Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian menjadi salah satu sektor mata pencaharian utama masyarakat Indonesia.

Pertanian juga memiliki peran penting untuk menunjang kehidupan masyarakat baik untuk

memenuhi kebutuhan pangan maupun industri. Pertanian harus dijaga karena penting dalam

keberlangsungan hidup. Pertanian sendiri terdiri dari beberapa sektor yaitu perkebunan, perikanan,

peternakan, tanaman pangan, dan hortikultura. Umumnya petani di Indonesia adalah petani rakyat

atau petani kecil yang hanya memiliki modal terbatas dalam usahatani. Salah satu sektor pertanian

yang memungkinkan untuk dikelola oleh petani dengan keterbatasan modal adalah subsektor

hortikultura. Tanaman yang termasuk ke dalam hortikultura yaitu tanaman obat atau biofarmaka,

tanaman hias, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Tanaman hortikultura yang merupakan komoditi unggulan dalam agribisnis adalah sayuran

(BPS, 2014). Sayuran secara ekonomis memiliki nilai tambah dan memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan apabila mampu dikelola dengan

baik. Sayuran mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan banyak

dikonsumsi di masyarakat sehingga cukup potensial untuk dijadikan peluang usaha.

Tanaman sayuran dikelompokan menjadi dua yaitu sayuran semusim dan sayuran tahunan.

Sayuran semusim seperti selada, bayam, kangkung, buncis, kentang, dan kubis. Sedangkan

sayuran tahunan seperti jengkol, melinjo, dan petai. Tingkat konsumsi sayuran masih cukup

fluktuatif namun cenderung meningkat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Konsumsi beberapa jenis sayuran musiman di Indonesia


Tahun Pertumbuhan
Komoditi
2011 2012 2013 2014 2015 ( %)
Buncis 0.886 0.782 0.782 0.826 1.147 8.18
Bayam 3.806 3.65 3.494 3.522 4.015 1.6
Kentang 1.564 1.46 1.564 1.476 2.294 12.57
Kangkung 4.328 4.224 3.963 4.087 4.432 0.75
Sawi Hijau 1.251 1.251 1.304 1.422 2.086 14.98
Tomat 2.091 1.877 1.716 1.882 4.171 28.13
Terong 2.555 2.399 2.503 2.434 2.764 2.25

Jika dibandingkan dengan negara tetangga konsumsi sayuran masyarakat Indonesia masih

rendah. Konsusmsi sayuran masyarakat Indonesia rata-rata 41.9 kilogram per kapita per tahun.

Konsusmsi sayuran di Singapura rata-rata 125 kilogram per kapita per tahun. Konsusmsi sayuran

di Malaysia rata-rata 90 kilogram per kapita per tahun. Berdasarkan rekomendasi dari Food and

Agriculture Organization (FAO) rata-rata konsumsi sayuran sebaiknya 73 kilogram per kapita per

tahun.

Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang memiliki potensi dalam bidang

hortikultura. Salah satu komoditi hortikultura yang tumbuh dengan baik di Provinsi Jawa Barat

adalah kangkung. Produksi kangkung tertinggi di Indonesia tersebar di lima provinsi dengan

jumlah produksi yang cukup berfluktuasi. Kangkung memiliki dua jenis yaitu kangkung darat dan

kangkung air. Kangkung yang biasa untuk dikonsumsi adalah kangkung darat (Ipomoea reptans).

Menurut Muchtadi (2000) kangkung adalah sayuran yang tergolong sebagai sumber serat

makanan yang tinggi. Selain itu kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan tidak

memerlukan perawatan khusus serta kangkung banyak diperdagangkan karena harganya relatif

murah. Umur panen kangkung relatif singkat yaitu 25 hingga 30 hari untuk sekali musim tanam.

Kangkung cukup populer di kalangan masyarakat karena mudah didapat dan merupakan sebagai

sumber vitamin, mineral, dan serat. Tanaman kangkung termasuk sayuran yang tahan terhadap
penyakit atau penyakitnya mudah dikendalikan. Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi kangkung

tertinggi adalah Jawa Barat yang merupakan sentra produksi kangkung di Indonesia.

Tabel 2 Jumlah produksi kangkung di Indonesia

Jumlah produksi (Ton)


Provinsi
2013 2014
Jawa Barat 65 419 60 511
Sumatera Utara 22 094 22 174
Jawa Tengah 20 587 27 045
Jawa Timur 17 421 35 220
Sulawesi Selatan 16 622 20 516

Provinsi Jawa Barat memiliki delapan belas kabupaten yang berkontribusi sebagai

penghasil sayuran kangkung. Kabupaten Bogor menduduki posisi pertama sebagai penghasil

kangkung terbesar. Produksi kangkung cukup fluktuatif dan cenderung turun tiap tahunnya.

Produksi kangkung akan terus menurun apabila tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Berikut

produksi kangkung menurut Kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 Jumlah produksi kangkung menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Jumlah Produksi (ton)


Bogor 18 199
Bekasi 8 773
Bandung 6 889
Garut 4 303
Purwakarta 2 866
Bandung Barat 2 412
Indramayu 1 644
Tasikmalaya 1 548
Ciamis 1 177
Cianjur 670
Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang cocok dan potensial untuk memproduksi

tanaman kangkung. Menurut data Jawa Barat dalam Angka dan Direktorat Jendral Hortikultura

produksi kangkung tahun 2014 di Kabupaten


Bogor yaitu sebesar 18 199 ton. Produksi sayuran kangkung tahun 2015 di Kabupaten

Bogor sebesar 17 416 ton. Curah hujan yang cukup di Kabupaten Bogor menjadikan Bogor

penghasil kangkung terbesar. Selain itu kangkung mudah ditanam sehingga perputaran modal

petani lebih cepat dan hasil panen berkelanjutan.

Salah satu sentra daerah produksi kangkung di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan

Kemang tepatnya Desa Bojong. Sebagian besar penduduk di Desa Bojong berprofesi sebagai

petani kangkung dan mengandalkan kangkung sebagai komoditas yang menghasilkan sumber

pendapatan bagi penduduk setempat. Namun seringkali dijumpai permasalahan dalam

pengembangan produksi sayuran kangkung di daerah ini. Beberapa isu utama diantaranya adalah

luas lahan yang beragam, kepemilikan usaha, dan serangan hama dan penyakit. Masalah-masalah

tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam meningkatkan pendapatannya.

Berdasarkan hasil penelitian Zakaria terdapat data sensus pertanian 1993 bahwa rumah tangga

petani yang menguasai lahan sempit (< 0.25 hektar), sebagian besar (56%) masih menjadikan

usahatani sebagai sumber pendapatan.

1.2. Rumusan Masalah

Kecamatan Kemang merupakan daerah sentra tanaman kangkung yang ada di Kabupaten

Bogor. Kecamatan Kemang memiliki potensi untuk mengembangkan usahatani kangkung. Luas

panen, produksi, dan produktivitas pada tiga kecamatan sentra produksi kangkung. Produksi

kangkung di Kecamatan Kemang berada di posisi pertama dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman kangkung berdasarkan tingkat

kecamatan tahun 2015


Kecamatan Luas panen Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
Kemang 952 11 001 11.55
Rancabungur 95 3 440 36.21
Rumpin 33 374 11.35

Kecamatan Kemang terdiri dari beberapa desa yang merupakan penghasil kangkung. Desa

Bojong yang menjadi daerah sentra produksi kangkung dapat menjadi salah satu indikator

keberhasilan usahatani bagi petani di Kecamatan Kemang akan tetapi belum mampu

menggambarkan pendapatan keluarga petani secara keseluruhan. Indikator lain yang diperlukan

untuk menilai keberhasilan usahatani adalah tingkat pendapatan petani. Pendapatan tersebut dapat

diperoleh oleh para petani melalui keragaman usahatani maupun pendapatan lain di luar usahatani.

Desa Bojong adalah salah satu desa yang mengembangkan usahatani kangkung. Desa

Bojong merupakan sentra produksi kangkung di Kecamatan Kemang. Salah satu alasan Desa

Bojong menjadi sentra produksi kangkung karena didukung dengan adanya pembentukan

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Sebagian besar petani di Desa Bojong menanam

komoditas kangkung karena sudah menjadi kegiatan rutin dan didukung dengan iklim yang sesuai
selain itu dilihat dari adanya peluang pasar yang ada. Petani di Desa Bojong selain menanam

komoditas kangkung juga menanam tanaman lain berdasarkan luas tanam dapat dilihat pada Tabel

5.

Tabel 5 Luas panen sayur-sayuran (Ha) di Kecamatan Kemang tahun 2015

Jenis sayuran
Desa
Kacang panjang Terung Mentimun Kangkung Bayam
Bojong 10 14 11 379 388
Kemang 5 5 6 265 272
Semplak barat 4 10 6 228 233
Parakan jaya - 1 - 61 62
Pabuaran 4 2 2 11 12
Atang senjaya - - - 8 8
Pondok udik 1 1 1 - -
Tegal 1 - - - -

Data pada tahun 2011 menunjukkan produksi kangkung di Desa Bojong paling tinggi yaitu sebesar

1 140 kg, produksi kangkung terbesar kedua di Desa Semplak Barat dan Desa Kemang sebesar

780 kg, serta produksi terbesar ketiga adalah Desa Parakan Jaya sebesar 240 kg. Menurut data dari

Badan Pusat Statistik dalam buku Kecamatan Kemang dalam Angka Tahun 2017 luas panen

tanaman kangkung tertinggi adalah Desa Bojong yaitu seluas 379 Ha. Penelitian Dewi (2014)

mayoritas petani mengusahakan sayuran di lahan sempit (berukuran kecil), yaitu lahan kurang dari

0.25 hektar dan tidak cukup banyak petani yang mengusahakan kangkung pada lahan luas. Hal

tersebut akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan diterima petani. Selain

itu dari segi biaya, biaya input yang dikeluarkan oleh petani lahan luas lebih murah dibandingkan

petani lahan sempit.

Merujuk pada penelitian sebelumnya Cempaka (2013) petani dengan lahan yang lebih luas

seringkali membeli input pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, herbisida, dalam jumlah banyak

(borongan) sehingga petani dengan lahan luas menerima harga yang lebih murah. Hal ini berbeda
dengan petani yang memiliki lahan sempit, petani membeli input pertanian dalam jumlah sedikit

atau eceran sehingga harga input yang dibayarkan petani lahan sempit menjadi lebih mahal. Hal

ini sesuai dengan teori economy of scale dimana semakin besar skalanya biaya yang dikeluarkan

menjadi lebih efisien. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pendapatan

dan efisiensi petani kangkung yang memiliki lahan sempit dan petani yang memiliki lahan luas.

Desa Bojong sebagai produksi kangkung terbesar dianggap memiliki pendapatan yang

besar pula. Produksi yang besar dalam usahatani menjadi tidak berarti jika total biaya produksi

besar pula, sehingga dibutuhkan pengelolaan usahatani yang tertata dengan baik. Hal yang harus

dilakukan oleh para petani adalah memperoleh rasio yang cukup besar antara pendapatan usahatani

dibandingkan total biaya produksi yang dikeluarkan petani. Semakin besar rasio yang didapatkan

petani maka semakin tepatlah pemilihan dalam menggunakan sumberdaya pada usahatani yang

dilakukan para petani. Selain itu apabila petani 5


menerima imbalan terhadap faktor produksi usahatani kangkung seperti modal dan tenaga kerja

yang lebih tinggi daripada biaya imbangannya maka pilihan petani untuk melakukan usahatani

kangkung sudah tepat.

Produksi yang tinggi tidak menjamin pendapatan petani tinggi pula, dan berdasarkan uraian

tersebut maka perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani kangkung dengan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah usahatani sayuran kangkung menguntungkan bagi petani lahan luas dan petani

lahan sempit?

2. Bagaimana imbalan tenaga kerja (return to family labour) dan imbalan modal (return to

total capital) petani kangkung lahan luas dan petani kangkung lahan sempit?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian

ini adalah :

1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran kangkung petani lahan

luas dan petani lahan sempit di

2. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to family labour) dan imbalan modal (return to

total capital) petani kangkung lahan luas dan petani kangkung lahan sempit

Anda mungkin juga menyukai