1. Auguste Comte
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social
Dynamic.
1. Social Dynamics
Social dynamics adalah teori tentang perkembangan manusia. Comte tidak
membicarakan tentang asal usul manusia karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu
pengetahuan. Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa semua ilmu
pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam
masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga menambahkan
bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak merupakan jalan lurus.
b. The Law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada
tingkat perkembangan pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat
didalamnya, meliputi:
1. Percaya pada hal gaib
2. Mulai memakai hukum alam
3. Menggunakan ilmu pengetahuan
2. Social Statics
Dengan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar masyarakat.
Comte membagi sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama.
Sekalipun social statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi
kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social dynamics.
Sosial statics erat kaitannya dengan struktur masyarakat. Dan ditingkatkan sesuai
dengan tahapan struktur dalam masyarakat, yaitu:
1. Individu (usage)
2. Keluarga (folkways)
3. Masyarakat (mores/customs)
4. Negara (laws)
2. Herbert Spencer
Hukum Evolusi
Ketika mempelajari konsep evolusi Darwin Spencer bertekad untuk menggunakan
konsep tersebut tidak hanya pada bidang biologi saja, melainkan pada semua bidang
pengetahuan lain juga. Sebagaimana halnya Comte, Spencer mencoba untuk menerangkan
semua fenomin berdasarkan hukum evolusi materi yang bertahap. Menurutnya, pada
permulaan materi mempunyai struktur serba sama (homogeneous), tanpa diferensiasi. Materi
sederhana terbkuentuk dari sejumlah partikel yang semuanya sama dalam keadaan terkuasai
oleh suatu daya gerak dari dalam yang menggabungkan. Daya gerak ini menyebabkan proses
pembentukan semua benda. Begitu juga dalam proses evolusi masyarakat, individu
perorangan bergabung menjadi keluarga, keluarga bergabung menjadi kelompok, kelompok
menjadi desa, desa menjadi kota, kota menjadi negara dan negara menjadi perserikatan
bangsa – bangsa. Pada setiap tahapnya evolusi adalah penyatuan dan pengintegrasian materi
kedalam kesatuan – kesatuan yang lebih besar dan rumit strukurnya. Arah jalannya evolusi
adalah berawal dari suatu keadaan yang serba sama kepada keadaan serba beda. Pada saat
terjadinya pengintegrasian disaat itu juga berlangsung proses disintegrasi.
Sama halnya Comte, Spencer memasalahkan asal usul atas asas dinamika dalam
proses ini. Kita akan mendapat jawabannya dalam buku the law of the persistence of force
yaitu tentang prinsip ketahanan dan kekuatan dimana tidak ada energy yang hilang – lenyap.
Maka apabila suatu obyek disentuh atau dibentur oleh energy lain, obyek itu tidak akan tetap
sama. Untuk dapat memahami rahasia evolusi baik di alam organic maupun tak organic
diperlukan sebuah hukum, hukum tersebut biasa disebut Hukum Pergandaan Pengaruh.
Evolusi Masyarakat
Teori spencer mengenai evolusi masyarakat merupakan bagian dari teorinya yang
lebih umum mengenai evolusi sejagat raya.Dalam bukunya Social Statics masyarakat
disamakan dengan suatu organisme. Ciri-ciri yang dikenakan pada badan hidup, dapat
dikenakan juga pada badan masyarakat. Organisme social yang dimaksudkan Spencer
berbeda dengan para ahli lainnya seperti Aristoteles, Thomas Aquinas dan Paulus yang
memakai kata itu dalam arti metaforis, sedangkan Spencer memaknainya dalam arti
positivistis dan deterministis.
Hukum evolusi ini yang menuju keadaan serba beda, berlaku bagi tiap-tiap makhluk
dan tiap-tiap benda. Latar belakang dari adanya daya gerak evolusi ini ialah lemahnya semua
benda yang serba sama. Misalnya dalam keadaan sendirian atau sebagai perorangan saja
manusia tidak mungkin bertahan. Maka ia merasa diri didorong dari dalam untuk bergabung
dengan orang lain dan dengan berbuat demikian ia akan dapat melengkapi kekurangannya.
3. Emile Durkheim I
Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi itu adalah mempelajari dengan apa
yang disebut fakta social. Dalam pendekatannya terhadap perilaku individu, fakta social
merupakan suatu hal yang riil, mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang
berbeda dan bersifat karakteristik psikologi, biologis, maupun karakteristik individu lainnya
atau bisa juga diartikan sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar
individu dan memiliki kekuatan memaksa yang mengendalikannnya. Fakta social dapat
dipelajari melalui metode empiric karena diibaratkan sebagai sebuah benda yang nyata. Fakta
social tidak terlepas dari tiga karakteristik yaitu bersifat eksternal, memaksa dan bersifat
secara umum. Maksud dari ketiganya yaitu pertama, bersifat ekternal terhadap individu
misalnya bahasa, system moneter, norma- norma dan professional. Kedua, bersifat memaksa
yaitu individu dipaksa, dibimbing, diyakini, didorong atau dengan cara tertentu dipengaruhi
oleh berbagai tipe fakta social yang ada dalam lingkungannya. Ketiga, fakta social bersifat
umum dan meluas dalam masyarakat maksudnya fakta social merupakan milik bersama dan
bukan milik individu. Diterangkan dalam bukunya, Durkheim membedakan antara dua tipe
fakta social yaitu:
Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial
material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar yang
sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Misalnya birokasi, hukum.
2. Fakta Sosial Non Material
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia
ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai
berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri.
Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun
bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh
karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial
hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia. Yang
termasuk jenis fakta social non material seperti : moralitas, kesadaran kolektif,
representasi kolektif, arus social, pikiran kelompok.
Selain itu, Emile durkheim menjelaskan tentang adanya “Jiwa Kelompok” yang
mempengaruhi individu. Selain itu, Durkheim menjelaskan ada dua macam kesadaran,
yaitu:
1. Collective Conciousness (kesadaran kolektif)
a. Bersifat Eksterior
Kesadaran kolektif berada diluar individu manusia dan yang masuk kedalam
individu tersebut, dalam perwujudannya sebagai aturan-aturan moral, aturan-
aturan agama, aturan baik dan buruk, dsb.
Aturan tersebut akan terus ada sekalipun individu yang bersangkutan sudah
tiada.
b. Bersifat Constroint
Kesadaran kolektif tersebut memilik daya memaksa terhadap individu.
Pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarkat terhadap kesalahan
kolektof ini akan mengakibatkan adnaya sanksi hukum terhadapa anggota
masyarakat tersebut.
4. Emile Durkheim II
Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan kelompok
yang didasarkan pada perasaan moral yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama. Dalam bukunya Durkheim menganalisa tentang pengaruh kompleksitas
dan spesialisasi pembagian kerja dalam struktur dan perubahan – perubahan yang diakibatkan
dalam bentuk – bentuk pokok solidaritas social. Pertumbuhan dan pembagian kerja
meningkatkan suatu perubahan dalam struktur sosial pada solidaritas mekanik dan solidaritas
organik.
a. Solidaritas Mekanik
Menurut Durkheim solidaritas mekanik terbentuk atas dasar kesadaran kolektif
yang menunjuk pada totalitas kepercayaan- kepercayaan dan sentimen- sentimen bersama
yang rata- rata ada pada masyarakat zaman tersebut. Kesatuan ini disebut mekanis karena
anggotanya cenderung mengarah pada pola hidup bersama yang kuat, pembagian kerja
bersifat rendah, hukum represif diberlakukan secara dominan, individualitas yang rendah,
consensus terhadap pola- pola yang normative, keterlibatan komunitas dalam menghukum
orang menyimpang, tingkat saling ketergantungan rendah serta bersifat primitive.
Solidaritas ini biasa ditemui pada masyarakat yang tinggal di pedesaan. Solidaritas
mekanik ini identik dengan masyarakat kuno yang bersifat tradisional.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas ini muncul atas dasar pembagian kerja yang bertambah besar dengan
tingkat saling ketergantungan yang sangat tinggi. Menurut Durkheim solidaritas ini
ditandai dengan hukum yang bersifat memulihkan daripada yang bersifat represif
(restitutif). Dalam masyarakat pada solidaritas ini sifat individualistis seseorang semakin
tinggi dan kesadaran kolektif masing- masing anggota makin lemah. Selain itu solidaritas
ini juga dicirikan pada konsensus terhadap nilai- nilai abstrak dan umum yang penting,
penyelenggaraan hukuman terhadap orang yang menyimpang dilakukan oleh badan- badan
kontol social, serta bersifat industrial. Solidaritas organic biasa ditemui pada masyarakat
yang tinggal di perkotaan. Solidaritas organic ini identik dengan masyarakat modern
dengan segala kemajuan- kemajuan yang dimilikinya.
5. Max Weber I
Buah karya Max Weber dari sekian banyak yang termashur antara lain : Wirtschaft
und Gessellschaft ; Gesammelte Aufsatze zur Wissenschaftlehre. Sementara karyanya dari
sosiologi agama adalah Gessamelter Aufsatze zur Relegionssoziologie yang terbit dalam 3
jilid dan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh Ephraim Fischoff dengan judul
Sociology of Relegion yang sangat terkenal di abad ke-20. Nama Weber begitu berpengaruh
dalam sejarah perkembangan sosiologi dengan sumbangan-sumbangan teori sosiologinya
yang banyak mendapat tanggapan,dia jugamengajukan suatu metode sosiologi yang dikenal
dengan nama Verstehende.
Bagi Weber, sosiologi adalah suatu ilmu yang berusaha tindakan-tindakan sosial
dengan menguraikannya dengan menerangkan sebab-sebab tindakan tersebut.Yang menjadi
inti dari sosiologi Weber bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakat
maupun nilai yang obyektif dari tindakan, melainkan semata-mata arti yang nyata dari
tindakan perseorangan yang timbul dari alasan-alasan subyektif. Adanya kemungkinan untuk
memahami tindakan orang seorang inilah yang membedakan sosioligi dari ilmu pengetahuan
alam, yang menerangkan peristiwa-peristiwa tetapi tidak pernah dapat memahami perbuatan
obyek-obyek. Pokok penyelidikan Weber adalah tindakan orang seorang dan alasan-
alasannya yang bersifat subyektif, dan itulah disebutnya dengan Verstehende Sociologie.
Dengan kata lain Verstehende adalah suatu metode pendekatan yang berusaha untuk mengerti
makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan historis. Pendekatan ini bertolak
dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang di buat oleh para
aktor yang terlibat di dalamnya.
Weber memisahkan empat tindakan sosial di dalam sosiologinya, yaitu ada yang
disebut dengan :
1. Zweck rational
Yaitu tindakan sosial yang menyandarkan diri kepada pertimbangan-pertimbangan
manusia yang rasional ketika menanggapi lingkungan eksternalnya. Dengan kata lain
yaitu suatu tindakan sosial yang ditujukan untuk mencapai tujuan semaksimal
mungkin dengan menggunakan dana serta daya seminimal mungkin.
2. Wert rational
Yaitu tindakan sosial yang rasional, namun yang menyandarkan diri kepada suatu
nilai-nilai absolute tertentu. Nilai-nilai yang dijadikan sandaran ini bias nilai etis,
estetis, keagamaan, atau pula nilai-nilai lain.
3. Affectual
Yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena dorongan atau motivasi yang sifatnya
emosional, seperti halnya ledakan amarah seseorang, ungkapan rasa cinta, rasa belas
kasihan, itu merupakan contoh dari tindakan affectual ini.
4. Tradisional
Yaitu tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada suatu kebiasaan
bertindak yang berkembang di masa lampau (Tradisi). Mekanisme tindakan semacam
ini selalu berlandaskan hukum-hukum normatif yang telah di tetapkan secara tegas
oleh masyarakat.
6. Max Weber II
Wewenang
1. Rational-legal authority
2. Traditional authority
Yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan tradisional. Wewenang ini
diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang ini dapat
dibagi dalam dua tipe, yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah
suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih tua
atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda
dengan patriarkhalisme, patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang
pemimpin bekerjasama dengan kerabat – kerabatnya atau dengan orang – orang terdekat yang
mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya.
Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya sistem norma yang diangap
keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan
bencana baik yang bersifat gaib maupun religious.
Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua dalam rumah
tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai
rumah atau istananya, kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.
3. Charismatic authority
Yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar biasa dari dirinya.
Dalam hal ini, kharismatik harus dipahami sebagai kualitas yang luar biasa, tanpa
memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh – sungguh ataukah hanya berdasarkan
dugaan orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah penguasaan atas
diri orang – orang, baik secara predominan eksternal maupun secara predominan internal,
di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan patuh karena kepercayaan pada
kualitas luar biasa yang dimiliki orang tersebut.
Wewenang kharismatik dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul, pemimpin suku,
pemimpin partai, dan sebagainya.
Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme
Max Weber hidup tatkala Eropa Barat sedang menjurus ke arah pertumbuhan
kapitalisme modern. Situasi demikian mendorong Weber untuk mencari sebab – sebab
hubungan antara tingkah laku agama dan ekonomi, terutama pada masyarakat Eropa
Barat yang mayorias beragama protestan. Titik perhatian Weber sesungguhnya sudah
menjadi perhatian Karl Marx, di mana pertumbuhan kapitalisme modern pada saat itu
telah menimbulkan kegoncangan – kegoncangan hebat di lapangan kehidupan sosial
masyarakat Eropa Barat. Marx dalam persoalan ini mengkhususkan perhatiannya pada
system produksi dan perkembangan teknologi, yang menurut beliau akibat perkembangan
sedemikian itu telah menimbulkan dua kelas masyarakat. Dua kelas dalam masyarakat
tersebut yaitu kelas yang terdiri dari sejumlah kecil orang – orang yang memiliki modal
dan menguasai alat – alat produksi, dan kelas yang terdiri dari orang – orang yang tidak
memiliki modal atau alat – alat produksi. Golongan pertama yang dinamakan kaum
borjuis secaa terus menerus berusaha untuk memperoleh untung yang lebih besar untuk
mengembangkan modal yang sudah mereka miliki. Weber tidak berselisih dengan
pendapat Marx dalam hal ini, terutama tentang ciri – ciri yang menandai tumbuhnya
kapitalisme modern itu.
1. Adanya usaha – usaha ekonomi yang diorganisir dan dikelola secara rasional di
atas landasan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan dan berkembangnya
pemilikan/kekayaan pribadi.
2. Berkembangnya produksi untuk pasar.
3. Produks untuk massa dan melalui massa.
4. Produksi untuk uang.
5. Adanya anthusiasme, etos dan efisiensi maksimal yang menuntut pengabdian
manusia kepada panggilan kerja.
Kerja merupakan suatu tujuan pribadi dari setiap orang, kerja tidak dipandang
sebagai kegiatan yang insidental melainkan sebagai sesuatu yang melekat di dalam
eksistensi hidup manusia. Masyarakat kapitalis memandang manusia terutama sebagai
pekerja dan tidak peduli apapun yang menjadi pekerjaan mereka. Inilah yang disebut
dengan vocational ethics yang merupakan tingkah laku yang menonjol dari Spirit
Kapitalisme modern. Mereka yang miskin vocational ethicsnya akan runtuh, dan mereka
memiliki vocational ethics akan dengan baik meningkatkan prestasi hidupnya.
Selain faktor di atas, ada beberapa elemen dari ekonomi kapitalis, yakni sebagai
berikut.
Dalam catatannya, Weber menyatakan bahwa sebelum kapitalisme modern lahir, telah
lahir etika protestan. Adanya etika protestan menumbuhkan spirit kaptalisme sehingga
lahir dan berkembanglah kapitalisme dalam kehidupan sehari – hari penganut protestan.
Pembuktian ketiga menggunakan hipotesa yang diajukan oleh Weber yang juga
menggunakan angka – angka statistik yang dilakukan di Jerman. Menururtnya, di negeri
Jerman penduduk yang menganut ajaran protestan lebih kaya dibandingkan dengan
penduduk yang menganut ajaran non-protestan. Selanjutnya, anak – anak yang beragama
protestan menunjukkan keberhasilan dalam bersekolah dagang dibandingkan dengan anak
– anak yang beragama non-protestan.
Demikian Weber secara bertahap membuktikan bahwa setiap sekte dalam protestan
memiliki kecenderungan yang sama dalam menunjang kehadiran kapitalisme modern.
Adanya pembuktian tersebut membuat Weber meyakini bahwa spirit kapitalisme memang
lahir dari etik protestan.