Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH “ Pelayanan Kesling Dan Pengendalian Resiko”

IHR (International Health Regulation) 2005

Kelas 2B

Disusun oleh :

winda Regina

171110077

Dosen pembimbing

Dr. Wijayantono, SKM, M.Kes

PRODI D-3 KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa atas segala rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan.

Harapan kami semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat sedikit. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk dapat memberi
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, 12 Agustus 2019

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian IHR............................................................................................ 3
2.2 Tujuan dan ruang lingkup IHR.................................................................... 3
2.3 Terminologi public health emergency of international concern (PHEIC).. 3
2.4 Jenis penyakit dan atau kejadian yang tercakup dalam pheic...................... 4
2.5 Kewajiban negara anggota dan who terkait pheic........................................ 4
2.6 Focal points di negara anggota dan WHO................................................... 5
2.7 Sistem informasi dan respon dalam menghadapi pheic................................ 6
2.8 Pintu masuk atau points of entry suatu PHEIC............................................ 7
2.9 Pengukuran indikator kesehatan masyarakat dalam pheic........................... 10
2.10 Pembiayaan dalam menghadapi PHEIC.................................................... 11
2.11 Fungsi kantor kesehatan pelabuhan (KKP)................................................ 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................ .. 15
B. Saran ........................................................................................................... .. 15
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization (WHO)


merekomendasikan kepada negara peserta antuk melakukan tidakan terhadap bagasi, kargo,
petikemas, alat angkut, barang-barang, paket pos atau jenazah manusia untuk menghilangkan
infeksi atau kontaminasi termasuk vektor dan reservoir, tanpa pembatasan perjalanan dan
perdagangan(3) Mengingat Undang-undang No.1 Tahun 1962 tentang karantina laut :
Penyakit pes merupakan salah satu penyakit karantina yang masih berlaku secara
internasional , maka kondisi sanitasi kapal merupakan faktor yang sangat penting.Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 425/Menkes/ SK/ IV/2007 tentang
Karantina Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan bahwa penyakit karantina tidak hanya 6
penyakit saja (Pes, Yellow Fever, Demam Balik-balik, Cacar dan Tifus Bercak Wahibi tetapi
terdapat New Emerging Infectious Diseases dan Re-emerging Diseases yang dapat
mengancam kesehatan negara

Perkembangan teknologi alat angkut yang semakin cepat membuat jarak antar negara
seolah semakin dekat karena waktu tempuh yang semakin singkat, sehingga mobilitas orang
dan barang semakin cepat melebihi masa inkubasi penyakit menular. Kondisi tersebut
berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara gobal.(14) Pelabuhan merupakan titik
simpul pertemuan atau aktifitas keluar masuk kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai
pintu gerbang transformasi penyebaran penyakit,dan merupakan ancaman global terhadap
kesehatan masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new
emerging diseases), maupun penyakit menular lama yang timbul kembali (re-emerging
diseases). Ancaman penyakit tersebut merupakan dampak negatif dari diberlakukannya pasar
bebas atau era globalisasi, dan dapat menimbulkan kerugian besar baik pada sektor ekonomi,
perdagangan, sosial budaya, maupun politik yang berdampak besar kepada suatu negara atau
daerah

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2013


mengatakan bahwa setiap penanggung jawab alat angkut yang berada di pelabuhan, Bandar
Udara, dan pos lintas batas darat, yang di dalamnya ditemukan faktor risiko kesehatan berupa
tanda-tanda kehidupan tikus dan/ atau serangga, tikus, dan/atau serangga berdasarkan

4
pemeriksaan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) setempat, wajib melakukan tindakan
hapus tikus dan hapus serangga

2.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan IHR ?


2. Apa saja tujuan dan ruang lingkup dari IHR ?
3. Apa saja jenis penyakit dan atau kejadian yang tercakup dalam PHEIC ?
4. Apa saja kewajiban negara anggota dan WHO terkait PHEIC?
5. Apa saja tugas dari KKP ?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IHR
International Health Regulation (IHR) atau Peraturan Kesehatan Internasional
merupakan suatu dokumen perjanjian Internasional yang mengikat negara-negara yang
menyepakatinya baik seluruh negara anggota WHO maupun yang bukan anggota WHO
dan diterapkan di negaranya untuk mengatur tata cara dan pengendalian penyakit, baik
penyakit menular yang ada, baru, dan yang muncul kembali maupun tidak menular
(contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminologi lain disebut NUBIKA
(Nuklir, Biologi dan Kimia).

B. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP IHR


- Untuk membantu negara-negara untuk bekerja sama menyelamatkan nyawa dan mata
pencaharian yang terancam oleh penyebaran penyakit dan risiko kesehatan lainnya
atau dengan kata lain untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya
penyebaran penyakit secara internasional, serta melaksanakan public health response
sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat, dan menghindarkan hambatan yang tidak
perlu terhadap perjalanan dan perdagangan internasional.
- Untuk memastikan keamanan maksimum terhadap penyebaran penyakit secara
internasional dengan seminimal mungkin yang juga dapat menimbulkan imbas
terhadap lalu lintas internasional.

C. TERMINOLOGI PUBLIC HEALTH EMERGENCY OF INTERNATIONAL


CONCERN (PHEIC)
1. Penghormatan penuh terhadap martabat, hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental orang
2. Dipandu oleh Piagam PBB dan Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia
3. Kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of
International Concern/PHEIC) sebagaimana diamanatkan dalam International Health
Regulations (IHR) 2005
4. Dipandu oleh tujuan dari aplikasi universal mereka untuk melindungi semua orang di
dunia dari penyebaran penyakit secara internasional

6
5. Negara-negara memiliki hak, sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum
internasional, hak berdaulat untuk mengatur dan melaksanakan undang-undang
menurut kebijakan-kebijakan. Oleh karena itu, mereka harus menjunjung tinggi tujuan
IHR.

D. JENIS PENYAKIT DAN ATAU KEJADIAN YANG TERCAKUP DALAM PHEIC


Adapun jenis penyakit atau kejadian penyakit yang termasuk di dalam PHEIC
diantaranya :
1. Epidemic-prone diseases: Cholera, Pes and yellow fever, Ebola and Marburg
haemorrhagic fevers, Nipah virus, SARS and West Nile fever
2. Food-borne diseases: Penyakit Creutzfeldt-Jakob associated with bovine spongiform
encephalopathy.
3. Accidental and deliberate outbreak: SARS, anthrax
4. Radio nuclear accidents: kecelakaan bahan radio nuklear dan bahan kimia
5. Environmental disasters

E. KEWAJIBAN NEGARA ANGGOTA DAN WHO TERKAIT PHEIC


1) Kewajiban Negara anggota
a) Setiap negara wajib membuat atau membangun Pelaksana Lokal Peraturan Kesehatan
Internasional dan tanggung jawab kewenangan di dalam hal penghormatan terhadap
hukum untuk pelaksanaan tindakan2 kesehatan dengan peraturan ini.
b) Pelaksana Lokal IHR harus berhubungan setiap waktu untuk tetap berkomunikasi
dengan Pelaksana IHR WHO.
c) Negara harus memberikan informasi (pemberitahuan) dari Focal Points ke Contact
Points WHO dan begitu juga sebaliknya. Dan ini terus berlangsung secara kontinyu
setiap tahunnya sebagai konfirmasi.
d) Menyampaikan informasi secara cepat dan tepat/akurat kepada WHO tentang seluruh
kejadian yang berpotensi PHEIC dan memberikan verifikasi dari informasi tersebut.
e) Setiap negara anggota diwajibkan untuk mengembangkan, memperkuat, dan
mempertahankan kemampuan dasar pada setiap level administrasi, agar dapat
mendeteksi, melaporkan, serta menangani risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan PHEIC.
f) Bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan
pengendalian risiko penyakit menular khususnya untuk perlindungan yang efektif.

7
2) Kewajiban WHO
WHO harus merancang Pelaksana IHR WHO, yang berhubungan setiap waktu
untuk berkomunikasi dengan IHR lokal. Pelaksana IHR WHO dirancang di kantor
pusat WHO atau di tingkat regional Organisasi WHO.

F. FOCAL POINTS DI NEGARA ANGGOTA DAN WHO


Focal Point merupakan pusat Nasional, yang dirancang oleh setiap Negara sebagai
tanggung jawab dan wewenang untuk berkomunikasi secara langsung dengan WHO (IHR
Contact Point) tentang penerapan dan pelaksanaan IHR.
Setiap negara anggota diwajibkan membentuk National IHR Focal Point yang
bertanggung jawab terhadap tata hubungan operasional pelaksanaan IHR dengan WHO
serta menerima dan mengirim informasi kepada WHO dalam waktu 24 jam per hari dan 7
hari per minggu. Sementara itu, WHO menyiapkan dan menginformasikan IHR Contact
Points di tingkat pusat maupun daerah. Adapun tugas nasional IHR Focal Point
diantaranya :
1. Bekerjasama dengan WHO dalam mengkaji resiko KLB dan PHEIC.
2. Melakukan diseminasi informasi kepada lintas sektoral terkait.
3. Memberi kewenangan sepenuhnya kepada petugas yang ditunjuk pada jalur
kedatangan.
4. Bertindak sebagai koordinator dalam menganalisis kejadian dan risiko KLB.
5. Berkoordinasi secara intens dengan Bakornas Penanggulangan Bencana.
6. Memberikan saran kepada Menteri Kesehatan dan Departemen terkait dalam
melaksanakan notifikasi kepada WHO.
7. Memberikan saran kepada Menteri Kesehatan dan Departemen terkait pelaksanaan
rekomendasi dari WHO dan memberlakukan rekomendasi sebagai aplikasi rutin atau
periodik.
8. Mengkaji sistem surveilans dan kapasitas dalam merespons serta mengidentifikasi
kebutuhan pengembangan, termasuk kebutuhan pelatihan di tingkat nasional.
9. Bekerjasama dengan WHO untuk menyiapkan dukungan program intervensi dalam
pencegahan atau penanggulangan KLB dan PHEIC lainnya.

8
10. Melaporkan perkembangan melalui kajian, perencanaan, dan pelaksanaan IHR
(2005).
11. Bekerjasama dengan WHO dalam menyiapkan pesan umum.
12. Bekerjasama dan melakukan pertukaran informasi antar negara atau regional.
Selanjutnya, WHO akan terus menyiapkan bantuan teknis dan logistik agar dapat
memfasilitasi pelaksanaan IHR secara efektif dan lengkap.

G. SISTEM INFORMASI DAN RESPON YANG HARUS DILAKUKAN DALAM


MENGHADAPI PHEIC
 ”Surveillance” / pengamatan:
1. Setiap Negara anggota harus mengembangkan, memperkuat dan memantapkan,
sesegera mungkin kemampuan untuk mendeteksi, menilai, memberitahukan dan
melaporkan kejadian/KLB sesuai dengan IHR tetapi tidak lebih dari lima tahun sejak
berlakunya IHR.
2. Sebagai tindak lanjut penilaian, suatu negara anggota dapat melaporkan kepada WHO
berdasarkan kebutuhan yang sesungguhnya dan rencana pelaksanaan. Dengan
melakukan hal ini akan diberikan tambahan waktu selama dua tahun. Sebelum
memutuskan, Direktur Jenderal akan meminta pertimbangan suatu Komite (Komite
Penelaah/Review Committee). Setelah jangka waktu yang disebutkan, Negara anggota
yang telah memperoleh perpanjangan waktu harus melaporkan setiap tahun kepada
WHO tentang kemajuan pelaksanaan IHR secara menyeluruh.
3. WHO harus mengumpulkan informasi mengenai kejadian suatu penyakit/KLB
melalui kegiatan surveilansnya dan menilai potensi kejadian/KLB tersebut dalam
penyebaran penyakit dan kemungkinan terhambatnya lalu-lintas internasional.
 Pelaporan:
1. Setiap Negara anggota harus melapor ke WHO dalam waktu 24 jam semua
kejadian/KLB yang mungkin merupakan PHEIC dengan alat komunikasi paling
efisien yang tersedia, melalui Focal-Point Nasional IHR. Selain itu, tindakan yang
telah diambil dalam menghadapi kemungkinan PHEIC tersebut harus pula dilaporkan.
Bila kejadian/KLB yang dilaporkan ke WHO merupakan kompetensi/domain Badan
Tenaga Atom Internasional (IAEA), WHO harus segera melapor ke IAEA.
2. Setelah melapor suatu kejadian/KLB negara anggota yang bersangkat harus terus
memberitahu WHO tentang beberapa hal diantaranya mengenai definisi kasus, hasil

9
laboratorium, sumber dan jenis risiko, jumlah kasus dan kematian, kondisi yang
menimbulkan penyebaran penyakit dan tindakan penyehatan yang dilakukan. Bila
perlu laporkan pula kesulitan yang dihadapi dan bantuan yang diperlukan dalam
menanggulangi kejadian/KLB yang berpotensi menimbulkan PHEIC.
 Penyediaan Informasi Oleh WHO
a. WHO harus berkonsultasi dengan negara anggota di mana ada kejadian/KLB di
wilayahnya, sebelum menyebarluaskan informasi ke negara anggota lain.
b. Informasi yang diperoleh dapat disebarluaskan kepada negara anggota lainnya sesuai
dengan IHR bila informasi tentang kejadian/KLB yang sama tersebut tidak menjadi
rahasia umum lagi dan ada kebutuhan penyebarluasan informasi dari sumber yang
dapat dipercaya dan bertanggungjawab.
c. WHO harus secepat dan seefisien mungkin mengirimkan informasi yang diterima
secara relevan kepada seluruh negara anggota dan juga kepada organisasi antar
pemerintah.
d. WHO harus menggunakan informasi yang diterima, untuk verifikasi, penilaian dan
mempersiapkan bantuan sesuai dengan IHR. Apabila negara bersangkutan tidak
menyetujui, informasi ini tidak akan diteruskan ke negara anggota lainnya, kecuali
ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan diantaranya :
 besar kemungkinan kejadian/KLB tersebut bisa menjadi PHEIC; atau
 WHO membuktikan, secara epidemiologis, telah terjadi penyebaran infeksi atau
kontaminasi ke negara lain.atau,
 adanya bukti bahwa: (i) penanggulangan peneyebaran penyakit kemungkinan
besar tidak akan berhasil karena sifat tertentu dari kontaminasi, kuman penyakit,
vektor atau reservoir; atau (ii) negara anggota tidak memilki kemampuan yang
memadai untuk mencegah perluasan penyebaran penyakit; atau
 sifat dari lalu lintas internasional yang memungkinkan terpaparnya manusia,
bagasi, kargo, petikemas, alat-angkut, barang atau paket pos terhadap infeksi atau
kontaminasi, membutuhkan tindakan internasional secepatnya;

H. PINTU MASUK ATAU POINTS OF ENTRY SUATU PHEIC


Setiap negara anggota wajib memastikan agar pelabuhan/pos lintas batas yang telah
ditentukan bagi keluar masuknya lalu lintas internasional apabila diminta dan
memungkinkan untuk menyampaikan kepada WHO data yang berkaitan dengan adanya

10
sumber penularan atau sumber kontaminasi termasuk vektor dan reservoir penyakit, yang
dapat menyebar secara internasional. Adapun pintu masuk atau point of entry suatu
PHEIC diantaranya :
 Bandara Dan Pelabuhan
1. Negara anggota harus menentukan bandar udara dan bandar laut yang harus
dikembangkan kemampuannya
2. Negara anggota harus menjamin bahwa Sertifikat Bebas Pengawasan Sanitasi Kapal
(SSCEC) dan Seritifikat Pengawasan Sanitasi Kapal (SSCC) diterbitkan
3. Setiap Negara anggota harus mengirimkan ke WHO daftar pelabuhan yang
berwenang untuk mengeluarkan:
a. SSCC dan pemberian layanan
b. SSCEC saja, dan
c. Perpanjangan SSCEC dalam waktu satu bulan, sampai alat angkut tiba di pelabuhan
di mana SSCEC bisa diperbaharui.
4. Setiap Negara anggota harus memberitahu WHO setiap perubahan yang terjadi pada
daftar bandara/pelabuhan yang telah disampaikan sebelumnya.
5. WHO, atas permintaan Negara anggota, dapat mengeluarkan sertifikat, setelah
melalui penilaian tertentu yang menyatakan bahwa suatu bandara/pelabuhan di
wilayahnya telah memenuhi syarat. Sertifikat yang telah dikeluarkan akan ditinjau
secara periodik oleh WHO, dengan sepengetahuan Negara anggota yang
bersangkutan.
6. WHO, bekerja sama dengan instansi antar pemerintah yang berwenang dan lembaga
internasional, harus membuat pedoman sertifikasi bagi bandar udara dan bandar laut.
WHO harus menerbitkan daftar bandar udara dan bandar laut yang sudah memperoleh
sertifikat.

 Perlintasan Darat
1. Bila diperlukan karena alasan kesehatan masyarakat, suatu Negara anggota dapat
menetapkan perlintasan darat yang harus mempunyai kapasitas, dengan
mempertimbangkan:
a) volume dan frekuensi lalu-lintas internasional, dibandingkan dengan pintu masuk
lain di Negara tersebut, dan
b) adanya faktor risiko di wilayah di mana lalu-lintas internasional berawal, atau
melalui wilayah itu, sebelum sampai di perlintasan darat tersebut.

11
2. Negara anggota yang memiliki perbatasan bersama hendaknya mempertimbangkan:
a) membuat perjanjian atau pengaturan bilateral atau multilateral mengenai
pencegahan atau pengendalian penularan penyakit pada perlintasan darat; dan
b) penetapan bersama perlintasan darat yang berdekatan yang memiliki kapasitas

 Peran Otorita Yang Berkompeten


1. Otorita yang berkompeten harus:
a) bertanggung jawab terhadap pemantauan bagasi, kargo, petikemas, alat angkut,
barang, paket pos dan jenazah manusia yang berangkat dan datang dari wilayah
terpapar, sehingga dapat dijamin bahwa yang disebutkan sebelumnya bebas dari
infeksi atau kontaminasi, termasuk vektor dan reservoir;
b) memastikan, sejauh mungkin, bahwa fasilitas umum pada pintu masuk dalam kondisi
bersih dan bebas dari sumber infeksi atau kontaminasi, termasuk vektor penyakit dan
reservoir;
c) Bertanggung jawab terhadap pengawasan setiap kegiatan hapus tikus, hapus hama,
hapus serangga atau dekontaminasi dari bagasi, kargo, petikemas, alat angkut, barang,
paket pos dan jenazah manusia atau tindakan sanitasi bagi orang sesuai dengan IHR
ini;
d) memberitahu para operator alat angkut seawal mungkin mengenai rencana tindakan
yang akan diambil, metode yang akan digunakan pada tindakan tersebut, bila tersedia,
harus diberikan secara tertulis;
e) bertanggung jawab/mensupervisi keamanan pembuangan air atau makanan yang
tercemar, limbah manusia atau hewan, air limbah dan benda lain yang terkontaminasi
yang dibawa alat angkut;
f) mengambil segala tindakan yang dimungkinkan, sesuai dengan IHR, untuk memantau
dan mengawasi kapal yang membuang limbah cair, limbah padat, pemberat dan benda
lain yang dapat menyebabkan penyakit dan berpotensi mencemari air di pelabuhan,
sungai, kanal, selat, danau atau perairan internasional lainnya;
g) bertanggung jawab dalam mengawasi penyedia layanan penumpang, bagasi, kargo,
petikemas, alat angkut, barang, paket pos dan jenazah manusia pada pintu masuk,
termasuk melakukan pemeriksaan medik bila diperlukan;

12
h) memiliki rencana kontingensi dalam menghadapi kejadian/KLB luar biasa dan
melapor ke Focal-Point IHR Nasional mengenai tindakan yang diambil, sesuai dengan
IHR.
2. Tindakan yang direkomendasikan oleh WHO bagi para penumpang, bagasi, kargo,
peti kemas, alat angkut, barang, paket pos, dan jenazah manusia yang tiba dari
wilayah yang terpapar dapat diulang pada saat kedatangan bila ada indikasi atau bukti
kuat bahwa tindakan yang dilakukan pada saat keberangkatan dari daerah terpapar
gagal.
3. Hapus serangga, hapus tikus, hapus hama, dekontaminasi dan tindakan sanitasi
lainnya harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari cedera dan
ketidaknyamanan bagi orang, atau kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap
kesehatan masyarakat, atau kerusakan terhadap bagasi, kargo, petikemas, alat angkut,
barang dan paket pos.

I. PENGUKURAN INDIKATOR KESEHATAN MASYARAKAT DALAM PHEIC


Public Health measure/ukuran Kesehatan Masyarakat:
A. Ketentuan Umum yaitu mengenai peraturan kesehatan mengenai kedatangan dan
keberangkatan
B. Ketentuan khusus mengenai pengangkutan dan operator pengangkutan
Operator pengangkutan
 Kapal dan pesawat saat transit
 Lori, Kereta api sipil dan angkutan darat saat transit
 Pengangkutan yang terkena dampak penyakit
 Kapal dan pesawat pada saat berada di pintu masuk
 Lori, kereta api sipil dan kendaraan darat saat berada di pintu masuk
C. Ketentuan khusus bagi para pengunjung
 Para pengunjung yang berada dalam pengawasan kesehatan masyarakat
 Peraturan kesehatan yang berhubungan dengan masuknya para pengunjung
 Perlakuan terhadap para pengunjung
D. Ketentuan Khusus bagi Barang, Kontainer dan area muatan Kontainer
 Barang dalam keadaan transit
 Kontainer dan area pembuatan Kontainer

13
J. PEMBIAYAAN DALAM MENGHADAPI PHEIC
Biaya Tindakan Terhadap Penumpang
1. Kecuali bagi penumpang yang akan tinggal sementara atau tetap, tidak boleh ada
biaya yang dipungut oleh Negara anggota sesuai dengan IHR, bagi tindakan kesehatan
masyarakat berikut ini:
a) pemeriksaan medik yang diberikan sesuai dengan IHR atau setiap pemeriksaan
tambahan yang disyaratkan oleh Negara anggota untuk memastikan status
kesehatan penumpang yang diperiksa tersebut
b) vaksinasi atau profilaksis lainnya yang diberikan kepada seorang penumpang saat
kedatangan yang tidak menjadi persyaratan secara tertulis atau persyaratan tertulis
yang diterbitkan kurang dari 10 hari sebelum vaksinasi atau profilaksis lainnya
dilaksanakan
c) Isolasi dan karantina yang memadai yang harus dijalani penumpang
d) sertifikat yang dikeluarkan kepada penumpang, yang memuat tanggal tindakan
yang telah dilakukan atau
e) tindakan yang dilakukan pada bagasi yang dibawa penumpang.
2. Negara anggota dapat memungut biaya untuk tindakan, termasuk hal yang utamanya
menguntungkan bagi penumpang.
3. Apabila tindakan kepada penumpang sesuai dengan IHR dikenakan biaya, di masing-
masing Negara anggota harus berlaku satu tarif dan setiap biaya yang dikenakan
harus:
a) sesuai dengan tarif ini;
b) tidak melebihi biaya dari layanan yang diberikan; dan
c) dikenakan tanpa membedakan kewarganegaraan, atau tempat tinggal dari
penumpang tersebut;
4. tarif, dan setiap perubahannya, harus diterbitkan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum
pemberlakuannya.
5. IHR tidak menghalangi Negara anggota untuk meminta pembayaran atas pengeluaran
bagi:
a) operator atau pemilik alat angkut bagi karyawannya yang bepergian; atau
b) asuransi penumpang.
6. Tidak dibenarkan sama sekali adanya larangan berangkat bagi penumpang atau
operator alat angkut dari wilayah negara anggota yang menunggak pembayaran biaya.

14
Biaya Untuk Bagasi, Kargo, Petikemas, Alat Angkut, Barang Atau Paket Pos
1. Apabila dipungut biaya untuk melakukan tindakan terhadap bagasi, kargo, petikemas,
alat angkut, barang atau paket pos sesuai dengan IHR, setiap Negara anggota
diharuskan hanya memiliki satu tarif untuk biaya tersebut dan setiap biaya harus:
a) sesuai dengan tarif yang berlaku;
b) biaya tidak melebihi biaya yang dibutuhkan bagi layanan tersebut; dan
c) dikenakan tanpa membedakan kewarganegaraan, bendera, kepemilikan bagasi,
kargo, petikemas, alat angkut, barang atau paket pos. Khususnya, tidak ada
perbedaan tarif bagi bagasi, kargo, petikemas, alat angkut, barang atau paket pos
milik nasional dan asing.
2. Tarif, dan setiap perubahannya, harus diberitahukan sekurang-kurangnya sepuluh hari
sebelum diberlakukan.

15
TUGAS POKOK KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit
potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA serta pengamanan terhadap
penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan
pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.

(Pasal 2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


356/MENKES/PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR
KESEHATAN PELABUHAN)

FUNGSI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, KKP menyelenggarakan


16 (enam belas) fungsi (Pasal 3 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 356/MENKES/ PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN
TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN) :

1. pelaksanaan kekarantinaan
2. pelaksanaan pelayanan kesehatan;
3. pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara;
4. pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan
penyakit yang muncul kembali;
5. pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia;
6. pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang
berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional;
7. pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk
penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk;
8. pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
9. pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat
kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan
dokumen kesehatan OMKABA impor;
10. pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;

16
11. pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat negara;
12. pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan,
dan lintas batas darat negara;
13. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat negara;
14. pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans
kesehatan pelabuhan;
15. pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara;
16. pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP

17
BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
International Health Regulation (IHR) atau Peraturan Kesehatan Internasional
merupakan suatu dokumen perjanjian Internasional yang mengikat negara-negara yang
menyepakatinya baik seluruh negara anggota WHO maupun yang bukan anggota WHO
dan diterapkan di negaranya untuk mengatur tata cara dan pengendalian penyakit, baik
penyakit menular yang ada, baru, dan yang muncul kembali maupun tidak menular
(contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminologi lain disebut NUBIKA
(Nuklir, Biologi dan Kimia).
Ruang lingkup dari IHR adalah Untuk membantu negara-negara untuk bekerja sama
menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian yang terancam oleh penyebaran penyakit
dan risiko kesehatan dan Untuk memastikan keamanan maksimum terhadap penyebaran
penyakit secara internasional dengan seminimal mungkin yang juga dapat menimbulkan
imbas terhadap lalu lintas internasional.
Jenis-jenis penyakit yang tercakup dalan PHEIC adalah Epidemic-prone diseases:
(Cholera, Pes and yellow fever, Ebola and Marburg haemorrhagic fevers, Nipah virus,
SARS and West Nile fever),Food-borne diseases (Penyakit Creutzfeldt-Jakob associated
with bovine spongiform encephalopathy),Accidental and deliberate outbreak (SARS,
anthrax), Radio nuclear accident ( kecelakaan bahan radio nuklear dan bahan kimia), dan
Environmental disasters

3.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan pada dasarnya diberikan
kesehatan dan kesempuranaan dibanding makhluk ciptaanNya yang lain supaya dapat
menjaga lingkunagn kita dan mengerti dengan peran-peran yang harus kita jalankan, baik di
luar maupun di lingkungan sendiri, dan kita harus menjalin kerjasama dengan berbagai
organisasi untuk meningkatkan derajat kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA
http://scholar.unand.ac.id/12818/2/BAB%201.pdf

http://sejarahkkp.blogspot.com/2007/08/ihr-2005.html

http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=20143210003&id=tumbuhkan-jiwa-
korsa-dan-kekarantinaan-bagi-petugas-kantor-kesehatan-pelabuhan-(kkp)-kemenkes-ri.html

19

Anda mungkin juga menyukai