Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran Fisika di kelas X SMAN 9 Kota Jambi, masih dilakukan secara konvensional yang dicirikan
dengan mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi contoh,
mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Kalaupun ada diskusi terkesan kurang hidup,
karena faktor dari kemampun guru sendiri yang kurang mumpuni dalam mengelola kelas maupun minat
siswa terhadap pelajaran fisika yang masih rendah. SMAN 9 Kota Jambi merupakan salah satu sekolah
menengah atas negeri yang terakreditasi A di kota Jambi. Kendati demikian, dari hasil wawancara dengan
guru fisika kelas X di SMAN 9 Kota Jambi diperoleh suatu fakta bahwa tidak semua siswa kelas X memiliki
nilai yang bagus dalam mata pelajaran fisika dan masih banyak siswa yang masih mengalami kesulitan
dalam menerima materi pelajaran Fisika. Selain itu, dalam proses pembelajaran fisika yang berlangsung
selama ini didominasi dengan metode ceramah sehingga membuat suasana semakin tidak menarik
sehingga mengakibatkan siswa jenuh dengan pembelajaran yang kurang variatif tersebut. Proses
pembelajaran selama ini juga cenderung "Teacher Centered" sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam
pembelajaran. Model pembelajaran seperti ini menunjukkan bahwa guru masih menjadi sentral dalam
pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan kemampuannya secara optimal sehingga aktivitas
dan partisipasi siswa kurang berarti. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa.

Dari hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMAN 9 Kota Jambi dan pengamatan langsung dapat
diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di
SMAN 9 Kota Jambi dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) metode konvensional masih dominan dalam
kegiatan belajar-mengajar sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa; 2) kurang optimalnya perhatian
dan aktivitas siswa dalam belajar Fisika. Hasil dari obsevasi awal hanya ada sekitar 30% yang
memperhatikan penjelasan dari guru, itupun sebagian besar adalah yang duduk di barisan depan.
Adapun yang duduk di bagian tengah sampai belakang kebanyakan tidur atau mencoret-coret buku; 3)
kurangnya penggunaan media pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran Fisika. Guru hanya
menggunakan buku pelajaran saja; 4) kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika.
Hal ini ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Terbukti
dari observasi awal hanya sedikit siswa yang bertanya, tidak lebih dari 5 anak. Dan ketika guru
melontarkan pertanyaan siswa malah diam; 5) setiap kelas telah dilengkapi dengan LCD tetapi belum
dioptimalkan penggunaannya sebagai sarana penyajian media pembelajaran; 6) cara mengajar guru yang
terlalu serius membuat situasi kelas terkesan kaku; 7) pada umumnya banyak siswa yang masih sulit
memahami konsep Fisika sehingga berakibat kurang maksimalnya nilai akademik siswa. Terbukti dari
hasil nilai semester I, tidak ada satupun siswa yang tuntas. Dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yaitu nilai 70, tapi nilai tertinggi di kelas X SMAN 9 Kota Jambi adalah 62,5.

Dari berbagai masalah di atas, maka perlu adanya perbaikan kualitas proses pembelajaran maupun hasil
belajar siswa. Sebagai tindak lanjut guna mengatasi permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan
penelitian tindakan (action research) yang berorientasi pada perbaikan kualitas pembelajaran melalui
sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Peningkatan atau
perbaikan kinerja belajar siswa di kelas, mutu proses pembelajaran, kualitas prosedur dan alat evaluasi
yang digunakan serta kualitas penerapan kurikulum, dan pengembangan kompetensi siswa dapat
dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, Suhardjono & Supardi 2008: 61).

Penerapan metode mengajar yang bervariasi merupakan upaya untuk meningkatkan keberhasilan siswa
dalam belajar sekaligus salah satu indikator peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang
bervariasi dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran, meningkatkan kemampuan
siswa untuk berinteraksi sosial dan memperkecil perbedaan yang ada. Metode mengajar yang baik
adalah metode yang mendapatkan hasil belajar yang tahan lama, dapat digunakan dalam kehidupan
siswa dan merupakan pengetahuan asli atau otentik (Sardiman, 2010: 49-50).

Usaha meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan mengadakan inovasi dalam
proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan proses belajar gotong royong atau belajar kelompok.
Pembelajaran yang hanya mengutamakan individual tidak akan menguntungkan murid ataupun
masyarakat. Maka pada setiap pengajaran hendaknya guru sanggup menciptakan suasana sosial yang
membangkitkan kerja sama diantara murid-murid dalam menerima pelajaran, agar pelajaran itu lebih
efektif dan efisien.

Metode pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang
mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007: 63). Sistem pengajaran Cooperative Learning
dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus
diterapkan dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok (Lie, 2002:
30). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw merupakan metode pembelajaran
kooperatif yang formatnya siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari + 5 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain (Huda, 2011: 120).Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut
pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi” (Lie, 2002: 68).

Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok
asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa siswa yang berasal dari
masing-masing kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok
asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok
asal (Huda, 2011: 121). Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning.
Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk
dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik/kognitif siswa.

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian PTK:

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK

MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN Hasil Belajar SISWA KELAS X SMAN Kota Jambi

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dibuatlah rumusan

masalah, yaitu :

1. Apakah penerapan model COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW dapat meningkatkan

AKTIVITAS siswa di kelas X SMAN 9 Kota Jambi?

2. Apakah penerapan model COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW dapat meningkatkan hasil

belajar siswa di kelas X SMAN 9 Kota Jambi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa di Kelas X SMAN 9 Kota Jambi dengan menerapkan model
cooperative learning tipe jigsaw

2. Untuk meningkatkan Hasil Belajar siswa di Kelas X SMAN 9 Kota Jambi dengan menerapkan model
cooperative learning tipe jigsaw

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat

yang diharapkan, yaitu:

1. Bagi siswa, penerapan model cooperative learning diharapkan mampu menjadi salah satu cara

dalam proses meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

2. Bagi guru, penerapan model cooperative learning diharapkan menjadi suatu pengalaman bagi

guru dalam meningkatkan aktivitas pembelajaran bagi peserta didiknya.

3. Bagi Peneliti, sebagai pengembangan pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas dalam

meningkatkan kualitas pembelajaran fisika di SMA.

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Defisini Belajar

Menurut Syah (2014:87) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur

yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti

bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau

keluarganya sendiri.

Menurut Wahab (2015:18) belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan

oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah

belajar dan sebelum belajar. Dalam arti dengan belajar seseorang dapat mengetahui sesuatu itu

dengan belajar, jadi masalah belajar ini sangat penting dalam kehidupan kita.

Menurut Suyono (2015:9) Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu pruses untuk

memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan,

menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan

pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan,

(knowledge), atau a body of knowledge Definisi ini merupakan definisi umum dalam

pembelajaran sains secara konvensional, dan beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di

alami, tinggal bagaimana siswa atau pembelajar bereksplorasi, menggali dan menemukan

kemudian memungutnya untuk memperoleh pengetahuan.

Maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan berproses yang dilakukan

seseorang sehingg menimbulkan perubahan tingkah laku. Dengan begitu dengan belajar

seseorang dapat mengetahui suatu hal dengan belajar dan juga dapat dikatakan bahwa berhaisl

atau tidaknya pendidikan itu tergantung pada proses belajar yang dialami siswa.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Kemampuan mengatur proses belajar mengajar yang baik merupakan titik awal keberhasilan pengajaran.

Selain itu dalam proses belajar mengajar siswa memerlukan sesuatu yang memungkinkan siswa dengan
baik berkomunikasi dengan guru, siswa maupun dengan lingkungannya. Baharudin dan Wahyuni (2010)

menguraikan bahwa, “Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua

kategori, yaitu: 1). Faktor intern, yaitu: faktor fisiologis, dan faktor psikologi. 2). Faktor ekstern, yaitu:

Lingkungan sosial, dan lingkungan nonsosial”. Faktor intern merupakan faktor dari dalam diri siswa

sedangkan faktor ekstern merupakan faktor lingkungan yang ada di sekitar siswa.

2.3 Aktivitas belajar

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Dalam aktivitas belajar

ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan

modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut

pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau

perilaku yang terjadi selama proses pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan

yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas,

menjawab pertanyaan guru, bisa bekerja sama dengan siswa lain, dan tanggung jawab terhadap tugas

yang diberikan. Indikator yang menyatakan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar menurut Paul

B. Diedrich dalam Nasution (2010) antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,

percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,

mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writting activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi,

model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa,

melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,

bergairah, berani, tenang, gugup

2.4 Hasil Belajar

“Hasil belajar merupakan hasil proses belajar yang terjadi berkat evaluasi guru, dan pada umumnya

meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan

dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.”(Mudjiono dkk, 2010).

Hasil belajar adalah perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha

pendidikan. kemampuan menyangkut bermain kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar atau

perubahan yang menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil utama pengajaran (instructional effect)

maupun hasil sampingan pengeringan (nurturant effect). “Hasil utama pengajaran adalah kemampuan

hasil belajar yang memang direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran

pembelajaran. Sedangkan hasil pengiring adalah hasil belajar tercapai namun tidak direncanakan untuk

dicapai” (Purwanto, 2014).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah Hasil

belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang

dicapai atau dikuasai peserta didiks etelah mengikuti proses belajar mengajar. Pada proses pendidikan
hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, kognitif, afektif maupun

psikomotorik yang dapat diukur dengan tes tertentu.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang terpusat pada siswa. Hal ini terlihat dari

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa bekerja sama dengan anggota kelompok untuk

mempelajari materi dan menyelesaikan tugas-tugas, serta memberikan penjelasan pada kelompok.

Dengan kata lain pembelajaran kooperatif memiliki gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya

untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Hal ini berarti

bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan

sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat meningkatkan peserta didik dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan minat belajar, perhatian, motivasi, dan prestasi

siswa. Metode pembelajaran ini mendorong siswa untuk saling membantu teman satu kelompok dan

menciptakan suasana belajar yang kondusif, aktif dan penuh kegembiraan dalam memecahkan suatu

masalah. Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai sikap atau prilaku

bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam

kelompok. Keberhasilan kerja tersebut sangat diperlukan oleh keterlibatan dari anggota kelompok itu

sendiri.

Menurut Rusman, pembelajaran kooperatif memiliki enam tahap seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif


Berdasarkan tahapan-tahapan yang diterapkan oleh Rusman, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif siswa diajarkan untuk mampu berkolaborasi dan menguasai keterampilan-

keterampilan kerja sama antar siswa yang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa cooperative learning atau yang disebut juga dengan pembelajaran koopertaif merupakan cara

belajar dalam

2.6 Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebuah model pembelajaran kooperatif yang menitik

beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti halnya yang diungkapkan oleh

Lie (dalam Rusman 2014:218) bahwa “pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model

belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam

orang secara heterogen dan siswa bekerjasama saling ketergantugan positf dan bertanggung jawab

secara mandiri”.

Sementara itu menurut Yamin (2013:91) “kooperatif Jigsaw merupakan strategi yang membelajarkan

siswa melalui teman-teman sebaya dan menciptakan semangat kerjasama serta memupuk suatu

tanggung jawab”.

Dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa memiliki banyak kesempatan

untuk mengemukakan pendapatnya dan mengolah informasi yang telah mereka dapat dari kelompok

ahli. Selain itu, dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggungjawab

terhadap keberhasilan kelompoknya.

Pada intinya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah penerapan kerjasama kelompok siswa

didalam kelompoknya dengan tingkat kemampuan yang heterogen dan masing-masing siswa

bertanggungjawab atas materi yang mereka miliki.


Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok

asal yaitu kelompok awal siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal dan latar belakang

keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Sementara itu,

kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topic tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang

berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Kota Jambi yang beralamat di JL. Guru Mukthar, Jelutung, Kec.

Jelutung, Kota Jambi. Pada kelas X MIA semester genap Tahun Pelajaran 2018/2019. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2019

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi kelas X MIA SMAN 3 Kota Jambi, pada semester

genap tahun ajaran 2018/2019.

3.3 Data dan Sumber Data

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data disini adalah cara-cara yang ditempuh dan alat-alat yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan datanya. Dalam PTK ini pengukuran aktivitas menggunakan lembar

observasi dan untuk pengukuran hasil belajar adalah menggunakan berdasarkan hasil tes pada tiap siklus

yang sudah divalidasi oleh peneliti sebelumnya. .

3.5 Teknik Uji Validitas Data

3.6 Indikator Capaian Penelitian

Indikator keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini ditunjukkan dengan perubahan ke arah

perbaikan, terkait dengan kualitas pembelajaran. Kriteria keberhasilan pembelajaran yang baik dalam

penelitian ini adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa Kelas X MIA SMAN 3 Kota Jambi.

Peningkatan keaktifan siswa dilihat dari aktivitas belajar selama kegiatan belajar mengajar berlangsung

yang mencapai 75%. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil tes dengan

menggunakan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu dengan nilai ketuntasan 70.

Anda mungkin juga menyukai