Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan kulit yang bersifat irreversibel dimulai pada usia 20 tahun, meskipun tanda-tanda

tidak terlihat dalam waktu yang lama. Penuaan pada kulit merupakan suatu proses biologis

kompleks yang dihasilkan dari penuaan intrinsic (dari dalam tubuh seperti genetik) dan

perubahan yang berkembang seiring waktu serta dampak ekstrinsik disebabkan oleh faktor

lingkungan. Faktor ekstrinsik yang sangat berperan dalam penuaan adalah ekspresi wajah

repetitive, posisi tidur yang buruk, merokok dll. Tanda-tanda eksternal dari penuaan kulit yakni

kerutan halus, kulit tipis dan transparan, bintik-bintik pigmen, kulit kendur, kulit kering dengan

atau tanpa gatal, ketidak mampuan untuk berkeringat cukup, rambut beruban, rambut rontok,

rambut yang tidak diinginkan, penipisan lempeng kuku, hilangnya kuku setengah bulan dll.

(Mackiewicz and Rimkevicius, 2008)

Dari semua faktor tersebut, teori radikal bebas merupakan teori yang sering dikaitkan

sebagai penyebab faktor-faktor penuaan dini. Radikal UV merupakan pemicu yang sangat

potensial dalam pembentukan radikal bebas ROS (Reaktive Oxygen Species) pada kulit (Masaki,

2010). Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dengan elektron yang

tidak memiliki pasangan (Winarsi, M.S, 2007). Pada kulit, radikal bebas yang diproduksi

berlebih akan merusak kolagen pada membran sel kulit, sehingga kulit menjadi kehilangan

elastisitasnya dan menyebabkan terjadinya keriput (Pamela, 2008)


Senyawa yang dapat menangkal radikal bebas adalah antioksidan. Sebagai bahan aktif,

antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat oksidasi sehingga dapat

mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Antioksidan memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif,

akibatnya kerusakan sel akan dihambat. Salah satu antioksidan yang terdapat di alam adalah dari

buah.

Pada penelitian sebelumnya, uji aktivitas antioksidan stroberi menunjukkan bahwa ekstrak

stroberi memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi melawan radikal bebas, termasuk radikal

superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, dan oxygen singlet.2 Ekstrak stroberi

sebanyak 0,5 mg/ml atau sebanyak 0,5 % (w/v) memiliki efek fotoprotektif yang dapat

melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi UV-A yang dapat menginduksi timbulnya radikal

bebas.

Antioksidan dapat digunakan sebagai anti-aging yang dapat mencegah penuaan dini, untuk

penggunaan yang menyenangkan maka diperlukan kosmetik anti-aging dengan antioksidan

tinggi agar dapat merawat kulit wajah (Winarsi, M.S, 2007). Antioksidan ini dapat

diformulasikan sebagai sediaan kosmetik baik sediaan yang berbentuk krim, gel ataupun lotion.

Salah satu bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan adalah krim. Krim merupakan

sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan

dimaksudkan untuk pemakaian luar (DepKes RI, 1978). Keuntungan penggunaan krim yakni

memiliki nilai estetika yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaan yang

cukup baik. Disamping itu, sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah dicuci, bersifat
tidak lengket, memberikan efek melembabkan kulit serta memiliki kemampuan penyebaran yang

baik.

Dalam memaksimalkan perawatan kulit melawan penuaan yang disebabkan oleh radikal

bebas, perlu dilakukan formulasi ekstrak stroberi dalam sediaan krim. Sediaan krim yang

diketahui dapat menyebar dengan mudah di kulit dan dapat menghantaran zat aktif dengan baik.

Formulasi sediaan krim ditujukan agar krim dapat menyampaikan zat aktif dengan baik dan

eksipien yang beradadi dalam sediaan dapat mendukung penyampaiannya..

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbandingan kestabilan formula sediaan krim yang menggunakan dua

macam golongan surfaktan yang banyak ditemukan di dalam sediaan krim yaitu surfaktan

nonionik (tween 80 dan span 80) dan surfaktan anionik (sodium oleate dan

triethanolamine)?

2. Bagaimana aktivitas antioksidan formulasi krim anti-aging yang terbaik dari ekstrak

strawberry ?

1.3 Tujuan

1. Mendapatkan formulasi terbaik krim anti-aging ekstrak strowberry yang stabil secara

fisik ?

2. Membandingkan aktivitas antioksidan kontrol positif vitamin C,formulasi krim anti-

aging ekstrak strawberry?

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai aktivitas

antioksi dan dan stabilitas fisik formulasi krim anti-aging ekstrak Stroberi (Fragaria x nanassa).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Buah Strawberry

Tanaman strawberry telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal

saat ini. Strawberry yang dibudidayakan sekarang ini disebut strawberry modern (komersial)

dengan nama ilmiah Fragaria x ananassa var duchesne. Strawberry ini adalah hasil persilangan

antara Fragaria virginiana L. var duschene dari Amerika Utara dengan Fragaria chiloensis L.

var duschene dari Chili, Amerika Selatan. Persilangan kedua jenis strawberry tersebut dilakukan

pada tahun 1750. Persilangan-persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis strawberry dengan

buah berukuran besar, harum, dan manis (Budiman, 2008).

Dari segi ciri khusus lahiriahnya, strawberry adalah tumbuhan keluarga rumput yang

memiliki dahan dua jenis, jenis rebah dan tegak. Ketinggian jenis tegak mencapai 8 sampai 15

sentimeter dan ujungnya berakhir dengan bunga. Daunnya terdiri dari tiga daun kecil bergigi

dengan ekor panjang dan berwarna hijau cerah. Bunga-bunganya teratur, berwarna putih, dan

berkumpul dalam jumlah dua sampai lima atau bahkan lebih (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Tanaman strawberry dapat tumbuh subur pada wilayah dengan lama penyinaran matahari

yang berkisar antara 8-10 jam per hari. Untuk faktor suhu udara optimum antara 17OC-20oC dan

suhu udara minimum 4oC-5oC, dengan kelembapan udara 80%-90%. Didukung pula dengan

ketinggian tempat yang ideal antara 1.000-2.000 m di atas permukaan laut (Tim Karya Tani

Mandiri, 2010).
2.1.1 Sistematika tanaman strawberry

Menurut Rukmana (1998), sistematika tumbuhan buah strawberry diklasifikasikan

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping satu)

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Genus : Fragaria

Spesies : Fragaria x ananassa

2.1.2 Manfaat dan kandungan buah strawberry

Buah strawberry memiliki kandungan aktivitas antioksidan tinggi karena mengandung

quarcetin, ellagic acid, antosianin, dan kaempferol. Kandungan tersebut menjadikan strawberry

untuk meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi resiko terjadinya kanker. Buah

strawberry juga membantu proses diet bagi penderita diabetes. Buah strawberry juga

dimanfaatkan untuk kecantikan, di antaranya obat jerawat, mempercantik kulit, memutihkan

gigi, serta meningkatkan kekuatan otak dan penglihatan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Daun strawbeery berpreran sebagai diuretik dan antireumatik. Daun strawberry juga

mengandung zat astringent yang berguna untuk mencegah pengeriputan kulit wajah.. Kandungan

vitamin C dan E berfungsi untuk merawat dan mengencangkan kulit serta sebagai anti-aging.
Akar strawberry mengandung zat anti radang untuk memulihkan pembengkakan akibat nyeri

sendi dan asam urat. Akar strawberry juga bermanfaat sebagai obat diabetes (Tim Karya Tani

Mandiri, 2010).

Antosianin merupakan pigmen warna merah pada buah strawberry. Senyawa ini berkhasiat

menurunkan tekanan darah, cocok dikonsumsi bagi penderita hipertensi. Antosianin juga mampu

menurunkan kolesterol jahat LDL, mencegah penyempitan pembuluh darah, penyebab stroke

dan melumpuhkan sel kanker (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Antosianin yang memberikan warna merah pada strawberry berfungsi sebagai antioksidan

yang sangat kuat dan terbukti mampu melindungi struktur sel dalam tubuh dan mencegah

kerusakan oksigen dalam organ tubuh manusia. Akibatnya buah ini bisa juga dikatakan sebagai

anti kanker, anti radang dan pelindung jantung. Selain itu beri ini juga dikenal memiliki dampak

baik untuk menekan peradangan yang timbul seperti akibat rematis, osteoarthritis dan asma.

Kandungan fenol, flavonoid dan antosianin dalam stroberi Juga terbukti mampu mencegah

pertumbuhan sel kanker hati. (Indigomorie, 2002)

Vitamin E, zat besi, dan magnesium yang berfungsi untuk membuat kulit lebih bersinar.

Makan stawberry juga bisa mendorong regenerasi sel kulit dan melawan bakteri penyebab

jerawat. Vitamin E merupakan antioksidan kuat yang membantu proses perbaikan kulit. Zinc

yang terkandung dalam labu juga bisa sebagai obat bagi mereka yang jerawat (Tim Karya Tani

Mandiri, 2010).

2.2 Krim

Definisi krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan

obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sediaan ini merupakan sediaan
setengan padat (semisolid) dari emulsi yang terdiri dari campuran antara fase minyak dan fase air

(DepKes RI, 1995).

Krim umunya kurang kental dan lebih ringan daripada salep, sehingga krim lebih disukai

daripada salep. Umumnya krim mudah menyebar rata dan karena krim merupakan emulsi

minyak dalam air, maka akan lebih mudah dibersihkan daripada sebagian besar salep. Krim

ianggap mempunyai daya tarik estetik lebih besar karena sifatnya yang tidak berminyak dan

kemampuannya berpenetrasi dengan cepat ke dalam kulit (Ansel, 1989).

2.2.1 Persyaratan Krim

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

b. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang Dihasilkan

menjadi lunak serta homogen.

c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan

dihilangkandari kulit.

d. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau

cair pada penggunaan. (Widodo, 2013)

2.2.2 Penggolongan Krim

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci dengan air serta lebih

ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:

1. Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream. Cold cream adalah

sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.
2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing

cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan

dan sebagai alas bedak.(Widodo, 2003)

2.2.3 Stabilitas Krim

Umumnya suatu emulsi diangkap tidak setabil secara fisika jika, fase dalam atau fase

terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan, jika

bulatan-bulata atau agregat dari agregat naik ke permukaan atau turun kedasar emulsi tersebut

akan membentuk suatu lapisan bekat dari fase dalam, dan jika semua atau sebagian dari cairan

fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau

pada dasar emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam.

Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipegaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan

mikroba (Ansel,.2005).

Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna atau

munculnya warna, timul bau, perubahan atau emisahan fase, pecahnya emulsi, pengendapan

suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal, terbentuknya gas, dan

perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase

dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna dan fisik lainnyayang

baik (Martin, et al., 1983) Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai

berikut :

a. Flokulasi dan creaming

‘Creaming’ merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana

masing-masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda (Anief., 1987). Creaming ke arah

atas terjadi dalam suatu emulsi a/m atau m/a yang tidak stabil dimana fase terdispersi
mempunyai kerapatan lebih kecil daripada kerapatan fase luar. Creaming ke arah bawah dalam

emulsi yang tidak stabil dimana kerapatan fase dalam lebih besar daripada kerapatan fase luar

(Ansel,.2005).

b. Koalesen dan pecahnya emulsi (crecking atau breaking)

Creaming adalah suatu proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses

creaking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali (Anief.,1987). Hal ini dikarenakan

lapisan pelindung disekitar bulatan-bulatan fase terdispersi tidak ada lagi (Ansel.,2005).

2.2.4 Bahan-bahan Penyusun Krim

2.2.4.1 Formula dasar krim, antara lain:

1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.

Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,

cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.

2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.

Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na2CO3,

Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol,

polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya).

2.2.4.1 Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:

a. Zat berkhasiat
b. Minyak
c. Air
d. Pengemulsi
e. Bahan Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan

sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan

emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin stearat,

polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain: Zat

pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan.

f. Bahan Pengawet

Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-0,18%, propil

paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH sediaan Pelembab.

Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak

jenuh.

2.3 Pengertian Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik

sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah

bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar

yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan

positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada

antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus

hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat
ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan

rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.

2.3.1 Klasifikasi Surfaktan dan Jenis – Jenis Surfaktan

Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam

minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

a. Surfaktan yang larut dalam minyak

Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang,

senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.

b. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat

pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat

yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan

yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan

amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.

Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara

menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan

baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.

2.3.2 Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:

a. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.

Surfaktan ini membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari jumlahnya. Sifat

hidroliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya merupakan gugus sulfat atau

sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat ke bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang
labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa contoh dari surfaktan anionik adalah linier

alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin

atau secondary alkane sulfonat (SAS).

Natrium dodekil sulfonat : C12H23CH2SO3-Na+

Natrium dodekil benzensulfonat : C12H25ArSO3-Na+

b. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.

Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan

garam alkil dimethil benzil ammonium.

C12H25Cl+ N(CH3)3 →[C12H25N-(CH3)3]+Cl-

c. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

Surfaktan sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan

keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air.

Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan aniomik. Jenis ini

hampir semuanya merupakan senyawa turunanpoliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari

polihidroksi alkohol. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester

sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol

amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

Pentaeritritit palmitat : CH3(CH2)14COO-CH2- C(CH2OH)3

Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H
d. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan

negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.

Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier alkilbensen

sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat sulfat (AES)

Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran

terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah yang

sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan

baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak

mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang

dapat diperbaharui (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001).

2.4 Metode Pembuatan Krim

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya

komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di

penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas,

komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.

Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair

dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah

kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan

pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama

temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi

pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV

PEMBAHASAN

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa formulasi sediaan krim ekstrak
stroberi (Fragaria x ananassa) dapat menghasilkan krim yang memiliki stabilitas yang baik
dengan komposisi ekstrak stroberi, basis minyak yang terdiri dari mineral oil, paraffin, dan
asam stearat, stiffening agent yaitu setil alkohol, antioksidan yaitu butyl hydroxytoluene,
humektan yaitu gliserin, preservative yang menggunakan propilen glikol, emulgator yaitu
sodium oleate dan trietanolamine, dan larutan pH adjuster yaitu asam sitrat. Sementara formula
B yang menggunakan emulgator anionik yang terdiri dari sodium oleate dan trietanolamin yang
dapat menghasilkan stabilitas dan konsistensi krim yang baik.
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini dapat disarankan bahwa:
a. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kombinasi jenis emulgator
lain, yaitu emulgator kationik dan emulgator amfoterik terhadap kestabilan sediaan krim.
b. Perlu adanya evaluasi tambahan untuk sediaan krim yaitu uji viskositas dan uji pelepasan zat
aktif sediaan krim.
DARTAR PUSTAKA

Mackiewicz Z, Rimkevičius A. Theory and Practice: Skin Aging. Gerontologija. 2008; 9(2):103–108.
Panico AM, Garufi F, Nitto S et al. Antioxidant Activity and Phenolic Content of Strawberry Genotypes
from Fragaria X Ananassa. Pharmacological Biology. 2009; 47:203-208
Giampieri F, Alvarez-Suarez JM, Tulipani S et al. Photoprotective Potential of Strawberry (Fragaria x
ananassa) Extract Against UV-A Irradiation Damage on Human Fibroblasts. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 2012; 60(9):2322-7. DOI: 10.1021/jf205065x
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia III. Jakarta. 1979.
Mollet H, Grubenmann A. Formulation Technology: Emulsions, Suspensions, Solid Forms. German:
Wiley-vch. 2001.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia IV. Jakarta. 1995.
Khopkar SM. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. 1990.
Wanasundara PKJPD, Shahidi F. Antioxidants: Science, Technology, and Applications. Canada: John Wiley
& Sons Inc. 2005.
Ueda CT, Shah VP, Derdzinski K, Ewing G, Flynn G, Maibach H et al. Topical and Transdermal Drug
Product-Stimuli to the revision process. Pharmacopeial Forum. 2009; 35:750-64.
Levin J, Miller R. A Guide to the Ingredients and Potential Benefits of Over-the-Counter Cleansers and
Moisturizers for Rosacea Patients. J Clin Aesthet Dermatol. 2011; 4(8):31-49

Anda mungkin juga menyukai