Anda di halaman 1dari 5

PENYULUHAN BAHAYA DIFTERI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keb. Aktualisasi Diri


Dosen Pengampu:

Bambang Edi Warsito, S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh:
Alma Savera 22020116130059
Sang Ayuning Jati Wijayanti 22020116130091
Niswatul Imtinan Firstayude 22020116140055
Unzilla Oktavianing Edna 22020116140058
Retno Endarwati Mustikaningrum 22020116140065
Septeana Adin Tria Adila 22020116140066
Regina Aprilia Roberto 22020116140092
Dinda Arimbi Mutiarasari 22020116140117

Kelas A.16.2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
A. Pengertian
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
yang berupa infeksi akut yang menular. Penyakit ini ditandai dengan adanya
pembentukan pseudomembran pada kulit dan mukosa. Bagian tubuh yang umumnya
terinfeksi adalah laring, faring, hidung, dan kadang pada kulit, konjungtiva, genetalia,
dan telinga.
B. Prevalensi
Difteri tersebar di seluruh dunia, prevalensinya makin hari makin berkurang
dengan dilakukan program imunisasi aktif pada anak balita hampir di setiap negara.
Difteri masih menjadi masalah di dunia, di Amerika Serikat dilaporkan ada rata-rata 4
kasus tiap tahun. Difteri juga menyebar ke negara lain yang bergabung dalam Uni
Soviet dan Malaria. Pada beberapa provinsi di Indonesia difteri muncul kembali pada
tahun 2007 sebanyak 183 kasus. Pada tahun 2009 terjadi 189 kasus dengan 7
kematian di sebelas provinsi sampai dengan periode September 2010 telah terjadi 183
kasus dengan 103 kematian. Wilayah Jawa Timur termasuk kedalam salah satu daerah
endemis difteri dari tahun 2000-2009 kejadian luar biasa difteri selalu terjadi di
provinsi Jawa Timur. Di Jawa Timur, dari tahun ke tahun kasus difteri menyebar di
beberapa kabupaten atau kota yang hampir sama setiap tahunnya dengan angka
kematian yang cukup tinggi. Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di
Jawa Timur yang ditemukan kasus difteri (1).
C. Tanda Gejala
Difteri merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Pernapasan
yang diserang yaitu pernapasan bagian atas. Setalah kuman terinfeksi kedalam tubuh,
akan menimbulkan gejala-gejala biasanya setalah 2-4 hari baru akan timbul gejala
seperti:

 Peradangan pada selaput hidung dan tenggorokan Infeksi dan peradangan


ini akan menimbulkan beberapa dampak lain seperti serak demam, hidung
berair dan gejala lainnya. Gejala infeksi memang sulit dilihat dengan kasat
mata, perlu pemeriksaan dokter untuk mengetahuinya.
 Demam tinggi Salah satu gejala yang mudah dirasakan yaitu demam yang
tinggi pada tubuh orang yang terjangkit penyakit difteri.
 Hidung berair Hidung berair terjadi akibat infeksi pada saluran pernapasan di
bagian hidung. Hidung berair disini bukan berati flu tetapi lebih nampak
seperti air yang menjijikan.
 Nyeri telan Gejala nyeri telan terjadi karena difteri telah menyerang bagian
faring. Bagian faring telah terluka sehingga sakit jika digunakan untuk
menelan.
 Sulit bernapas Napas sulit karena jalan pernapasan tertutup oleh selaput
keabuan yang meliputi dinding belakang tenggorokan. Gejala ini yang sering
menyebabkan terenggutnya nyawa penderita karena sudah terlalu sulit untuk
bernapas.

D. Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Penularan Difteri


Kontak orang dengan difteri dapat menjadi pembawa asimtomatik yang
terinfeksi dengan Corynebacterium Difteriae di hidung dan/atau tenggorokan tetapi
yang tidak memiliki gejala-gejala penyakit dan merupakan sumber penularan. Kontak
erat positif difteri adalah individu kontak erat difteri yang dinyatakan positif difteri
berdasarkan konfirmasi laboratorium. Terjadinya kontak positif difteri bisa
disebabkan beberapa faktor, antara lain ciri manusia atau karakteristik (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi), keeratan kontak
(kelembapan dalam rumah, jenis lantai rumah, sumber penularan) dan faktor
lingkungan (kepadatan serumah dan sumber penularan). Faktor lain yang
berhubungan dengan penularan difteri adalah status imunisasi, umur, dan tingkat
pengetahuan (2).
E. Pencegahan
Cara terbaik untuk mnecegah difteria dengan melakukan vaksinasi. Ada 4
jenis vaksin yang dilakukan untuk mencegah difteria diantaranya DtaP, Tdap, DT, dan
Td. Tiap vaksin ini berguna untuk mencegah tetanus. DtaP dan DT diberikan kepada
anak yang berusia kurang dari 7 tahun sedangkan Tdap dan Td diberikan kepada
anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Pemberian vaksin difteri dikelompokan sesuai
umur menjadi bayi dan anak, remaja awal dan remaja, dan orang dewasa. Pada bayi
dan anak dilakukan vaksin DtaP untuk melindungi anak dan bayi dari difteri. Vaksin
difteri dapat diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan dan pada
kisaran 4-6 tahun. Pada awal remaja dan remaja vaksin difteri (Tdap) dianjurkan
dokter untuk diberikan pada usia 11-12 tahun. Saat seseorang terinfeksi pada usia ini
bakteri akan memproduksi racun didalam tubuh yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada otot jantung dan gagal jantung. Pada beberapa kasus serius
difteri dapat menyebabkan koma, paralisis (kelumpuhan), bahkan kematian. Pada
dewasa vaksin difteri yang diberikan adalah Tdap atau Td dapat dilakukan pada
rentang usia 19-65 tahun keatas. Jika pada saat kecil belum mendapatkan vaksin
hepatitis harus mendapatkan satu dosis vaksin Tdap dan Td setiap 10 tahun. Wanita
harus mendapatkan satu dosis Tdap tiap masa kehamilanya. Difteri boleh diberikan
pada orang dengan kondisi imun sistem yang lemah, HIV, penyakit ginjal, penyakit
jantung kronik, penyakit paru-paru kronik, diabetes (tipe 1 dan 2), dan penyakit hati
kronik (3).

F. Penanganan Tindak Lanjut


Tatalaksana
 Antitoksin
Berikan 40 000 unit ADS IM atau IV sesegera mungkin, karena jika
terlambat akan meningkatkan mortalitas.
 Antibiotik
Pada pasien tersangka difteri harus diberi penisilin prokain dengan
dosis 50 000 unit/kgBB secara IM setiap hari selama 7 hari. Karena terdapat
risiko alergi terhadap serum kuda dalam ADS maka perlu dilakukan tes kulit
untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas dan harus tersedia pengobatan
terhadap reaksi anafilaksis.
 Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
respiratorik.Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
dan gelisah merupakan indikasi dilakukan trakeostomi (atau intubasi) daripada
pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung atau kateter
nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi
saluran respiratorik.Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai
terjadi obstruksi saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan
trakeostomi.
 Trakeostomi/Intubasi
Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh ahli yang berpengalaman, jika terjadi
tanda obstruksi jalan napas disertai gelisah, harus dilakukan trakeostomi
sesegera mungkin. Orotrakeal intubasi oratrakeal merupakan alternatif lain,
tetapi bisa menyebabkan terlepasnya membran, sehingga akan gagal untuk
mengurangi obstruksi.

Perawatan penunjang

 Jika anak demam (≥ 39º C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri


parasetamol.
 Bujuk anak untuk makan dan minum. Jika sulit menelan, beri makanan
melalui pipa nasogastrik.
 Hindari pemeriksaan yang tidak perlu dan gangguan lain pada anak.

Pemantauan

Kondisi pasien, terutama status respiratorik, harus diperiksa oleh perawat


sedikitnya 3 jam sekali dan oleh dokter 2 kali sehari. Pasien harus ditempatkan
dekat dengan perawat, sehingga jika terjadi obstruksi jalan napas dapat
dideteksi sesegera mungkin.

Tindakan kesehatan masyarakat

 Rawat anak di ruangan isolasi dengan perawat yang telah diimunisasi terhadap
difteri.
 Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai riwayat imunisasi.
 Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan.
 Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah.

Anda mungkin juga menyukai