Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHILOLITIS

NAMA : PUTRI PRATIWI BURIA


NIM : P00220217035
TINGKAT : II

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2019
A. DEFINISI BRONCHILOLITIS
Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut
pada saluran napas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang
dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer,
2000).
Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus,
yang menyebabkan obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran
gas dalam alveoli. Lebih sering disebabkan oleh respiratory syncytial virus
(RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada anak usia 2-12 bulan, terutama
selama musim dingin dan awal musim semi (Anonim, 2008).
Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah
yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz &
Cecily, 2002).
Bronchiolitis adalah inflamasi bronchioles yang pada banyak kasus
disebabkan oleh virus respiratory syncitial dan paling sering ditemukan
pada anak-anak dalam usia 1 tahun pertama (Hinchliff & Sue, 1999).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bronchiolitis adalah penyakit infeksi virus pada saluran bronkiolus berupa
radang atau inflamasi akut yang sering menyerang anak usia 2-12 bulan
sehingga menyebabkan obstruksi akut saluran napas dan penurunan
pertukaran gas dalam alveoli.

B. ETIOLOGI BRONCHIOLITIS
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
1) Virus
a. Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi
pada paru dan saluran napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut
disebabkan oleh RSV. Virus ini sering sekali menyerang anak-
anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah pernah
terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang
dewasa.
b. Virus parainfluenza
Virus parainfluenza merupakan virus patogen yang
menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah pada anak anak maupun orang dewasa.
2) Polusi udara
a. Asap pembakaran
Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa
menjadi faktor risiko terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan
bayi dirawat di rumah sakit pada tahun pertama kehidupannya. Hal
ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak sempurna. Bayi yang
sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna cenderung lebih
sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis. Pemaparan
polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel
lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari
kayu yang dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah
terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan paru-paru anak-
anak. Asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan
paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak
kesehatan terbesar terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak
mengandung logam.
b. Asap rokok
Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk
terhadap kesehatan paru-paru yang dilepaskan saat merokok, dapat
menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan virus dan
selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat
menyebabkan seorang anak atau dewasa menderita bronchiolitis
yaitu:
1. Pada anak-anak
a. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
b. Anak-anak yang terlahir premature.
c. Anak yang tidak memperoleh ASI
d. Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik
terutama mereka yang mengidap penyakit jantung atau paru-
paru bawaan.
e. Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti
sedang menjalani kemoterapi, transplantasi, atau karena
penyakit.
f. Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki
saudara kandung yang sudah bersekolah akan memiliki resiko
lebih tinggi tertular infeksi ini.
g. Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi
untuk terpapar pada polusi udara dan asap rokok.
h. Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi,
yang biasanya dimulai pada musim gugur dan berakhir di
musim semi.
2. Pada dewasa
a. Orang-orang dewasa berusia lanjut.
b. Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis.

C. Manifestasi Klinis
Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung
berair, hidung tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu
makan dan batuk. Tetapi setelah dua atau tiga
hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik.
Gejala umum dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu:
1. Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk.
2. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit),
dengan terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk.
3. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya.
4. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal
suprasternal
5. Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
6. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi
memanjang disertai dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus
kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada
keadaan yang berat, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hampir total.
7. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus,
obstruksi bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli.

Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari
setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan
anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan
terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan dan gejala yang mirip
dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas.
Tanda-tanda ini adalah:
a. Hidung mampet atau berlendir
b. Batuk kering disertai suara serak
c. Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
d. Sakit leher
e. Sakit kepala ringan
f. Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)
Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat
menyebabkan timbulnya penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah
seperti radang paru atau bronchiolitis. Gejala dan tanda-tandanya adalah:
a. Demam dengan suhu tinggi
b. Batuk yang parah
c. Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya
terdengar saat ekspirasi
d. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan
menyebabkan anak lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
e. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen
disertai dengan berkeringat.

Kondisi paling parah akibat infeksi dari RSV akan diderita oleh
bayi dan balita. Gejala paling berat umumnya dialami di hari kedua atau
ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10 hari dan batuk dapat berlanjut hingga
2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita infeksi RSV, tanda-
tandanya adalah:
a. Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat
bernapas, yang menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan
bernapas.
b. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat
ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum.
c. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas
selama lebih dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini
disebut recurrent apnea.
d. Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi
tidak mau makan dan biasanya lemas dan rewel.
e. Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru.

D. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis
akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema,
penimbunan lendir serta debris- debris seluler. Tekanan udara pada
lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun
selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama
ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan
terperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses
patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam
paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida
(hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang
3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah
tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga
kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat
sesuai dengan takipne yang terjadi.

PATHWAY BRONKIOLITIS

Respiratory Syncytial Virus (RSU)

menyerang / menginfeksi saluran pernafasan atas

menimbulkan edema dan akumulasi skret/lendir

Peradangan - Anoreksia
- Batuk - Penurunan
- Pilek BB
- Sesak
- Rhonci
- Wheezing

Suhu tubuh meningkat Obstruksi


Perubahan nutrisi
kurang dari
Hipertermi kebutuhan tubuh
Kontriksi pada
bronkiolus
selama
ekspirasi

Cairan tubuh
mengalami
Hiperinflasi
penguapan
pada paru Bersihan jalan
nafas tak efektif

Kekurangan volume Atelektasis


cairan
Kurang
Ansietas pengetahuan

Kerusakan pertukaran
gas

Hypoxsia

Sumber : Ngastiyah (2005) & Carpenito, L.J. (2000)

E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami
bronchiolitis, tetapi yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan
pemberian makan (ASI, formula, atau makanan tambahan sesuai usia bayi)
dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. ASI
diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap
kalinya. Dengan demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami
dehidrasi.
Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan
diberikan sirup yang mengandung paracetamol untuk demam dan
mengatasi rasa gelisah. Beri minum air putih sebanyaknya untuk
menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit menunjukkan keparahan
atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa
ke rumah sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan
jantung dan laju pernafasan.
Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus
maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna, obat yang
biasanyan diberikan adalan obat penurun demam, banyak minum terutama
sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang
banyak lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ad dan
dalam 2 minggun tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi
bakteri sekunder dan antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang
serasi untuk M. pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang
sekunder misalnya amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid.
(Ngastiyah, 1997)

1. Penatalaksanaan medis
a. Terapi farmakologis
1) Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah
bernapas dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan
mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan
nebulasi, contoh obat ini adalah proventil, ventolin.
2) Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu
mengurangi sesak napas dan mengontrol demam, namun
pemberiannya tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB
inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
3) Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam
bentuk nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi
dengan penyakit jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi
akademik pediatric amerikaka (AAP)
4) Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk
mengobati RSV karena RSV disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan karena
bronchiolitis sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis,
dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di
telinga bagian tengah, atau radang paru-paru karena bakteri. Bila
tidak ada komplikasi, maka dokter mungkin akan
merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas
seperti asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil,
Motrin, dll), yang dapat mengurangi demam tetapi tetap tidak
dapat mengobati infeksi tersebut untuk sembuh lebih cepat.
a) Untuk kasus bronkiolitis community base:
 Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
 Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali
pemberian
b) Untuk kasus bronkiolitis hospital base:
 Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian
 Amikasin 10-15mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian
2. Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.
3. Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab
melalui selang udara ke hidung atau headbox atau pada beberapa
kasus parah, melalui ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis ringan,
oksigen diberikan sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai kebutuhan.
4. Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan
ventilasi mekanik, sebuah alat bantu pernapasan. Anak akan merasa
lega setelah lebih mudah bernapas dan selera makannya juga akan
mulai kembali membaik.
5. Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila
anak sulit makan dan minum. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu, dan status hidrasi.
6. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar
tidak terjadi dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan
baik. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi
dan beri makan dengan porsi yang lebih kecil namun dengan frekuensi
lebih sering.
b. Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30°-40°
(semifowler) atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan
sehingga leher berada pada posisi ekstensi untuk mempermudah
pernapasan. Atau duduk dengan posisi tegak.
c. Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk
membantu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang
mengental.
d. Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup
lembab untuk dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan
atau kamar dalam keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila
udaranya kering, gunakan pelembab ruangan (humidifier) atau
vaporizer yang dapat melembabkan udara dan membantu melegakan
napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara dalam keadaan
kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman.
e. Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat
memperburuk gejala yang ada.
f. Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama.

F. Periksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk anak yang menderita
bronkiolitis adalah :
1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik
maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri
normal.
3. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru,
pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak
honsolidasi ,yang tersebar.
4. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis
metabolik, atau respiratorik ( Raharjoe, 1994).

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pengkajian mengenai Nama, Usia, Jenis kelamin, perlu dilakukan
pada pasien bronchiolitis.
b. Data Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada klien kaji jika pernah menderita penyakit bronchiolitis
sebelumnya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Bagian ini membahas tentang uraian secara lengkap jelas dan
kronologis tentang penyebab perawatan pasien. Biasanya klien
demam,batuk dan dan pilek yang disertai dengan sesak nafas.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada klien kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi dalam
keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi
pernapasan sebelumnya.
c. Pola Fungsional Gordon
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaan
3) Tanda – tanda Vital
4) Pemeriksaan head toe too
e. Pemeriksaan penunjang
f. Terapi
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien bronchiolitis adalah
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Defisiensi pengetahuan.
4. Intervensi Keperawatan
Perencanaan yang digunakan pada pasien Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berdasarkan NIC yaitu Manajemen Jalan
Nafas 1) Auskultasi daerah paru 2) Monitor status pernafasan dan
oksigenisasi, sebagaimana mestinya 3) Kelola pemberian
bronkodilator.
Perencanaan yang digunakan pada pasien Ketidakefektifan
pola nafas berdasarkan NIC yaitu Monitor pernafasan 1) monitor
kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita bernafas 2)monitor
suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi 3)monitor pola
nafas 4) Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
(nebulizer)
Perencanaan yang digunakan pada pasien Defisiensi
pengetahuan berdasarkan NIC yaitu Proses penyakit 1) Kaji tingkat
pengetahuan pasien aktivitas pasien 2) Tentukan efek dari obat
pasien terhadap pola tidur.3) Monitor pola tidur pasien 4)
Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung tidur 5)
Diskusikan kepada keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan penatalaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik dan melakukan
semua tindakan yang sudah direncanakan pada intervensi.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu 1)Mengobersevasi KU
klien 2)Memonitor TTV 3)Memonitor suara nafas 4)Memposisikan
klien untuk memaksimalkan pernafasan 5)Mengeluarkan sekret
dengan batuk efektif atau suctioning 6)Kolaborasi pemberian O2 7)
Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien
Ketidakefektifan pola nafas yaitu 1)Memonitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulita bernafas 2) memonitor suara nafas
tambahan seperti ngorok, atau mengi 3) Memonitor pola nafas
4) Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer)
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Defisiensi
pengetahuan yaitu 1)Memonitor kecemasan 2)Menjelaskan tiap
prosedur tindakan yang akan dilakukan 3)Memberikan informasi
tentang masalah kesehatan pada klien/keluarga meliputi
penanganan dan prognosis 4)Melaporkan penurunan kecemasan
5)Menyediakan pilihan realistis tentang aspek perawatan 6)
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah
komplikasi dan kontrol penyakit.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan rangkaian proses dalam suatu asuhan
keperawatan dimana tindakan dalam evaluasi adalah mengukur
kemajuan pasien dalam kriteria hasil dengan indikator yang sudah
direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Selvia. A.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Volume 2. Jakarta : EGC.
Carolin, Elizabeth J.2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Hidayat, A.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai