Dasar Pada Pondok Pesantren Salafiyah, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Kelembagaan Agama Islam yaitu: (1). Menetapkan panduan penyelenggaraan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren Salafiyah, sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini. (2). Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, yang berkaitan
dengan kebijakan nasional akan diatur kemudian oleh Direktur Jenderal Kelembagaan Agama
Islam. (3). Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Yang ditetapkan pada 06-
09-2001. [5]

C. LANDASAN HUKUM
Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pad
Pondok Pesantren Salafiyah mengacu pada beberapa landasan yuridis sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar, yang telah
diubah dan disempurnakan dengan peraturan pemerintah Nomor 56 Tahun 1998.
6. Peraturan Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah, yang telah diubah dan
disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998
7. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1971 Tentang Pendidikan Luar Sekolah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peran serta masyarakat dalam
Pendidikan Nasional
9. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan Program Wajib belajar 9
Tahun
10. kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional Dan Menteri Agama RI melalui
Surat Keputusan bersama Nomor: 1/U/KB/2000 dan Nomor : MA/86/2000 tentang Pondok
Pesantren Salafiyah sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
11. Keputusan bersama Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama
dengan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Nomor: E/83/2000 dan Nomor 166/C/Kep/DS/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pondok
Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
12. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Dan
Kepala Badan Penelitihan dan pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Nomor:
DJ.II./526/2003 dan Nomor: 6016/G/HK/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada Pondok Pesantren Salafiyah.
13. keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Tentang
Penerbityan IJazah pada Pondok Pesantren Salafiyah (PPS) Penyelenggara Program Wajar
Dikdas Nomor: DJ.II/527/2003 tentang penerbitan Ijazah pada Pondok Pesantren Salafiyah
Penyelenggara Program Wajar Dikdas. [6]

D. PROSEDUR PENYELENGGARAAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN PADA PONDOK


PESANTREN SALAFIYAH.
Untuk menyelenggarakan Program wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdsas
9 Tahun) ini, Pondok Pesantren Salafiyah melaporkan/mendaftarka kepada Kantor
Departemen Agama, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Pendidikan pada Pemerintahan
Daerah di Kabupaten atau Kota setempat, tentang kesiapan dan kesanggupan pondok
pesantren menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) ini.
Laporan atau pemberitahuan tersebut mencakup data-data sebagai berikut.
1. Nama Pondok Pesantren
2. Nama Pimpinan Pesantren dan Penanggung Jawab Program
3. Jenjang Pendidikan yang akan diselenggarakan, baik jenjang salafiyah dasar (ula),
atau salafiyah (wustha)
4. Jumlah santri yang mengikuti program pada masing-masing jenjang minimal 10 orang
5. Nama tenaga Guru yang mengajar 3 mata pelajaran umum
6. Sarana Pendidikan yang telah ada, termasuk perpustakaan atau sumber belajar
lainnya.
Walaupun dalam penyelenggaraan program ini mendapatkan pengarahan dan
bimbingan dari Departemen Agama dan Dinas Pendidikan setempat, namun setiap Pondok
Pesantren Salafiyah tetap berhak untuk mengatur dan menentukan jadual pendidikan serta
proses pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan, tradisi, dan kondisi setempat. [7]

E. Kurikulum Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas 9 Tahun)


Adapun kurikulum yang dipakai dalam Pondok Pesantren penyelengara wajar
dikdas 9 tahun adalah:
1. Pada dasarnya kurikulum atau program pengajaran yang dipergunakan dalam kegiatan
ini adalah kurikulum khas yang telah berlaku di Pondok Pesantren yang bersangkutan,
ditambah dengan beberapa mata pelajaran umum yang menjadi satu kesatuan
kurikulum dalam program pendidikan Pondok Pesantren.
2. Mata pelajaran umum yang diwajibkan untuk diajarkan dan disertakan dalam
pengajaran Pondok Pesantren adalah 3 mata pelajaran yaitu:
a. Bahasa Indonesia
b. Matematika
c. Ilmu Pengetahuan
3. Mata pelajaran umum lain yang menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan kewarganegaraan, Ilmu pengetahuan sosial
dan bahasa Inggris atau bahasa asing), penyampaiannya dilakukan melalui penyediaan
buku-buku perpustakaan dan sumber lainnya atau melalui bimbingan dan penugasan.
4. Pembelajaran melalui perpustakaan adalah model pembelajaran mandiri melalui
buku-buku paket atau buku modul yang digunakan dalam program Wajib Belajar
Paket A dan B, SLTP Terbuka, MTS Terbuka, atau buku-buku yang digunakan pada
jalur pendidikan sekolah (SD/MI, SLTP/MTS)
5. Bimbingan dan Penugasan dikoordinasi Langsung oleh Penanggung Jawab dan dapat
digunakan model Tutorial yang dalam pelaksanaannya melibatkan Ustad/lurah
pondok/santri senior
6. Bahan-bahan pembelajaran yang digunakan untuk program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar (wajar dikdas) pada Pondok Pesantren Salafiyah, pada dasarnya sama dengan
yang digunakan pada SD/MI untuk jenjang Salafiyah Ula (Dasar), dan sama yang
digunakan pada SLTP/MTS untuk jenjang Salafiyah Wustha (lanjutan)
7. Buku-buku mata pelajaran umum yang digunakan sebelum, sebelum diterbitkan buku-
buku mata pelajaran umum yang khusus untuk program wajib belajar pendidikan
dasar dipesantren salafiyah, dapat digunakan buku-buku pelajaran yang telah ada
yang biasa digunakan oleh SD/MI/Paket A dan SLTP/MTS/Paket B. [8]
F. KETENAGAAN
Didalam ketenagaan yang dibutuhkan Pesantren penyelenggara Program Wajib
Belajar (wajar dikdas)) dipondok pesantren adalah:
1. Tenaga yang diperlukan untuk menyelenggarakan program wajib belajar pada
pesantren salafiyah, terdiri dari penanggung jawab, tenaga pengajar/guru mata
pelajaran umum dan guru pembimbing perpustakaan.
2. Tenaga pengajara yang dibutuhkan dalam program wajib belajar pendidikan dasar
dipondok pesantren salafiyah ini, adalah
a. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
b. Guru mata pelajaran Matematika
c. Guru mata pelajaran Ilmu alam
3. Guru pembimbing mata pelajaran umu lainnya, dapat dilakukan oleh Guru mata
pelajaran umum tersebut, atau guru/ustadz pondok pesantren, dan apabila
memungkinkan dapat ditambah dengan guru-guru dari sekolah formal.
4. Tenaga pengajar yang dilibatkan dalam program ini diutamakan tenaga pengajar yang
tersedia dilingkungan Pondok Pesantren penyelenggara, sepanjang mereka memiliki
kemampuan akademik dan berkesanggupan mengajar.
5. Bila dilingkungan pesantren tidak terdapat tenaga pengajar dimaksud, maka pengurus
pondok pesantren dapat mengupayakan kerja sama dan menjalin kemitraan dengan
pimpinan sekolah/madrasah atau guru-guru yang terdapat disekitar lokasi pondok
pesantren.
6. Untuk meningkatkan kemampuan dan profesional guru, khususnya guru mata
pelajaran umum, pihak pengurus pesantren perlu mengupayakan keikutsertaan guru-
guru tersebut, dalam pelatihan-pelatihan pendidikan guru baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah, maupun Departemen Agama atau Departemen Pendidikan
Nasional, maupun oleh organisasi kependidikan. [9]

G. PROSES PEMBELAJARAN
Sedangkan proses pembelajaran yang ada pada Pondok Pesantren Salafiyah
Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (wajar dikdas) adalah:
1. pada dasarnya proses pembelajaran pada pondok pesantren salafiyah penyelenggara program
wajib belajar pendidikan dasar disesuaikan dengan proses pembelajaran dipondok pesantren.
2. Prinsip dasar proses belajar mengajar ialah dapat dipahaminya bahan dan materi pelajaran
tersebut oleh para santri peserta didik , dengan lebih mudah dan lebih cepat.
3. metode pendidikan tradisional yang telah menjadi ciri khas pengajaran pondok pesantren dapat
digunakan untuk pelaksanaan program ini. Diantara metode tersebuat, antara lain. 1).
Weton/Bandongan. 2). Sorogan. 3). Halaqoh. 4). Hapalan
4. Keempat metode diatas bisa diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran 3 (tiga) mata pelajaran
pokok wajar Dikdas (matematika, IPA, dan bahasa Indonesia), atau untuk pembelajaran mata
pelajaran umum lainnya.
5. selain metode yang sudah disebutkan diatas, pondok pesantren bisa juga mengaplikasikan
metode yang telah dikenal luas pada proses belajar mengajar (PBM) dimadrasah dan sekolah,
seperti Ceramah, Diskusi, Tanya jawab, CBSA, Penugasan, dan seterusnya.
H. PENILAIAN HASIL BELAJAR
Penilaian hasil belajar bagi santri pondok pesantren yang diikutkan dalam
program wajib belajar pendidikan dasar dilakukan melalui:
1. Penilaian harian/mingguan, dilakukan oleh guru/tutor/mudaris/ustadz pada pondok
pesantren.
2. Ulangan umum yang merupakan penilaian prestasi belajar santri yang dilakukan secara
berkala.
3. Penilaian hasil belajar tahap akhir nasional (pehabtanas) program wajar dikdas pada pondok
pesantren, untuk mata pelajaran umum (Bahasa Indoneisia, matematika dan IPA).
Menggunakan standar nasional, sedangkan mata pelajaran umum lainnya (IPS, Kwn),
dilakukan sendiri oleh Guru/Ustadz Pondok Pesantren dengan rambu-rambu penyusunan soal
dari pusat.
4. Waktu penyelenggaraan penilaian /ujian akhir sekolah (uas) atau ujian akhir nasional (uan)
bisa dilakukan dengan dua alternatif:
a. Bersamaan dengan UAS/UAN di SD/MI atau SLTP/MTS setempat.
b. bersamaan dengan waktu imtihan pondok.
5. Persaratan untuk mengikuti ujian akhir sekolah atau ujian nasional:
a. Untuk ujian jenjang Ula para santri harus sudah terdaftar di pondok pesantren minimal
3 tahun berturut-turut, untuk kelas ula.
b. Untuk ujian jenjang Wustha minimal 2 tahun berturut-turut.
6. untuk dapat mengikuti ujian, penanggung jawab program harus melaporkan data santri
yang akan ikut ujian ke Departemen agama Propinsi. [10]

I. SUPERVISI PROGRAM WAJAR DIKDAS PADA PONDOK PESANTREN


SALAFIYAH
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mencerdaskan bangsa,
baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Sejak tahun 2000 Pemerintah
mencanangkan Pondok Pesantren Salafiyah (PPS) sebagai penyelenggara program wajar
dikdas 9 tahun. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program tersebut perlu dilakukan
pengawasan guna meninjau, mengawasi, membina, membimbing dan menilai proses
pembelajaran pada PPs yang menyelenggarakan wajar dikdas apakah sudah sesuai dengan
harapan. Pengawas yang berwenang melaksanakan tugas supervisi dalam mengamati,
membina, mengawasi, membimbing proses pembelajaran program wajar dikdas pada PPs
penyelenggara dapat berpedoman kepada Keputusan Menpan No. 118/1996 Tentang
Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah Dan Angka Kriditnya. Pada Bab II pasal 2 ayat 1,
2 dikatakan bahwa (1). Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan
sebagai pelaksanaan teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah
sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan. (2). Tugas pokok pengawas sekolah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi bidang pengawasan Taman Kanak-
anak/Roudlotul Athfal/Bustanul Athfal, sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah
Diniyah/Sekolah Luar Biasa.
Wewenang pengawas pada pasal 4 ayat 2 a, b, dan c menjelaskan wewenang
pengawas sekolah adalah:
a. Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam
melaksanakan
tugas denga sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi
b. menetapkan tingkat kerja guru dan tenaga lain, yang diawasi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi
c. menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. [11]
Supervisi berasal dari bahasa Inggris supervision artinya pengawasan, dari kata
supervision lahir istilah supervisor artinya pengawas, pengamat. Supervisi dibidang
pendidikan adalah mengawasi, mengamati, membina dan membimbing proses belajar
mengajar kepada guru baik yang bersifat teoritis maupun praktis.

[1]. Drs, H. Rohadi Abdul Fatah, M. Ag, Dkk, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan Dari Tradisonal, Moder, Hingga
Post Modern, ( PT Listafariska Jakarta, 2008), 11, 12, 13
[2]. Drs. Haedari Amin, M. Pd, M. Ishom El-Saha, MA, Pesantren Dan Madrasah Diniyah, (Diva Pustaka, Jakarta, 2008),
3
[3] .Direktorat Pendidikan KeAgamaan Dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI Tahun 2004, Pedoman Pengembangan Pesantren Dan Pendidikan Ke Agamaan Tahun
2004 – 2009, 3
[4]. Prof. DR. H. Abd. Halim Soebahar, MA, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru
Sampai UU Sisdiknas, (Pena Salsabila, Jember, 2012), 80
[5]. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan
Keagamaan Dan Pondok pesantren Jakarta 2005, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program
Belajar Pendidikan dasar 9 tahun Pada Pondok Pesantren Salafiyah, vii, viii
[6]. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan
KeAgamaan
Dan Pondok Pesantren, Jakarta Tahun 2005, Ibid, 3, 4
[7]. Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan
Ke Agamaan DanPondok Pesantren, Jakarta 2002, Pedoman Pondok Pesantren, 9, 10
[8] . Ibid, 11, 12
[9] . Ibid, 12, 13
[10]. Ibid, 15, 16
[11] . Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat
Pendidikan Ke Agamaan Dan Pondok Pesantren, Jakarta 2005, Perangkat Supervisi
Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada Pondok Pesantren
Salafiyah Tingkat Ula dan Wustha, 1, 2
BAB. I
PENDAHULUAN

A. SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN


Era reformasi, perkembangan pendidikan yang tumbuh mengakar dikalangan
masyarakat muslim Indonesia mengalami babak baru yang berbeda dengan masa
sebelumnya. Hal ini tampak dari perkembangan dua lembaga pendidikan islam yang paling
tua dan dominan, yakni madrasah dan pesantren dalam aturan system pendidikan nasional
yang dijabarkan melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
UU Sisdiknas telah menempatkan madrasah sebagai bagian pendidikan sekolah
umum yang tidak lagi terikat dengan system penyetaraan. Sebab kedudukan madrasah sama
dengan sekolah umum lain. Sementara pendidikan pesantren digolongkan kedalam
pendidikan keagamaan non – formal yang diakui sebagai bagian system pendidikan nasional.
Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia,
merupakan system pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia
yang indigenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama is lam yang dimulai
sejak munculnya masyarakat islam di nusantara pada abad ke-13.
Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan
munculnya tempat-tempat pengajian ( nggon ngaji ). Bentuk ini kemudian berkembang
dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar ( santri ), yang kemudian
disebut pesantren . Meskipun bentuknya masih sangat sederhana , pada waktu itu pendidikan
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur , sehingga
pendidikan ini amat bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami
doktrin dasar islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.
Pesantren yang merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia,
didirikan kerena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan
sejarah, dimana bila diruntut kembali sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran
kewajiban dakwah islamiyah yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam sekaligus
mencetak kader-keder ulama’ atau da’i. Perkembangan pendidikan pondok pesantren antara
lain ditandai dengan munculnya berbagai pendidikan secara bertahap ( klasikal ) yang sudah
terhitung modern dan lengkap. Lembaga – lembaga diluar system tradisional yang sudah ada
sebagai bagian untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) santri, sehingga mampu
menjadi pendukung literatur-literatur klasik kitab kuning sebagai sumber refrensi persoalan-
persoalan agama. Maka keberadaan pondok pesantren memiliki fungsi yang selalu memiliki
dinamika yang selalu berinteraksi dengan konstelasi perkembangan zaman bisa terus eksis.
Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai yang
sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relative lama, tetapi
juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
berbasis masyarakat ( society based – education ). Dalam kenyataannya, pesantren telah
mengakar dan tumbuh dari masyarakat, kemudian dikembangkan oleh masyarakat, sehingga
kajian mengenai pesantren sebagai sentra pengembangan masyarakat sangat menarik
beberapa peneliti akhir-akhir ini.

B. TUJUAN
Tujuan diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Pondok Pesantren Salafiyah
2. Mengetahui Program Pondok Pesantren Salafiyah
3. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Tentang Program Wajar Dikdas 9 Tahun pada Pondok
Pesantren Salafiyah

C. MANFAAT
Manfaat dari pembahasan ini adalah :
1. Bagi kami pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
2. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan,
khususnya tentang Pondok Pesantren Salafiyah
3. Bisa memahami dan sekaligus dapat mengembangkan wahana berfikir bagi kita tentang
Kebijakan Pemerintah pada Pesantren Penyelenggara Program Wajar Dikdas 9 tahun.

D. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari ilustrasi tersebut, maka makalah ini, dapat ditarik rumusan masalah
Yaitu:
1. Pengertian Pondok Pesantren
2. Kebijakan Pemerintah pada pondok pesantren Salafiyah Penyelenggara Wajar Dikdas

BAB. II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PONDOK PESANTREN


Kata pondok berasal dari kata funduq yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan
dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, diantaranya adalah Madrasah tempat belajar
agama islam. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren . Di Sumatera Barat
dikenal dengan nama surau, sedangkan di Aceh dikenal dengan nama rangkang.
Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri
berasal dari kata cantrik ( bahasa sansekerta, atau mungkin jawa ) yang berarti orang selalu
mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Tinggi Taman siswa dalam
sistem asrama yang disebut pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil., berarti
guru mengaji, sedang C. C Bergman berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah
shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama hindu atau
seorang ahli kitab suci agama hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (
manusia baik ) dengan suku kata tra ( suka menolong ), sehingga kata pesantren dapat berarti
tempat pendidikan manusia baik-baik.
Secara terminologi dapat dikemukakan disini beberapa pandangan yang
mengarah kepada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren secara
teknis, pesantren adalah tempat dimana santri tinggal. Mahmud Yunus mendefinisikan
sebagai tempat santri belajar agama islam. Sedang Abdurrahman Mahmud mendefinisikan
pesantren refers to a place where the santri devotes most of his or her time to live in and
acquire knowledge.
Definisi diatas menunjukkan betapa pentingnya sosok pesantren sebagai sebuah
totalitas lingkungan pendidikan dalam makna dan nuansanya secara menyeluruh
Secara definitif imam zarkasyi, mengartikan pesantren sebagai lembaga
pendidikan islam dalam sistem asrama atau pondok, dimana kiyai sebagai figur sentralnya,
masjid sebagai kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama islam dibawah bimbingan
kiyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Secara singkat pesantren bisa juga
dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan
bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya.
Definisi pesantren yang dikemukakan oleh imam zarkasyi (pendiri pondok
modern darussalam gontor) sama dengan definisi yang dikemukakan oleh zamakhsyari
dhofier dalam menentukan elemen-elemen pesantren,seperti : kiyai, antri,masjid,pondok,dan
pengajaran agama islam.
Walaupun sama dalam menentukan elemen-elemen pesantren, namun keduanya
mempunyai perbedaan dalam menentukan materi pelajaran dan metodelogi pengajaran.
Zamakhsyari menentukan materi pelajaran pesantren hanya terbatas pada kitab-kitab klasik
dengan metodelogi pengajaran tradisional, yaitu sorogan dan wetonan, sedangkan imam
zarkasyi tidak membatasi pelajaran pesantren dengan kitab-kitab klasik serta menggunakan
metodelogi pengajaran sistem klasikal (madrasah).
Demikianlah pesantren didefinisikan oleh pengamatnya baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar pesantren, dimana varisi yang dihasilkan merupakan suatu
keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Hal tersebut disebabkan perbedaan semacam itu,
justru semakin menambah khazanah dan wacana yang diharapkan secara akademis. [1]
Pesantren yang tumbuh subur dan berkembang di Indonesia sejak zaman
majapahit hingga kini, merupakan warisan sistem pendidikan nasional yang paling merakyat.
Di masa penjajahan Belanda, pesantren merupakan pendidikan swasta nasional yang setiap
saat mengilhami jiwa patriotisme yang sewaktu-waktu membakar semangat perlawanan
menghadapi kelaliman pemerintah kolonial Belanda. Sejarah mencatat sejak pemerintahan
Trunojoyo hingga pemberontakan Pangeran Sambernyowo dan Pangeran Diponegoro
diilhami oleh pesantren, karena dipesantren-pesantren terdapat sejumlah besar para santri
yang ditempah semangat anti kelaliman dan penjajahan yang setiap saat bisa dikomandoi
untuk berjihad oleh para kiyai yang punya karisma tinggi dikalangan para santrinya. [2]
Ciri umum yang dapat diketahui adalah pesantren memiliki kultur khas yang
berbeda dengan budaya sekitarnya. Beberapa peneliti menyebut sebagai sebuah sub-kultur
yang bersifat idiosyncratic. Cara pengajarannya unik, sang kiyai yang biasanya adalah
pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik
berbahasa arab ( yang dikenal dengan sebutan kitab kuning ) sementara para santri
mendengarkan sambil memberi catatan (ngesahi, Jawa) pada kitab yang sedang dibaca.
Metode ini disebut bandongan atau layanan kelektif (collective learning process). Selain itu
para santri juga ditugaskan membaca kitab, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni
menyimak sambil megoreksi dan mengevaluasi bacaan performance para santri. Metode ini
dikenal dengan istilah sorogan atau layanan individual (invidual learning proces). Kegiatan
belajar mengajar tersebut berlangsung tanpa jenjang kelas dan kurikulum yang ketat, dan
biasanya dengan memisahkan jenis kelamin ( gender ) siswa. Perkembangan awal pesantren
inilah yang menjadi cikal bakal dan tipologi unik lembaga pesantren yang berkembang
hingga saat ini. [3]

B. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BALAJAR PENDIDIKAN


DASAR PADA PONDOK PESANTREN
Program wajib belajar pendidikan dasar dipondok pesantren salafiyah
mengacu pada: (1). Kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri
Agama RI Nomor: 1/U/KB/2000 dan Nomor: MA/86/2000 tentang Pondok Pesantren
Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Tertanggal 30
Maret 2000. (2). Keputusan bersama Direktur Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama
islam departmen agama ri dan direktur jenderal pendidikan dasar dan menengah Departemen
Pendidikan Nasional Nomor: E/83/2000 dan Nomor: 166/C/KEP/DS/-2000 tentang pedoman
pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar ,
tertanggal 06 Juni 2000. [4]
Sedangkan panduan teknis Penyelenggaraan Program Wajib belajar Pendidikan
Dasar Pada Pondok Pesantren Salafiyah, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Kelembagaan Agama Islam yaitu: (1). Menetapkan panduan penyelenggaraan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren Salafiyah, sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini. (2). Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, yang berkaitan
dengan kebijakan nasional akan diatur kemudian oleh Direktur Jenderal Kelembagaan Agama
Islam. (3). Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Yang ditetapkan pada 06-
09-2001. [5]

C. LANDASAN HUKUM
Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pad
Pondok Pesantren Salafiyah mengacu pada beberapa landasan yuridis sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar, yang telah
diubah dan disempurnakan dengan peraturan pemerintah Nomor 56 Tahun 1998.
6. Peraturan Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah, yang telah diubah dan
disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998
7. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1971 Tentang Pendidikan Luar Sekolah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peran serta masyarakat dalam
Pendidikan Nasional
9. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan Program Wajib belajar 9
Tahun
10. kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional Dan Menteri Agama RI melalui
Surat Keputusan bersama Nomor: 1/U/KB/2000 dan Nomor : MA/86/2000 tentang Pondok
Pesantren Salafiyah sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
11. Keputusan bersama Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama
dengan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Nomor: E/83/2000 dan Nomor 166/C/Kep/DS/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pondok
Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
12. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Dan
Kepala Badan Penelitihan dan pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Nomor:
DJ.II./526/2003 dan Nomor: 6016/G/HK/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada Pondok Pesantren Salafiyah.
13. keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Tentang
Penerbityan IJazah pada Pondok Pesantren Salafiyah (PPS) Penyelenggara Program Wajar
Dikdas Nomor: DJ.II/527/2003 tentang penerbitan Ijazah pada Pondok Pesantren Salafiyah
Penyelenggara Program Wajar Dikdas. [6]

D. PROSEDUR PENYELENGGARAAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN PADA PONDOK


PESANTREN SALAFIYAH.
Untuk menyelenggarakan Program wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdsas
9 Tahun) ini, Pondok Pesantren Salafiyah melaporkan/mendaftarka kepada Kantor
Departemen Agama, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Pendidikan pada Pemerintahan
Daerah di Kabupaten atau Kota setempat, tentang kesiapan dan kesanggupan pondok
pesantren menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) ini.
Laporan atau pemberitahuan tersebut mencakup data-data sebagai berikut.
1. Nama Pondok Pesantren
2. Nama Pimpinan Pesantren dan Penanggung Jawab Program
3. Jenjang Pendidikan yang akan diselenggarakan, baik jenjang salafiyah dasar (ula),
atau salafiyah (wustha)
4. Jumlah santri yang mengikuti program pada masing-masing jenjang minimal 10 orang
5. Nama tenaga Guru yang mengajar 3 mata pelajaran umum
6. Sarana Pendidikan yang telah ada, termasuk perpustakaan atau sumber belajar
lainnya.
Walaupun dalam penyelenggaraan program ini mendapatkan pengarahan dan
bimbingan dari Departemen Agama dan Dinas Pendidikan setempat, namun setiap Pondok
Pesantren Salafiyah tetap berhak untuk mengatur dan menentukan jadual pendidikan serta
proses pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan, tradisi, dan kondisi setempat. [7]

E. Kurikulum Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas 9 Tahun)


Adapun kurikulum yang dipakai dalam Pondok Pesantren penyelengara wajar
dikdas 9 tahun adalah:
1. Pada dasarnya kurikulum atau program pengajaran yang dipergunakan dalam kegiatan
ini adalah kurikulum khas yang telah berlaku di Pondok Pesantren yang bersangkutan,
ditambah dengan beberapa mata pelajaran umum yang menjadi satu kesatuan
kurikulum dalam program pendidikan Pondok Pesantren.
2. Mata pelajaran umum yang diwajibkan untuk diajarkan dan disertakan dalam
pengajaran Pondok Pesantren adalah 3 mata pelajaran yaitu:
a. Bahasa Indonesia
b. Matematika
c. Ilmu Pengetahuan
3. Mata pelajaran umum lain yang menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan kewarganegaraan, Ilmu pengetahuan sosial
dan bahasa Inggris atau bahasa asing), penyampaiannya dilakukan melalui penyediaan
buku-buku perpustakaan dan sumber lainnya atau melalui bimbingan dan penugasan.
4. Pembelajaran melalui perpustakaan adalah model pembelajaran mandiri melalui
buku-buku paket atau buku modul yang digunakan dalam program Wajib Belajar
Paket A dan B, SLTP Terbuka, MTS Terbuka, atau buku-buku yang digunakan pada
jalur pendidikan sekolah (SD/MI, SLTP/MTS)
5. Bimbingan dan Penugasan dikoordinasi Langsung oleh Penanggung Jawab dan dapat
digunakan model Tutorial yang dalam pelaksanaannya melibatkan Ustad/lurah
pondok/santri senior
6. Bahan-bahan pembelajaran yang digunakan untuk program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar (wajar dikdas) pada Pondok Pesantren Salafiyah, pada dasarnya sama dengan
yang digunakan pada SD/MI untuk jenjang Salafiyah Ula (Dasar), dan sama yang
digunakan pada SLTP/MTS untuk jenjang Salafiyah Wustha (lanjutan)
7. Buku-buku mata pelajaran umum yang digunakan sebelum, sebelum diterbitkan buku-
buku mata pelajaran umum yang khusus untuk program wajib belajar pendidikan
dasar dipesantren salafiyah, dapat digunakan buku-buku pelajaran yang telah ada
yang biasa digunakan oleh SD/MI/Paket A dan SLTP/MTS/Paket B. [8]

F. KETENAGAAN
Didalam ketenagaan yang dibutuhkan Pesantren penyelenggara Program Wajib
Belajar (wajar dikdas)) dipondok pesantren adalah:
1. Tenaga yang diperlukan untuk menyelenggarakan program wajib belajar pada
pesantren salafiyah, terdiri dari penanggung jawab, tenaga pengajar/guru mata
pelajaran umum dan guru pembimbing perpustakaan.
2. Tenaga pengajara yang dibutuhkan dalam program wajib belajar pendidikan dasar
dipondok pesantren salafiyah ini, adalah
a. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
b. Guru mata pelajaran Matematika
c. Guru mata pelajaran Ilmu alam
3. Guru pembimbing mata pelajaran umu lainnya, dapat dilakukan oleh Guru mata
pelajaran umum tersebut, atau guru/ustadz pondok pesantren, dan apabila
memungkinkan dapat ditambah dengan guru-guru dari sekolah formal.
4. Tenaga pengajar yang dilibatkan dalam program ini diutamakan tenaga pengajar yang
tersedia dilingkungan Pondok Pesantren penyelenggara, sepanjang mereka memiliki
kemampuan akademik dan berkesanggupan mengajar.
5. Bila dilingkungan pesantren tidak terdapat tenaga pengajar dimaksud, maka pengurus
pondok pesantren dapat mengupayakan kerja sama dan menjalin kemitraan dengan
pimpinan sekolah/madrasah atau guru-guru yang terdapat disekitar lokasi pondok
pesantren.
6. Untuk meningkatkan kemampuan dan profesional guru, khususnya guru mata
pelajaran umum, pihak pengurus pesantren perlu mengupayakan keikutsertaan guru-
guru tersebut, dalam pelatihan-pelatihan pendidikan guru baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah, maupun Departemen Agama atau Departemen Pendidikan
Nasional, maupun oleh organisasi kependidikan. [9]

G. PROSES PEMBELAJARAN
Sedangkan proses pembelajaran yang ada pada Pondok Pesantren Salafiyah
Penyelenggara Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (wajar dikdas) adalah:
1. pada dasarnya proses pembelajaran pada pondok pesantren salafiyah penyelenggara program
wajib belajar pendidikan dasar disesuaikan dengan proses pembelajaran dipondok pesantren.
2. Prinsip dasar proses belajar mengajar ialah dapat dipahaminya bahan dan materi pelajaran
tersebut oleh para santri peserta didik , dengan lebih mudah dan lebih cepat.
3. metode pendidikan tradisional yang telah menjadi ciri khas pengajaran pondok pesantren dapat
digunakan untuk pelaksanaan program ini. Diantara metode tersebuat, antara lain. 1).
Weton/Bandongan. 2). Sorogan. 3). Halaqoh. 4). Hapalan
4. Keempat metode diatas bisa diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran 3 (tiga) mata pelajaran
pokok wajar Dikdas (matematika, IPA, dan bahasa Indonesia), atau untuk pembelajaran mata
pelajaran umum lainnya.
5. selain metode yang sudah disebutkan diatas, pondok pesantren bisa juga mengaplikasikan
metode yang telah dikenal luas pada proses belajar mengajar (PBM) dimadrasah dan sekolah,
seperti Ceramah, Diskusi, Tanya jawab, CBSA, Penugasan, dan seterusnya.

H. PENILAIAN HASIL BELAJAR


Penilaian hasil belajar bagi santri pondok pesantren yang diikutkan dalam
program wajib belajar pendidikan dasar dilakukan melalui:
1. Penilaian harian/mingguan, dilakukan oleh guru/tutor/mudaris/ustadz pada pondok
pesantren.
2. Ulangan umum yang merupakan penilaian prestasi belajar santri yang dilakukan secara
berkala.
3. Penilaian hasil belajar tahap akhir nasional (pehabtanas) program wajar dikdas pada pondok
pesantren, untuk mata pelajaran umum (Bahasa Indoneisia, matematika dan IPA).
Menggunakan standar nasional, sedangkan mata pelajaran umum lainnya (IPS, Kwn),
dilakukan sendiri oleh Guru/Ustadz Pondok Pesantren dengan rambu-rambu penyusunan soal
dari pusat.
4. Waktu penyelenggaraan penilaian /ujian akhir sekolah (uas) atau ujian akhir nasional (uan)
bisa dilakukan dengan dua alternatif:
a. Bersamaan dengan UAS/UAN di SD/MI atau SLTP/MTS setempat.
b. bersamaan dengan waktu imtihan pondok.
5. Persaratan untuk mengikuti ujian akhir sekolah atau ujian nasional:
a. Untuk ujian jenjang Ula para santri harus sudah terdaftar di pondok pesantren minimal
3 tahun berturut-turut, untuk kelas ula.
b. Untuk ujian jenjang Wustha minimal 2 tahun berturut-turut.
6. untuk dapat mengikuti ujian, penanggung jawab program harus melaporkan data santri
yang akan ikut ujian ke Departemen agama Propinsi. [10]

I. SUPERVISI PROGRAM WAJAR DIKDAS PADA PONDOK PESANTREN


SALAFIYAH
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mencerdaskan bangsa,
baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Sejak tahun 2000 Pemerintah
mencanangkan Pondok Pesantren Salafiyah (PPS) sebagai penyelenggara program wajar
dikdas 9 tahun. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program tersebut perlu dilakukan
pengawasan guna meninjau, mengawasi, membina, membimbing dan menilai proses
pembelajaran pada PPs yang menyelenggarakan wajar dikdas apakah sudah sesuai dengan
harapan. Pengawas yang berwenang melaksanakan tugas supervisi dalam mengamati,
membina, mengawasi, membimbing proses pembelajaran program wajar dikdas pada PPs
penyelenggara dapat berpedoman kepada Keputusan Menpan No. 118/1996 Tentang
Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah Dan Angka Kriditnya. Pada Bab II pasal 2 ayat 1,
2 dikatakan bahwa (1). Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan
sebagai pelaksanaan teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah
sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan. (2). Tugas pokok pengawas sekolah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi bidang pengawasan Taman Kanak-
anak/Roudlotul Athfal/Bustanul Athfal, sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah
Diniyah/Sekolah Luar Biasa.
Wewenang pengawas pada pasal 4 ayat 2 a, b, dan c menjelaskan wewenang
pengawas sekolah adalah:
a. Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam
melaksanakan
tugas denga sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi
b. menetapkan tingkat kerja guru dan tenaga lain, yang diawasi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi
c. menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. [11]
Supervisi berasal dari bahasa Inggris supervision artinya pengawasan, dari kata
supervision lahir istilah supervisor artinya pengawas, pengamat. Supervisi dibidang
pendidikan adalah mengawasi, mengamati, membina dan membimbing proses belajar
mengajar kepada guru baik yang bersifat teoritis maupun praktis.
[1]. Drs, H. Rohadi Abdul Fatah, M. Ag, Dkk, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan Dari Tradisonal, Moder, Hingga
Post Modern, ( PT Listafariska Jakarta, 2008), 11, 12, 13
[2]. Drs. Haedari Amin, M. Pd, M. Ishom El-Saha, MA, Pesantren Dan Madrasah Diniyah, (Diva Pustaka, Jakarta, 2008),
3
[3] .Direktorat Pendidikan KeAgamaan Dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI Tahun 2004, Pedoman Pengembangan Pesantren Dan Pendidikan Ke Agamaan Tahun
2004 – 2009, 3
[4]. Prof. DR. H. Abd. Halim Soebahar, MA, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru
Sampai UU Sisdiknas, (Pena Salsabila, Jember, 2012), 80
[5]. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan
Keagamaan Dan Pondok pesantren Jakarta 2005, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program
Belajar Pendidikan dasar 9 tahun Pada Pondok Pesantren Salafiyah, vii, viii
[6]. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan
KeAgamaan
Dan Pondok Pesantren, Jakarta Tahun 2005, Ibid, 3, 4
[7]. Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan
Ke Agamaan DanPondok Pesantren, Jakarta 2002, Pedoman Pondok Pesantren, 9, 10
[8] . Ibid, 11, 12
[9] . Ibid, 12, 13
[10]. Ibid, 15, 16
[11] . Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat
Pendidikan Ke Agamaan Dan Pondok Pesantren, Jakarta 2005, Perangkat Supervisi
Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada Pondok Pesantren
Salafiyah Tingkat Ula dan Wustha, 1, 2
Diposting 21st November 2012 oleh Agus Subur

https://pontren.com/2016/01/06/petunjuk-ringkas-pps-wajar-dikdas/

https://cridealits.blogspot.com/2011/05/wajar-dikdas-9-tahun-di-pondok.html

Anda mungkin juga menyukai