Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. .Salah satu subsektor

yang memiliki peranan penting dalam pembangunan pertanian adalah subsektor tanaman

pangan. Beberapa peran strategis subsector tanaman pangan diantaranya dalam hal

pertumbuhan dan pengembangan ketahanan pangan, PDB (Produk Domestik Bruto),

kesempatan kerja serta sumber pendapatan perekonomian regional dan nasional. Peranan

tanaman pangan dalam hal mewujudkan ketahanan pangan erat kaitannya dengan

ketahanan sosial, stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Bahan pangan yang tidak

tersedia dengan cukup dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat akan

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas baik dari segi ekonomi maupun

sosial (Hafsah, 2004).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dengan laju

pertumbuhan mencapai 1,3 persen per tahun, maka kebutuhan akan pangan semakin

meningkat. Alternatif solusi untuk mengatasi masalah pertumbuhan konsumsi adalah

program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan berarti menggantikan beras,

tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat

dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan.

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang undang

Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai usaha

mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup,

mutu dan gizi yang layak, aman konsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 pembangunan subsektor tanaman pangan harus
dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian dengan

memanfaatkan keunggulan agroekosistem masing-masing daerah kabupaten atau kota

(Nurmala, 2011).

Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat

rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada

keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber

pangan yang strategis adalah tanaman pangan dan palawija. Tanaman ini sebagai sumber

karbohidrat dalam pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tanaman padi dan

palawija harus dijaga ketersediaannya dan terjangkau oleh masyarakat.

Tanaman pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan antara lain padi, jagung,

ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, kedelai, dan lain-lain. Ubi jalar merupakan salah

satu komoditas tanaman pangan yang memberikan sumbangan terhadap PDB yang cukup

signifikan dan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Disamping itu juga

komoditi ini telah memberikan sumbangan terhadap devisa negara melalui ekspor dalam

bentuk tepung. Net ekspor-impor ubi jalar adalah satusatunya komoditas tanaman pangan

yang selalu positif. Ubi jalar menjadi salah satu dari dua puluh jenis pangan yang

berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu dari sekian

tanaman pangan yang alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Hal

ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ubi jalar merupakan (1) sumber karbohidrat

keempat setelah padi, jagung dan ubi kayu; (2) memiliki produktivitas tinggi

dibandingkan dengan beras dan ubi kayu; (3) memiliki potensi diversifikasi produk yang

cukup beragam; (4) memiliki potensi permintaan pasar baik lokal, regional maupun

ekspor yang terus meningkat; (5) serta memiliki kandungan gizi yang cukup beragam dan

tidak dimiliki oleh tanaman pangan lainnya (Defri, 2011).

Pada saat ini budidaya ubi jalar sangatlah mudah untuk dilakukan oleh petani,

dapat ditanam disawah maupun diladang. Total luas panen ubi jalar di Indonesia pada
tahun 2011 mencapai 177.040 hektar dengan tingkat produksi sebesar 1.887.005 ton dan

produktivitasnya mencapai 10,66 ton per hektarnya (Badan Pusat Statistik Indonesia,

2011). Hal ini juga dirasakan Provinsi Jambi yang tingkat produksi ubi jalarnya

meningkat ditiap tahunnya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa barat, 2012).

Pengembangan potensi ubi jalar pun tersebar diseluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sentra produksinya, produksi ubi jalar terbesar di Provinsi Jawa Barat adalah

Kabupaten Majalengka, Cirebon, Kuningan. Dari ketiga kabupaten tersebut, Kabupaten

majalengka merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar di Provinsi Jawa barat dengan

rata-rata produktivitasnya hanya mencapai 32,24 ton per hektar (Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Kabupaten Majalengka, 2012). Kecamatan Talaga merupakan wilayah

dataran tinggi yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang relatif baik, sehingga dikenal

sebagai daerah pertanian. Talaga merupakan kecamatan penghasil ubi jalar terbesar di

Kabupaten Majalenngka (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Majalengka,

2012). Akan tetapi produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 40 ton per

hektar (Purwono dan Purnamawati, 2013), mengingat keadaan alam dan topografi

Kabupaten Majalengka yang sangat subur dengan jenis tanah yang sebagian besarnya

berjenis andosol, dengan kelembaban udara 65- 97% serta suhu udara antara 18-29°C

yang sangat cocok dengan ubi jalar.

Untuk mencapai produksi yang optimal bahkan maksimal harus didukung dengan

beberapa faktor yang mempengaruhi produksi seperti lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan

tenaga kerja). Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui signifikansi dan

besarnya pengaruh faktor produksi lahan, tenaga kerja, bibit, dan herbisida terhadap

produksi ubi jalar di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka.

1.2. Rumusan Masalah

Ubi jalar di Kabupaten Majalengka merupakan komoditas yang berpotensi

pada tahun 2008 hingga tahun 2011 dan Kabupaten Majalengka merupakan
penghasil ubi jalar terbesar di Jawa Barat. Salah satu kecamatan di Kabupaten

Majalengka yaitu Kecamatan Talaga merupakan kecamatan dengan produksi ubi

jalar terbesar dibandingkan dengan kecamatan lain yang memproduksi ubi jalar.

Namun produksi ubi jalar di Kecamatan Talaga dalam 3 terlihat tren yang

menurun. Pada tahun 2009 produksi ubi jalar sebesar 23.732 kuintal dan terus

megalami penurunan produksi ubi jalar hingga pada tahun 2012 produksi ubi jalar

menjadi 18.253 kuintal.

Kecamatan Talaga sebagai sentra produksi ubi jalar terbesar di

Kabupaten Majalengka, seharusnya dapat menjaga produksinya untuk tetap terus

meningkat. Namun yang terjadi justru produksi ubi jalar menurun setiap

tahunnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan faktor produksi yang

belum efisien. Oleh karena itu , penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui

tingkat efisiensi penggunaan input dalam usahatani ubi jalar. Berdasarkan latar

belakang permasalahan tersebut, penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan

penelitian

1. Seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi bibit, pupuk

kandang, pupuk urea, pestisida dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi ubi

jalar dan

2. Tingkat efisiensi yang dihasilkan oleh petani ubi jalar di Kecamatan

Talaga Kabupaten Majalengka

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh penggunaan faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk urea,

pestisida dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi dalam kegiatan usahatani ubi jalar di

Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka.


2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga dn efisiensi ekonomis dalam

kegiatan usahatani ubijalar di Kecamatan Talaga kabupaten Majalengka.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai referensi bagai Penyelenggara usahatani ubi jalar di Kecamatan Talaga

Kabupaten Majalengka agar dapat meningkatkan produksi ubi jalar secara efisien.

2. Sebagai referensi bagi pemerintah dan dinas terkait Kecamatan Talaga Kabupaten

Majalengka dalam menentukan kebijakan ekonomi, terutama dalam pembangunan sektor

pertanian pada umumnya.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian di bidang yang sama.

1.3. Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah kegiatan untuk memproduksi di lingkungan pertanian

yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang

diperoleh. Untuk mencapai efisiensi usahatani ubi jalar baik itu efisiensi teknis,

efisiensi harga maupun efisiensi ekonomi diperlukan suatu kombinasi dari

penggunaan faktor-faktor produski. Penggunaan faktor produksi yang efisien turut

mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam suatu usahatani.

Keterkaitan antara faktor-faktor produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan

serta efisiensi produksi dijabarkan dalam gambar kerangka pemikiran teoritis

berikut ini

1.4. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,

atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akn terjadi. Hipotesisi merupakan

pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam penelitin,

serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Hipotesis merupakan jawaban


sementara yang disusunoleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya

melalui penelitian yang dilakukan. Hipotesis berupa pernyataan mengenai konsep

yang dapat dinilai benar atau salah jika menunjuk pada suatu fenomena yang

diamati dan diuji secara empiris. fungsi dari hipotesis adalah sebagai pedoman

untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan apa yang kita harapkan

(Mudrajad,2003).

Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan

sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Diduga penggunaan faktor produksi bibit berpengaruh positif terhadap

jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka.

2. Diduga penggunaan faktor produksi pupuk kandang berpengaruh

positif terhadap jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka.

3. Diduga penggunaan faktor produksi pupuk urea berpengaruh positif

terhadap jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka.

4. Diduga penggunaan faktor produksi pestisida berpengaruh positif

terhadap jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka.

5. Diduga penggunaan faktor produksi jumlah tenaga kerja berpengaruh

positif terhadap jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka.

6. Diduga penggunaan faktor – faktor produksi bibit, pupuk, pestisida

dan tenaga kerja secara bersama-sama berpenfaruh positif terhadap

jumlah produksi ubi jalar di kabupaten Majalengka.


7. Diduga terjadi inefisiensi penggunaan faktor – faktor produksi pada

tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis

usahatani ubi jalar di kabupaten Majalengka

Anda mungkin juga menyukai