Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis atau yang sering disebut TB paru adalah penyakit

infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

(Permenkes, 2014). Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

penularan adalah pasien TB BTA positif. Sampai saat ini TB masih menjadi masalah

kesehatan yang utama diberbagai Negara di dunia. World Health Organitation (WHO)

memperkirakan antara tahun 2002-2020 akan ada sekitar satu miliar manusia

terinfeksi TBC, jika dihitung pertambahan jumlah pasien TBC, akan bertambah

sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun

(Anggreini DS. 2017). World Health Organitation (WHO) menyatakan bahwa 1/3

penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis (Suharyo, 2013). Lagi laporan

World Health Organitation (WHO) 9,6 juta orang sakit karena TB paru, 1,5 juta orang

meninggal karena TB paru (Kemitraan TB, 2018).

Tuberkulosis dapat menyerang siapa saja, dari semua golongan, segala usia,

jenis kelamin dan semua status sosial-ekonomi. Sekitar 75% pasien TB adalah

kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan

seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal

tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-

30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun, selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk

lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Dirjen

PP&PL, 2017). Situasi TB di dunia semakin memburuk jumlah kasus TB semakin

tidak terkendali dengan banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan.

Tidak,berlebihan jika dikatakan bahwa bakteri Mycobacterium tuberculosis yang

menyebabkan tuberculosis (disingkat TBC atau TB) dikatakan sebagai bakteri

pembunuh massal (Anggreini DS 2017). Oleh karena itu, perlu kita sadari kembali

bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk di

tanggulangi, karena bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular

1
2

melalui udara pada saat penderita TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah

dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC kepada 10-15 orang

dalam satu tahun (Anggreini DS, 2017). Sejak tahun 1995 program Pemberantasan

Tuberkulosis paru telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment, Shortcourse Chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO.

Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang

tinggi, Bank dunia mengatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang

paling cost-effective (Dirjen PP dan PL,2018).

Penanggulangan penyakit Tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah dengan

penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan

pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang. Gejala umum TB pada

orang dewasa adalah batuk yang terus menerus dan berdahak selama dua minggu atau

lebih bila tidak diobati maka setelah lima tahun sebagian besar (50%) pasien akan

meninggal (Dirjen PP dan PL,2018)

Di Indonesia salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah masih

banyaknya kasus TB yang hilang atau tidak terlaporkan ke program. Pada tahun 2017

diperkirakan ada sekitar 130.000 kasus TB yang ada tetapi belum terlaporkan (Dirjen

PP dan PL, 2018).

Diperkirakan setiap tahun terjadi kasus baru TBC, dengan sekitar 1/3 penderita di

temukan di puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik

pemerintah dan swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan

(Anggreini DS, 2017).

Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke tiga

jumlah kasus tuberculosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu

kasus . Berdasarkan hasil survey Tuberkulosis Global (2013), yang dirirlis oleh World

Health Organitation (WHO) pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus baru TB di

Indonesia mencapai 1 juta per tahun. Ini meningkat dari kondisi pada tahun 2014,

dengan penemuan 460.000 kasus baru. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada

Negara terbesar kedua setelah India (Kemitraan TB, 2016).

Sulawesi Selatan berada di bagian timur wilayah Indonesia, secara

administratif Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 24 kabupaten/kota. Pada tahun 2017


3

Provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan kesembilan nasional untuk jumlah

penderita TB Paru (Profil Kesehatan RI, 2017). Dari Dinkes Provinsi Sulawesi

Selatan tahun 2014 memperhitungkan sasaran penemuan kasus baru TB paru BTA

positif sebesar 12.625 jiwa (Prov SulSel DinKes, 2017).

Salah satu indikator yang diperlukan dalam pengendalianTB paru adalah Case

Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang

ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan

ada dalam wilayah tersebut, kasus TB yang telah ditemukan akan mendapatkan

pengobatan selam enam bulan, hasil pengobatan tetap perlu diperhatikan yaitu berapa

pasien dengan pengobatan lengkap, meninggal, gagal, putus berobat (lost to follow

up).

Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu kabupaten yang berada di

Provinsi Sulawesi Selatan, dilihat dari posisi geografis dari Kabupaten Luwu Timur

sangat potensial menjadi tempat berkembangnya penyakit menular termasuk juga

penyakit TB Paru. Hal ini dikarenakan Kabupaten ini berada di jalur lintas Sulawesi

yang sangat tinggi mobilitas penduduknya, sehingga masuk dan keluarnya penyakit

tidak terdeteksi dengan baik. Jumlah penduduk Kabupaten Luwu Timur tahun 2017

adalah sekitar 243.064 Jiwa (BPS, 2017).

Angka Case Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus BTA + di Kabupaten

Luwu Timur tahun 2017 adalah sebanyak 204 orang dan pada tahun 2018 sebanyak

540 orang (Dinkes Luwu Timur, 2019).

Dalam dua tahun terakhir angka kejadian TB paru meningkat pesat, hal ini

membuktikan bahwa kasus TB Paru di Kabupaten Luwu Timur harus diwaspadai.

Kecamatan Angkona sebagai wilayah kerja Puskesmas Angkona merupakan salah

satu kecamatan di Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan Angkona memiliki sepuluh

desa.

Menurut data Puskesmas Angkona, penyakit TB paru menduduki urutan ke

delapan dari 10 penyakit terbesar pada tahun 2016 (Profil, Puskesmas, 2016).

Meskipun menduduki urutan ke sepuluh bila dibandingkan dengan penyakit-penyakit

yang ada penyakit TB Paru ini merupakan penyakit menular yang dapat menyebar

dengan cepat, menyebabkan kegawat daruratan bahkan kematian.


4

Menurut keterangan dari petugas pengelola TB paru Puskesmas Angkona

pada tahun 2018 jumlah pasien penyakit TB paru BTA + sebanyak 21 pasien , 21

pasien dinyatakan tahap pengobatan dan tidak ada konfirmasi atau evaluasi sehingga

tingkat kesembuhannya tidak dapat diketahui karena para pasien ini tidak melakukan

pemeriksaan sputum pada tahap akhir , sedangkan suspek TB paru yang ada pada

tahun tersebut mencapai 39 orang.

Pada tahun 2016 kasus kejadian penyakit TB paru juga tetap ada sebanyak 37

pasien TB paru BTA+ diobati, keseluruhan pasien ini tidak diketahui kesembuhannya

karena tidak satupun pasien ini memeriksakan sputum pada tahap akhir pengobatan,

sehingga tidak diketahui tingkat kesembuhan si pasien tersebut. Sedangkan untuk

suspek TB paru tahun 2016 mencapai 144 orang.

Hal ini perlu mendapat perhatian karena ada kemungkinan pasien ini menjadi carier,

kambuh dan bisa menularkan ke orang lainnya. Untuk itu penulis tertarik melakukan

penelitian yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Angkona.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini: adakah hubungan pengetahuan penderita tb paru dengan kepatuhan minum

obat anti tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas Angkona Kabupaten Luwu

Timur tahun 2019?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis hubungan pengetahuan pasien Tb paru dengan kepatuhan

pasien dalam pelaksanaan minum obat anti tuberkolosis di wilayah kerja

Puskesmas Angkona Kab.Luwu Timur tahun 2019.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan pasien Tb paru di wilayah kerja puskesmas

Angkona Kab. Luwu Timur tahun 2019.

b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien dalam pelaksanaan minum obat anti

tuberkolosis di wilayah kerja puskesmas Angkona.


5

c. Menganalisis hubungan pengetahuan penderita tb paru dengan kepatuhan

minum obat anti tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas Angkona

Kabupaten Luwu Timur tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi

Hasil penelitian merupakan salah satu sumber informasi yang dapat

dijadikan sebagai bahan bacaan bagi institusi perguruan tinggi khususnya di

Stikes Kurnia Jaya Persada Palopo.

2. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam pemberian pendidikan

kesehatan kepada pasien Tb paru tentang pentingnya kepatuhan dalam

menjalankan program minum obat anti tuberkolosis yang dianjurkan oleh tim

medis.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan

kajian khususnya bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengembangkannya

guna pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Tb Paru

1. Pengertian

Tuberculosis Paru adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar

kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep

Kes, 2011).

Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pewarna yang disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). TB

Paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosis yaitu bakteri tahan asam (Suriadi,2010)

2. Kuman Tuberculosis

Mycobacterium Tuberculosis ini berbentuk batang, ukuran panjang 1-

4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarna. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan

lipid, yang membuat lebih tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-

tahun. Sifat lain adalah aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen,

terutama bagian apical posterior. Secara khas kuman membentuk granula

dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan. Kuman TB

cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat

dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun.


10
10

3. Cara penularan TB Paru

Penularan penyakit TB Paru adalah melalui udara yang tercemar oleh

mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh sipenderita

TBC saat batuk, dimana pada anak-anak pada umumnya sumber infeksi

adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk

kedalam paru-paru dan berkumpul dan berkembang menjadi banyak

(terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah) bahkan

bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau

kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh

yang lain seperti otak, ginjal saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening

dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.

Seseorang dengan daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk

tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada

orang yang memiliki system kekebalan tubuh rendah atau kurang,

bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel

bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul

membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, ruag inilah yang nantinya

menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga

aprunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut

sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TB

Paru.Basil TB Paru yang masuk kedalam paru melalui broncus secara

langsung dan pada manusia yang pertama kali terinfeksi disebut

primaryinfection. Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil

berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan

peradangan dalam paru, yang kemudian disebut sebagai kompleks primer

sekitar 4-6 minggu (Depkes. 2010) sebagian besar kuman- kuman TB Paru

yang berada dan masuk ke paru orang yang teratur mengalami fase domant

dan muncul bila tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau

menderita HIV/AIDS.
11
11

4. Mekanisme Terjadinya Penyakit TB Paru

Mekanisme penulran TB Paru dimulai dengan penderita TB Paru

positif mengeluarkan dahak yang mengandung kuman TB kelingkungan

udara sebagai aerosol (partikel yang sangat kecil). Partikel aerosol ini

terhirup melalui saluran pernafasan mulai dari hidung menuju paru-paru

tepatnya ke alveoli paru. Pada alveoli kuman TB Paru mengalami

pertumbuhan dan perkembangbiakan yang akan mengakibatkan terjadi

destruksi paru. Bagian paru yang telah rusak atau dihancurkan ini akan

berupa jaringan/sel-sel mati yang oleh karenanya akan diupayakan oleh

paru untuk dikeluarkan dengan reflek batuk. Oleh karena itu pada

umumnya batuk karena TB adalah produktif, artinya berdahak. Dahaknya

dengan demikian menjadi khas, yaitu mengandung zat-zat kekuning-

kuningan berbentuk butir-butir gumpalan dengan banyak hail TB

didalamnya (Danusantoso, 2011).

Kadang-kadang proses destruki paru dapat berjalan sempurna sampai

sebagian paru berubah menjadi sebuah lubang (kavitas) yang dapat

bervariasi besarnya dari kecil (1-3 cm) sampai besar (>3cm) dan besar

sekali pada foto rontgen paru kelihatan seperti flek pada paru.

Respon lain yang dapat terjadi pada darah nekrosis adalah pencairan,

dalam proses ini bahan cair akan dibuang ke broncus dan menimbulakan

suatu rongga. Bahan tuberkel yang dikeluarkan dari dinding rongga akan

masuk dalam percabangan trachea bronchial. Proses ini mungkin akan

terulang kembali dibagian lain dari paru-paru dan menjadi tempat

peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh

darah organisme yang melewati kelenjar getah bening dalam jumlah kecil

akan mencapai aliran darah yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi

pada beberapa organ. Jenis penyebaran ini dikenal dengan namapenyebaran

hemathogen, yang biasanya sembuh sendiri. Jenis hemathogen yang lain

adalah fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis millier.


12
12

Ini terjadi apabila nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak

organisme masuk kedalam system vaskuler dan tersebar ke organ-organ.

5. Gejala-Gejala TB Paru

Banyak gejala – gejala yang menujukkan penyakit Tb paru yang dapat

membantu kita dalam mendiagnosa penyakit Tb paru diantaranya adalah :

a. Gejala Utama

Batuk terus menerus selama 3 minggu atau lebih

b. Gejala Tambahan

Gejala tambahan yang sering dijumpai yaitu :

1) Dahak bercampur darah

2) Batuk darah

3) Sesak nafas dan nyeri dada

4) Badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa

kurangn enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa

kegiatan dan demam meriang lebih dari sebulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru

selain TB Paru. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap “suspek

tuberculosis” atau tersangka penderita TB Paru dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

6. Pengobatan TB paru

Pengobatan TBC (tuberkulosis) menggunakan kombinasi beberapa

obat antibiotik, yang lebih lanjut dikenal dengan sebutan OAT (Obat Anti

Tuberkulosis), sangat penting bagi kita untuk mengetahui jenis obat, anturan

minum, dan efek samping yang mungkin ditimbulkannya.

Penyakit TBC adalah kondisi serius yang dapat berakibat fatal jika tidak

diobati dengan tuntas, karena terbukti bahwa kematian jarang terjadi jika

pengobatan dilakukan hingga selesai. Umumnya, pengobatan tuberkulosis

hanya memerlukan rawat jalan, kecuali pada kasus berat yang

memerlukan perawatan di rumah sakit.


13
13

Proses penobatan kadang di anggap melelahkan bagi pasien yang

sedang menjalani proses pengobatan, karena obat TBC harus diminum secara

rutin selama setidaknya enam bulan bahkan lebih lama pada kasus-kasus yang

lebih berat, tentu diperlukan pemahaman yang baik demi kepatuhan dalam

meminum obat.

Jika seseorang telah didiagnosis dengan TB paru aktif (TB yang

mempengaruhi paru-paru dan menyebabkan gejala), maka ia akan diberikan

paket obat TBC (OAT) yang harus diminum selama enam bulan, obat ini

merupakan kombinasi dari beberapa antibiotik. Adapun jenis – jenis obat

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dua antibiotik; isoniazid (INH/H) dan rifampicin (R) yang harus diminum

selama 6 bulan, setiap hari selama dua bulan pertama, dan tiga kali

seminggu selama empat bulan.

b. Dua antibiotik tambahan; pirazinamid (Z) dan etambutol (E) diminum

setiap hari selama dua bulan pertama.

Pengobatan ini akan bervariasi sesuai kondisi pasien, karena ada pedoman

khusus bagi dokter yang mengelompokkan penyakit TBC ke dalam

beberapa kategori sebagai pedoman pengobatan yang tepat.


B. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

a. Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra

yang dimilikinya. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).


b. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil

mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah

dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah

orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu

(Mubarak, 2009).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

Menurut Mubarak (2009) ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat

dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula

mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung.

14
15
15

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar

ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan

proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi

akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik

seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman

terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap

positif.

e. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

f. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

g. Kebudayaan lingkungan sekitar

Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga

kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan

3. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), secara garis besarnya tingkatan

pengetahuan dibagi menjadi:


16
16

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, yaitu:

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginter-pretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riel (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil

penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah didalam

pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain. Analisis dapat

dilihat dari penggunaan alat kerja dan dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan


17
17

yang baik, dan sintesis itu juga untuk menyusun formulasi yang baru dari

formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang sudah ada.

4. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan dapat

dikelompokkan menjadi dua :

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah

kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau

metode penemuan sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan

pada periode ini meliputi :

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang

apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya

dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan

keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error

(gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-

kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-

kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi

ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara


18
18

selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang

menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur

dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat

tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern.

Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya

sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat

berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun

informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya.

Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas

atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin

agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa

pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat

digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah

menggunakan jalan pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi

yaitu: proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-

pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Deduksi yaitu:

pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.

b. Cara modern
1) Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih

sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan

mengembangkan metode berfikir induktif. Mula-mula mengadakan

pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau


19
19

kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan dan diklasifikasikan,

akhirnya diambil kesimpulan umum.


2) Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan

membuat pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :


a) Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada

saat dilakukan pengamatan.


b) Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak

muncul pada saat dilakukan pengamatan.


c) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala

yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.


3) Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-

ciri atau unsur-unsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal

tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi.

Prinsip-prinsip umum yang dikembangkan sebagai dasar untuk

mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya

diadakan penggabungan antara proses berfikir deduktif-induktif, yaitu

venvikatif sehingga melahirkan suatu cara penelitian yang dikenal

dengan metode penelitian ilmiah.

C. Tinjauan Umum tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar “patuh”, yang berarti disiplin dan taat.

Kepatuhan adalah suatu tingkat dimana perilaku individu (misalnya dalam kaitan

dengan mengikuti pengobatan, mengikuti instruksi diet, atau membuat perubahan

gaya hidup) sesuai atau tepat dengan anjuran kesehatan (Sackett, 1976 dalam

Smet, 2012). Kepatuhan juga didefenisikan sebagai tingkatan dimana individu

mengikuti instruksi yang diberikan untuk mendukung pengobatan terhadap

sakitnya (Morrison, 2009). Shillinger (1983, dalam Isnanda, 2010) mengatakan

bahwa kepatuhan mengacu pada proses dimana seorang klien mampu

mengasumsikan dan melaksanakan beberapa tugas yang merupakan bagian dari

sebuah regimen terapeutik. Akhir dari kepatuhan diimplikasikan individu pada

tingkat yang lebih aktif, sukarela, dan keterlibatan pasien dalam melatih perilaku

tersebut (Mairani, 2011). Menurut Feuer Stein, et al. dalam Niven (2012), ada

beberapa faktor yang dapat mendukung sikap patuh pasien, diantaranya:

1. Pendidikan
20
20

Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan

tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku dan lain-

lain.

2. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien

yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang lebih mandiri, harus

dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan sementara pasien yang

tingkat ansietasnya tinggi harus diturunkan terlebih dahulu. Tingkat ansietas

yang terlalu tinggi atau rendah, akan membuat kepatuhan pasien berkurang.

3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat

penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami

kepatuhan terhadap program pengobatan, seperti pengurangan berat badan dan

lainnya.

4. Perubahan Model Terapi Program pengobatan dapat dibuat sesederhana

mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

5. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien. Hal penting

memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi

diagnosis.

Menurut Brunner dan Suddarth (2011) dalam buku ajar Keperawatan

Medikal Bedah, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

1. Faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial

ekonomi dan pendidikan.

2. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.

3. Faktor program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping

obat yang tidak menyenangkan.

4. Faktor psikososial seperti intelegensia,sikap terhadap tenaga kesehatan,

penerimaan,atau penyangkalan terhadap penyakit,keyakinan agama atau

budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti

regimen.
21
21

Penderita Tb paru sangat penting untuk patuh dalam mengonsumsi obat

selama proses pengobatan dan faktor resiko guna meningkatkan derajat

kesehatannya. Diperkirakan setiap tahun terjadi kasus baru TBC, dengan sekitar

1/3 penderita di temukan di puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit

atau klinik pemerintah dan swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan

kesehatan (Anggreini DS, 2017). Berdasarkan hal tersebut maka kepatuhan

minum obat adalah tindakan yang sangat penting. Kepatuhan pasien Tb paru

dapat dilihat dari perilaku pasien Tb paru yang menaati semua nasihat dan

petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan medis guna mencapai keberhasilan

pengobatan.

Kepatuhan mencakup keteraturan klien dalam mengkonsumsi obat anti

tuberkolosis. Keberhasilan pasien dalam melakukan program pengobatan

merupakan usaha bersama antara pasien dan dokter dan perawat yang

menanganinya.

Menurut Kemitraan TB (2016), selain kepatuhan dalam minum obat sangat

dianjurkan untuk melakukan pola hidup sheet yaitu dengan melakukan aktivitas

fisik, tidak merokok, menkonsumsi makanan bergizi guna mendukung proses

pengobtan yang sedang dijalani.

Sejalan dengan pendapat kemitraan Tb, Notoatmodjo (2010) menyebutkan

bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan. Perilaku sehat (healthy behavior) yang dimaksud mencakup beberapa

hal antara lain :

1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet), mencakup pola makan

sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan

tubuh baik menurut jumlahnya ( kuantitas ) maupun jenisnya ( kualitas ).

2. Olahraga teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti

frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Kedua aspek ini

tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan.

3. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta tidak menggunakan

narkoba.
22
22

4. Istirahat yang cukup, berguna untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan

kesehatannya.

5. Pengendalian atau manajemen stress. Stres tidak dapat dihindari oleh siapapun

namun hanya dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau

mengelola stres tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik

kesehatan fisik maupun kesehatan mental (rohani).

Penderita Tb paru kadang juga tidak sadar dengan gejala yang timbul

tenggelam saat menjalani pengobatan. Disini diperlukan peran dokter dan perawat

tentang proses, hambatan dan efek samping dari pengobatan yang dijalani. Pada

sebagian banyak kasus yang terjadi, banyak klien yang putus pengobtan di

karnakan bosan dan jenuh saat menjalani proses pengobaan, tanpa pasen tahu efek

dari putus pengobtan tersebut

Ketidakpatuhan adalah tingkat dimana perilaku seseorang gagal dalam

penyesuaian dengan kegiatan yang mendukung kesehatannya atau rencana terapi

tidak dilaksanakan oleh individu. Menurut Niven (2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidak patuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:

1. Pemahaman Tingkat Intruksi

Tidak seorangpun dapat memenuhi intruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan kepadanya.

2. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

4. Keyakinan, sikap dan kepribadian.


23
23

Becker et al (1979) dalam Niven (2012) telah membuat suatu usulan

bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya

ketidakpatuhan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang adakah hubungan pengetahuan penderita tb paru dengan

kepatuhan minum obat anti tuberkulosis belum pernah dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Angkona Kabupaten Luwu Timur. Penelitian terkait yang pernah

dilakukan, yaitu. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan sampel

pasien rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi, pengambilan sampel dilakukan

secara total sampling. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner dengan

melakukan wawancara langsung kepada pasien. Analisis data dilakukan secara

bertahap mencakup analisis univariat dan bivariat menggunakan program SPSS

version 17.0.
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Untuk mengetahui variabel yang akan diteliti, yaitu faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan program terapi pada pasien Tb paru akan

digambarkan dalam kerangka penelitian sebagai berikut:

Kepatuhan
kepatuhan
Pengetahuan pasien
minum obat anti
tuberkulosis

Skema Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam suatu penelitian adalah pernyataan sementara tentang

hubungan antar variabel penelitian (Dharma, 2011). Adapun hipotesis dalam

penelitian ini, yaitu: Ada hubungan pengetahuan penderita tb paru dengan

kepatuhan minum obat anti tuberculosis di wilayah kerja Puskeskesmas Angkona

Kab. Luwu Timur Tahun 2019.

24
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah metode yang digunakan peneliti untuk melakukan

suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian (Dharma,

2011). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

analitik dengan pendekatan yang bersifat cross sectional yaitu jenis penelitian

yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen

dan dependen dinilai sekaligus pada satu saat, artinya tiap subyek penelitian

hanya diobservasi sekali saja. Desain penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan pasien tb paru dengan kepatuhan pasien

dalam pelaksanaan program pengobatan Tb paru di Puskesmas Angkona Kab.

Luwu Timur.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Saryono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

Tb paru yang menjalani pengobatan di Puskeskesmas Angkona Kabupaten

Luwu Timur sebanyak 105 orang.

2. Sampel

teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut

Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi

25
26
26

dijadikan sampel penelitian semuanya.Sampel yang diambil dari penelitian ini

adalah 52 orang.

3. Sampling

Sampling adalah suatu cara yang ditetapkan peneliti untuk menentukan

atau memilih sejumlah sampel dari populasinya (Dharma, 2011). Pada

penelitian ini sampel diambil menggunakan total sampling yakni suatu

metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan

tertentu yang ditentukan oleh peneliti. Seseorang dapat dijadikan sebagai

sampel karena peneliti menganggap bahwa orang tersebut memiliki informasi

yang diperlukan untuk penelitiannya.

a. Kriteria inklusi:

1) Pasien Tb paru yang menjalini program pengobatan di Puskesmas

Angkona Kab. Luwu Timur.

2) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi:

1) Pasien yang berobat jalan dan rawat inap di Puskesmas Angkona

Kab. Luwu Timur.

2) Tidak kooperatif

C. Variabel Penelitian

Variabel yang terlibat dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1. Variabel independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap

pasien.
27
27

2. Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh

variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

kepatuhan pasien Tb paru.

D. Defenisi Operasional

Tabel 4.1 Defenisi operasional hubungan pengetahuan pasien Tb paru dengan


kepatuhan minum obat anti tuberkolosis.

Skala
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur
ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang Kuisioner 1. Baik: Nominal
diketahui dan skor yang
dipahami oleh diperoleh
responden tentang tb ≥ 75%
paru. 2. Kurang:
skor yang
diperoleh
< 75%.
Kepatuhan Perilaku pasien tb Kuisioner 1. Patuh: Nominal
paru di yang menaati skor yang
program terapi diperoleh
pengobatan yang ≥ 67%
dianjurkan dokter. 2. Tidak Patuh:
skor yang
diperoleh
< 67%

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Angkona bulan September

2019.

F. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuisioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu: data demografi
28
28

responden, pengetahuan, dan kepatuhan pasien. Pada bagian pertama terdiri dari

data demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin dan pendidikan. Bagian

kedua berupa kuisioner pengetahuan yang menggunakan Skala Guttman dengan

pilihan jawaban benar (skor 1) dan jawaban salah (skor 0), kemudian skor yang

diperoleh diklasifikasikan menjadi 2, yaitu pengetahuan baik jika total skor ≥

75% dan pengetahuan kurang jika total skor < 75%. Sedangkan bagian ketiga

kuesioner kepatuhan yang menggunakan Skala Likert dengan pilihan jawaban

sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2) dan tidak pernah (skor 1), kemudian skor

yang diperoleh diklasifikasikan menjadi 2 yaitu patuh skor yang diperoleh ≥ 67%

dan tidak patuh skor yang diperoleh < 67%.

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data

a. Data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara). Peneliti mengambil data primer melalui

metode survey dan observasi.

b. Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

lain). Peneliti mengambil data sekunder dari berbagai referensi buku dan

internet.

Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu peneliti

meminta izin kepada Kepala Puskesmas Angkona Kab. Luwu Timur untuk

melakukan penelitian di puskesmas tersebut. Setelah mendapat izin, peneliti

menyebarkan instrumen data kepada pasien tb paru yang dijadikan sebagai

responden. Dimana pada saat pengisian kuisioner, peneliti menjelaskan


29
29

petunjuk pengisian data yang kurang dimengerti. Kuisioner yang telah diisi,

kemudian dikumpulkan dan dicek oleh peneliti untuk diolah dan dianalisis.

2. Pengolahan data

Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu data harus diolah

dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam proses pengolahan

data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh peneliti, yaitu:

a. Seleksi

Seleksi yaitu upaya untuk memilih populasi yang akan dijadikan

sampel dalam penelitian. Sampel diambil untuk mewakili populasi yang

ada sehingga data dapat memberikan makna.

b. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

c. Coding

Coding merupakan kegiatan pembagian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting karena pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini

menggunakan komputer.

d. Data entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel, kemudian peneliti membuat

distribusi frekuensi sederhana.


30
30

H. Analisa Data

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak

dianalisis. Pada penelitian ini, data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik

analisis univariat (satu variabel) dan bivariat (dua variabel).

1. Analisa univariat

Analisa univariat bertujuan untuk memperlihatkan atau menjelaskan

distribusi frekuensi dari variabel independen dan variabel dependen.

2. Analisa bivariat

Analisa data ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian dan menguji

hipotesis penelitian untuk mengetahui adanya hubungan variabel independen

terhadap variabel dependen dengan menggunakan sistem komputerisasi SPSS

dan diolah menggunakan uji statistik Chi Square Test dimana hipotesa

diterima dengan tingkat kemaknaan p – value < 0,05 (ada hubungan).

I. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia,

maka segi etika penelitian harus senantiasa diperhatikan (Hidayat, 2009),

seperti:

1. Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan serta

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika

calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus menandatangani


31
31

lembar persetujuan. Bila calon responden menolak, maka peneliti tidak boleh

memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Tanpa nama (anonimity)

Kerahasiaan responden harus selalu terjaga. Untuk menjaga kerahasiaan

tersebut, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, pada lembar

pengumpulan data dan pada lembar kuisioner, cukup diberikan kode

tertentu sebagai identifikasi subjek.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

4. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

5. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy

and confidentiality).

6. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).

7. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms

and benefits).
32
32

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeini. 2017. Tuberkolosis dan pengobatannya. Jakarta : Gramedia

Dharma, Kusuma Kelana. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans


Info Media.
Dirjen PP & PPL 2017. Data Peyakit Menular 2017 http://www.depkes.go.id, diakses
1 Agustus 2019
Dinkes Prov. 2017 Profil Kesehatan Sulsel 2017 http://www.dinkesprov.go.id, diakses
1 Agustus 2019
Ganiswarna. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Hidayat. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Notoatmodjo. 2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang


Kesehatan. Jakarta: Nuha Medika.

WHO 2017, Tubercolosis Data 2017 http://www.dinkesprov.go.id, diakses 2 Agustus


2019
33

Anda mungkin juga menyukai