Anda di halaman 1dari 15

INTERVENSI TRAUMA DAN KRISIS

MAKALAH TENTANG PUTUS HUBUNGAN KERJA (PHK)

Dosen Pengampu :Ns. Abdul Wahid, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep. J.

Disusun oleh :
1. Ade Ila Wahyu N (010115a003)
2. Baiq Lya Suhayati (010115a022)
3. Bilal Muhammad (010115a023)
4. Erika Rismaningtyas (010115a037)
5. Minarti Dewi (010115a073)
6. Nanik Handayani (010115a077)
7. Nuke Hermila Zulfah (010115a083)
8. Rafika Rahma (010115a098)
9. Sang Ayu Ketut Sri S (010115a110)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................... 2

Kata Pengantar ......................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 5


B. Rumusan Masalah ................................................................ 6
C. Tujuan .................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi ................................................................................... 7
B. Jenis-Jenis PHK ..................................................................... 7
C. Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja PHK ..................... 8
D. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap PHK ........................ 11
E. Mekanisme PHK .................................................................... 12
F. Jenis-Jenis Intervensi Krisis pada PHK ................................. 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 16

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah diberi nikmat sehat
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah pada klien yang mengalamiputus hubungan
kerja (phk).Tidak lupa shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW karena atas berkat dari Beliaulah dapat merasakan alam yang penuh dengan
pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari didalam penyusunan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Ungaran, 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Mewujudkan masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan Indonesia
merdeka.Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil.Salah satu instrumen perwujudan keadilan
dan kesejateraan itu adalah hukum.Melalui hukum, negara berupaya mengatur
hubungan-hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan badan hukum.
Pengaturan ini dimaksudkan supaya jangan ada penzaliman dari pihak yang lebih kuat
kepada pihak yang lemah, sehingga tercipta keadilan dan ketentraman di tengah-
tengah masyarakat(Hasibuan, 2003).
Permasalahan tenaga kerja atau perburuhan merupakan permasalahan yang khas
kita dengar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu permasalahan
tersebut yaitu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahan,
sebagaimana yang terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia(Hasibuan, 2003).
Salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah peraturan yang mengatur
hubungan seseorang di dunia kerja. Fakta menunjukkan bahwa banyak sekali orang
yang bekerja pada perusahaan,oleh sebab itu hubungan kerja antara seorang pekerja
dengan pihak perusahaan perlu diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi
kesewenang-wenangan yang bisa merugikan salah satu pihak(Hasibuan, 2003).
Menurut Umar Kasim salah satu permasalahan yang sering muncul dalam
hubungan kerja adalah permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).Dia
mengemukakan bahwa berakhirnya hubungan kerja bagi tenaga kerja dapat
mengakibatkanpekerja kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan
masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan
ketentraman hidup tenaga kerja, seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.
Akan tetapi dalam kenyataannya membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja
tidak dapat dicegah seluruhnya(Hasibuan, 2003).

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi PHK ?
2. Apa jenis-jenis PHK?
3. Bagaimana Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Oleh Perusahaan?
4. Bagaimana Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat
PHK?
5. Bagaimana Mekanisme PHK?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi PHK.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis PHK.
3. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Oleh
Perusahaan.
4. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja
Akibat PHK.
5. Untuk mengetahui Mekanisme PHK.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 1 ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja atau buruh dan pengusaha (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja sama
antara karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah disepakati, atau
mungkin berakhir di tengah karier .Mendengar istilah PHK, terlintas adalah
pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan pekerja.Oleh sebab itu,
selama ini singkatan ini memiliki arti yang negative dan menjadi momok menakutkan
bagi para pekerja (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3,
Volume 3).
Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dengan adanya pemutusan
hubungan kerja khususnya bagi buruh dan keluarganya Imam Soepomo berpendapat
bahwa, pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala
pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari
berakhirnya kemampuan membiayai keperluan hidup sehari-hari keluarganya,
permulaan dari berakhirnya kemampuan menyekolahkan anak-anak dan sebagainya
(Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).

B. Jenis-jenis PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)


Dalam literature hukum ketenagakerjaan (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Edisi 3, Volume 3), dikenal adanya beberapa jenis pemutusanhubungan
kerja (PHK), yaitu:
1. PHK oleh majikan/pengusaha.
Pemutusan hubungan keja oleh majikan atau pengusaha adalah yang
paling sering terjadi,baik karena kesalahan-kesalahan pihak buruh maupun
karena kondisi perusahaan. pemutusan hubungan kerja oleh majikan ini paling
sering membawa dampak negatif khususnya terhadap buruh dan keluarganya
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sehubungan dengan akibat

6
yang ditimbulkan pemutusan hubungan kerja ini, maka dalam era
pembangunan nasional yang menghendaki tercapainya masyarakat yang adil
dan makmur secara merata baik materil maupun spiritual seharusnya
pemutusan hubungan kerja ini tidak perlu terjadi.
2. PHK oleh pekerja/buruh.
Pihak buruh dapat saja memutuskan hubungan kerjanya dengan
persetujuan pihak majikan pada setiap saat yang dikendakinya, bahkan buruh
juga berhak memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa persetujuan
majikan.
3. PHK demi hukum.
Pemutusan hubungan kerja demi hukum adalah pemutusan hubungan
kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan berakhirnya jangka
waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan buruh.
4. PHK oleh pengadilan (PPHI).
Masing-masing pihak dalam perjanjian kerja dapat meminta
pengadilan negeri agar hubungan kerja diputus berdasarkan alasan penting.
PHK oleh Pengadilan bisa terjadi dengan alasan/sebab:
a. PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga)
(Pasal 165).
b. PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang
digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68).
c. PHK karena berakhirnya PK (154 huruf b kalimat kedua).

C. Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Oleh Perusahaan


Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-
undangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara
sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan. Dengan
demikian, hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap terjalin dengan
baik. Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan,
karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya pemecatan karyawan
harus berdasar kepada peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan
mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya (Maringan, 2015 dalam
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).

7
Dikemukakan ada 8 (delapan) alasan dalam pemutusan hubungan kerja yaitu,
karena undang-undang, keinginan perusahaan, keinginan kariawan, pensiun, kontrak
kerja berakhir, kesehatan kariawan, meninggal dunia, dan perusahaan dilikuidasi5.
Kenginan perusahan dapat menyebabkan seseorang harus diberhentikan dari
perusahaan, baik secara terhormat, atau dipecat. Permohonan izin PHK dapat
diberikan dalam hal buruh melakukan suatu pelanggaran/ kesalahan besar (Maringan,
2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3), antara lain:
a. Pada saat perjanjian kerja diadakan memberikan keterangan palsu atau
dipalsukan.
b. Melakukan tindakan kejahatan.
c. Penganiayaan, menghina secara kasar atau mengancam pengusaha, keluarga
pengusaha atau teman kerja.

Pemberhentian berdasarkan keinginan perusahaan dapat terjadi karena karyawan


tersebut berusia lanjut dan tidak memiliki keuntungan lagi bagi perusahaan.
Karyawan tersebut sudah berusia lanjut, kurang cakap atau melakukan tindakan yang
merugikan seperti korupsi. Keinginan perusahaan memberhentikan karyawan ini
disebabkan (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3,
Volume 3):
a. Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya.
b. Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik.
c. Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan.
d. Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya.
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.

Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian


karyawan (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume
3) yaitu:
a. Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
b. Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui
pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
c. Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan
kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih
dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.

8
d. Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan.
Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas
kehendak karyawan diatur atas sesuai dengan paraturan perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
e. Faktor penyebab pemutusan hubungan kerja secara yuridis dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang mana PHK yang dilakukan oleh
perusahaan disebabkan:
 Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau
pengurangan jumlah pekerja/buruh. Dalam hal PHK dengan alasan
rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/ buruh dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 151 ayat (1) ditentukan bahwa
pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah
berupaya mengusahakan agar tidak terjadinya PHK. Dalam hal, upaya
tersebut telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka
maksud PHK wajib dirundingkan oleh perusahaan dan SP/SB atau
pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh tidak menjadi anggota SP/SB.
 Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan melanggar
ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja
atau PKB (kesalahan ringan), maupun kesalahan pidana (kesalahan
berat). Pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerja karena alasan
telah melakukan kesalahan berat hanya dapat peroleh uang
penggantian hak.

Pemerintah mempertegas faktor penyebab terjadinya PHK dengan harapan


agar pengusaha tidak melakukan PHK terhadap pekerja/buruh secara semena-mena
dan melanggar hak buruh. salah satu poin UU Ketenagakerjaan, sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 153 ayat (1) poin ke (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 adanya larangan pemerlakuan PHK yaitu pekerja/buruh yang bersangkutan
menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya. Disini terlihat bentuk teori
kepedulian pemerintah dalam memperjuangkan hak pekerja atau buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diperintahakan agamanya (Maringan, 2015 dalam Jurnal
Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).

9
D. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat PHK
Terjadinya pemutusan hubungan kerja maka dimulailah juga masa sulit bagi
pekerja dan keluarganya. Oleh karena itu untuk membantu atau setidak-tidaknya
mengurangi beban pekerja yang diPHK, undang-undang mengharuskan atau
mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang pesangon,uang penghargaan, dan
uang penggantian hak (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 3, Volume 3).
Alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut
berhak atau tidak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.
Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak
diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat bertanggung jawab dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
1. Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri.
2. Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya
hubungan kerja.
3. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
4. Pekerja melakukan kesalahan berat.
5. Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
6. Perusahaan bangkrut/perusahaan mengalami kerugian.
7. Pekerja mangkir terus menerus.
8. Pekerja meninggal dunia.
9. Pekerja melakukan pelanggaran.
10. Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan.
11. Pemutusan Hubungan Kerja karena Alasan Efisiensi.

Menurut Prints Darwan dengan adanya hubungan kerja, maka pihak pekerja
berhak atas upah sebagai imbalan dari pekerjaannya, sedangkan majikan/pengusaha
berhak atas jasa/barang dari pekerjaan si pekerja tersebut sesuai dengan perjanjian
kerja yang disepakati. Pemutusan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha tidak
boleh dilakukan secara sewenang-wenang, Melainkan ada hal-hal tertentu yang harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak supaya PHK itu tidak mencederai rasa keadilan
diantara kedua belah pihak (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal
Opinion Edisi 3, Volume 3).

10
“Dengan adanya pemberhentian karyawan tentu berpengaruh sekali terhadap
perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan
dana yang cukup besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan
dan untuk membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada saat penarikan
kembali karyawan, perusahaan pun mengeluarkan dan yang cukup besar untuk
pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan. Dengan adanya
pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan
itu sendiri. Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan
keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah
dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh
karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya
sampai pada tingkat dianggap cukup” (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).

E. Mekanisme PHK
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara perusahan/pengusaha dengan
karyawan/pekerja,yang disebabkan oleh sejumlah faktor penting.dalam banyak
khasus, konflik serta kontroversi PHK berawal dari tiga kemungkinan besar
perusahaan/pemilik modal tidak mengikuti prosedur PHK, seperti yang sudah di
gariskan dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan
(UUKK) atau menurut peraturan perusahaan yang sudah di sepakati bersama
sebelumnya. Karyawan /pekerja menuntut kompensasi PHK yang justru tidak sesuai
dengan UUKK atau peraturan perusahaan yang sudah disepakati bersama sebelum
nya.
Bisa saja kedua belah pihak baik pengusaha maupun karyawan justru buta
akan kebijakan yang mengatur tentang hak serta kewajiban setiap pihak (pengusaha
dan karyawan ) manakala terjadi PHK.dengan demikian sulit mencapai kata sepakat,
sebab masing-masing selalu berpedoman pasa prinsip/keinginannya. Perusahaan
maupun karyawan sebenarnya memiliki hak yang sama untuk melakukan
PHK.perusahaan memiliki hak untuk memberhentikan karyawan yang berdasarkan
sejumlah alasan serta pertimbangan. Begitu juga karyawan, dapat melakukan PHK
atas kemauan sendiri berdasarkan berbagai alasan serta juga pertimbangan. Pada
kenyataan,keputusan untuk melaksanakan PHK lebih serin di lakukan oleh perusaan

11
sebagai pemilik modal.karena itu. PHK yang dilakukan oleh karyawan pada
umumnya kurang menjadi bahan perhatian banyak pihak.sebaiknya PHK yang
dilakukan oleh perusahaan menjadi bahan sorotan banyak kalangan, terutama bagi
mereka yang concern dan peduli pada persoalan PHK.Menilik Bab serta sederetan
pasal yang tercantum dalam UUKK No.13 Tahun 2003, mekanisme pelaksanaan PHK
dibagi ke dalam 2 (dua) point penting tergantung pihak mana yang
melakukannya.Yaitu mekanisme pelaksanaan PHK oleh perusahaan serta prosedur
pengajuan phk oleh karyawan/pekerja (kemauan sendiri). Dalam Bab XII, UUKK
No13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa, pelaksanaan PHK yang dimaksud meliputi
PHK yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta, Negara,
maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Maksud PHK wajib dirundingkan dengan SP/SB atau dengan P/B:

a. Apabila tidak mencapai kesepakatan, maka pengusaha hanya dapat


memutuskan hubungan kerja dengan P/B setelah memperoleh penetapan.
b. PHK tanpa penetapan adalah batal demi hukum.
c. Selama belum ada penetapan, baik Pengusaha ataupun P/B harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya.
d. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan berupa tindakan skorsing dengan
tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima P/B.

F. Jenis-jenis intervensi krisis pada PHK


Jenis-jenis krisis adalah sebagai berikut :
1. Krisis yang tidak disengaja atau situasional.
Krisis ini terjadi terutama saat ada ancaman yang datang tiba-tiba, kejadian yang
sangat mengganggu atau datangnya suatu bencana secara tak terduga, seperti:
a. Kematian orang yang kita cintai.
b. Diketahuinya suatu penyakit yang serius.
c. Pengalaman akan perkosaan atau penganiayaan.
d. Kehamilan diluar pernikahan.
e. Gangguan sosial seperti perang atau depresi.
f. Ekonomi menurun.

12
g. Kehilangan pekerjaan atau tabungan.
h. Kehilangan kehormatan dan status.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja
sama antara karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah
disepakati, atau mungkin berakhir di tengah karier .Mendengar istilah PHK,
terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan
pekerja.Oleh sebab itu, selama ini singkatan ini memiliki arti yang negative dan
menjadi momok menakutkan bagi para pekerja (Maringan, 2015 dalam Jurnal
Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).

PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak


normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan.
Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi
atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.

14
DAFTAR PUSTAKA

Maringan, Nikodemus, 2015.Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.( Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39).

Rozalia, Helda. 2013. eJournal Administrasi Negara, Volume 1, Nomor 1.

15

Anda mungkin juga menyukai