Anda di halaman 1dari 13

Referat

Gangguan Somatoform : Illness Anxiety Disorder

Oleh :

Intan Jessica Pardosi

11 2015 072

DOKTER PEMBIMBING:

Dr.Sri Woroasih SpKJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

PERIODE 23 JANUARI 2017 – 25 FEBRUARI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA


WACANA

1
PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan


memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen
utama. Gangguan ini mencakup interaksi tubuh-pikiran, dengan cara yang
masih belum diketahui, otak mengirim berbagai sinyal yang
mempengraruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius
dalam tubuh. Pada edisi ke empat the Diagnotic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform
spesifik : (1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik
yang mengenai banyak sistem organ. (2) gangguan konversi, ditandai
dengan satu atau dua keluhan neurologis. (3) hipokondriasis, ditandai
dengan lebih sedikit fokus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka
memiliki suatu oenyakit spesifik. (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai
dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu
bagian tubuhnya cacat. (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri
yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor psikologis.1

Illness anxiety disorder atau Hipokondriasis merupakan suatu


gangguan yang dapat menimbulkan disabilitas dan bersifat kronik.
Disabilitas dan gangguan yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut
menyerupai kondisi yang ditimbulkan gangguan mood, ansietas dan banyak
penyakit kronik lainnya. Hipokondriasis ini tidak hanya refrakter terhadap
pengobatan tetapi juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi berupa efek
samping pengobatan dan timbulnya gejala-gejala yang baru. Klinisi
umumnya mengalami kesulitan dalam meyakinkan pasien hipokondriasis
mengenai kondisinya. Pasien-pasien dengan kondisi tersebut tidak
mengakui adanya faktor psikososial sebagai penyebab gejala yang
dikeluhkan sehingga mereka cenderung tidak menyukai para klinisi yang
berpendapat demikian.1

2
DEFINISI
Istilah “hipokondriasis” didapatkan dari istilah medis yang lama
“hipokondrium,” yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan seringnya
keluhan abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis
disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat
terhadap gejala atau sensasi fisik, yang menyebabkan preokupasi dan
ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak
ditemukan penyebab medis yang diketahui. Gejala fisik dapat diinterpretasi
secara luas sebagai adanya misinterpretasi fungsi tubuh yang normal.
Hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai seseorang yang berpreokupasi
dengan ketakutan atau keyakinan menderita penyakit yang serius.

3
Epidemiologi
Preokupasi dengan penyakit dapat dijumpai secara umum pada
komunitas. Pada 10-20% manusia “normal” dan 45% pasien “neurotik”, dapat
dijumpai adanya rasa cemas terhadap penyakit yang bersifat intermiten dan
tidak didasari alasan yang kuat serta diantara komunitas tersebut, 9%
diantaranya tidak mempercayai penjelasan yang telah diberikan oleh klinisi.
Banyak pasien dapat menunjukkan gejala hipokondriasis sebagai bagian dari
gangguan psikiatri lainnya, dan beberapa memiliki gejala tersebut sebagai
respon terhadap penyakit fisik berat yang baru dideritanya namun tidak
memenuhi kriteria inklusi dari DSM-IV untuk hipokondriasis. Penilaian
insidensi dan prevalensi hipokondriasis memerlukan studi lebih lanjut pada
komunitas yang lebih luas dan tidak hanya pada pasien psikiatri, karena pasien
dengan hipokondriasis yakin akan penyakit yang dideritanya. Hingga kini,
studi populasi tersebut menunjukkan bahwa 4-9% pasien pada komunitas
umum yang berobat memiliki gangguan hipokondriasis. Laki-laki dan wanita
sama-sama dapat terkena hipokondriasis tanpa adanya perbedaan
kecenderungan. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia, onset
paling sering antara usia 20 dan 30 tahun.1,3

Etiologi
Pada kriteria diagnosis untuk hipokondriasis, DSM-IV-TR
mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan misinterpretasi
pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data menunjukkan bahwa orang
dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat sensasi somatic yang
mereka rasakan. Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang rendah
terhadap ketidak nyamanan fisik. Sebagai contoh, pada orang normal
merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien hipokondriasis
menganggap sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri pada
sensasi tubuh, salah menginterprestasi dan menjadi selalu teringat oleh
sensasi tersebut karena kesalahan skema kognitifnya.1,4
Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu
sifat yang dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota

4
keluarganya sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi lain yang diajukan
adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi atau
obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik. 1,4

Misinterpretasi gejala-gejala tubuh


Orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi
somatiknya. Mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari
umumnya terhadap gangguan fisik, dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut
karena skema kognitif yang keliru. 1,4

Model belajar sosial


Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang
tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. 1,4

Varian dari gangguan mental lain


Gangguan yang paling sering berhubungan dengan hipokondriasis
adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. 1,4

Psikodinamika
Gangguan terjadi karena permusuhan dan agresi dipindahkan ke dalam
bentuk somatik melalui mekanisme repression dan displacement. Kemarahan
yang dimaksud berasal dari kejadian penolakan dan ketidakpuasan di masa
lalu. Selain kemarahan, dapat juga penyebabnya adalah rasa bersalah dan
gejala timbul karena pasien ingin menebus kesalahannya melalui penderitaan
somatik. 1,4

Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan


peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya berat
dan tidak dapat dipecahkan. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa

5
bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah
dan tanda perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan. 1,4

PATOFISIOLOGI
Defisit neurokimia berhubungan dengan hipokondriasis dan gangguan
somatoform lain seperti gangguan somatisasi, konversi dan kelainan bentuk tubuh
terlihat sama dengan gangguan mood dan cemas.5
Formulasi dari gangguan spectrum obsesif kompulsif ini walaupun bukan
bagian dari consensus diagnostik dan klasifikasi psikiatri, melintasi sedikit bagian
dalam beberapa kategori diagnostik dalam DSM-IV-TR. Walaupun pertemuan
kasus dari defisit neurokimia ini bersifat ringan, beberapa defisit menunjukkan
mengapa gejala dapat menjadi berlebihan, dan berakibat komorbid, dan mengapa
terapi yang efektif itu bersifat parallel antara orang yang satu dan orang yang lain.5
Pada studi terakhir dari marker biologis, peneliti yang berdasarkan kriteria
diagnostik untuk hipokondriasis berdasarkan DSM-IV-TR menemukan bahwa
terdapat penurunan level neurotropin 3 (NT-3) dan serotonin trombosit (5-HT)
dalam plasma dibandingkan dengan subjek kontrol. NT-3 adalah marker dari fungsi
neuronal sementara trombosit 5-HT adalah marker penting untuk aktivitas
serotonergik.5

DIAGNOSIS
Diagnosis hipokondriasis (F45.2) berdasarkan PPDGJ-III, kedua hal ini
harus ada:1
i. 1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik
yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan
yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alas an fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau
perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham);
ii. 2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya.

6
Sementara itu, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, Fourth Edition (DSM-IV-TR) mendefinisikan hipokondriasis (F45.2)
berdasarkan kriteria berikut ini:1
i. 1. Preokupasi berupa ketakutan atau pikiran menderita penyakit serius
berdasarkan interprestasi yang keliru mengenai gejala yang dirasakan.
ii. 2. Preokupasi untuk memastikan kondisinya dengan pemeriksaann medis
tertentu.
iii. 3. Kepercayaan pada kriteria 1 bukanlah intensitas delusi (seperti gangguan
delusi, tipe somatik) dan tidak terpusat pada satu kelainan yang tampak
(seperti pada gangguan dismorfik).
iv. 4. Preokupasi yang menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
gangguan dalam hubungan sosial, pekerjaan dan area penting lainnya.
v. 5. Durasi gangguan tersebut paling tidak terjadi dalam 6 bulan.
vi. 6. Preokupasi tidak dapat diklasifikasikan dalam gangguan ansietas
menyeluruh, gangguan Obsessif kompulsif, gangguan panik, episode
depresif mayor, anxietas perpisahan atau gangguan somatoform yang lain.

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan
ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala
yang dirasakan. Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka
sedang menderita suatu penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi
dan tidak dapat menerima penjelasan akan gangguan yang dideritanya.
Mereka terus menyimpan keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang
serius. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan anxietas
dan biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas.6
Pasien mempunyai ketakutan yang hebat dan menetap terhadap
penyakit. Mereka mewaspadai indikasi penyakit yang bahkan sangat ringan,
tetapi bagi mereka menjadi sinyal yang sangat kuat. Preokupasi tubuh
mereka sangat berat dan meluas ke status kesehatan umum mereka. Pasien
meneliti sendiri tubuh mereka sendiri secara intens. Mereka mempunyai
kebiasaan mengujungi dokter umum dan klinik rumah sakit serta

7
menumpuk riwayat perawatan medis yang banyak. Akhirnya mereka tetap
saja tidak puas akan kontak mereka dengan profesi kedokteran yang sering
mereka kritik dan salahkan atas keluhannya yang berlanjutan. Hubungan
dokter-pasien yang buruk seringkali terjadi.6
Walaupun pada DSM-IV-TR membatasi bahwa gejala yang timbul
telah berlangsung paling kurang 6 bulan keadaan hipokondriasis
hipokondrial yang sementara dapat muncul setelah stress yang berat, paling
sering adalah akibat kematian atau penyakit yang sangat serius dari
seseorang yang sangat penting bagi pasien ataupun penyakit serius yang
pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh yang dapat meninggalkan
keadaan hipokondrial sementara pada kehidupan pasien. Keadaan diatas
dimana perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka didiagnosis
sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan.6

PENATALAKSANAAN
Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan psikiatrik.
Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan psikiatrik jika dilakukan di
lingkungan medis dan dipusatkan untuk menurunkan stress dan penjelasan tentang
mengatasi penyakit kronis. Di antara pasien-pasien tersebut, psikoterapi kelompok
adalah cara yang terpilih, sebagian cara ini memberikan dukungan sosial dan
interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien. Psikoterapi
individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi biasanya tidak berhasil.1,7
Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna untuk
menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan keluhan
mereka ditanggapi dengan serius. Tetapi prosedur diagnostik dan terapeutik harus
dilakukan hanya jika bukti objektif mengharuskannya. Jika mungkin klinisi harus
menahan diri supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas
atau kebetulan. 1,7
Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien
memiliki suatu kondisi yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan
atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis adalah sekunder akibat adanya
gangguan mental primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk gangguan

8
itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi
harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit
mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah. 1,7
Penatalaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang dokter umum, karena
penderita sering tidak dapat menerima rujukan ke seorang psikiater. Jelas, penyakit
organic sebaiknya disingkirkan dan gangguan psikiatrik primer apapun seperti
depresi harus diterapi. 1,7
Terapi psikiatrik spesifik mungkin berguna jika individu tersebut menyadari
kesulitan emosional yang menyebabkan timbulnya keluhan fisis. Terapi psikiatrik
lebih baik diberikan dalam suasana klinis non-psikiatrik, dengan penekanan pada
pengurangan stress psikososial dan pendidikan mengenai peran factor-faktor
psikologis terhadap timbulnya gejala dan cara mengatasi gejala tersebut. Dokter
harus berhati-hati jika gejala jelas tampak berperan sebagai pertahanan psikologis
yang kuat dan habis-habisan. Terapi perilaku-kognitif adalah terapi spesifik
terpilih. 1,7
Secara keseluruhan, gejala pasien yang disebabkan alasan psikologis dan
sosial dan tidak adanya intervensi bedah atau medis spesifik yang dapat
menyembuhkan keinginan untuk sakit haruslah diingat. Tujuannya adalah agar
dapat fokus terhadap pasien secara menyeluruh. Pasien harus dipantau secara
teratur dan perhatian harus diberikan pada keadaan sosial dan personal apapun yang
dianggap menyebabkan timbulnya keluhan pasien. 1,7
Intervensi medik spesifik sebaiknya dikurangi, misalnya pemeriksaan fisik
sederhana. Terapi utama adalah perhatian personal seorang dokter. Prosedur
teraputik diagnostik invasif dan rumit sebaiknya hanya dilakukan bila terdapat
manfaat nyata penggunaanya, dan kelainan insidental serta temuan bermakna
sebaiknya tidak diterapi. 1,7
Farmakoterapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi
edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmakoterapi adalah untuk
mengurangi gejala dan gangguan yang menyertai (contohnya cemas), untuk
mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik. 1,7
Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi, anxietas,
obsesif-kompulsif. Apabila salahsatu dari gangguan diatas ada, penatalaksanaan

9
yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan dengan
memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal
ini untuk mencegah efeksampaing dimana pasien dengan gangguan hipokondria
sangat sensitif terhadap efek samping obat. 1,7

Terapi Kognitif
Tujuan dari terapi kognitif untuk hipokondriasis adalah untuk mengarahkan
pasien untuk mengenali, bahwa masalah utama mereka adalah rasa takut terhadap
menderita suatu penyakit dan bukannya menderita penyakit itu. Pasien juga diminta
untuk memantau sendiri kekhawatiran yang muncul dan mengevaluasi kenyataan
dan alasannya. Terapis juga membujuk pasien untuk mempertimbangkan
penjelasan alternatif untuk tanda fisik yang biasanya mereka interpretasikan
sebagai suatu penyakit. Percobaan mengenai kebiasaan juga digunakan sebagai
usaha untuk mengubah kebiasaan pikiran pasien. Singkatnya, pasien diberitahukan
untuk secara intens fokus pada gejala fisik yang spesifik dan memantau peningkatan
rasa cemas yang muncul. Keluarga juga perlu diikutsertakan untuk mengobservasi
rasa cemas yang muncul. 1,7

Manajemen Stres
Manajemen ini difokuskan pada keadaan dimana stress berkontribusi pada
kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. Pasien diminta untuk
mengidentifikasi stressor yang ada dan diajarkan teknik manajemen stres untuk
membantu pasien mampu menghadapi stressor yang ada. Teknik yang diajarkan
kepada pasien adalah teknik relaksasi dan kemampuan untuk memecahkan
masalah. Walaupun teknik ini tidak secara langsung difokuskan terhadap terapi
hipokondriasis, teknik ini mampu mengurangi gejala yang muncul. 1,7

Pencegahan Paparan dan Respon


Terapi ini dimulai dengan meminta pasien membuat daftar
kecemasan hipokondriasis mereka, seperti memeriksa sensasi tubuh,
memastikannya ke dokter, dan menghindari pikiran tentang suatu penyakit. 1,7

10
PROGNOSIS
Hipokondriasis biasanya berlangsung episodik dimana setiap episode berlangsung
selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh episode tenang
yang sama panjangnya. Prognosis baik berhubungan dengan status sosioekonomi
yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak
adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.1,3,4
Perjalanan hipokondriasis episodik; episode berlangsung dari beberapa
bulan sampai beberapa tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama
panjangnya. Mungkin terhadap hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala
hipokondriakal dan stresor psikososial. Walaupun hasil penelitian besar yang
dilakukan belum dilaporkan diperkirakan sepertiga sampai setengah dari semua
pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang
baik adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset gejala
yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi non-
psikiatrik yang menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi sembuh
pada masa remaja akhir atau masa dewasa awal. 1,3,4
Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya
pengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang
sempurna. Sedangkan bila gejala disebabkan oleh gangguna anxietas menyeluruh
atau depresif, prognosis adalah lebih baik. 1,3,4

KESIMPULAN
Hipokondriasis merupakan salah satu gangguan psikiatri yang umum dijumpai
dengan prevalensi 4-6% pasien rawat jalan. Hipokondriasis itu sendiri merupakan
suatu preokupasi seseorang dengan ketakutan atau keyakinan menderita penyakit
yang serius. Hal ini disebabkan adanya interpretasi pasien yang tidak realistik dan
tidak akurat terhadap gejala atau sensasi fisik yang dirasakan. Etiologi dari

11
hipokondriasis ini dapat dijelaskan dengan berbagai teori seperti model
pembelajaran sosial, model varian dari gangguan mental lain, dan juga teori
psikodinamik. Diagnosis hipokondriasis merujuk kepada kriteria diagnostik yang
terdapat didalam DSM-IV TR. Penatalaksaan hipokondriasis menurut penelitian
yang ada adalah dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy, terapi
psikofarmakologik untuk gangguan yang menyertai dan juga dengan menggunakan
strategi manajemen medis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Prognosa yang
baik umumnya dapat dijumpai pada pasien hipokondriasis dengan status sosial-
ekonomi yant inggi, pengobatan terhadap cemas dan depresif yang responsif,
awitan dari gejala yang mendadak, tidak adanya gengguan kepribadian, dan tidak
adanya kondisi medik nonpsikiatrik yang terkait.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock : Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014
2. American Psychiatric Publishing. Highlights of Changes from DSM-IV-TR to
DSM-5. Hal 10. Diunduh dari : www.dsm5.org Diunduh 23Februari 2016.
3. Basant K.P, Paul J.L, Ian H.T. Gangguan Disosiasi (Konversi) dan
Somatoform, Gangguan Hipokondrial dalam Buku Ajar Psikiatri (Textbook of
Psychiatry), Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC. Hal 224-7
4. Stern TA, Fricchion GL, Cassem NH, Jellineck MS, Rossenbaum JF.
Massachusetts General Hospital: Handbook of General Hospital Psychiatry.
Sixth Edition. Philladelphia : Saunders Elsevier. 2010.
5. Jerald K, Allan T. Essential of Psychiatry. Singapore: John Wiley & Sons; 2006.
6. Ebert MH, Nurcombe B, Loosen PT, Leckman JF. Current Diagnosis &
Treatment Psychiatry. 2nd Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies;
2008.
7. Memon, M.A. : Hypochondriasis. Medical Director of Geriatric Psychiatry,
Department of Psychiatry, Spartanburg Regional Hospital System. 2009.
available from http://emedicine.medscape.com/article/290955

13

Anda mungkin juga menyukai