Anda di halaman 1dari 3

Inovasi dalam Lomba Desa dan Kelurahan : Interupsi Subtansi Kerja-Kerja Pendampingan

Rendy Souisa 1

Mendapat kesempatan turut menilai perkembangan desa/kelurahan dalam Lomba Desa dan Kelurahan Kota
Ambon tahun ini ibarat sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Dalam tugas-tugas bersama tim penilai
lainnya, perjalanan mengunjungi 4 desa dan 3 kelurahan unggulan di 5 kecamatan disamping untuk memberikan
‘perspektif praktisi’ dalam penilaian perkembangan desa dan kelurahan, juga seakan membantu TPID dengan
informasi awal potensi bahan pendokumentasian inovasi, sekaligus menumbuhkan hubungan kerja dengan
pemerintah desa, negeri, kelurahan dan kecamatan. Perkenalan dengan pelaku di luar aktivitas kunjungan dinas
reguler yang penting untuk terus dipelihara termasuk nantinya dalam kunjungan dinas reguler.

Sebagai ibukota provinsi, tentu saja kota ini memiliki beberapa keuntungan dalam dinamika perkembangan desa
dan kelurahan. Sebut saja, kemudahan orbitrasi, ketersediaan akses informasi dan teknologi serta layanan publik
yang berdampak pada variabel lainnya termasuk kualitas aparatur, yang tertuntut harus lebih kekinian dalam
merespon perkembangan jaman. Perjumpaan pada tujuh lokasi desa/kelurahan tersebut memiliki beberapa
catatan refleksi yang ingin dibagi untuk memperkuat geliat kerja-kerja mengabdi desa, yang dilakoni tenaga
pendamping profesional. Ada yang berbentuk negeri ada yang berbentuk desa, selain kelurahan. Ada yang telah
memiliki Raja, ada pula yang masih dipimpin pejabat kepala desa, atau pejabat kepala pemerintahan negeri. Ada
di wilayah urban, ada pula di wilayah rural. Ada yang memiliki pemukiman terpusat, ada pula yang pemukiman
tersebar sampai padat merayap. Ada yang tumbuh dari sektor jasa, ada pula yang berkembang dengan
kelimpahan sumberdaya alam. Cukup beragam yang harus dapat diamati, dirangkum dan dinilai dalam instrumen
yang harus seragam. Berikut catatannya;

Hative Kecil, berstatus negeri, masih dengan pejabat kepala pemerintahan, dengan tipologi desa pesisir yang
dekat dengan pusat pertumbuhan, penuh peluang investasi dunia usaha, tetapi masih berjuang mempertahankan
ikon Ikan Asar Mama Pau, seakan ingin tidak lekang dengan dengan bisnis perikanan besar di masa lalu. Ada pula
Sistem Informasi Pelayanan Masyarakat (Sispelmas) sebagai pengembangan tatakelola layanan administrasi
warga, yang bergerak dari manual ke digital, sekalipun masih harus tetap dilayani di Kantor Negeri.

Uritetu, kelurahan yang melekat dengan pusat kota, dengan imaji warisan sejarah kota, Benteng Niew Victoria,
dengan keragaman tinggi antar warga, sedang melanjutkan prakarsa di tahun sebelumnya untuk mendorong
Lorong Sehat menjadi gerakan warga dari kesadaran bencana menuju komunitas ramah anak. Ada juga visi
aparatur dengan GIS Uritetu, sebuah platform berbasis web yang mengintegrasikan profil kelurahan dengan data
spasial kewilayahan, sehingga cukup efektif dalam aspek prioritas intervensi , terutama pada kerja-kerja
perencanaan.

Latuhalat, berstatus negeri di ujung barat pulau, dipimpin Raja , dengan tipologi desa pesisir nan luas, penuh
pengalaman mengelola komoditas ikonik laut dan darat yakni Laor, Batu Tela, selain pantai wisata Namalatu yang
terus meredup dan kini sedang berikhtiar memuliakan Tai Minya dari sekadar diksi identitas masa lalu menuju
ragam kuliner masa kini.

Waihaong, kelurahan padat di wilayah DAS yang penuh semangat mendorong layanan administrasi warga dengan
pengelolaan sampah plastik melalui SiTusa (Tukar Sampah Plastik dengan Surat Keterangan), sebuah prakarsa
yang telah berbuah kerjasama dengan Bank Sampah terdekat. Ada pula, Jamalaika (Jam Malam untuk Wajib
Belajar Siswa) yang mengedepankan partisipasi warga terhadap pendidikan anak yang mulai dibarengi dengan
kegiatan literasi lainnya.

Latta, berstatus desa, masih dengan pejabat kepala desa yang terpanggil memulai upaya mendekatkan warga
dengan aparatur melalui layanan adminitrasi digital berbasis android, Sion Delta (Sistem Informasi Online Desa
Latta) selain upaya memajukan usaha air bersih desa, yang dikelola BUMDesa yang memiliki prospek perluasan
sampai desa tetangga.

Tihu, kelurahan di kawasan pemukiman bekas lokasi konflik masa lampau, yang masih bergulat dengan upaya
mengembalikan warga, menata ulang pelayanan publik dan terus membangun saling percaya sebagai modal
utama komunitas.

Rutong, berbentuk negeri di semanjung selatan pulau, yang kuat tradisi berdesa, yang mulai mempromosikan
Tomi-Tomi, sejenis anggur lokal yang kaya antosianin, untuk menjadi sirup, anggur, selai dan jeli dengan tawaran
berbagai manfaat kesehatan. Ada juga Tabunganku yang menjadi salah satu simpul filosofi tiga batu tungku
(pemerintah desa, tokoh agama dan tokoh pendidikan), Tabunganku merupakan sebuah prakarsa gerakan
menabung yang telah mendapat dukungan salah satu bank pemerintah untuk anak usia 1-15 tahun. Gerakan yang
diinisiasi gereja setempat, difasilitasi pemerintah desa dan bekerja sama melalui sekolah serta didukung dunia
usaha.

Keseluruhan amatan tersebut seakan memberi pola antara pilihan inovasi desa dan kelurahan yang layak
dicermati yakni :

1. Inovasi berbasis layanan publik dari pelestarian tradisi sampai pemanfaatan teknologi, lebih menyasar
sumberdaya manusia, umumnya merupakan prakarsa pemerintah desa, yang kecil dampak ekonomi
kendati berpotensi secara sosial. Memilki keunggulan prestise tapi menyisakan kesadaran warga untuk
penerapan yang luas , sehingga perlu terus dikampanyekan,
2. Inovasi berbasis potensi sumberdaya alam, baik komoditas laut dan darat, dengan target jangka panjang,
umumnya membutuhkan dukungan tambahan dari luar desa, memiliki prospek sosial dan terutama
keuntungan ekonomi, sekalipun nyata tantangan seputar pengelolaan dan kelembagaan,
3. Inovasi berbasis potensi sumberdaya sosial-ekonomi dengan target jangka pendek, umumnya muncul dari
inisiatif warga baik individu maupun kelompok, cenderung terkendala utama dalam modal, kontrol
kualitas dan pemasaran.

Ketiga model inovasi diatas, seluruhnya memiliki tantangan umum yang mungkin masih terasa kompleks di saat
ini seperti adanya road map pengembangan, jejaring dan budaya inovasi masyarakat, selain faktor-faktor kunci
inovasi seperti spesialisasi produk unggulan, dukungan penelitian dan pengakajian, pengembangan sumberdaya
pelaku, ketersediaan akses dan bahan baku, pelatihan kewirausahaan serta visi kepemimpinan desa dan
kelurahan yang mendukung pengelolaan dan pengembangan inovasi.

Tuntutan-tuntutan ini, bagi segenap tenaga pendamping profesional P3MD sudah mesti dipandang sebagai
sebuah interupsi dalam kerja-kerja mengabdi Desa, yang dalam 2 tahun terakhir melalui Program Inovasi Desa
digiatkan terutama dalam agenda pengelolaan pengetahuan dan penyedia peningkatan kapasitas teknis desa.

Dalam kerja-kerja praktis pendampingan desa, isu-isu inovasi perlu mendapatkan perhatian yang dapat dimulai
dengan menumbuhkembangkan gerakan literasi desa, pengayaan visi kepala desa untuk penyusunan road map
pengembangan inovasi desa untuk diterjemahkan dalam dokumen perencanaan pembangunan desa, yang
dilanjutkan dengan kajian-kajian tematik yang meningkatkan kualitas Pengkajian Keadaan Desa, penajaman
Musyawarah Desa dengan literasi pendukung inovasi yang lebih memadai, termasuk menumbuhkembangkan
semangat kolaborasi. Tahapan krusial berikutnya adalah penganggaran desa, terutama dalam memastikan
pelibatan penyedia peningkatan kapasitas teknis desa yang dapat membantu desa dalam mewujudkan kegiatan
inovatif, baik dalam penyelenggaran pemerintahan, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan,
pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana.
APB Desa 2019, pijakan awal dan tantangan pelembagaan.

Dengan seluruh tantangan dan kendala mengatur dan mengurus desa-negeri di Kota Ambon, terdapat potensi
yang lebih dari cukup untuk perubahan paradigma pembangunan desa/negeri di Kota Ambon sejak pelaksanaan
Program Inovasi Desa di tahun 2017 terutama untuk menjawab kekhawatiran dampak pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa untuk kemajuan desa/negeri dan kesejahteraan warganya.

Dari total 170 kegiatan inovatif yang dikomitmenkan dalam penyelenggaran Bursa Inovasi Desa Tahun 2018,
sampai dengan 31 Mei 20192, telah terakomodir 69 kegiatan inovatif yang senilai Rp. 10.721.984.644 dari
pendanaan Alokasi Dana Desa maupun Dana Desa Tahun Anggaran 2019 pada 17 dari 30 desa/negeri di Kota
Ambon. Total nilai kegiatan inovatif ini ‘dimodali’ oleh biaya penyelenggaran Bursa Inovasi Desa Kota Tahun 2018
yang hanya Rp. 22.543.970,- . dari Dana Operasional Kegiatan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa Kota
Ambon Tahun Anggaran 2018.

Artinya dana yang dikeluarkan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan pembangunan desa, dengan
sejumlah referensi kegiatan inovatif yang telah tervalidasi, dalam kegiatan yang didorong pemerintah Kota Ambon
melalui kerja-kerja pendampingan dibantu segenap pegiat desa, termasuk tenaga pendamping profesional telah
merubah pola pikir desa/negeri untuk kegiatan inovatif 475 kali Dana APBDes Tahun 2019 berkualitas.

Namun demikian, jika menelisik peruntukan alokasi anggaran dari total nilai kegiatan-kegiatan inovatif tersebut,
maka dalam kerja pendampingan berikutnya diperlukan keberpihakan anggaran desa/ negeri untuk secara
proporsional mendanai aspek lainnya dibanding sarana prasarana inovasi semata, misalnya penelitian pengkajian,
pengembangan SDM, jaminan ketersediaan dan akses bahan baku, termasuk pengelolaan kelembagaan inovasi
tingkat desa dan perluasan kerja sama dengan berbagai pihak.

Dan untuk mewujudkan itu, pada aras pemerintah kota, diperlukan fasilitasi jajaran TAPM (Tenaga Ahlil
Pembedayaan Masyarakat ) untuk membantu pemerintah daerah dalam menyediakan regulasi yang menyertakan
pengarus-utamaan inovasi dalam perencanaan pembangunan desa, asistensi, verififikasi dan evaluasi anggaran
pembangunan desa yang berpihak pada pengembangan inovasi serta menumbuh-kembangkan relasi desa dan
daerah yang memajukan desa dan sekaligus berkontribusi bagi kemajuan daerah. Di lain, pihak pada aras
kecamatan dan desa, diperlukan keterampilan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal desa untuk mendorong
visi kepemimpinan camat maupun kepala desa untuk memiliki peta jalan pengembangan inovasi desa dan
kawasan perdesaan di tingkat kecamatan maupun desa.

Kita berharap kegiatan-kegiatan inovatif tersebut dapat terus dikawal dalam tahapan pelaksanaannya untuk
menghadirkan hasil (outcome) maupun dampak (impact) yang diharapkan senafas dengan filosofi Dana Desa,
yakni mengentaskan kemiskinan dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, meningkatkan pelayanan
publik desa, memajukan perekonomian desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan.

Semoga Lomba Desa dan Kelurahan Kota Ambon Tahun 2019 dapat terus melahirkan semangat mengabdi desa
negeri dan kelurahan menuju pantai harapan semua orang.

Lorong Permi, 22 Juni 2019.

1
Konsultan Program Inovasi Desa Provinsi Maluku
2
. Laporan Program Inovasi Desa Provinsi Maluku Mei 2019.

Anda mungkin juga menyukai