DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I :
PUTU CANDRA PRADNYASARI ( P07120216041 )
NI PUTU RIKA UMI KRISMONITA ( P07120216042 )
I KOMANG SUTHA JAYA ( P07120216043 )
DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI ( P07120216044 )
KADEK MEISA RUSPITA DEWI ( P07120216045 )
NI LUH GD INTEN YULIANA DEWI ( P07120216046 )
LUH EKA DESRIANA PUTRI ( P07120216047 )
INDAH CANTIKA WAHADI ( P07120216048 )
NI PUTU AYU SUCITA DEWI ( P07120216049 )
NI PUTU INDAH PRASTIKA DEWI ( P07120216050 )
NI PUTU NATIYA GIYANTI ( P07120216051 )
FENDY ANUGRAH PRATAMA ( P07120216052 )
I GST AG GDE INDIRA PRASADHA ( P07120216053 )
2. Penyebab/faktor predisposisi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 mL per hari yang normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan lender dimuara
apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (Nurarif, Amin
dan Hardhi Kusuma,2015).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
a. Faktor tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
1). Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak
2). Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3). Adanya benda asing seperti biji –bijian
4). Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
c. Laki - laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun. Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks :
1). Appendiks yang terlalu panjang
2). Massa apendiktomi yang pendek
3). Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendiks
4). Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
3. Pohon masalah
Obstruksi lumen
Mucus terbendung
Peritonitis
Perforasi
Abses
Kerusakan jaringan
Penurunan peristaltic usus Depresi sistem respirasi
Ujung saraf
terputus Gangguan Distensi abdomen Reflex batuk
rasa
nyaman Menekan gaster Akumulasi secret
NYERI AKUT
POLA NAFAS
Mual dan muntah
TIDAK EFEKTIF
5. Gejala klinis
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus
atau periumbilikus.
b. Mual
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Nafsu makan menurun.
f. Nyeri di perut kanan bawah
g. Demam diatas 37,5°C
h. Biasanya terdapat konstipasi atau diare
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai di
angkat tinggi - tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah
(psoas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retrosekal maka uji Psoas akan positif
dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan
bila apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukopsit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi (USG), CT Scan.
3) Rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram (pada
kasus kronik).
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
7. Penatalaksanaan medis
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotic. Pemberian antibiotic berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian
cairan dan elektrolit serta pemberian antibiotic sistemik.
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan pemberian antibiotic
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Teknik laparatomi,
appendiktomi laparatomi sudah terbukti menghasilkan nyeri
pascaoperasi yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intraabdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparatomi ini dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen. Pada abses appendiks dilakukan drainage
(pengeluaran nanah).
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intraabdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotic. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotic dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intraabdomen.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat keterlambatan penanganan
apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga
medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnose, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan
terlambat melakukan penanggulangan.
Anak - anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya :
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula - mula
berupa flegmon dan berkembangan menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila apendisitis ganggren atau mikroperforasi
ditutupi omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang timbul dalam 12jam pertama
sejak awal sakit, tetapi insiden ini meningkat tajam sesudah 24jam.
Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°C, tampak toksin,
nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear(PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, yang merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltic berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus merengang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam dan leukositosis.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisiologis (inflamasi
atau peradangan pada apendiks).
4. Intervensi Keperawatan
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang diterapkan
6. Evaluasi Keperawatan
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu
a. Evaluasi formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi
keperawatan )
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan synopsis analisis mengenal status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA