Anda di halaman 1dari 19

DISCOVERY LEARNING

ASKEP PADA KLIEN OSTEOMIELITIS

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. MAULANI, M.Kep

DISUSUN OLEH:

MIRANDA SARASWATI

NIM: 1714201019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HARAPAN IBU JAMBI

TAHUN AKADEMIK

2019/2020

1
Format Laporan Tugas Individu

NO Kriteria Penjelasan Bobot Nilai


1. Isi Laporan Isi harus memuat content yang telah 40%
ditentukan yaitu: pengertian, etiologi,
manifestasi klinik. Patofisiologi yang
dilengkapi dengan WOC;
penatalaksanaan medis, konsep asuhan
keperawatan (pengkajian, diagnosa
keperawatan, NCP dan evaluasi)
2. Format dan Tampilan Tulisan harus memenuhi format aturan 20%
yang ada, margin, sub bab isi, font, spasi
dll. Cara penulisan tabel dan gambar
harus memenuhi format.
3. Bahasa Bahasa harus memenuhi EYD dan kaidah
penulisan, penuturan harus logis, bukan
plagiasi dari tulisan lain
4. Referensi Referensi harus berasal dari text book, 20%
jurnal ilmiah: Ada kesesuaian isi dengan
daftar referensi
TOTAL NILAI 100%

2
A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik,


walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap
terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan
kanselosa, dan periosteum (Dorland, 2002).
Osteomielitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau
non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat
terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-
sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang. Kunci keberhasilan penatalaksanaan
osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik
yang tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli
orthopaedi, spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan
hilangnya jaringan lunak.

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner,
suddarth. (2001).

Osteomielitis adalah infeksi entukan involukrum (pembentukan tulang baru di


sekeliling jaringan tulang mati) (Smeltzer, Suzanne C, 2002). Osteomielitis adalah infeksi
pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik
(Mansjoer, 2010).

3
2. Etiologi

Penyebab utama dari osteomielitis adalah penyakit periodontal, seperti gingivitis,


pyorrhea, atau periodontitis. Adanya gangren radiks, karena pencabutan yang tidak sempurna
sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang rahang yang akan memproduksi
toksin yang bisa merusak tulang di sekitarnya. Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang
melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau pemasangan alat lain yang dapat membuat
tekanan pada gigi serta dapat menarik gigi dari soketnya merupakan penyebab-penyebab
yang dapat menimbulkan osteomielitis. Selain itu, osteomielitis juga disebabkan oleh infeksi.
Infeksi ini bisa disebabkan trauma berupa penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus,
furukolosis maupun infeksi yang hematogen. Inflamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini
meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, korteks dan
periosteum.

Osteomielitis juga disebabkan oleh bakteri. Hampir seluruh organisme menjadi bagian
dari gambaran etiologi, namun staphylococci dan streptococci yang paling banyak
teridentifikasi. Osteomielitis akut yang tidak ditangani atau menerima penanganan yang tidak
adekuat dapat berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Etiologi dari osteomielitis akut dan
kronis hampir sama. Kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi sehingga banyak klinisi
mengatakan osteomielitis disebabkan oleh adanya virulensi dari mikroorganisme yang
terlibat serta tergantung dari ketahanan tubuh pasien. Lokasi anatomi, status imunitas, status
gizi, usia pasien, serta ada atau tidaknya penyakit sistemik seperti Paget’s diseases,
osteoporosis, atau sickle cell disease, merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya
osteomielitis. Identifikasi agen spesifik yang menjadi penyebab osteomielitis sangat sulit baik
dengan mikroskop dan secara mikrobiologi.

Walaupun, agen etiologi seringkali sulit diidentifikasi, banyak peneliti percaya bahwa
bakteri (staphylococci, streptococci, Bacteroides, Actinomyces) merupakan penyebab utama
terjadinya osteomielitis kronis. Osteomielitis biasanya disebabkan oleh spesies
Staphylococcus, kemudian diikuti dengan Enterobacteriaceae dan spesies Pseudomonas.
Staphylococcus aureus merupakan patogen yang paling sering menyebabkan osteomielitis
baik pada osteomielitis akut dan juga kronis. Osteomielitis merupakan suatu infeksi
polimikroba karena banyaknya patogen yang ditemukan berhubungan dengan
osteomielitis.Perbedaan mikroorganisme patogen yang bisa menyebabkanosteomielitis
berdasarkan usia serta faktor predisposisi.

4
3. Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.


Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin,
nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis setelah pembedahan
ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering
berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat
(stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan
terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respon inisial terhadap infeksi adalah salah
satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis
pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis
tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan
lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian
akan membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan
namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah
mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang
terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan
mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
Patologi yang terjadi pada ostemielitis hematogen akut tergantung pada usia, daya
tahan klien, lokasi infeksi, dan virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui saluran darah dari
focus ditempat lain dalam tubuh pada fase bakteremia dan dapat menimbulkan septikimia.
Embulus infeksi kemudian masuk ke dalam juksta empifisis pada daerah metafisis tulang
panjang. Proses selanjutnya adalah tejadi hyperemia dan edema di daerah metafisis di sertai
dengan pembentukan pus. Terbentuknya pus ketika jaringan tulang tidak dapat bersekpensi,
menyebabkan tekanan dalam tulang meningkat. Peningkatan tekanan dalam tulang
menyebabkan terjadinya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulng dan
akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang di sebutkan di atas,
pembentukan tulang baru yang ektensif terjadi pada dalam poreosteus sepanjang deafisis

5
(terutama pada anak-anak) sehingga terbebtuk suatu lingkuangan tulang seperti peti mayat
dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. proses ini terlihat jelas pada akhir minggu ke dua.
Apabila pus menembus tulang ,terjadi pengalian pus (discharge) keluar melalui lubang yang
di sebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya,
penyakit osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselus, infeksi dapat terlokalisasi serta
diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronis.

6
4. Manifestasi Klinis

1. Ostemyelitis Akut
Pada osteomielitis akut nyeri merupakan gejala klinis yang utama. Selain itu, pyrexia,
lymphadenopathy, leukosistosis juga dapat muncul sebagai gejala klinis ostemyelitis akut.
Terbentuknya pus dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri staphylococcus. Parasthesia yang
terjadi pada bibir bawah biasanya muncul akibat keterlibatan mandibular

2. Osteomielitis Kronis
Gejala klinis osteomielitis kronis biasanya asimtomatik namun bisa saja timbul nyeri
dengan intensitas yang berbeda – beda dan tidak berhubungan dengan perluasan penyakit.
Namun durasi nyeri secara umum berhubungan dengan perluasan penyakit.

a. Osteomielitis kronis supuratif


Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif meliputi rasa sakit, malaise, demam,
anoreksia. Setelah 10 – 14 hari setelah terjadinya osteomielitis supuratif, gigi-gigi yang
terlibat mulai mengalami mobiliti dan sensitif terhadap perkusi, pus keluar di sekitar sulkus
gingiva atau melalui fistel mukosa dan kutaneus, biasanya dijumpai halitosis, pembesaran
dimensi tulang akibat peningkatan aktivitas periosteal, terbentuknya abses, eritema, lunak
apabila dipalpasi. Trismus kadang dapat terjadi sedangkan limphadenopati sering ditemukan.
Temperatur tubuh dapat mencapai 38 – 39oC dan pasien biasanya merasa dehidrasi.

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif


Istilah osteomielitis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih heterogenik dari
osteomielitis kronis. Gejala klinis yang biasanya dijumpai adalah rasa sakit yang ringan dan
melambatnya pertumbuhan rahang. Gambaran klinis yang dijumpai adalah adanya sequester
yang makin membesar dan biasanya tidak dijumpai adanya fistel.

c. Garres osteomielitis
Gambaran klinis yang dijumpai adalah bentuknya lebih terlokalisir, keras,
pembengkakan tulang mandibula yang tidak halus pada bagian bawah dan samping pada
tulang mandibula dan disertai dengan karies pada molar satu. Gejala klinis yang dijumpai
adalah limphadenopati, hiperpireksia dan biasanya tidak sertai dengan leukositosis.

7
5. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam penatalaksanaan osteomielitis adalah mendiagnosa kondisi
pasien dengan benar. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan
radiografi dan pemeriksaan jaringan. Jaringan yang terkena osteomielitis harus dikirim ke lab
untuk dilakukan pewarnaan gram, kultur bakteri, tes sensitivitas dan pemeriksaan
histopatologis. Operator harus mencurigai faktor malignansi yang memiliki tampilan klinis
yang sama dengan osteomielitis, dan harus dicantumkan dalam diagnosa banding. Evaluasi
dan kontrol medis pada perawatan pasien dengan immunocompromised sangat membantu
perawatan osteomielitis. Misalnya: mengontrol gula darah pada pasien diabetes untuk
mendapatkan respon yang baik terhadap terapi osteomielitis. Pengobatan antibiotik empiris
harus dilakukan berdasarkan hasil pewarnaan Gram atau berdasarkan patogen yang mungkin
diduga terlibat di daerah maxillofacial. Kultur definitif dan laporan sensitivitas biasanya
memakan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, tetapi hal ini sangat membantu
dokter bedah untuk mendapatkan antibiotik yang paling sesuai berdasarkan organisme yang
terlibat Penentuan waktu untuk melakukan tindakan bedah sangatlah penting, terutama untuk
sequestrektomi.
Tulang nekrotik yang terjadi selama terserang osteomielitis harus dikeluarkan secara
pembedahan. Apabila sekuesternya kecil, pengambilannya secara intraoral, namun apabila
melibatkan daerah yang luas dilakukan dengan diseksi perkutaneus yang lebar. Ukuran dan
sifat dari sekuester dapat sedemikian rupa sehingga sekuester harus dipecah (seperti pada
pengeluaran gigi impaksi) sehingga memudahkan pengeluaran dan memungkinkan untuk
mempertahankan lebih banyak tulang yang normal disekitarnya. Jaringan disekitar sekuester
merupakan jaringan granulasi yang juga harus di hilangkan. Kemudian daerah teresebut di
irigasi dengan larutan antibiotik topikal (Neomycin/Bacitracin atau Kanamycin) dan letakkan
kasa yang mengandung antibiotik dan diamkan selama 3-5 hari, tergantung respon klinis atau
diganti dua atau tiga kali sehari Apabila sekuestrasi terjadi dengan lambat atau difus maka
perlu dilakukan dekortikasi. Dekortikasi biasanya memerlukan pengambilan segmen lateral
/korteks bukal dari mandibula. Injeksi fluoroscein intravena (bahan pewarna vital) dapat
dilakukan untuk mengetahui tulang yang nekrotik. Namun, uji klinis yang paling sering
dilakukan pada tulang vital adalah melihat perdarahan tulang.
Selain mengambil tulang nekrotik, dekortikasi juga mengambil daerah yang terinfeksi
yang vaskularisasinya relatif sedikit hingga pada jaringan lunak disekitarnya yang
tervaskularisasi dengan baik. Gangguan pada suplai darah mengurangi keefektifan terapi ini.

8
Sesudah tindakan bedah, pasien harus di instruksikan untuk mengkonsumsi makanan dan
minuman yang cukup dan bergizi karena hal ini juga menentukan apakah osteomielitis akan
sembuh atau memburuk. Penyembuhan osteomielitis juga harus dipantau secara klinis,
laboratoris dan radiografis.
Perawatan Hyperbaric oxygen (HBO) juga didukung sebagai perawatan refractory
osteomielitis. Metode perawatan ini bekerja dengan meningkatkan tingkat oksigenasi jaringan
yang akan membantu melawan bakteri anaerob yang terdapat pada luka. Penggunaan yang
luas dari perawatan HBO sebagai perawatan untuk osteomielitis masih menjadi kontroversi.

Reseksi tulang rahang menjadi upaya terakhir, dan secara umum dilakukan setelah
debridemen terkecil dilakukan atau terapi sebelumnya tidak berhasil, maupun untuk
menghilangkan area yang disertai fraktur patologi. Reseksi ini dilakukan secara extraoral, dan
rekonstruksi dapat dilakukan segera maupun ditunda, tergantung pada pertimbangan ahli
bedah.

Beberapa prinsip penataalaksanaan klien osteomielitis yang perlu diketahui perawat


dalam melaksanakan asuhan keperwatan agar mampu melaksanakan tindakan kolaboratif
adalah sebagai berikut ;
a. Istirahat dan memberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
c. Istirahat local dengan bidai dan traksi
d. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitustaphylococcus
aureus sambil menunggu biakan kuman.Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu
dengan melihat keadaan umum dan endap darah klien.Antibiotik tetap diberikan
hingga 2minggu setelah endap darah normal.
e. Drainase beda
Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic gagal (tidak ada
perbaikan keadaan umum),dapat dipertimbangkan drainase bedah.Pada draenase bedah, pus
periosteal di evakuasi untuk mengurangi tekanan intra-useus.Disamping itu , pus jg di
gunakan untuk biakan kuman.Draenase dilakukan selama beberapa hari dan menggunakan
NaCL dan antibiotic.

9
6. WOC

10
7. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi

6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

8. Komplikasi

a. Dini :
1) Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2) Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
3) Atritis septik
b. Lanjut :
1) Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan
fungsi tubuh yang terkena
2) Fraktur patologis
3) Kontraktur sendi
4) Gangguan pertumbuhan

11
9. Prognosis
Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya
osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi
pada anak dibawah 3 tahun. Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis
untuk osteomyelitis adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau
perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak sekelilingnya
yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen. Umumnya, pasien-pasien dapat
membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang berkepanjangan.
Terapi yang tidak memadai dapat menyebabkan kekambuhan infeksi dan
pengembangan menjadi infeksi kronis. Karena avaskularisasi relatif tulang, osteomielitis
kronis dapat disembuhkan hanya dengan reseksi atau amputasi radikal. Infeksi kronis ini
dapat muncul kembali sebagai eksaserbasi akut, yang dapat ditekan dengan debridemen
diikuti dengan terapi antimikroba parenteral dan oral. Komplikasi yang jarang dari infeksi
tulang termasuk fraktur patologis, amiloidosis sekunder, dan karsinoma sel skuamosa pada
saluran sinus kutaneus orifice.

12
B. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (Nursalam, 2001)


Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan
osteomielitis meliputi:
1. Identifikasi klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri
pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu.
Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan. (misalnya diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya)
d. Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
3. Kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi : anoreksia, mual, muntah.
b. Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi,karena pada pasien yang kurang
aktifitas maka pasien tersebut akan mengalami konstipasi dan bisa berakibat urine tertahan
apabila kalsium pada tulang kandungannya terlalu tinggi.

13
c. Pola aktivitas :
N o Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
1. Makan/minum
2. M a n d i
3. T o i l e t
4. Berpakaian
5. Mobilitas ditempat tidur
6. Berpindah
7. R O M

4. Pemeriksaan fisik:
a. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya pus
dari sinus disertai nyeri.
b. Kaji adanya faktor resiko Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik
infeksi. (pada osteomielitis akut)
c. Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
d. Identisikasi peningkatan tanda-tanda vital.
e. Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di palpasi.

B. Diagnosis
Diagnosa pada pasien dengan osteomielitis adalah sebagai berikut:
(Marlyn E. Doengoes : hal )

a) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.

b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

c) Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi.

d) Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang,


kerusakan kulit.

14
1. Rencana Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan


ketidaknyamanan berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan komplikasi

Kriteria hasil :

Tidak ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian
yang nyeri, frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien dalam batas normal (36ºC-
37ºC) dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi :

1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring


2) Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri
3) Hindari penggunaan sprei atau bantal plastic dibawah ekstermitas yang mengalami
nyeri
4) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik,
termasuk intensitas (skala nyeri 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda
vital dan emosi atau perilaku.
5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan infeksi pada tulang.
6) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau akfif
7) Beri alternative tindakan kenyamanan seperti pijatan, punggung atau perubahan posisi.
8) Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti relaksasi progresif, latihan
napas dalam, imajinasi visualisasi, dan sentuhan terapeutik.
9) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba, lokasi progresif atau buruk
tidak hilang dengan analgesik.
10) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan.
11) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

12) Berikan obat analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.


13) Awasi analgesic yang diberikan.

15
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik yaitu klien
mampu beradaptasi dan mempertahankan mobilitas fungsionalnya

Kriteria hasil :

Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas, mempertahankan posisi fungsional,


meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.

Intervensi :

1) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera atau pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap mobilisasi

2) Bantu atau dorong perawatan diri atau keberihan diri (mandi,mencukur)

3) Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas fisik, perhatikan keluhan pusing

4) Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi nyaman dan ubah posisi secara periodic

5) Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan ketentuan defekasi rutin

6) Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin

7) Konsul dengan ahli terapi fisik atau rehabilitasi spesialis

8) Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinik atau ahli terapi sesuai indikasi

c. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi.

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan masalah gangguan infeksi


kulit teratasi dan kembali dalam batas normal.

Kriteria hasil :

Klien tampak rileks dank lien menunjukan perilaku atau tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit, memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

Intervensi :

1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing kemudian perdarahan dan perubahan warna
kulit

2) Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan

16
3) Tempatkan bantalan air atau bantalan lain dibawah siku atau tumit sesuai indikasi

4) Perawatan, bersihkan kulit dengan sabun air, gosok perlahan dengan alcohol atau bedak
dengan jumlah sedikit berat

5) Gunakan telapak tangan untuk memasang, mempertahankan atau lepaskan gips, dan
dukung bantal setelah pemasangan

6) Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah beban
atau gips.

d. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses


tulang, kerusakan kulit

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka diharapkan penyembuhan


luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya infeksi yang berkelanjutan.

Kriteria hasil :

Penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat, bebas drainase purulen dan demam dan juga
tidak terjadinya infeksi yang berkepanjangan

Intervensi :

1) Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya kontinuitas

2) Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya
edema atau eritema atau drainase atau bau tidak sedap

3) Berikan perawatan luka

4) Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna kulit kecoklatan bau
drainase yang tidak enak atau asam

5) Kaji tonus otot, reflek tendon

6) Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal atau enterna
ekstermitas cedera

Kolaborasi :

7) Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokter

8) Berikan obat atau antibiotik sesuai indikasi

17
3. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi :

a. Mengalami peredaan nyeri

1) Melaporkan berkurangnya nyeri

2) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi

3) Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak

b. Peningkatan mobilitas fisik

1) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri

2) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat

3) Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman

c. Tidak terjadi perluasan infeksi

1) Memakai antibiotic sesuai resep

2) Suhu badan normal

3) Tidak ada pembengkakan

4) Tidak ada pus

5) Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali normal

d. Integritas kulit membaik

1) Menyatakan kenyamanan

2) Mempertahankan intergritas kulit

3) Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas normal

18
DAFTAR PUSTAKA

Syahputra,Dahnil.2011.Rekonstruksi Ankilosis Sendi Temporomandibula akibat


Osteomielitis Kronis dengan Teknik Total Joint Replacement. Universitas Sumatera
Utara:Medan.

Waught, A. Nurachmah E, dkk. 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Edisi Indonesia
10. Elsevier: Singapore.

Gomes,D. Pereira, M, dkk. 2013. Osteomielitis: An Overview of Antimicrobial Therapy.


Faculty of Pharmacy University of Lisbon: Portugal.

Mansjoer.2010. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth Jilid II Ed.8.
Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai