PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian
kinerja keseluruhan program.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang tersebut sebuah studi evauasi telah dilakukan untuk
menjawab masalah penelitian sebagai berikut:
1. Sejauh mana tujuan dan target penemuan kasus tuberkulosis (TB) yang
telah ditetapkan melalui strategi DOTS telah tercapai di Puskesmas
Dumai Kota?;
C. TUJUAN KEGIATAN
1. Tujuan Umum
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
2. Bagi Puskesmas
3. Bagi Masyarakat
Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penyakit
tuberkulosis dan pentingnya mendapatkan pengobatan sampai tuntas,
meningkatkan peran serta masyrakat dalam pencapaian masyarakat
bebas tuberkulosis.
E. METODOLOGI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya2. Patogenesis tuberkulosis
paru ada 2, yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel
infeksius ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-
paru. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut afek primer. Dari afek
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal),
dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
B. Penularan
nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat dikeluarkan 3000 droplet. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
Setelah itu kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah dan sistem limfe. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Karena
proses terjadinya infeksi oleh kuman TB biasanya secara inhalasi, maka TB paru
merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. 2,7
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar
1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan
akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000
penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)
akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan
sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat
pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas
pasien TB.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
Sewaktu (SPS) 2:
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
dahak pagi.
Pemeriksaan Biakan
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT
serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi 2:
laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut
D. Diagnosis TB paru
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
E. Pengobatan
pengobatan yang cukup dan tepat serta pengawasan menelan obat setiap hari
9
terutama pada fase awal.
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan obat anti tuberkulosis yang
dipakai program sesuai dengan rekomendasi WHO berupa OAT jangka pendek
yang terdiri dari 4 kategori. Setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase
awal/intensif dan fase lanjutan/intermiten. Adapun perincian OAT program adalah
sensitif + Quinolon
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
13,14 :
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3
Dosis Kategori 1
TAHAP INTENSIF
SELAMA 5 BULAN
TIAP HARI TIAP HARI
2 BULAN 1 BULAN
+ 5 Tab Etambutol
5 tab 4 FDC
+ 5 ml Strepto
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu
selama pengobatan. Pemantauan efek samping obat dapat dilakukan dengan cara :
OAT.
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek
samping ringan.
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.
Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita
untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pengobatan OAT
dapat diteruskan.
Tabel 2.3 Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya 2
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu
gagal.
Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
Default (Putus berobat) : Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-
sebab apapun.
Pengelolaan Logistik
logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan logistik lainnya. UPK dalam hal ini
permintaan ke Kabupaten/Kota. 2
a. Logistik OAT 2.
Program menyediakan paket OAT dewasa dan anak, untuk paket OAT
• OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) / Fixed Dose Combination
(FDC) terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2 dan sisipan yang dikemas dalam
• OAT dalam bentuk Kombipak terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2, dan
sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis, kombipak ini disediakan
• Alat Laboratorium terdiri dari: Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan,
rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet,
• Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak
bahan KIE.
a. Penatalaksanaan P2TBC
1. Penemuan penderita.
2. Pengobatan
1. Supervisi
2. Pertemuan monitoring :
d. Promosi
berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh
mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam
2
berguna untuk kepentingan perencanaan program.
dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang
komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud
survailans harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan
dalam pengolahan dan analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari
Unit Pelayanan Kesehatan/UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter
Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
• Angka Konversi
• Angka Kesembuhan
yang lain untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend)
ANALISIS MASALAH
LINGKUNGAN :
OUT
Fisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Ekonomi dan Kebijakan
INPUT : PROSES :
P1 P1 P3 OUTPUT OUTCOME
Man Money Method Material machine
Masalah adalah kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai
dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas.
Permasalahan yang timbul terdapat pada outcome dimana hasil kegiatan tidak
sesuai Standar Pelayanan Minimal. Dengan demikian didapatkan ciri-ciri masalah
sebagai berikut :
1.IDENTIFIKASI MASALAH
6.Penetapanpemecahan 3.Penentuan
masalah terpilih Penyebab Masalah
c. Analisis Lingkungan
Tabel 4
Analisis Lingkungan
LINGKUNGAN KELEBIHAN KEKURANGAN
Kelurahan Terdapat kader 1. Kurangnya pengetahuan dan
Posyandu disetiap keaktifan kader
kelurahan 2. Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan
(khususnya masalah TB paru)
3. Tidak adanya kerjasama lintas
sektoral seperti kelurahan,
PKK,UPK swasta, dll.
d. Outcome
Hasil kegiatan cakupan penemuan kasus TB paru sesuai Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis Depkes RI di wilayah kerja Puskesmas
Dumai Kota bulan Januari – Desember 2013 belum mencapai target 70%.
2. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah
Berdasarkan analisis input, proses dan lingungan di atas, rumusan
kemungkinan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR (Case Detection
Rate) TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut.
a. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh tenaga kesehatan
b. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang (termasuk
analis laboratorium)
c. Kurang terlibatnya kader posyandu
d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak
e. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang
f. terdapat perbedaan persepsi petugas dan pelaksana dalam meninterpretasi
pedoman kegiatan program P2TB
g. Kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau
institusi pemerintah
h. Belum terdapatnya PHNKit dan Kelengkapan peralatan laboratorium
yang masih kurang
i. Ketidaklengkapan antara data-base pencatatan dan pelaporan
yang tersedia pada komputer DKK dan data pencatatan
dan pelaporan manual.
j. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB sesuai pedoman
k. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk
menjaring kasus TB
l. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam di
seluruh Indonesia, yaitu 107 kasus/100,000 penduduk, untuk semua kota,
kabupaten dan kecamatan
m. Kompleksitas kasus yang dihadapi menyebabkan follow up
tidak maksimal.
n. Tidak terjalinnya komunikasi yang baik dengan pihak UPK lain (RS,
klinik,dll)
o. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif)
p. Kurang ketatnya fungsi pengawasan, penilaian & pengendalian oleh oleh
koordinator program
q. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader
r. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
(khususnya masalah TB paru)
s. Tidak adanya kerjasama lintas sektoral seperti kelurahan, PKK,UPK
swasta, dll.
Dari rumusan kemungkinan masalah seperti di atas, dapat
digambarkan dalam diagram fish bone sebagai berikut
MAN MONEY
1. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata Dana yang diturunkan untuk
oleh tenaga kesehatan INPUT kegiatan P2TB masih kurang
2. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih
kurang (termasuk analis laboratorium)
3. Kurang terlibatnya kader posyandu
4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak
METHODE
MATERIAL 1. terdapat perbedaan persepsi petugas dan
Belum terdapatnya PHN Kit & pelaksana dalam meninterpretasi pedoman
kegiatan program P2TB
Kelengkapan peralatan
2. Kerjasama antara institusi pemerintah dan
laboratorium
swasta, atau institusi pemerintah
MACHINE : ketidaklengkapan antara data-base
pencatatan dan pelaporan yang tersedia pada komputer DKK
dan data pencatatan dan pelaporan manual.
Tercapainya
Target CDR
1. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB TB paru
2. Program TB hanya mengandalkan Passive Case P1 Kurang
Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB ketatnya
3. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB fungsi
yang seragam di seluruh Indonesia, pengawasan,
1. Kurangnya pengetahuan dan
penilaian &
pengendalia keaktifan kader
1. Kompleksitas kasus yang dihadapi n oleh oleh 2. Kurangnya pengetahuan
menyebabkan follow up tidak
P2 koordinator masyarakat tentang kesehatan
maksimal. program. (khususnya masalah TB paru)
2. Miskomunikasi dengan pihak UPK P3 3. Tidak adanya kerjasama lintas
lain (RS, klinik,dll)
sektoral seperti kelurahan,
3. penjaringan terlalu longgar (terlalu
sensitif) PROSES LINGKUNGAN PKK,UPK swasta, dll
34
3. Penyebab Masalah Paling Mungkin
Setelah melakukan konfirmasi kepada petugas P2TB dan karyawan
Puskesmas Dumai Kota, maka berdasarkan analisis penyebab masalah di atas
didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu :
a. Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
(Passive Case Finding, PCF);
b. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya
masalah TB paru)
d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak, meskipun telah diberikan
mukolitik-ekspektoran (terutama pasien suspek TB yang telah diobati
sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/ OAT yang tidak standar)
e. Penyebab lain, seperti penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif)
f. Belum terdapat komitmen yang kuat dari pihak manajemen UPK
(pimpinan RS) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis) serta
paramedis dan seluruh petugas terkait dalam penanggulangan TB dengan
strategi DOTS.
35
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
Tabel 6
Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Tidak Tercapainya Target CDR TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota 2013
No. Nilai Kriteria Hasil Akhir
Prioritas pemecahan Masalah (MxIxV)/C Prioritas
M I C V
1. Disarankan agar penjaringan
kasus ditingkatkan melalui 4 3 1 5 60
ACF (Actife Case Finding) dan
Deteksi Dini Kasus TB oleh
kader Posyandu/ ibu-ibu PKK
2. Membuat advokasi disertai
dengan data/ informasi yang 3 3 1 4 36
baru tentang pencapaian
program penanggulangan TB
di daerah untuk meyakinkan
para pengambil keputusan
anggaran pada Pemda dan
DPRD
3. Meningkatkan pengadaan
penyuluhan tentang masalah 4 4 1 5 80
TB Paru dan membuat media
promosi deteksi dini TB Paru
4. Perlu dicari prosedur alternatif
pemeriksaan dahak yang bisa 2 2 1 4 16
dilakukan di tingkat primer.
5. Menggerakkan partisipasi
masyarakat. Sebagai contoh,
status Posyandu Mandiri dapat
ditingkatkan perannya menjadi 5 5 1 4 100
Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB
6. Disarankan agar dibuat
jejaring eskternal antara DKK
sebagai regulator dan UPK
(RS, dokter umum, spesialis)
sebagai penyedia pelayanan
kesehatan, ikatan profesi 3 3 2 2 6
misalnya Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), serta
puskesmas sebagai unit
pelayanan primer serta
membuat nota kesepakatan.
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Dana Lokasi Pelaksana Metode Tolak ukur
1. Menggerakkan untuk Seluruh Agustus -Dana -posyandu -dokter -diskusi/ -terdapat
partisipasi meningkatkan elemen
s/d PKM balita -bidan tanya petugas
masyarakat. penjaringan masyarakat
Sebagai contoh, dan desember -posyandu -perawat jawab posyandu,
kasus TB
status Posyandu seluruh
posyandu 2014 usila kader dan
Mandiri dapat
ditingkatkan di wilayah -posbindu masyarakat
perannya menjadi kerja
-sekolah yang aktif san
Posyandu Puskesmas
Mandiri Plus Dumai -kelurahan mau
Penanggulangan Kota
berkerjasama.
TB
Meningkatkan Meningkatkan Seluruh Agustus -Dana -posyandu -dokter -ceramah -terdapat
pengadaan pengetahuan masyarakat
s/d PKM balita -bidan -diskusi/ media promosi
penyuluhan masyarakat di wilayah
tentang masalah tentang kerja desember -Spon -posyandu -perawat tanya yang dipajang
TB Paru dan penyakit TB Puskesmas
2014 sorship usila jawab atau dibagikan
membuat media Paru dan Dumai
promosi deteksi meningkatkan Kota -posbindu di PKM,
dini TB Paru kesadaran
masyarakat. -sekolah posyandu, dan
-kelurahan masyarakat.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
2. SARAN
1. Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case
Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK dll.
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru
dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru
42
3. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TB
4. Membuat advokasi disertai dengan data/ informasi yang baru tentang
pencapaian program penanggulangan TB di daerah untuk meyakinkan para
pengambil keputusan anggaran pada Pemda dan DPRD
5. Disarankan agar dibuat jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator dan
UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan,
ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas
sebagai unit pelayanan primer serta membuat nota kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA