Anda di halaman 1dari 11

BAB III

ANALISA KASUS

Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena tidak


bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai dan lengan kanan yang
terjadi secara tiba-tiba. Hal ini mengarahkan terjadinya stroke, stroke menurut
WHO (World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan
otak.2
Sejak ± 1 hari SMRS, saat penderita beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kanan, kurang lebih tiga jam
berikutnya disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan penderita merasa
sakit kepala, yang tidak disertai mual dan muntah, tanpa disertai kejang, tidak
terdapat gangguan rasa pada sisi yang lumpuh, tanpa disertai rasa baal,
kesemutan dan nyeri. Kelemahan pada tungkai dan lengan kanan dirasakan sama
berat. Kelemahan yang terjadi tiba-tiba saat penderita beraktivitas mengarahkan
pada kemungkinan stroke yang disebabkan karena emboli serebri atau
perdarahan serebri. Stroke yang disebabkan emboli serebri atau perdarahan
serebri umumnya terjadi saat beraktivitas dan pada siang hari, hal ini berbeda
dengan stroke yang di sebabkan trombosis serebri karena jenis stroke tersebut
sering terjadi sewaktu bangun tidur atau saat istirahat.9 Saat serangan penderita
merasa sakit kepala tanpa disertai mual dan muntah, sakit kepala pada kasus
stroke disebabkan oleh adanya ancaman kerusakan jaringan otak yang
dipersepsikan sebagai sakit kepala sementara tidak adanya mual muntah
menyingkirkan kemungkinan stroke yang terjadi disebabkan oleh perdarahan

71
72

intraserebral dan perdarahan subarachnoid, karena pada stroke yang disebabkan


oleh perdarahan akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial hingga dapat
menyebabkan mual muntah proyektil. Pada kasus ini serangan stroke tanpa
disertai kejang, tidak terdapat gangguan rasa pada sisi yang lumpuh, tanpa
disertai rasa baal, kesemutan dan nyeri. Kelemahan pada tungkai dan lengan
kanan dirasakan sama berat. Tidak adanya kejang, mengarahkan pada letak lesi
kemungkinan bukan terdapat di korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di
korteks serebri biasanya terdapat kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sisi
yang lumpuh, tanpa disertai rasa baal, kesemutan dan nyeri. Pada kasus ini
kemungkinan lesi terletak di subkorteks serebri. Lesi di kapsula interna tidak
menunjukkan adanya defisit sensorik dan lesi pada korteks serebri menunjukkan
defisit sensorik karena pada korteks terdapat bagian korteks sensorik yang
berfungsi untuk mengenal, menginterpretasi dan menyadari rangsang sensorik.9
Pada kasus kelemahan pada tungkai dan lengan kanan dirasakan sama
berat, kemungkinan letak lesi pada kasus ini terletak di subkorteks serebri
ataupun di kapsula interna, karena di tingkat kapsula interna kawasan serabut
kortikospinal yang menyalurkan impuls untuk gerakan tungkai dan lengan
diperdarahi oleh satu arteri yang sama yaitu arteri lentikulostriata, sehingga
derajat kelumpuhan pada tungkai dan lengan sama berat.10
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita
kesulitan mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat.
Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan,
tulisan dan isyarat. Hal ini menunjukan bahwa pada kasus ini lesi mengenai
hemisferium yang dominan dan kemungkinan letak lesi di korteks serebri dan
subkorteks, dan mengenai area Broca dan tidak mengenai area Wernicke. Area
Broca terdapat di hemisferium dominan dan apabila aliran darah ke area Broca
terganggu maka penderita akan mengalami afasia motorik.20
73

Saat serangan penderita mengalami jantung berdebar-debar tanpa disertai


sesak napas, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan stroke pada kasus ini
disebabkan oleh emboli serebri, karena pada stroke emboli serebri terjadi karena
adanya gumpalan darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, kemudian
menyumbat aliran darah di otak. Bekuan darah yang dari jantung ini biasanya
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium),
kalainan jantung, infeksi di dalam jantung.2 Penderita sering mengeluh sakit
kepala bagian belakang yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam
hari. Penderita belum tahu menderita hipertensi, pada saat serangan tekanan
darah penderita 190/100 mmHg. Penderita pada kasus ini menderita hipertensi
grade II, hipertensi merupakan faktor utama, baik pada stroke iskemik maupun
stroke hemorragik. Hal ini disebabkan hipertensi memicu proses aterosklerosis
yang dikarenakan tekanan darah tinggi. Akibatnya mendorong Low Density
Lipoprotein (LDL) kolestrol untuk lebih mudah masuk ke dalam intima lumen
pembuluh darah dan menurunkan elastisitas pembuluh darah.21 Penderita tidak
pernah mengalami koreng dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh
sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal,
tidak nyeri dan sembuh sendiri, pada kasus ini menyingkirkan kemungkinan
faktor yang memperberat terjadinya stroke adalah sifilis, karena manifestasi
klinis sifilis tahap kedua merupakan tahap spiroketemia yang dapat menimbulkan
lesi vaskuler dan infeksi selaput otak. Lesi vaskuler yang menimbulkan infark
regional di otak disebabkan oleh oklusi lumen arteri akibat reaksi proliferative
terhadap Treponema pallidum yang berada di saluaran darah.22 Penderita tidak
pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, hal ini menyingkirkan
kemungkinan kelumpuhan yang terjadi akibat dari lesi di medula spinalis. Istri
penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih dari 16
minggu, tidak ada riwayat tersebut menyingkirkan kemungkinan faktor risiko
terjadinya defisit neurologis pada kasus ini adalah karena infeksi Toxoplasma,
74

pada Toxoplasmosis cerebri ditandai dengan defisit neurologis yang biasanya


terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara.22 Trauma tidak ada,
menyingkirkan kemungkinan defisit neurologis yang terjadi akibat trauma,
karena umumnya individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi
motorik abnormal, gerakan mata abnormal, dan peningkatan TIK serta memiliki
prognosis yang buruk. Penderita merokok ± 1 bungkus perhari, merokok
merupakan faktor risiko terjadinya stroke, nikotin dalam rokok menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Arteri juga mengalami penyempitan dan dinding pembuluh darah. Sehingga
merokok pada kasus ini menjadi salah satu faktor risiko terjadinya stroke.21
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Prognosis pada kasus
ini lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang. Stroke berulang
merupakan penyebab penting kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2%
sampai 9%. Stroke berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih
buruk daripada stroke pertama.
Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada
stroke hemoragik. Didapatkan Siriraj Skor dan skor gajah mada pada pasien:
Siriraj Skor (2,5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 100) - (3 x 1) – 12 = -0,5.
Interpretasi: Meragukan, diperlukan pemeriksaan CT-Scan.
Gajah Mada Skor: Nyeri kepala (+), Penurunan kesadaran (+), Refleks
Babinski (-)  ditemukan 2 dari 3, menandakan bahwa stroke hemoragik.
Pada pemeriksaan neurologi kekuatan otot lengan kanan belum bisa dinilai
disertai hipertonus, hiperefleks dan refleks patologis oppenheim positif pada
lengan dan tungkai yang mengalami kelemahan. Hal ini terjadi akibat kerusakan
pada upper motor neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada stroke
penurunan aliran darah serebral mengakibatkan defisit neurologi sehingga
mengakibatkan kerusakan neuron motorik yaitu pada kasus ini upper motor
neuron.
75

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan dislipidemia. Dislipidemia


yaitu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolestrol LDL dan penurunan kadar kolestrol HDL
dalam darah. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko yang terpenting dari
penyakit serebrovaskular dan penyakit kardiovaskular. Faktor tersebut
diakibatkan adanya atherosklerosis dalam darah yang ditimbulkan dari disfungsi
endotelial yang akan menimbulkan gangguan peredaran darah. Dislipidemia
sering mengakibatkan stroke non-hemoragik (stroke iskemik) akibat trombosis
dan pembentukan embolus.21
Pada pemeriksaan CT- Scan ditemukan infark cerebri di parasagital basal
frontal kanan/kiri. Pada kasus terdapat hemiparese dextra dan afasia motorik
subkortikal, hemiparese ini kontralateral dengan letak lesi di parasagital basal
frontal sehingga merupakan hemiparese tipikal.19

3.1. Diagnosa Banding Klinis

LMN (Perifer) UMN(Sentral)/ Pada penderita


FLAKSID SPASTIK ditemukan gejala
Hipotonus Hipertonus Hipertonus
Hiporeflexi Hiperrefleks Hiperrefleks
Refleks patologis (-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (+)

Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)


Jadi, tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe spastik
76

3.2. Diagnosa Banding Topik


Lesi di subkorteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:

- Defisit motorik - Hemiparese dextra tipe spastik


- Afasia motorik subkortical - Afasia motoric
- Kelemahan lengan dan tungkai sama - Terdapat kelemahan sama berat pada
berat lengan dan tungkai
Jadi kemungkinan lesi di cortex cerebri dapat ditegakkan.
Lesi di korteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:

- Defisit motorik - Hemiparese dextra tipe spastik


- Gejala iritatif - Tidak terdapat gejala iritatif berupa
kejang
- Gejala fokal (kelemahan lengan dan - Tidak terdapat gejala fokal berupa
tungkai tidak sama berat) kelumpuhan lengan dan tungkai yang
tidak sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang - Tidak terdapat gejala sensorik pada
lemah sisi kanan
- Afasia motorik kortikal - Terdapat afasia motorik subkortikal
Jadi kemungkinan lesi di korteks serebri tidak dapat ditegakkan.
Lesi di kapsula interna hemisfer: - Pada penderita ditemukan gejala:

- Gejala defisit motorik - Hemiparese dextra tipe spastik


- Parese N. VII - Tidak terdapat parese N. VII
- Parese N. XII - Tidak terdapat parese N. XII
- Kelemahan di lengan dan tungkai - Terdapat kelemahan di lengan dan
sama berat tungkai yang sama berat
Jadi kemungkinan lesi di kapsula interna tidak dapat ditegakkan.
KESIMPULAN: diagnosa topik pada penderita lesi di subkorteks serebri.
77

3.3 Diagnosa Banding Etiologi

Diagnosis Banding Etiologi


1) Emboli Cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Kehilangan kesadaran
- Didahului jantung berdebar - Terdapat jantung berdebar
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat aktifitas
Jadi, kemungkinan etiologi emboli cerebri belum dapat disingkirkan

2) Trombosis serebri Pada penderita ditemukan gejala


- Tidak ada kehilangan kesadaran - Kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi trombosis dapat disingkirkan karena dari 2
penilaian tidak ada kriteria yang terpenuhi.

3) Hemorrhagic Pada penderita ditemukan gejala :


- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Terdapat kehilangan kesadaran
- Terjadi saat aktivitas - Terjadi saat beraktifitas
- Didahului sakit kepala, mual dan - Didahului sakit kepala, tanpa
atau tanpa muntah mual dan muntah
- Riwayat Hipertensi - Tidak diketahui riwayat
hipertensi
Jadi, kemungkinan etiologi hemorrhagic kemungkinan dapat
disingkirkan karena dari 4 penilaian hanya 2 kriteria yang terpenuhi.

KESIMPULAN: diagnosa etiologi pada pasien adalah emboli cerebri.


78

Selama di rawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI, Tn. S diberikan


perawatan dan juga obat-obatan farmakoterapi berupa bed rest, IVFD RL gtt
XX/menit, O2 10 L/menit NRM, inj. Citicoline 2 x 500 mg (I.V), inj. Ranitidin 2
x 1 amp (I.V), inj. Dexamethasone 3 x 1 amp (I.V), Drip Manitol 4 x 125,
Neurodex 1 x 1 tab, Amplodipin 1 x 10 mg (h.m.), Candesartan 1 x 16 mg (h.n.),
Spironolakton 1 x 25 mg (h.m.) Aspilet 1 x 80 mg, Clorpromazin 1 x 25 mg
(s.n.s.), Sucralfat sirup 3 x 1 coch, Parasetamol 3 x 500 mg, dan Ambroxol 3 x 1
coch.
Sejak hari pertama di rawat penderita diberikan injeksi Citicoline. Obat ini
digunakan untuk memperbaiki sel-sel saraf. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa citicoline diberikan untuk memperbaiki membran saraf lewat
sintesis fosfatidikolin dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak.8
Injeksi Ranitidin juga diberikan sejak hari pertama lalu pada hari keempat
di tambah dengan Sucralfat sirup per oral. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan stroke akut dianjurkan diberikan profilaksis antagonis H2 reseptor
untuk mengurangi komplikasi sistemik akibat stroke termasuk perdarahan gastro
intestinal.8
Injeksi Dexamethasone pada penderita Tn. S juga diberikan sejak hari
pertama. Dexamethasone diberikan untuk meningkatkan level kesadaran pada
stroke iskemik akut yang berkaitan dengan oedema paru.8
Drip Manitol pada pasien diberikan pada hari kedua selama lima hari. Obat
manitol merupakan obat golongan diuretik yang bekerja dengan meningkatkan
tekanan osmosis dari filtrat glomerular yang menginhibisi reabsorpsi tubular air
elektrolit dan meningkatkan output urine. Manitol digunakan untuk menurukan
tekanan intrakranial karena edema serebral.8 Pada Tn. S diberikan Manitol untuk
mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Neurodex diberikan sejak hari pertama perawatan hingga hari terakhir.
Neurodex penting diberikan karena mengandung suplemen vitamin B kompleks
79

(vitamin B1, B6, B12) yang berfungsi sebagai neurotropik (nutrisi sel saraf)
untuk melindungi dan menjaga fungsi saraf.8
Pada Tn. S diberikan obat antihipertensi kombinasi polifarmasi berupa
Amlodipin, Candesartan, dan Spironolakton. Kombinasi tiga obat antihipertensi
ini diberikan ketika tekanan darah Tn. S meningkat sebesar 170/90 mmHg
setelah tiga hari terapi drip titrasi Nicardipine 2 amp dalam NaCl 100 ml
dihentikan. Polifarmasi antihipertensi ini sesuai dengan Pedoman Tatalaksana
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Pada pasien hipertensi stage 2 tekanan
darah ≥ 160/100 mmHg diberikan kombinasi antihipertensi golongan CCB
(Calcium Channel Blocker) atau Thiazide + ACE-i (Angiotensin Converting
Enzym-inhibitor) atau ARB (Angiotensin Reseptor Blocker) + Spironolacton atau
B blocker.18 Amplodipin merupakan dihidropyridine calcium channel antagonist
yang menghambat masuknya kalsium ekstraseluler menuju otot polos pembuluh
darah melalui blokade dari kalsium yang menyebabkan relaksasi dari otot
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah.8 Candesartan
merupakan obat golongan angiotensin reseptor bloker. Bekerja pada reseptor
angiotensin sehingga dapat menghambat efek dari angiotensin II yang
mengakibatkan tekanan darah menjadi turun dan meningkatkan pasokan oksigen
ke jantung.8 Spironolakton pironolakton berkompetisi dengan aldosteron pada
reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan ekskresi air
selama konversi ion kalium dan hidrogen, juga dapat memblok efek aldosteron
pada otot polos arteriolar.19
Aspilet diberikan pada penderita sejak hari pertama perawatan dan
tatalaksana awal di IGD. Pemberian aspilet secepat mungkin merupakan
tatalaksana antiplatelet dasar pada pasien yang dicurigai stroke iskemik, STEMI
dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Cara kerja aspilet adalah
menginhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2.8
80

Pada Tn. S diberikan Chlorpromazine untuk mengatasi cegukan (singultus)


yang tidak berhenti dalam waktu tiga puluh menit. Cegukan diakibatkan oleh
menutupnya plica vocalis (pita suara) secara tba-tiba dipicu kontraksi diafragma.
Obat ini diberikan hanya jika keluhan cegukan muncul. Chlorpromazine (CPZ)
merupakan obat golongan fenotiazin yang memblokade dopamine pada reseptor
pasca sinaptik neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal. CPZ mempunyai cara kerja dengan memblokade reseptor D2 di
mesolimbik, di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Salah
satu efek kerja CPZ yang diperlukan pada kasus ini adalah CPZ dapat memberikan
efek penenang dan dapat mempengaruhi atau mencegah muntah yang disebabkan
oleh rangsangan pada chemoreseptor trigger zone sehingga cegukan pada
penderita dapat diatasi.20
Paracetamol diberikan pada hari ke empat akibat adanya keluhan suhu tubuh
yang meningkat. Sesuai dengan teori, mekanisme kerja paracetamol yang utama
adalah menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat 2 enzim cyclooksygenase yaitu cyclooksygenase-1 (COX-1) dan
cyclooksygenase-2 (COX-2). Namun efeknya lebih selektif terhadap COX-2
sehingga tidak menghambat pembentukan tromboksan yang bertanggung jawab
terhadap pembekuan darah. Selain itu, obat ini juga bekerja di sistem syaraf pusat
dengan mempengaruhi hipotalamus untuk menurunkan sensitifitas reseptor nyeri
dan termostat yang mengatur suhu tubuh.19
Ambroxol diberikan pada hari kelima rawat inap saat kesadaran sudah
membaik sehingga refleks batuk mulai timbul. SMRS Tn. S telah memiliki riwayat
penyakit batuk berdahak namun saat masuk rumah sakit dengan keadaan
penurunan kesadaran riwayat batuk berdahak ini tidak diketahui dikarenakan
refleks batuk menurun saat terjadi penurunan kesadaran. Ambroxol adalah
metabolit dari bromexine yang merupakan agen mukolitik. Obat golongan ini
dapat meningkatkan kuantitas dan menurunkan viskositas sekresi
81

tracheobronchial serta meningkatkan mucociliary transport melalui stimulasi


motilitas silia. 19

Anda mungkin juga menyukai