Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia,karena
tanpa kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas. Menurut Undang Undang
No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatukeadaan sehat, baik
secara fisik,mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
untuk produktif secara sosial dan ekonomis.Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun
2014 tentang kesehatan jiwa,

kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja, secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.
Sedangkan menurut American Nurses Association (ANA) tentang keperawatan jiwa,
keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu dan tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara
terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental
klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan
teknik dan alat klinik, perawat juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri
sendiri (use self therapeutic) (Kusumawati F dan Hartono Y, 2010) Salah satu bentuk
dari gangguan kesehatan jiwa adalah Skizofrenia. Skizofrenia. merupakan suatu
penyakit otak persisten dan serius dan mengakibatkan perilaku psikologi, pemikiran
konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta
memecah masalah, menurut Gail W. Stuart (2007). Skizofrenia merupakan gangguan
jiwa berupa perubahan pada psikomotor, kemauan, afek emosi dan persepsi. Akibat
dari gejala yang muncul, timbul masalah masalah bagi klien meliputi, kurang perawatan
diri, resiko menciderai diri dan orang lain, menarik diri, dan harga diri rendah
(Townsend, 1998). Perkembangan jaman menurut kehidupan maniusia semakin
modern, begitu juga semakin bertambahnya stressor psikososial akibat budaya
masyarakat modern yang cenderung lebih sekuler, hal ini dapat menyebabkan manusia
semakin sulit menghadapi tekanan-tekanan hidup yang datang. Kondisi kritis ini juga
membaw dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental-
emosional manusia. Sebagai akibat maka akan timbul gangguan jiwa khususnya pada
ganggguan isolasi sosial: Menarik diri dalam tingkat ringan ataupun berat yang
memerlukan penanganan dirumah sakit baik dirumah sakit jiwa atau diunit perawatan
jiwa dirumah sakit umum(Nurjannah, 2005). Menurut Dermawan dan Rusdi (2013),
Isolasi sosial: Menarik diri adalah keadaan dimana seseorang mengalami atau tidak
mampu berintraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak,tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu menbina hubungan yang berarti dengan orang
lain.

B.Tujuan
1.Tujuan umum
Agar mahasiswa memperoleh gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan isolasi social.

2.Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari isolasi social
2. Untuk mengetahui rentang respon pada klien isolasi sosial
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya isolasi sosia
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala isolasi sosial
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi
sosial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010) adalah
suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan
negatif dan mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalanya (Depkes, 2006
dalam Dermawan D dan Rusdi, 2013). Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu
yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2011).
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu berinteraksi
untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.

2. Rentang Respon
Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa
remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut
merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat
menyababkan disfungsi prilaku atau distress yang nyata.

Respon Adatif Respon Maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme
Saling Ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013)
respon ini meliputi:
a. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah
terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-
rencana.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial, individu mamapu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
c. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-
cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Riyardi
S dan Purwanto T. (2013) respon maladaptive tersebut adalah:
a. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai
objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa
pada orang lain.
b. Impulsif
merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak
dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku ogosentris,harga diri
yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah
jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
d. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.

3. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial
yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan yang
harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila
tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.

Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart


dan Sundeen, dalam Fitria,2009).

Tahap perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa prasekolah Melajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan
hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis
Kelamin
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan ketertarikan dengan budaya
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan
hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.

b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi
akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi
kebutuhan individu.

4. proses terjadinya masalah


Pattern of Inefective Lack of Stressor internal
parenting(pola asuh coping(koping development and external(stress
keluarga) individu tidak task(gangguan internal dan
efektif) tugas eksternal)
perkembangan)

Misal:pada anak Misal:saat individu Misal:kegagalan Misal:stress terjadi


yang kelahirannya menghadapi menjalin hubungan akibat ansietas
tidak kegagalanmenyala intim dengan yang
dikehendaki(unwant hkan orang sesame jenis atau berkepanjangan
ed child)akibat lain,ketidakberday sesame jenis atau dan terjadi
kegagalan KB,hamil aan,menyangkal lawan jenis,tidak bersamaan
diluar nikah,jenis tidak mampu mampu mandiri dan dengan
kelamin yang tidak menghadapi menyelesaikan keterbatasan
diinginkan,bentuk kenyataan dan tugas, bekerja, kemampuan
fisik kurang menarik diri dari bergaul, individu untuk
menawan lingkungan,terlalu sekolah,menyebabk megatasinya.
menyebabkan tingginya self ideal an ketergantungan Ansietas terjadi
keluarga dan tidak mampu pada orang akibat berpisah
mengeluarkan menerima realitas tua,rendahnya dengan orang
komentar-komentar dengan rasa ketahanan terhadap terdekat,
negative,merendahk syukur. brbagai kegagalan. hilangnya
an,menyalahkan pekerjaan atau
anak. orang yang
dicintai.

Harga diri
Rendah kronis

Isolasi Sosial

5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11)Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13)Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi
tidur)

6. Diagnosa keperawatan
1.Isolasi social.
2.Harga diri rendah kronis.
3.Perubahan persepsi sensori:halusinasi.
4.Koping keluarga tidak efektif.
5.Koping individu tidak efektif.
6.Intoleran aktivitas.
7.Defisit perawatan diri.
8.Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan.
9.gangguan komunikasi verbal

7Tindakan keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya


untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang butuh
waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada
psien.Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan.pendekatan
yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya maka apapun
yang akan diprogramkan,klien akan mengikutinya. Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling percaya,adalah:
a. Mengucapkan salam setiap kali berintetaksi dengan pasien.
b. Berkenalan dengan pasien:perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan klien.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
d. Buat kontrak asuhan:apa yang akan dilakukan bersama klien,berapa lama akan
dikerjakan,dan tempatnya dimana.
e.Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukan sikap empati terhadap klien.
g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.

2. Membantu klien menyadari prilaku isolasi sosial


Mungkin prilaku isolasi sosial yang dialami klien dianggap sebagai prilaku yang
normal.Agar klien menyadari bahwa prilaku tersebut perlu diatasi maka hal yang
pertama dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi social merupakan
masalah dan perlu diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menanyakan:
a. Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain.
c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
e. Jelaskan pengaruh iolasi social terhadap kesehatan fisik klien.

3. Melatih klien cara- cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c. Beri kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat.
d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga.
e. Bila klien sudah menunjukan kemajuan,tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua,tiga,empat orang, dan seterusnya.
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang
lain.mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
4. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.
5. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan.
6. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif.
7. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.
8. Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan
keluarga terdekat.
9. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

8. Patopsikologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya
rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang
yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga
diri (self estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk
dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan ansietas diperlukan suatu
mekanisme koping yang adekuat. Sumber-sumber koping meliputi ekonomi,
kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan
motivasi. Sumber koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang
mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi
koping yang berhasil. Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap mempunyai
beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi, seni,
kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal.
Dukungan sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motifasi
berasal dari dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk
meningkatkan kepercayaan diri pada individu (Stuart & Sundeen, 1998)

BAB III
Konsep Asuhan keperawatan
A. Pengkajian keperawatan

I. Identitas Klien
Meliputi nama klien,umur, jenis kelamin,status perkawinan, agama,Tanggal MRS,
Alamat klien,
II. Keluhan utama: keluhan utama biasanya berupa menyendiri,(menghindar dari orang
lain), komunikasi kurang atau tidak ada,berdiam diri di kamar,menolak interaksi
dengan orang lain,tidak melakukan kegiatan sehari-hari,dependen.
III. Faktor predisposisi:
Kehilangan, perpisahan,penolakan orang tua,harapan orang tua yang tidak
realistis,kegagalan/frustasi berulang,tekanan dari kelompok sebaya,perubahan
struktur sosial.
Terjadi truma yang tiba2 misalnya : harus dioperasi, dicerai suami, putus sekolah,
PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,dituduh
KKN,dipenjara tiba2) perlakuan orang lainyang tidak menghargai klien/perasaan
negative terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

IV. Faktor Prespitasi.


V. Persepsi dan harapan Klien dan keluarga
1. Persepsi Klien atas masalahnya.
2. Persepsi keluarga atas masalahnya.
3. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalah
4. Harapan keluarga sehubungan dengan pemecahan masalah
VI. Koping dan harapan klien dan keluarga
1. Koping klien terhadap masalah yang dihadapi
2. Koping keluarga terhadap masalah klien
VII. Pemeriksaan Fisik
TD, nadi, RR, suhu badan, berat badan, tinggi badan, dan keluhan fisik yang
dialami klien.
VIII. Keluarga
Genogram
1. Pola pengambilan keputusan
2. Persepsi peran dalam keluarga
3. Persepsi kemampuan keluarga
IX. Psiko Sosial
a. Konsep diri terdiri dari :
- Citra Tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh,persepsi negative tentang
tubuh,mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
- Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri,sukar menetapkan keinginan, dan tidak
mampu mengambil keputusan.
- Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,proses menua,
putus sekolah PHK.
- Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya: mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi

- Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri,rasa bersalah terhadap diri
sendiri,gangguan hubungan social,merendahkan martabat,mencederai diri
dan kurang percaya diri.

X, Status Mental
1. Penampilan tidak rapi dan penggunaan pakaian yang tidak sesuai,kontak mata
kurang atau tidak ada
2. Aktivitas motorik biasanya lesu, tampak tegang, kumpul kompulsif
3. Alam perasaan sedih, ketakutan, putus asa.

XI. Kebutuhan perencanaan pulang antara lain


1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK menggunakan dan membersihkan WC,
membersihkan dan merapihkan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istrahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah.
5. klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
6. klien memiliki sistim pendukung dari keluarga, teman sejawat,terapis,
kelompok social
7. klien dapat menikmati pekerjaan.

XII. Aspek medis


- Dianosa medis
- Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakology
ECT,Psikomotor,therapy okopasional,dan rehabilitas.

B. Diagnosa keperawatan

Isolasi sosial

Diagnosa Tujuan Perencanaan


keperawatan
Kriteria Hasil Intervensi
ISOLASI SOSIAL SP 1: Setelah dilakukan 2 x 1.Dorong klien
interaksi klien untuk mampu
Klien mampu mampu: menyebutkan
menyebutkan penyebab
penyebab -menyebutkan menarik diri.
menarik diri penyebab menarik
diri 2.Diskusikan
SP 1: dengan klien
-menyebutkan tentang
Berdiskusi keuntungan keuntungan
dengan klien berinteraksi dengan berinteraksi
tentang kerugian orang lain dengan orang
tentang lain.
berinteraksi -menyebutkan
dengan orang lain kerugian berinteraksi 3.Diskusikan
dengan orang lain. dengan klien
SP 1: tentang kerugian
-dapat memasukan tidak berinteraksi
Klien diajarka kegiatan berbincang- dengan orang
oleh perawat bincang an dengan lain.
tentang orang lain dalm
berkenalan kegiatan harian. 4. Ajarkan klien
dengan satu tentang cara
orang berkenalan
dengan satu
SP 1: orang.
Klien dapat 5. Masukan
memasukan kegiatan
kegiatan berbincang-
berbincang- bincang dengan
bincang dengan orang lain dalam
orang lain dalam kegiatan harian.
kegiatan harian

SP 2 : Setelah dilakukan 2 x 1.Evaluasi


interaksi klien kegiatan harian
Jadwal kegiatan mampu: klien mengenai
harian klien klien kegiatan
terdapat evaluasi -Mengevaluasi berbincang-
mengenai jadwal kegiatan bincang dengan
kegiatan harian klien. orang lain.
berbincan-
bincang dengan -Mempraktikan cra 2.Do rong klien
orang lain. berkenalan dengan mempraktikan
satu orang . cara berkenalan
SP 2 : dengan satu
-Memasukan orang.
Klien dapat kegiatan berbincang
mempraktikan –bincang dengan 3.Masukan
cara berkenalan orang lain sebagai kegiatan
dengan satu salah satu kegiatan. berbincang-
orang bincang dengan
orang lain
SP 2 : sebagai salah
satu kegiatan.
Klien dapat
memasukan
kegiatan
berbincang –
bncang dengan
orang lain
sebagai salah
satu kegiatan

SP 3: Setelah dilakukan 2 x 1.Evaluasi jadwal


interaksi klien kegiatan harian
Klien dapat mampu: klien.
mengevaluasi
jadwal kegiatan -Mengevaluasi 2.Dorong klien
harian klien jadwal kegiatan berkenalan
harian klien. dengan dua orang
SP 3: atau lebih.
-berkenalan dengan
Klien dapat dua orang atau lebih. 3.Masukan
berkenalan kegiatan
dengan dua -memasukan berbincang-
orang atau lebih. kegiatan berbincang- bincang dengan
bincang dengan dua dua orang atau
3.klien dapat orang atau lebih ke lebih ke dalam
memasukan dalam jadwal jadwal kegiatan
kegiatan kegiatan harian. harian.
berbincang-
bincang dengan
dua orang atau
lebih ke dalam
jadwal kegiatan
harian

Evaluasi.
1. Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
2. Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
3. Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan
cara yang sesuai / dapat diterima.
4. Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.

KESIMPULAN

ISOLASI SOSIAL adalah : keadaan dimana seseorang/individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berintraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan hubungan yang berarti
dengan orang lain.Isolasi social merupakalan upaya klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain,menghindari hubungan
dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri
Dermawan D Dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHM (Basik
Course). Jakarta: EGC
Keliat, B.A, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Nurjanah, Intan Sari. 2005. Komunitas Keperawatan. Yogyakarta: Moco Medika
Rusman.2009.Keperawatan Kesehatan Mental Terintegrasi dengan Keluarga.
Jakarta: Sagung Seto
Riyardi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Surtiningrum, Anjas. 2011. Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan
Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr
Amino Gondohutomo Semarang. Thesis. Depok: FIK UI
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G.w & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Ed. 3.
Jakarta: EGC
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri (terjemahan). Ed. 3. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: Refika Adiutama
TUGAS
KEPERAWATAN JIWA
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN ISOLASI SOSIAL
( Ns. Maylar Gurning,S.Kep, M.Kep. )

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. VIONA SAHETAPY
NIM. 201814201125B
2. RIZAL SALEWE
NIM. 201814201118B

SEMESTER VB

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP )


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) PAPUA SORONG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN 2018-2019

Anda mungkin juga menyukai