Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat tiga pilar
kekeuasaan negara, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
(Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman, dalam Psl 24 UUD 1945
(Perubahan) Jo. UU No. 4 Thn 2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) sebagai lingkungan peradilan yang
terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 5 tahun
1986 pada tanggal 29 Desember 1986, dalam konsideran “Menimbang” undang-
undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata
Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan
bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga
masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi,
seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga
masyarakat. Dengan demikian lahirnya PERATUN juga menjadi bukti bahwa
Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan,
kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan
dengan memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga
tersebut eksekutif memiliki porsi peran dan wewenang yang paling besar apabila
dibandingkan dengan lembaga lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap
pemerintah untuk adanya check and balances. Salah satu bentuk konrol yudisial atas
tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga peradilan. Dalam konteks
inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) dibentuk dengan UU No. 5
tahun 1986, yang kemudian dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, telah
disahkan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.
Perubahan yang sangat mendasar dari UU No. 5 Tahun 1986 adalah dengan
dihilangkannya wewenang pemerintah . Departemen Kehakiman sebagai pembina
organisasi, administrasi, dan keuangan serta dihilangkannya wewenang untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan umum bagi hakim PERATUN, yang
2

kemudian semuanya beralih ke Mahkamah Agung. Hal ini diharapkan dapat


meningkatkan indepedensi lembaga PERATUN.
Sejak mulai efektif dioperasionalkannya PERATUN pada tanggal 14 Januari
1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang sebelumnya ditandai
dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di
Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang, serta lima Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) di jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang. Kemudian
berkembang, dengan telah didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di
seluruh Ibu Kota Propinsi sebagai pengadilan tingkat pertama. Hingga saat ini
eksistensi dan peran PERATUN sebagai suatu lembaga peradilan yang mempunyai
fungsi, tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan mengadili sengketa tata usaha
negara antara anggota masyarakat dengan pihak pemerintah (eksekutif), dirasakan
oleh berbagai kalangan belum dapat memberikan kontribusi dan sumbangsi yang
memadai di dalam memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat serta di
dalam menciptakan prilaku aparatur yang bersih dan taat hukum, serta sadar akan
tugas dan fungsinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian, asas-asas, PTUN ?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa tata usaha negara ?
3. Bagaimana mengajukan gugatan ke PTUN ?
4. Apa yang termasuk pembuktian dalam acara PTUN ?
5. Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan putusan PTUN ?
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN, ASAS-ASAS, DAN KOMPETENSI PTUN


1. Pengertian Hukum Acara PTUN
Menurut Rozali Abdullah, Hukum Acara PTUN adalah rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana orrang harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalanya peraturan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara). Dengan kata lain hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di
peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang
terikat dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.

2. Asas Hukum Acara PTUN


Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa Asas hukum merupakan jantungnya
peraturan hukum, dikarenakan merupakan landasan yang paling luasbagi lahirnya
suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa
dikembalikan kepada asas-asas tersebut, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan
lahirnya peraturan hukum, kemudian Satjipto Rahardjo menambahakan bahwa
dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan,
maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan
etis.1
Asas hukum yang terdapa di dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara :
1. Asas praduga rechtmatig. Asas ini menyatakan setiap tindakan pemerintahan
selalu dianggap rechtmatig samapai ada pembatalan (pasal 67ayat (1) UU
PTUN).
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata
usaha Negara (KTUN) yang disengketakan, kecuali ada kepentingan yang
mendesak dari penggugat (pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a).
3. Asas para pihak harus didengar. Maksudnya para pihak mempunyai
kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan di perhatikan secara adil.
Hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan atau
penjelasan salah satu pihak saja.

1
Rozali Abdulah,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Raja Gravindo Persada,Jakarta,1994
hlm 1-2.
Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT citra Aditya Bakti,Bandung,1996, hlm 119-120.
4

4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis. Maksudnya baik pemeriksaan


di judex feeti maupun di Mahkamah Agung.
5. Asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Maksudnya bebas
dari campur tangan pihak lain baik secara langsung maupun tidak bermaksud
untuk mempengaruhi keputusan pengadilan.
6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Maksudnya sederhana dalam hukum acara, waktu yang relatif cepat dalam
waktu dan murah dalam biaya ringan.
7. Asas hakim aktif.maksudnya ada rapat permusyawarahan untuk menentukan
gugatan dapat diterima atau tidak yg disertai pertimbangan-pertimbangan,
pemeriksaan persiapan untuk memeriksa kejelasan gugatan, hakim dapat
memeritahkan tergugat memberikan info-info yang dibutuhkan penggugat.
8. Asas sidang terbuka untuk umum. Maksudnya asas ini membawa konsekuensi
bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
9. Asas peradilan berjenjang. Maksudnya Jenjang peradilan dimulai dari tingkat
yang terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan puncaknya adalah
Mahkamah Agung.
10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan
(ultimum remedium). Maksudnya Sengketa administrasi sedapat mungkin
diupayakan dulu penyelesaiannya melalui musyawarah mufakat (upaya
administratif), apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, maka barulah
penyelesaian melalui PTUN dilakukan.
11. Asas Obyektifitas. Maksudnya hakim atau panitera, apabila terikat hubungan
sedarah, semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun
telah bercerai dengan tergugat, penggugat, penasihat hukum atau antara hakim
dengan panitera atau hakim dan panitera tersebut mempunyai kepentingan
langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.

B. PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA


1. Pangkal Sengketa

Pangkal sengketa tata usaha negara dapat diketahui dengan menentukan apa
yang menjadi tolak ukur sengketa tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata
usaha negara adalah tolak ukur subyek dan pangkal sengketa. Sedangkan tolak
ukur subyek adalah para pihak yang bersengketa dalam hukum administrasi
negara (tata usaha negara). Tolak ukur pangkal sengketa adalah sengketa
5

administrasi yang diakibatkan oleh ketetapan sebagai hasil perbuatan administrasi


negara. Sengketa administrasi (pasal 1 angka 4 UU PTUN) dibedakan menjadi 2
yaitu:

a. Sengketa Intern adalah menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang


disengketakan dalam satu departemen (instansi), atau kewenangan suatu
departemen (instansi) terhadap departemen lainnya yang disebabkan tumpang
tindih kewenangan, sehingga menimbulkan kekaburan kewenagan

b. Sengketa Ekstern atau sengketa administrasi negara dengan rakyat adalah


perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi negara
dengan rakyat sebagai subyek-subyek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur
dari unsur peradilan administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal
dua pihak dan sekurang-kurangnya salah satu pihak harus administrasi negara,
yang mencakup administrasi negara di tingkat pusat, adminstrasi negara
tingkat daerah, maupun administrasi negara pusat yang ada di daerah.

2. Kedudukan Para Pihak dalam Sengketa TUN

Dalam pasal 1 angka 4 UU PTUN diketahui bahwa kedudukan para pihak dalam
sengketa tata usaha negara adalah orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai
pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak tergugat.
Orang (individu) atau badan hukum perdata yang di rugikan akibat dikeluarkannya
KTUN Digolongkan menjadi tiga yaitu :
a. Orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai alamat yang dituju oleh
KTUN.
b. orang (individu) atau badan hukum perdata yang dapat disebut pihak ketiga
yang mempunyai kepentingan dan organisasi kemasyarakatan.
c. Badan atau pejabat TUN yang tidak boleh menggugat oleh UU PTUN.
Kepentingan ini dalam kaitannya yang berhak menggugat apabila bersifat
langsung, pribadi, obyek dapat ditentukan dan atau kepentingan berhubungan
dengan KTUN.

3. Para Pihak dalam Sengketa TUN

Para pihak dalam sengketa TUN adalah orang (individu) atau badan hukum
perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai
pihak tergugat.
6

4. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN


Dalam pasal 48 UU P TUN nomor 5 tahun 1986 UU PTUN menjelaskan
upaya administrative, itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa dalam TUN yang dilaksanakan
di lingkungan pemerintah sendiri yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur
banding administratif.
Perbedaan penting antara upaya administratif dan PTUN adalah bahwa PTUN
hanyalah memeriksadan menilai dari segi hukumnya saja. Sedangkan penilaian dari
segi kebijasanaan bukan wewenang PTUN. Pemeriksaan melalui upaya
administrative, badan TUN selaian berwenang menilai segi hukumnya, juga
berwenang menilai segi kebijaksanaannya. Dengan demikian penyelesain sengketa
melalui upaya administratif menjadi lebih lengkap, tetapi, penilaian secara lengkap
tersebut tidak termasuk pasda prosedur banding. Pada prosedur banding, badan
hukum TUN hanya melakukan penilaian dari segi hukumnya saja.

C.GUGATANKEPTUN

1. Alasan Mengajukan Gugatan


Alasan dari pihak yang megajukan gugatan ke PTUN yaitu :
a. KTUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. KTUN mengandung perbuatan atau tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau
wewenang.
c. KTUN mengandung perbuatan atau tindakan sewenang-wenang.
2. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Tenggang waktu mengajukan gugatan diatur dalam pasal 55 UU PTUN. Tengang
waktu untuk mengajukan gugatan Sembilan puluh hari tersebut dihitung secara
bervariasi:
a. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
b. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam aturan perundang-
undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk
memberikan keputusan namun ia tidak berbuat apa-apa.
c. Setelah 4 bulan apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan
kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan dan
ternyata ia tidak berbuat apa-apa.
d. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus di umumkan.
7

3. Syarat - Syarat Gugatan


Syarat gugatan diatur dalam pasal 56 UU PTUN. Syaratnya adalah:
a. Gugatan harus memuat:
1) Nama, kewaganegaraan, temapat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau
kuasa hukumnya.
2) Nama jabatan, dan tempat kedudukan tergugat.
3) Dasar gugatan dan hal-hal yang diminta untuk diputuskan pengadilan.
b. Apabila gugatan dibuat oleh dan ditanda tangani oleh seorang kuasa pengugat
maka harus disertai surat kuasa yang sah.
c. Gugatan sedapat mungkin juga disertai KTUN yang disengketakan oleh
penggugat.
d. Surat Gugatan harus bermaterai

4. Tuntutan dalam Gugatan


Ketentuan dalam pasal 53 ayat 1 UU PTUN harus dikaitkan dengan pasal 3 UU
PTUN tentang KTUN negatif dan pasal 117 ayat 2 tentang tuntutan sejumlah uang
atau kompensasi. Dari situ diperoleh perihal tuntutan apa saja yang dapat diajukan
dalam gugatan:
a. Tuntutan agar KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN itu
dinyatakan batal atau tidak sah.
b. Tuntutan agar badan atau pejabat TUN yang digugat untuk mengeluarkan
KTUN yang di mohonkan penggugat atau tanpa.
c. Tuntutan ganti rugi dan atau tanpa.
d. Tuntutan rehabilitas dengan atau tanpa kompensasi

5. Permohonan Beracara dengan Cuma-Cuma


Pada dasarnya mengajukan gugatan ke pengadilan penggugat harus membayar
terlebih dahulu membayar uang muka biaya perkara. Tetapi dalam hal tertentu
penggugat membayar Cuma-Cuma (pasal 60 dan 62 UU PTUN). Penggugat dapat
tidak membayar uang perkara apabila tidak mampu. Ketidakmampuan itu sudah
diperiksa oleh ketua pengadilan dan telah dikabulkan, dan penggugat harus
membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa.
8

D. ACARA PEMERIKSAAN DI PTUN


1. Pemeriksaan dengan Acara Singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi
perlawanan atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat
permusyawaratan (pasal 62 UU PTUN). Pemeriksaan dengan Acara Singkat
mempunyai kelebihan dan kelemahan juga yaitu Kelebihannya adalah dapat
mengatasi berbagai rintangan yang mungkin akan terjadi penghalang dalam
penyelesaian secara cepat sengketa-sengketa TUN, dapat mengatasi harus
masuknya perkara-perkara sebenarnya tidak memenuhi syarat, dan dapat
dihindarkan pemeriksaan perkara-perkara menurut acara biasa yang tidak perlu
memakan banyak waktu dan biaya. Sedangkan Kelemahannya adalah jangka
waktu empat belas hari dalam melakukan perlawanan terhitung sejak penetapan
dismissal itu di ucapkan dapat menjadi tidak realistis, karena dapat saja pada
waktu itu diucapkan berhalangan hadir.
2. Pemeriksaan Persiapan
Setelah melalui tahap rapat permusyawaratan, maka dilakukan pemerksaan
persiapan terhadap gugatan yang di ajukan oleh penggugat (pasal 63 UU PTUN).
Tujuan pemerikasaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara, dengan cara
memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatannya dan atau memanggil
tergugat untuk dimintai keterangan tentang keputusan yang digugat.

3. Pelaksanaan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan KTUN


Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN diatur dalam pasal 67
UU PTUN. Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN akan
dikabulkan apabila Keadaan yang sangat mendesak, misal kerugian yang akan di
tanggung penggugat tidak seimbang dengan manfaat bagi kepentingan yang akan
dilindungi oleh pelaksanaan KTUN dan Pelaksanaan KTUN yang digugat tidak
ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
4. Pemeriksaan dengan Acara Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur pasal 98 dan 99 UU PTUN. Dalam hukum
acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak
dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena
kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut
KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah
yang ditempati penggugat. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan
hakim tunggal.
9

5. Pemeriksaan dengan Acara Biasa


Pemeriksaan dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UUPTUN. Dari pasal itu
dikemukakan Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan
dengan Acara Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua
sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali
menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dinyatakan
dengan tertutup untuk umum.

E. PEMBUKTIAN

1. Alat-alat Bukti
Dalam pasal 100 sampai dengan 106 UU PTUN alat-alat bukti yang yang dapat
diajukan dalam acara hukum PTUN adalah:
a. Surat atau tulisan
1) Akta aotentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat
umum yang menurut perturan perundang-undangan yang berwenang
membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan alat bukti tentang
peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
2) Akta dibawah tangan yaitu surat yang di buat dan di tandatangani oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagi
alat bukti.
3) Surat-surat lain yang bukan ahli.
b. Keterangan ahli yaitu Pendapat orang yang diberikan sumpah dalam
persidangan dalam tentang hal yang ia ketahui menurut pengetahuan dan
pengalamnanya.
c. Keterangan saksi
Dalam pasal 88 UU PTUN disebutkan yang tidak boleh didengar sebagai
saksi adalah Keluarga sedarah, Istri atau suami salah seorang pihak meski
sudah bercerai, Anak yang belum berusia tujuh belas tahun DAN Orang sakit
ingatan.
Dalam pasal 89 UU PTUN yang berhak mengundurkan diri sebagai ahli
adalah Saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah
satu pihak dan Setiap orang yang karena martabat pekerjaan atau jabatannya
diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat,
pekerjaan atau jabatanhnya itu.
10

d. Pengakuan para pihak merupakan pernyataan sepihak sehingga tidak


memerlukan persetujuan dari para pihak lain terutama dari pihak lawannya.
Pengakuan secara lisan harus dilakukan dalam persidangan dan tidak boleh
diluar persidangan. Pengakuan secara tertulis boleh dilakukan diluar
persidangan dan dihadapan hakim.
e. Pengetahuan hakim Menurut Wirjono Prodjodikoro yang dimaksud
pengetahuan hakim adalah hal yang dialami oleh hakim sendiri selama
pemeriksaan perkara dalam sidang.
2. Beban Pembuktian
Beban Pembuktian dalam pasal 107 UU PTUN bahwa hakim menentukan apa
yang harus di buktikan, beban pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

F. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN PTUN


1. Pengertian Putusan
Pada dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan ke pengadilan adalah
bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan
mengambil suatu putusan. Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitspraak) tidak
boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Dalam literature Belanda dikenal vonnis
dan gewijsde. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuhukum yang yang pasti,
sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah putusan yang asudah
mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia upaya hukum
Khusus. Dalam kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap adalah:
a. Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak dapat
dimintakan upaya banding
b. Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan kasasi.
c. Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.
2. Putusan PTUN
Putusan Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Ketentuan pasal tersebut
memuat prosedur pengambilan putusan yang harus diambil dengan musyawarah di
antara majelis hakim, putusan yang diambil dengan suara terbanyak baru dapat
dikatakan apabila musyawarah untuk mencapai kesepakatan bulat mengalami jalan
buntu, apabila keputusan suara terbanyak itu juga mengalami kemacetan, maka
barulah putusan dapat diambil oleh ketua majelis.
11

3. Isi Putusan
Isi putusan dari pasal 97 ayat 7 maka dapat diketahui bahwa isi putusan pengadilan
TUN dapat berupa:
a. Gugatan Ditolak yaitu Apabila isi putusan pengadilan TUN adalah berupa
penolakan tewrhadap gugatan pengguagat berarti memperkuat KTUN yang
akan dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang bersangkutan. Pada
umumnya suatu gugatan ditolak oleh majelis hakim, karena alat bukti yang di
ajukan pienggugat tidak dapat mendukung gugatannya, atau alat-alat bukti yang
diajukan pihak tergugat lebih kuat.
b. Gugatan Dikabulkan yaitu Gugatan dikabulkan adakalanya pengabulan
seluruhnya atau menolak sebagian lainnya. Isi pengadilan yang mengabulkan
gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak membenarkan KTUN yang
dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak membenarkan sikap tidak berbuat
apa-apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal itu sudah merupakan
kewajibannya.Dalam hal gugatan dikabulkan maka dalam putusan tersebut
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat yang dapat berupa:
1) Pencabutan KTUN yang bersangkutan
2) Pencaburtan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN ynag baru
3) Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3. Dan
pengadilan dapat menetapkan kewajiban piahk tergugat untuk membayar
ganti rugi, kompensasi dan rehabilitasi untuk sengketa kepegawaian.

4. Gugatan Tidak Di terima


yaitu Putusan pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat,
berarti gugatan itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut
sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan
persiapan.
5. Gugatan Gugur
yaitu Putusan pengadilan yang menyatakan gugatan gugur dalam hal para pihak
atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah
dipanggil secara patut atau perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak pengguagat
telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.
6. Susunan Isi Putusan
Dalam pasal 109 UU PTUN disebutkan Susunan isi putusan yaitu:
1. Kepala Putusan yaitu Setiap putusan pengadialan haruslah mempunyai kepala
putusan bagian atas putusan yang berbunyi “ demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Apabila tidak ada kalimat itu maka hakim tidak dapat melaksanakan
12

putusan tersebut.
2. Identitas para pihak yaitu Suatu perkara atau gugatan harus ada suekurang-
kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat, lalu dimuat dimuat identitas diri.
3. Pertimbangan
Dalam hukum perdata suatau putusan pengadilan harus memuat pertimbangan-
pertimbangan yang lazim, karena sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat
mengapa ia mengambil putusan yang demikian itu sehingga dapat bernilai obyektif.
4. Amar Merupakan jawaban atas petitum dari gugatan sehinngga amar juga
merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajib mengadili semua bagian
dari tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan dilarang menjatuihkan purtusan atas
perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
5. Biaya Perkara
Seluruh biaya ditanggung oleh pihak yang dikalahkan kecuali menggunakan
perkara biaya Cuma-Cuma dan mendapat persetujuan. Biaya perkara mencakup:
1. Biaya kepaniteraan
2. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan meminta persetujuan lebih dari 5
orang saksi harus membayarnya meskipun pihak itu memengkannya.
3. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain atas perintah
hakim ketua sidang.
6. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi)
Dalam pasal 115 UU PTUN bahwa hanya putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan., jadi putusan pengadilan yang belum
memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hukum acara PTUN adalah rangkaian perturan-peraturan yang memuat cara
bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan Tata Usaha Negara. Adapun asas dalam Hukum acara PTUN yaitun : Asas
praduga rechtmatig, Asas gugatan,Asas para pihak harus didengar, Asas kesatuan
beracara dalam perkara sejenis, Asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman yang
merdeka, Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, Asas
13

hakim aktif, Asas sidang terbuka untuk umum, Asas peradilan berjenjang, Asas
pengadilan dan Asas Obyektifitas.
Perbedaan penting antara upaya administratif dan PTUN yaitu PTUN
hanyalah memeriksa dan menilai dari segi hukumnya saja. Sedangkan penilaian dari
segi kebijasanaan bukan wewenang PTUN. Pemeriksaan melalui upaya
administrative, badan TUN selaian berwenang menilai segi hukumnya, juga
berwenang menilai segi kebijaksanaannya. Dengan demikian penyelesain sengketa
melalui upaya administratif menjadi lebih lengkap, tetapi, penilaian secara lengkap
tersebut tidak termasuk pasda prosedur banding. Pada prosedur banding, badan
hukum TUN hanya melakukan penilaian dari segi hukumnya saja
Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi
perlawanan atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat
permusyawaratan. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat
sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan
misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan dengan Acara
Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim).
Alat-alat bukti yang yang dapat diajukan dalam acara hukum PTUN adalah
Surat atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangan saksi, Pengakuan para pihak dan
Pengetahuan hakim. Putusan Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN.
Ketentuamn pasal tersebut memuat prosedur pengambilan putusan yang harus
diambil dengan musyawarah di antara majelis hakim, putusan yang diambil dengan
suara terbanyak baru dapat dikatakan apabila musyawarah untuk mencapai
kesepakatan bulat mengalami jalan buntu, apabila keputusan suara terbanyak itu juga
mengalami kemacetan, maka barulah putusan dapat diambil oleh ketua majelis.

Anda mungkin juga menyukai